KELOMPOK B-8
Ketua
: Marisa
(1102013162)
Anggota
: Pinka Anjani
(1102013225)
(1102013230)
(1102013233)
Qorry Welenri
(1102013238)
Wahyu Tanzil
(1102013298)
Yolanda Syafitri
(1102013296)
(1102011300)
(1102012165)
(1102012175)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2015
PENDAHULUAN
Dasar Teori
Pengaruh Epinefrin
Epinefrin merupakan salah satu hormon yang disekresikan oleh medula
suprarenal. Sekitar 75 -80% sekresi dari medulla suprarenal adalah epinefrin. Efek
perifer dari hormon ini adalah hasil dari interaksinya dengan reseptor alpha dan
beta pada membran plasma. Reseptor alpha dan beta merupakan protein G, yaitu
sel APUD yang menyekresikan gastrin dan terdapat pada daerah antrum lambung.
Terdapat 2 tipe reseptor alpha, yaitu 1 dan 2. Aktivasi 1 melepaskan
ion kalsium dari RES ke dalam sitosol, hasilnya memberikan efek eksitatori pada
sel target. Aktivasi reseptor reseptor 2 menurunkan level cAMP pada sitoplasma.
Reduksi inn menghasilkan efek inhibisi pada sel target.
Reseptor beta memiliki 3 tipe yaitu reseptor 1, 2, dan 3. Stimulasi pada
1 memberikan efek peningkatan aktivitas metabolik. Stimulasi pada 2
memberikan efek inhibisi yang memicu relaksasi otot polos. Sedangkan stimulasi
pada reseptor 3 memberikan efek lipolisis, yaitu meluruhkan trigliserid di dalam
adiposit.
Pada otot polos, efek efinerin bergantung pada organ dan reseptor
adregenik yang bersangkutan. Pada saluran cerna melalui reseptor alpha dan beta,
epinefrin menimbulkan efek relaksasi otot polos saluran cerna pada umumnya;
tonus dan motilitas usus dan lambung. Reseptor 1, 2, 1, dan 2 terdapat pada
membran sel otot polos. Pada sfinger pylorus dan ileosekal. Epinefrin
menimbulkan kontraksi melalui reseptor alpha.
Pengaruh Asetilkolin
Asetilkolin adalah salah satu neurotransmitter yang digunakan oleh saraf.
Asetilkolin atau yang disebut juga sebagai Ach, adalah neurotransmitter yang
digunakan oleh serat praganglion simpatis dan parasimpatis. Ach juga digunakan
sebagai neurotransmitter serat pascaganglion parasimpatis. Serat ini mengeluarkan
asetilkolin. Serat ini, bersama dengan semua serat praganglion otonom, disebut juga
sebagai serat kolinergik.
Serat otonom pasca ganglion ini tidak berakhir di satu benjolan terminal saja
(synaptic knob). Namun, cabang- cabang terminal serat otonom memiliki banyak
pembengkakan atau benjolan, yang disebut sebagai varicosities, yang secara
bersamaan mengeluarkan neurotransmitter ke suatu daerah luas di organ yang difus
ini, disertai kenyataan bahwa setiap perubahan aktivitas listrik yang terjadi menyebar
ke seluruh massa otot polos atau otot jantung (pada usu halus, yang berlaku adalah
otot polos)melalui taut celah, menyebabkan aktivitas otonom biasanya mempengaruhi
organ keseluruhan bukan sel-sel tertentu. (Sherwood,2012)
Ach juga berperan dalam persisteman parasimpatis, yaitu sebagai neurotransmitter
pascaganglion. System parasimpatis sangat berperan dalam system pencernaan.
System ini mendominasi pada keadaan tenang dan santai. Pada
keadaan tanpa
myosin kinase dan mengaktivasi protein kinase ini (myosin adalah salah satu
protein yang juga berperan penting dalam mekanisme kontraksi otot polos).
4. Aktivasi myosin kinase menempelkan fosfat dari ATP pada kepala myosin
untuk mengaktifkan proses kontraktil
5. Kemudian terjadilah sebuah siklus cross-bridge formation, pergerakan, dan
pelepasan ikatan protein kontraktil yang terlibat. Siklus ini yang menyebabkan
otot dapat berkontraksi secara terus-menerus (disesuaikan dengan siklus
relaksasi juga).
Pengaruh Pilokarpin
Pilokarpin merupakan salah satu obat yang bekerja pada reseptor
kolinergik
tipe
muskarinik.
Pilokarpin
juga
dikatakan
sebagai
obat
parasimpatomimetik karena sifatnya yang tidak begitu cept dirusak oleh substansi
dalam darah dan dapat menghasilkan efek luas parasimpatis yang khas. Jika
pilokarpin diberikan kepada pasien secara intravena, biasanya akan menyebabkan
efek yang sama persis di seluruh tubuh dengan perasangan parasimpatis. Hal ini
disebabkan oleh sedikitnya pilokarpin yang dirusak kolinesterase di dalam darah
dan cairan tubuh sebelum mencapai seluruh organ efektor.
Pilokarpin sebagai agonis muskarinik dapat menstimulasi otot polos pada
saluran gastrointestinal dengan jalan meningkatkan frekuensi dan motilitas.
Namun, jika digunakan dengan dosis yang berlebihan akan menyebabkan spasme
serta tanesmus. Dilaporkan juga penggunaan pilokarpin untuk menstimulasi
saluran cerna dapat mengakibatkan gangguan pada sistem cardiovascular yang
tidak signifikan.
Pengaruh suhu
Gerakan usus dapat dipengaruhi oleh suhu. Suhu normal tubuh membuat usus
dapat melakukan gerak peristaltiknya secara normal. Saat usus diberikan perlakuan
dingin, maka yang terjadi adalah gerakan usus semakin melambat. Hal tersebut dapat
dilihat dari amplitudonya yang semakin mengecil. Kemudian, usus diberikan
perlakuan panas yang menyebabkkan gerakan usus semakin cepat. Akan tetapi, bukan
berarti dengan suhu yang semakin panas (di atas normal) usus dapat bergerak lebih
cepat lagi. Hal ini dikarenakan oleh factor enzim. Enzim hanya dapat berkerja dalam
keadaan suhu tubuh normal (hernawati, 2010)
Pengaruh Ion Barium
Otot polos pada sebagian besar organ termasuk dalam golongan unit
tunggal dimana serat serat otot yang memebentuk golongan ini tereksitasi dan
berkontraksi sebagai satu kesatuan. Serat otot pada otot polos unit tunggal secara
listrik dihubungkan oleh gap junction. Ketika timbul potensial aksi di bagian
manapun lembaran otot ini, potensial aksi tersebut merambat dengan cepat melalui
titik titik kontak listrik khusus ini ke seluruh kelompok sel sel yang saling
berhubungan yang kemudian berkontraksi sebagai satu unit yang terkoordinasi.
Barium merupakan senyawa yang berperan dalam pembentukan potensial
aksi spotan. Khususnya BaCl2
praganglion
simpatis
dan
parasimpatis
mengeluarkan
vagus. serabut-serabut ini memberi inervasi yang yang luas pada esofagus, lambung,
pankreas, dan sedikit usus sampai separuh bagian pertama usus besar.
Parasimpatis sakral bersal darisegmen sakral kedua, ketiga, dan keempat dari
medula spinalis serta berjalan melalui saraf pelvis ke seluruh bagian distal usus besar
dan sepanjang anus. Arean sigmoid, rektum, dan anus diperkirakan mendapat
persarafan parasimpatis yang lebih baik daripada nagian usus yang lain. Fungsi
serabut ini terutama untuk menjalankan reflak defekasi.
Neuron-neuron postganglionik dari sistem parasimpatis gastrointestinal
terletak terutama di pleksus mienterikus dan pleksus submukosa. Perangsangan saraf
parasimpatis ini menimbulakan peningkatan umum dari aktivitas seluruh sistem saraf
enterik. Hal ini kemudian akan memperkuat aktivitas sebagian besar fungsi
gastrointestinal.
Persarafan Simpatis
Serabut-serabut simpatis yang berjalan ke traktus gastrointestinal bersal dari
medula spinalis antara segmen T-5 dan L-2. Sebagian besar serabut preganglionik
yang mempersarafi usus, sesudah meninggalkan medula, memasuki rantai simpatis
yang terlatak di sisi lateral kolumna spinalis, dan banyak dari serabut ini kemudian
berjalan melalui rantai ke ganglia yang terletak jauh seperti ganglion seliaka dan
berbagai ganglion mesenterica. Kabanyakan badan neuron simpatik postganglionik
berada di ganglia ini, dan serabut-serabut post ganglionik lalu menyebar melalui saraf
simpatis postganglionik ke semua bagian usus. Sistem simpatis pada dasarnya
menginervasi seluruh traktus gastrointestinal, tidak hanya meluas dekat dengan
rongga mulut dan anus, sebagaimana yang berlaku pada sistem parasimpatis. Ujungujung saraf simpatis sebagian besar menyekresikan norepinefrin dan juga epinefrin
dalam jumlah sedikit.
Pada umumnya, perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktivitas
traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya
melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung sekresi
norepinefrin untuk menghambat otot polos traktus intestinal (kecuali otot mukosa
yang tereksitasi oleh norepinefrin), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh
inhibisi dari norepinefrin pada neuron-neuron pada seluruh sistem saraf enterik.
Jenis Reseptor
Efek Stimulasi
Efek Stimulasi
Simpatis
Simpatis
Parasimpatis
, 2 (organ-organ)
motilitas (gerakan)
motilitas
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tata Cara
I. Kerutan Usus di Luar Badan
a. Tata Cara
e. Ulangi hal di atas 2 kali lagi, sehingga dapat dianggap sediaan usus telah
bebas dari pengaruh epinefrin.
f. Sesudah selesai hal-hal di atas, tutup kembali tabung perfusi dan isilah
dengan larutan locke baru yang bersuhu 35C (disediakan) serta atur
kembali aliran udaranya.
g. Pasang kembali gelas beker pireks, kaki tiga+kawat kasa dan pembakar
Bunsen.
I.2 Pengaruh Asetilkolin
a. Tata Cara
1. Catat 10 kerutan usus sebagai control.
2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 2 tetes larutan asetilkolin 1:1.000.000
ke dalam cairan perfusi. Beri tanda pada saat penetesan.
3. Teruskan dengan pencatatan sampai pengaruh asetilkolin terlihat jelas.
4. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh
asetilkolin
L3 Pengaruh Ion Kalsium
a. Tata cara
1. Catat 10 kerutan usus sebagai control.
2. Hentikan tromol dan gantilah larutan locke dalam tabung perfusi dengan
larutan locke tanpa Ca yang bersuhu 35oC (disediakan)
3. Jalankan kembali tromol dan cacatlah terus sampai pengaruh kekurangan ion
Ca terlihat jelas.
4. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 1 tetes CaCl21% kedalam cairan
perfusi. Beri tanda saat penetesan.
5. Teruskan dengan pencacatan, sampai terjadi pemulihan. Bila pemulihan
tidak sempurna, gantikanlah cairan dalam tabung perfusi dengan cairan
locke baru yang bersuhu 35oC.
L4 Pengaruh Pilokarpin
a. Tata Cara
1. Catat 10 kerutan usus sebagai control.
2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 2 tetes larutan pilokarpin 0,5% ke dalam
cairan perfusi. Beri tanda pada saat penetesan.
3. Teruskan dengan pencatatan sampai pengaruh pilokarpin terlihat jelas.
KESIMPULAN
I.