Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Kligman mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang sama sekali
tidak pernah menderita penyakit ini. Penyakit ini jarang terjadi pada waktu
lahir, namun ada kasus yang terjadi pada masa bayi. 85% terjadi pada usia 1130 tahun.Tetapi insiden yang paling sering terjadi adalah di masa remaja (7990%). Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang
ditandai dengan gejala klinis polimorfik berupa komedo, papul, pustul, nodus
dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik jaringan
parut yang hipotropik maupun yang hipertrofik.1 Predileksi akne vulgaris pada
daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung.2
Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan
85% terjadi pada remaja dengan beberapa derajat keparahan. Dimana
didapatkan frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua
jenis kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun.3
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang
pasti belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat
menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic
factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis,
pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium acnes), kosmetika, dan
bahan kimia lainnya.1,4
Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yakni,
adanya peningkatan sekresi sebum, hiperkeratinisasi folikel, bakteri, dan
peradangan (inflamasi).3,4 Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan
tipe (komedo/papular, pustular/nodulokistik) dan atau beratnya penyakit
(ringan/sedang/sedang-berat/berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai
inflamasi dan non-inflamasi.5
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris antara
lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.3,6
1
DEFINISI
Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang
ditandai dengan gejala klinis polimorfik berupa komedo, papul, pustul, nodus
dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik jaringan
parut yang hipotropik maupun yang hipertrofik.1 Predileksi akne vulgaris pada
daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung.2
III. EPIDEMIOLOGI
Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch.
Pada saat itu dinyatakan bahwa insiden terjadinya akne vulgaris lebih banyak
pada anak perempuan dibanding anak laki-laki dengan usia sekitar 13% pada
anak usia 6 tahun dan 32% pada anak usia 7 tahun. Sejak saat itu tidak ada
evolusi yang signifikan mengenai usia timbulnya jerawat. Menurut studi yang
berbeda dari literatur berbagai negara, usia awal rata-rata 11 tahun pada anak
perempuan dan 12 tahun pada anak laki-laki.7
Karena hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, maka sering
dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Kligman
menyatakan bahwa tidak ada seorang pun yang sama sekali tidak pernah
menderita penyakit ini. Akne pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja,
dengan 85% terjadi pada remaja dengan beberapa derajat akne. Umumnya
insidens terjadi pada sekitar umur 14 17 tahun pada wanita, 16 19 tahun
pada pria dan pada masa itu lesi yang dominan adalah komedo dan papul dan
yang
terlibat
adalah Propionibacterium
Pityrosporum
ovale.
acnes,
Dari
ketiga
pada
terbentuknya
Stafilococcus
mikroba
ini
akne
epidermidis,
yang
dan
terpenting
6. Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah
hebat pada musim dingin, dan dapat pula meningkat oleh paparan cahaya
matahari langsung.2
7. Faktor iatrogenik
Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan
keratinisasi duktus polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan kortikotropin
dapat menginduksi akne pada dewasa muda. Kontrasepsi oral dapat pula
menginduksi terjadinya akne.2
Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor
dan kadang-kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang
berhubungan dengan terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum,
adanya hiperkeratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).1,3,4
a. Peningkatan sekresi sebum
Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah
peningkatan produksi sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan
akne akan memproduksi lebih banyak sebum dibanding yang tidak
terkena akne meskipun kualitas sebum pada kedua kelompok tersebut
adalah sama. Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida
mungkin berperan dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah
menjadi asam lemak bebas oleh P.acnes, flora normal yang terdapat
pada unit pilosebacea. Asam lemak bebas ini kemudian menyebabkan
kolonisasi P.acnes, mendorong terjadinya inflamasi dan dapat menjadi
komedogenik.2,3
Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa
dengan aktifitasnya pada keratinosit infundibuler follikular, hormon
androgen berikatan dan mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang
dengan akne memiliki kadar serum androgen yang lebih tinggi
dibanding dengan orang yang tidak terkena akne. 5-reduktase, enzim
5
Stimulus
terhadap
proliferasi
keratinosit
dan
menyebabkan
hiperproliferasi.
Dihidrotestosteron
(DHT)
6
enzim
yang
berperan
untuk
mengubah
tidak terkena
akne.2,3
Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam
linoleic. Asam linoleic merupakan asam lemak esensial pada kulit yang
akan menurun pada orang-orang yang terkena akne. Kuantitas asam
linolic akan kembali normal setelah penanganan dengan isotretinoin.
Kadar asam linoleic yang tidak normal dapat menyebabkan
hiperproliferasi keratinosit follikular dan memproduksi sitokin
proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa asam linoleic diproduksi dengan
kuantitas yang tetap tetapi akan mengalami dilusi seiring dengan
meningkatnya produksi sebum.3
IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit.
Keratinosit
follikular
pada
manusia
menunjukkan
adanya
meningkatkan
respon
inflamasi
dengan
akne
menunjukkan
peningkatan
inflamasi
dermal
dibandingkan dengan kulit normal. Biopsi kulit dari komedo yang baru
terbentuk menunjukkan aktifitas inflamasi yang jauh lebih hebat.2,3
Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri
yang lebih terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan
distensi yang mengakibatkan ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari
keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis mengakibatkan respon
inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan pada 24 jam pertama
8
V.
GEJALA KLINIS
Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang
ditandai dengan gejala klinis polimorfik berupa komedo, papul, pustul, nodus
dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik jaringan parut
yang hipotropik maupun yang hipertrofik.1 Lesi awal akne dimulai dari
sumbatan pada unit pilosebaseus yang terdiri atas folikel rambut dan kelenjar
sebasea. Akibat dari sumbatan tersebut, terjadi mikrokomedo yang akan
membesar menjadi komedo.
Komedo merupakan lesi primer dari akne. Hal tersebut dapat dilihat
sebagai papul yang datar atau sedikit meninggi, komedo dibagi menjadi 2
macam yaitu komedo terbuka (blackhead) dan komedo tertutup (whitehead).
Pada komedo terbuka terdapat pembukaan sentral yang melebar berisi keratin
hitam yang diduga karena oksidasi material keratin yang terdapat pada muara
folikular. Komedo tertutup biasanya berupa papul kekuningan berukuran 1 mm
yang membutuhkan peregangan pada kulit untuk dapat terlihat.
Makrokomedo, yang jarang terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4 mm.
Papul dan pustul biasanya berukuran 1-5 mm dan disebabkan oleh inflamasi,
oleh sebab itu pasti terdapat eritema dan edema. Bentuk tersebut dapat
membesar dan membentuk nodul dan bergabung membentuk plak yang
terindurasi mengandung traktus sinus dan cairan apakan itu serosaginosa atau
pus kekuningan.6,9,10
Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien
dengan kulit yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan
sampai keunguan yang memiliki umur yang lebih pendek. Pada pasien dengan
warna kulit yang lebih gelap, makula hiperpigmentasi akan terlihat dan bertahan
sampai beberapa bulan. Skar dari akne memiliki penampakan yang heterogen.
Morofologi yang dibentuk termasuk skar yang dalam, narrow ice-pick
yang terlihat kebanyakan pada dahi dan pipi, lesi canyon-type atrophic pada
wajah, skar papular putih kekuningan pada badan dan dagu, skar tipe
10
anetoderma pada badan, serta skar hipertrofik dan keloidal yang meninggi pada
badan dan leher.9
Predileksi akne umunmya pada wajah, leher, badan bagian atas, dan
lengan atas. Pada wajah hal tersebut paling sering terjadi pada pipi, dan
sebagian kecil pada hidung, dahi, dan dagu. Telinga dapat terlibat, dengan
komedo yang besar pada concha, kista pada lobus, dan kadang-kadang komedo
dan kista pre dan retro-aurikuler. Pada leher khususnya pada daerah nuchae, lesi
kistik yang besar dapat mendominasi.9
Akne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan
tanda awal dari produksi hormon seks yang meningkat. Ketika akne muncul
pada usia 8-12 tahun, yang tampak biasanya berupak komedo yang utamanya
muncul pada dahi dan pipi. Hal tersebut dapat tetap menjadi ringan dalam
ekspresinya dengan papul inflamasi yang kadang-kadang terjadi.
Bagaiman pun, sebagaimana kadar hormon meningkat pada usia-usia
pertengahan remaja, pustul dan nodul inflamasi yang lebih berat dapat terjadi
yang dapat menyebar pada tempat lainnya. Laki-laki muda cenderung memiliki
kompleks yang lebih berminyak dan penyebaran penyakit yang lebih berat
dibanding perempuan usia muda.
Perempuan dapat mengalami perjalanan penyakit yang berat dari lesi
papulopustular seminggu sebelum mensturasi. Akne juga dapat muncul pada
perempuan usia 20-35 tahun yang belum mendapatkan akne pada saat remaja.
Akne ini kebanyakan bermanifestasi sebagai papul, pustul, dan nodul dalam
persisten yang nyeri pada daerah dagu dan leher bagian atas.9
VI. KLASIFIKASI
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk
beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan
11
Akne ringan ( Mild akne ) : Komedo merupakan lesi utama. Papul dan
pustul mungkin ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah
yang sedikit ( umumnya < 10 ).
Akne sedang (Moderate akne ): Jumlah papul dan pustul yang cukup
banyak (10-40). Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga ada.
Kadang-kadang disertai penyakit yang ringan pada badan.
Akne sedang berat (Moderately severe akne ): Jumlah papul dan pustul
yang sangat banyak
100) dan kadang-kadang terdapat lesi nodular dalam yang besar dan
terinflamasi ( mencapai 5 ). Area yang luas biasanya melibatkan wajah,
dada, dan punggung.
-
Akne sangat berat (Very severe akne ) : Akne nodulokistik dan akne
konglobata dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yan
besar dan nyeri bersama dengan banyak komdeon, papul, pustul, dan
komedo yang lebih kecil.5
12
Grade 2 : Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi noninflamasi dengan sangat sedikit lesi inflamasi yang ada ( papul/pustul,
tidak ada lesi nodular )
13
3. Tipe lesi
-
14
1. Papul
15
Gambar 7 : papul
Papul dapat timbul bila ada kerusakan pada dinding folikel. Sel darah
putih bekerja dan pori-pori tersebut menjadi terinflamasi.
2. Pustul
Gambar 8 : pustul
3. Nodul
Gambar 9 : nodul
16
Gambar 10 : kista
akne tropika
akne mekanik
akne neonatorum
akne kosmetika
akne klor
akne jabatna
akne minyak
akne senilis
akne radiasi
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. 2,3,5
17
Erupsi akneiformis
Erupsi akneiformis merupakan akne yang disebabkan oleh induksi
obat, seperti kortikosteroid, Isoniazid, barbiturat, bromida, iodida,
18
Rosasea
Rosasea adalah penyakit kronik yang etiologinya belum diketahui
secara pasti, dengan karakteristik adanya eritema pada sentral wajah dan
leher. Penyakit ini terdiri atas dua komponen klinik, yakni perubahan
vaskuler yang terdiri atas eritema intermiten dan persisten serta erupsi
akneiform yang terdiri atas papul berukuran kecil dan papulopustul dengan
ukuran (2-3mm), pustul biasanya dengan ukuran (<1mm), kista, dan
hiperplasia sebasea. Pada rosasea tidak terdapat komedo dan tidak adanya
hubungan antara eksresi sebum dengan beratnya gejala rosasea.1,3,6
3.
Dermatitis perioral
Perioral dermatitis adalah penyakit kulit dengan karakteristik papul
dan pustul kecil yang terdistribusi pada daerah perioral, dengan
predominan di sekitar mulut. Dermatitis perioral biasanya pada wanita
muda, sering ditemukan di sekitar mulut, namun dapat pula di sekitar
hidung dan mata. Etiologinya belum diketahui secara pasti, namun diduga
penyebabnya oleh karena: candida, iritasi pasta gigi berflouride, dan
kontrasepsi oral.1,3,12
Dermatitis perioral erpsi simetris yang terbatas pada area hidung, mult,
dan dagu, yang terdiri atas mikropapul, mikrovesikel, atau papulopustulosa
dengan diameter kurang dari 2 mm.
eksfoliasi,
eliminasi/mengurangi
populasi
bakteria
P.acnes,
19
1. Terapi lokal
a. Cleansing / mencuci wajah
Salah satu tatalaksana utama dalam terapi acne adalah mencuci
wajah. Dianjurkan untuk mencuci wajah dalam sehari sebanyak 2 kali
dan dilanjutkan dengan terapi lainnya seperti obat topikal wajah. Terlalu
sering mencuci wajah akan meningkatkan paparan sabun alkali ke wajah
sehingga dapat meningkatkan pH wajah, mengganggu perlindungan
lipid wajah dan meningkatkan potensi terjadinya iritasi dalam
penggunaan terapi topikal. Sabun mencuci wajah
yang digunakan
20
Tetrasiklin
generasi
pertama
(tetrasiklin,
oksitetrasiklin,
perimembranous
(sulfometoksasol/trimetoprim,
colitis.
160/800mg,
Kotrimoksasole
dua
kali
sehari)
b. Isotretionoin oral
Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif
dan diberikan untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya,
isotretinoin mngurangi komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula
sabaseus hingga 90% dengan menurunkan proliferasi dari basal
21
atau
untuk
50mg/kgBB/hari),
dosis
walaupun
pemeberian
hasil
yang
22
dengan
cyproterone
acetate
(Diane,
Dianette)
dan
untuk beberapa bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan akne.
Obat-obatan topikal tidak hanya dioleskan pada daerah yang terkena
jerawat, tetapi juga pada daerah disekitarnya.6,16
Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:
a. Sulfur / sodium sulfocetamide / resorcinol
Produk yang mengandung sulfur, sodium sulfocetamide dan
resorcinol merupaka salah satu terapi topikal yang sering digunakan
pada acne. Sulfonamid dan resorcinol diduga memiliki reaksi
antibakterial dengan menghambat para-aminobenzoic acid (PABA)
yang penting untuk pertumbuhan bakteri. Sulfur juga bekerja dengan
menghambat free fatty acid dan memiliki peran sebagai keratolitik.
Sulfur ini sering dikombinasikan dengan sodium sulfocetamide untuk
menyamarkan sifat sulfur yang berbau. Diberikan dalam sediaan
resorcinol 2% dikombinasikan dengan sulfur 5%. 3
b. Asam salisilat
Merupakan -asam hidroksi bersifat larut lemak yang efek
utamanya adalah keratolitik, meningkatkan konsentrasi dari substansi
lain, selain itu juga mempunyai efek bakteriostatik dan bakteriosidal.
3,7,16
kemampuan
untuk
berikatan
dan
digunakan sebagai terapi untuk akne, dengan sediaan 0.025 dan 0.1%
gel atau cream. 16 efek iritan pada tazarotene juga dapat dihindari dengan
pemakaian jangka pendek. Cara pemakaiannya dengan mengaplikasikan
ke wajah dam didiamkan selama 5 menit lalu dilanjutkan dengan
mencuci wajah. 3
e. Isotretinoin
Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang
sama dengan tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan
inflammatory lesi antar 24 dan 55% setelah 12 minggu pengobatan.16
f. Antibiotik Topikal
Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical
adalah rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang
resisten terhadap P.acnes dan S. Aureus.Untuk mengatasi masalah ini,
klindamisin dan eritromisin ditingkatkan konsentrasinya dari 1 menjadi
4% dan formulasi baru dengan zinc atau kombinasi produk denganBPOs
atau retinoid. 3,7,16
Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi akne.
Mekanisme kerja antibiotik topikal yang utama adalah sebagai
antimikroba. Hal ini telah terbukti pada efek klindamisin 1% dalam
mengurangi jumlah P.acnes baik dipermukaan atau dalam saluran
kelenjar sebasea. Lebih efektif diberikan pada pustul dan lesi
papulopustular yang kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil
peroksida 5% tersedia dalam bentuk gel. Thomas dkk melakukan
penelitian dengan membandingkan eritromisin 1,5% dengan klindamisin
1% mendapatkan hasil yang sama-sama efektif, duapertiga pasien
mendapatkan respon yang sangat baik dalam waktu 12 minggu, tetapi
penggunaan eritromisin secara tunggal tidak direkomendasikan karena
dapat menyebabkan resistensi. Penggunaan eritromisin atau klindamisin
kombinasi dengan benzoil peroksida lebih direkomendasikan. 3,7,16
Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena
mekanisme kerja dalam mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka
26
adalah
tentang
penggunaan
topikal
dari
17-
27
4. Terapi Fisik
Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan
dengan menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:
a. Ekstraksi komedo
28
teori,
pengangkatan
closed
comedos
dapat
mencegah
suspensi
(2.5-10mg/ml)
direkomendasikan
sebagai
anti
29
ultraviolet alami (UVR) yang didapat dari paparan matahari, 60% dapat
digunakan sebagai terapi tambahan pada akne, tetapi sekarang terapi ini
tidak dianjurkan lagi karena penetrasi UVB kurang baik pada folikel
dermal dan bila digunakan dosis yang lebih besar dapat menyebabkan
sunburn dan memicu terjadinya acne lebih lanjut. 3,16,17
Tipe lainnya dari fototerapi dengan diberikan blue light spectrum
sebesar 407-420 nm yang akan menimbulkan irradiasi pada P.acnes
dengan blue light dapat memicu terjadinya fotoeksitasi dari bakterial
endogen porfirin dan menyebabkan destruksi pada bakteri itu sendiri.
Blue light ini telah disetujui oleh FDA untuk penatalaksanaan moderate
inflammatory acne, sebutan lainnya adalah Clearlight (Lumenis).3,17
Ada juga Red light spectrum yang dapat penetrasi lebih dalam
pada folikel dermis dan memiliki efek antiinflamasi yang lebih baik,
namun fotoaktivasi terhadap bakterial endogen porfirin lebih rendah.
Oleh karena itu, pemberikan kombinasi blue light dan red light dapat
memberikan hasil yang lebik baik. Terapi ini dapat diberikan 2 kali
seminggu selama 15 menit pada bagian wajah saja, dan selama 45 menit
untuk bagian wajah, dada dan punggung. Pada berbagai study
menunjukkan bahwa terapi dengan Clearlight selama 4 minggu dapat
menurunkan lesi akne sebesar 60%. Namun rekurensi munculnya akne
dapat timbul sekitar 3-6 bulan kemudian.3,17
Untuk mendapatkan hasil yang lebih konsisten dapat dilanjutkan
pemberian terapi fotodinamik. Terapi fotodinamik ini disertai dengan
pemberian obat topikal berupa asam aminolevulinik (ALA) selama 1
jam dengan paparan sinar lebih rendah. Paparan sinar ini dapat berupa
laser. Dengan pemberian topikal ALA akan diserap oleh pilosebaseus,
dan memetabolisme protoporfirin yang akan ditargetkan oleh sinar laser
sehingga akan merusak glandula sebaseus.3
e. Chemical peeling
30
Asam
ini
bekerja
menipiskan
stratum
korneum,
31
berlemak dan hubungannya dengan akne masih diteliti. Hingga saat ini
belum ada evidence base yang mendukung bahwa eliminasi makanan akan
berdampak pada akne, akan tetapi beberapa pasien akan mengalami
kemunculan akne setelah mengkonsumsi makanan tersebut. 7
6. Pencegahan
Menghindari terjadinya peningktan jumlah sebum dan perubahan isi
sebum dengan cara diet rendah lemak dan karbohidrat, melakukan
perawatan kulit untuk membersihkan permukaan kulit dan kotoran yang
berperan pada etiopatogenesis akne vulgaris.
Menghindari terjadinya faktor pemicu terjadinya akne, misalnya
hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga sesuai kondisi tubuh,
hindari stres. Lebih baik penggunaan kosmetika secukupnya, baik
banyaknya maupun lamanya. Menjauhi terpacunya kelenjar minyak
misalnya minuman keras, pedas, rokok, lingkungan yang tidak sehat dan
sebagainya. Hindari polusi debu, pemencetan lesi yang tidak lege artis yang
dapat memperberat erupsi yang telah terjadi.
Memberikan informasi yang cukup pada penderita mengenai
penyebab penyakit, pencegahan dan cara maupun lama pengobatannya,
serta prognosisnya. Hal ini penting agar penderita tidak underestimate atau
overestimate terhadap usaha penatalaksanaan yang dilakukan yang akan
membuatnya putus asa atau kecewa.
X.
PROGNOSIS
Onset dari akne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun dan
kemudian tidak timbul lagi hingga umur 20 atau lebih.Kejadian akne ini biasanya
diikuti oleh remisi yang terjadi secara spontan. Walaupun rata-rata pasien akan
mengalami penyembuhan pada usia awal 20an tapi ada juga yang masih menderita
akne hingga decade ketiga sampai decade keempat.3
32
Akne pada wanita biasanya berfluktuasi berkaitan dengan siklus haid dan
biasanya bermunculan sesaat sebelum menstruasi.Kemunculan akne ini tidak
seharusnya berhubungan dengan perubahan aktivitas glandula sabaseus, dimana tidak
terjadi peningkatan produksi sebum pada fase luteal dalam siklus menstruasi.3
Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup menyenangkan, pengobatan
sebaiknya dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk
menghindari sekuele yang bersifat permanen.3
Pada kebanyakan kasus, akne biasanya sembh secara spontan ketika melewati
usia remaja dan memasuki usia 20an. Alasan untuk hal ini masih belum diketahui
secara jelas, tidak ada penurunan secara bersama-sama pada produksi sebum ataupun
perubahan komposisi lemak.18
X. KESIMPULAN
Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai
dengan gejala klinis polimorfik berupa komedo, papul, pustul, nodus dan jaringan
parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik jaringan parut yang hipotropik
maupun yang hipertrofik. Predileksi akne vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu
bagian atas, dada, dan punggung. Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai
faktor. Penyebab yang pasti belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor
yang diduga dapat menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary
sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis,
pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium acnes), kosmetika, dan bahan
kimia lainnya.
Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yakni,
adanya peningkatan sekresi sebum, hiperkeratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan
(inflamasi). Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tipe (komedo/papular,
pustular/nodulokistik) dan atau beratnya penyakit (ringan/sedang/sedang-berat/berat).
Lesi kulit dapat digambarkan sebagai inflamasi dan non-inflamasi. Ada 5 prinsip
dasar untuk mengobati akne yaitu dengan menormalisasi keratinisasi/ eksfoliasi,
33
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Ed ke6. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2013.p253-63.
2. Boxton PK. ABC of Dermatology. 4th ed. London:BMJ Group;2003. p:47-9.
3. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and
Acneiform Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A,
Leffell D, eds. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th ed. New York:
McGraw-Hill; 2007. p: 690-703.
4. Hunter John, Savin John, Dahl Mark. Clinical Dermatology. 3rd ed.
Massachusetts: Blackwell Science,Inc.;2002. p:148-156.
5. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011.
Available
from:
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html
6. Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of Dermatology
Therapeutics. 7th ed.
P:4-18
7. Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne. Dermatology, Acne Symposium at the
World Congres of Dermatology Paris July 2002. p:7-9. 2003
8. Webster, Guy. Overview of the Patogenesis of Acne. In: Webster GF, Rawlings
AV, eds. Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007. p:1-5
9. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T, Elston DM,
eds. Andrews disease of the skin Clinical Dermatology. 10th ed. Canada : El
Sevier; 2000. p: 231-44.
10. Kartowigno, HS. Sepuluh Besar Kelompok Penyakit Kulit. Ed ke-2. Palembang :
Unsri Press;2012. p : 121-129.
11. Truter I. Evidence-based Pharmacy Practice : Acne Vulgaris.SA Pharmaceutical
Journal. 2009;04;1219.
12. Sheen, Barbara. Diseases and Disorders Acne. Framington Hills: Lucent
Books;2005. p:10-20.
13. Schalock PC. Rosaceae and perioral (periorificial) dermatitis. In: Manual of
Dermatology Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and
Wilkins; 2007. P:175-180
14. Boothroyd, Steve. Topical therapy and formulation priciples. In: Webster GF,
35
36