Anda di halaman 1dari 16

Pemeriksaan Laboratorium pada Penyakit Parasit

Diagnosis suatu penyakit dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang


ditemukan, terutama sekali bagi penyakit yang memiliki gejala klinik spesifik,
bagi penyakit yang tidak memiliki gejala klinik khas,untuk menegakkan
diagnosisnya kadang-kadang diperlukan pemeriksaan laboratorium. Diagnosisnya
dinamakan diagnosis laboratorium. Kebanyakan penyakit yang disebabkan oleh
parasit tidak memiliki gejala klinik spesifik sehingga diperlukan pemeriksaan
laboratorium.
Ada beberapa penyakit parasit yang dapat didiagnosis berdasarkan gejala
klinik khas yang dipunyai oleh penyakit yang ditimbulkannya, misalnya
steatorhoe pada penderita Giardiasis, leucorhoe disebabkan oleh Trichomonas
vaginalis, double daily rise merupakan kurva suhu tubuh yang khas, pada setiap
hari ada dua puncak demam, gejala ini ditemukan pada infeksi oleh Leishmania
denovani. Lain halnya demam yang ditemukan pada penyakit malaria, demam
muncul

dengan

selang

waktu tertentu

tergantung

spesies

Plasmodium

penyebabnya, serta kurva suhu tubuhnya juga spesifik . Di samping adanya gejala
khas yang dipunyai oleh species tertentu, ada juga gejala yang dapat disebabkan
oleh beberapa spesies, misalnya gejala panas; gangguan gastrointestinal;
gangguan sistem pernafasan; sistem saraf; gangguan pada mata ataupun pada kulit
dan lain sebagainya. Dalam kasus-kasus ini dapat ditegakkan diferensial diagnosis
sehingga untuk menegakkan diagnosisnya diperlukan pemeriksaan laboratorium.
Akhir-akhir ini dikembangkan diagnosis dengan pemeriksaan serologis dan
dikenal sebagai immunodiagnosis yang sangat berguna bagi parasite yang tidak
memiliki gejala klinik spesifik serta susah untuk menemukan parasitnya
(diagnosis laboratorium).
Diagnosis Klinik
Gejala yang dapat disebabkan oleh penyakit parasite di antaranya dibahas
gejala panas;gangguan gastrointestinal;gangguan sistem pernafasan; sistem saraf;
gangguan pada mata ataupun pada kulit.

1. Penyakit parasitic yang dapat menimbulkan gejala panas

Malaria
2) Trypanosomiasis Afrika
3) Trypanosomiasis Amerika (Chagas disease)
4) Schistosomiasis (Katayama disease)
5) Leishmaniasis visceral
6) Filariasis
7) Angyostrongiliasis
8) Amebiasis
9) Toxoplasmosis
10) Visceral larva migrans
11) Trichinellosis
12) Infeksi oleh Pneumocystis carinii
1)

2. Penyakit parasitic yang disertai dengan gangguan gastrointestinal

Diare adalah merupakan gejala penting yang disebabkan infeksi oleh


protozoa usus. Diare pada Amebiasis sangat khas,tinjanya banyak dan bau
yang menusuk hidung, biasanya ada darah dan gejala kronis. Pada penderita
Giardiasis, tinja banyak dan mengandung lemak. Diare yang cair biasanya
ditemukan pada penderita yang terinfeksi Crytosporidia atau Issospora
meskipun sebenarnya penyakitnya bersifat self limiting, tapi pada beberapa
pasien dengan immunocompromised diare dapat ditemukan
Kebanyakan infeksi oleh cacing menimbulkan gejala gastrointestinal yang
minimal, kecuali jika jumlah cacingnya banyak, kolik abdomen dapat
ditemukan. Hal yang aneh pada Toxocariasis, nyeri abdominal umumnya
dapat ditemukan, padahal stadium dewasanya dari parasite ini tidak
ditemukan dalam usus manusia. Cacing pita jarang memberikan gejala klinis
yang jelas, tapi riwayat dari pasien bahwa adanya segmen yang berbentuk
seperti pita keluar bersama tinja atau ada yang bergerak di daerah perianal.
Di bawah ini parasit-parasit yang dapat memberikan gejala diare pada
penyakit yang ditimbulkannya

Diare dengan disertai gejala panas:


1) Entamoeba hystolytica
2) Cryptosporidium
A. Teknik Pemeriksaan Cacing Parasitik

Sebelum melakukan pemeriksaan terlebih dulu harus diketahui habitat dari


parasite cacing atau bahan pemeriksaan yang akan diperiksa. Disini akan
diuraikan pemeriksaan yang penting dari bahan pemeriksaan tinja dan darah yaitu
pemeriksaan telur cacing dari tinja,pemeriksaan larva cacing, pemeriksaan cacing
dewasa, penyimpanan, pengawetan telur dan cacing dewasa dalam tinja, preparat
permanen, pembuatan larutan serta pemeriksaan darah tepi untuk mikrofilaria.
Pemeriksaan telur cacing dari tinja. Dapat dilakukan untuk mendapatkan
hasil kualitatif dan kuantitatif (disebut sebagai cara kualitatif dan cara kuantitatif).
Kualitatif. Dapat dilakukan dengan beberapa cara tergantung pada
keperluannya, yaitu pemeriksaan secara natif(direct slide), Pemeriksaan dengan
metode apung (Flotation Methode), Modifikasi Metode Merthiolat Iodine
Formaldehyde (MIF), Metode selotip (Cellotape Methode), Methode konsentrasi,
teknik sediaan tebal (Cellophane Covered Thick Smear Technic Teknik Kato) dan
Metode Sedimentasi Formol Ether (Ritchie).
Kuantitatif. Dikenal 2 metode pemeriksaan, yaitu Metode Stoll dan Metode
Kato Katz. Pemeriksaan Larva. Dilakukan dengan dua cara, yaitu metode
pembiakan larva menurut Baermann dan modifikasi Harada-Mori. Preparat
Permanen. Tergantung yang diperiksa apakah trematoda dan cestoida, nematode
atau telur, memiliki cara yang berbeda.

1. Pemeriksaan Tinja

Pemeriksaan telur cacing kualitatif secara natif (direct slide). Dipergunakan


untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi

ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Digunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%)


atau eosin 2%. Eosin 2% dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur cacing
dengan kotoran di sekitarnya.
Cara Kerja:
1) Pada gelas objek bersih, teteskan 1-2 tetes NaCl 0,9% atau cosin 2%
2) Ambil tinja sedikit dengan lidi,diambil tinja (faeces) sedikit dan ditaruh

pada larutan tersebut


3) Dengan lidi tadi, kita ratakan/larutkan,kemudian ditutup dengan gelas
penutup(cover glass)
4) Pemeriksaan dilakukan dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali
Pemeriksaan telur cacing kualitatif dengan metode apung (Flotation Methode).
Pada metode ini dipakai larutan NaCL jenuh atau larutan gula jenuh dan terutama
dipakai untuk pemeriksaan faeces yang mengandung sedikit telur.

Pemeriksaan

ini

hanya

berhasil

untuk

telur-telur

Nematoda,

Schistoma,Dibotriosefalus, telur yang berpori-pori dan familia Taeniidae, telurtelur Acanthocepala ataupun telur Ascaris yang infertile. Cara ini dapat dilakukan
dengan terlebih dulu disenrifusi atau tidak. Tanpa disentrifusi,cara kerja:
1) 10 gr tinja dicampurkan dengan 200 ml larutan NaCl jenuh (33%), lalu

diaduk sehingga larut.


2) Didiamkan selama 20-30 menit sampai terlihat adanya endapan.
3) Jika terdapat serat-serat selulosa, kita saring dulu dengan penyaring the.

4) Dengan Ose kita ambil larutan permukaan dan ditaruh di atas objek glass,

kemudian ditutup gelas penutup.


5) Pemeriksaan dilakukan di bawah mikroskop
Dengan disentrifusi, cara kerja:
1) Campuran tinja dan NaCL jenuh seperti di atas,kemudian disaring dengan

penyaring the dan dituangkan ke dalam tabungan sentrifusi.


2) Tabung tersebut diputar pada alat sentrifusi selama 5 menit dengan putaran
100x tiap menit
3) Dengan ose diambil larutan bagian permukaan dan ditaruh pada objek
glass
4) Kemudian diperiksa di bawah mikroskop.
Pemeriksaan telur cacing kualitatif dengan modifikasi metode Merthiolate
Iodine Formaldehyde (MIF). Metode ini baik sekali dipakai untuk mendiagnosis
secara laboratoris adanya telur cacing (Nematoda, Trematoda, dan Cestoda)
Pemeriksaan telur cacing kuantitatif. Cara ini dipakai menghitung telur cacing
dalam tinja, biasanya dihitung jumlah telur untuk setiap gram tinja.
Pemeriksaan telur cacing kuantitatif metode Stoll. Metode ini menggunakan
larutan NaOH 0,1 N sebagai pelarut tinja. Cara ini sangat baik dipergunakan
untuk infeksi ringan kurang baik.
Cara kerja:
1) Gelas Erlenmeyer diisi dengan larutan NaOH 0,1N (KOH 10%) sampai
2)
3)
4)

5)
6)

pada garis 56 ml.


Masukkan tinja sehingga campuran tersebut mencapaipermukaan 60 ml
Masukkan 10 butik gelas, tutup dengan prop karet lalu kocok sampai
homogen.
Diamkan larutan tersebut semalam untuk melubakan tinja. Jika
memerlukan pemeriksaan yang cepat,diamkan selama 3-4 jam akan tetapi
perlu pengocokan yang lebih lama.
Kocok lagi campuran tersebut hingga komogen, lalu ambil 0,15 ml dengan
pipet ukur
Taruh pada objek gelas bersih, tutup dengan gelas penutup 22x40 mm

7) Untuk menghitung jumlah telur yang sebenarnya, hitung jumlah telur yang

terlihat di bawah mikroskop tersebut. Kalikan jumlah telur tersebut dengan


100, maka kita memperoleh jumlah telur dalam 1 ml yang equivalen
jumlahnya dengan 1 gram tinja.
Catatan : Perhitungannya, jika ditemukan n telur, jumlah ini dikalikan
100(=100n), kita dapatkan telur per gram tinja = 100n telur. Jika seseorang
mengeluarkan 140 gr tinja, 1 ekor Ascaris betina menghasilkan 200 ribu butir
telur per hari, kita akan mendapatkan:
140 x 100 n
200.000

ekor cacing betina.

Perbandingan cacing jantan dan betina biasanya 1:2 sehingga kita dapat
menghitung jumlah cacing dalam usus penderita tersebut.
Beratnya penyakit cacing berdasarkan jumlah cacing dalam tubuh seseorang
atau jumlah telur pada tiap gram tinja dari hasil pemeriksaan dengan metode Stoll
dapat dilihat dari daftar di bawah ini (dari Parasitc Diseases Programme,
WHO,1981)
Pemeriksaan telur cacing kuantitatif dengan metode Kato Katz. Alat dan
bahan yang diperlukan, yaitu gelas benda,selotip dengan tebal 40 mm, ukuran
3x3 cm, karton yang tebal diberi lubang dengan volume tertentu sehingga tinja
yang dicetak dengan karton tersebut dapat
Infeksi oleh
A. Lumbricoides

A. Duodenale

N.Americanus

Beratnya

Jumlah cacing

Jumlah

telur/gr

Ringan

tinja
< 7.000

Sedang

6-25

7000-35.000

Berat
Ringan

>25
20

>35.000
<2000

Sedang

21-100

2000-7000

Berat
Ringan

> 100
50

>7000
<2000

Sedang

51-200

2000-7000

Berat

>200

>7000

Diketahui beratnya (misalnya 30 mg), lidi dan kertas minyak, larutan


Malachitegreen yang terdiri dari: 100 ml gliserin ditambah 100 ml aquadest
ditambah 1 ml Malachite-green 3%
Cara kerja:
1) Sebelum digunakan terlebih dahulu pita selopan direndam dalam larutan
2)

3)
4)
5)
6)

Malachite-green minimal dalam waktu 24 jam.


Letakkan tinja sebanyak 5 gr di atas keras minyak, kemudian kawat kasa
diletakkan di atas tinja tersebut lalu ditekan sehingga tinja akan tersaring
melalui kawat kasa tersebut
Di atas gelas benda, letakka karton yang berlubang, lalu tinja yang telah
disaring tersebut dicetak sebesar lubang karton
Berat tinja yang dicetak dapat diketahui lalu ditutup dengan potongan pita
selopan,sediaan ditekan dan diratakan dengan gelas benda yang lain
Sediaan dibiarkan dalam temperatur kamar minimal 30 menit supaya
menjadi transparan
Periksa dengan mikroskop seluruh pita selopan tersebut, dengan
pembesaran lemah. Jumlah telur yang ditemukan dihitung. Perhitungan
jumlah telur untuk setiap species cacing usus dilakukan secara terpisah.

Catatan: Cara menghitung telur cacing usus (Suzuki, dkk.,1977). Jika ditemukan
jumlah telur pada sediaan Kato = N dari tinja seberat Y mg, jumlah telur per gram
tinja =

1000
y

xN

Dari berat tinja yang dikeluarkan perorang per hari, dapat diperhitungkan jumlah
telur cacing yang dikeluarkan per hari sehingga jumlah cacing yang ada di dalam
usus dapat diketahui atau intensitas infeksi cacing usus dapat ditentukan.
Menurut Kobayashi (1980), jumlah telur per gramtinja dapat diberi tanda:
+

jika terdapat 1-9 telur

++

jika terdapat 10-99 telur

+++

jika terdapat 100-999 telur

++++

jika terdapat lebih 1000 telur

Menurut WHO (1981), produksi telur per hari A. lumbricoides 200.000, A.


duodenale 10.000-25.000 dan N.americanus 5000-10.000. Berat tinja pada anakanak 70 gram/24 jam; untuk orang dewasa 2 x anak-annak.
Pemeriksaan larva cacing menurut metode pembiakan larva menurut

Baermann. Metode ini digunakan untuk pembiakan larva dari tinja penderita
maupun untuk memeriksa larva cacing dalam tanah seperti A. duodenale dan
N. americanus. Alat-alatnya terdiri dari corong gelas, saringan kawat, slang
karet, dan klem yang disusun seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Cara kerja :

1) Tinja dikumpulkan dan dicampur dengan pasir steril, dimasukkan ke

dalam petridish dengan alas dari kain, kemudian diberi air sedikit dan
disimpan di dalam suatu ruangan beberapa hari sampai telur menetas
(AncylostomalNecator 5-7 hari)
2) Campurkan tinja dan pasir steril tersebut dengan alas dari kain, ditaruh ke
dalam corong gelas yang di atasnya sudah diberi saringan kawat
3) Pasir disaring untuk mengeluarkan larva dari telur dengan dituangi air
hhangat sampai bagian bawah tinja dan pasir steril tersebut bersentuhan
dengan permukaan air
4) Setelah 1-2 jam,klem dibuka hati-hati, 1 atau 2 tetes airnya ditaruh pada
gelas objek atau petridish untuk kemudian diperiksa di bawah mikroskop.
Untuk meyakinkan hasilnya, diambil lagi tetes kedua dan periksa lagi.
Selama pemeriksaan ini, kita harus berhati-hati jangan sampai tetesan tadi
mengenai kita.
Pemeriksaan larva cacing menurut modifikasi Harada-Mori. Metode ini
digunakan

untuk

menentukan

dan

mengidentifikasi

larva

infektif

dari

Ancylostoma doudenale, Necator americanus, Strongyloides stercoralis dan


Trichostrongylus sp. Dengan teknik ini, telur cacing dapat berkembang menjadi
larva infektif pada kertas saring basah. Larva ini akan ditemukan di dalam air
yang terdapat pada ujung kantong plastic.
Bahan yang diperlukan adalah kantong plastic dengan ujung sempit dan
tertutup, berukuran 17x3 cm, kertas saring dengan ujung runcing berukuran
15x2,5 cm, air bersih, api lilin, lidi, dan bahan pemeriksaan tinja.
Teknik pemeriksaan :
1) Oleskan sejumlah tinja pada bagian tengah kertas saring
2) Masukkan kertas saring yang sudah dioles tinja ke dalam kantong plastic

dengan ujung runcing lebih dahulu sehingga ujung runcing kertas saring
masuk bagian sempit kantong plastic
3) Tambahkan air 2 cc dalam kantong plastic, kertas saring menjadi basah
dan air akan tertampung di dalam ujung kantong plastic
4) Tutuplah kantong plastic dengan memakai api lilin.
5) Guntinglah kantong plastic dengan jepitan kertas dengan ujung runcing
sebelah bawah.

6) Biarkan pada suhu kamar (25-300 C) selama 7 hari


7) Periksalah larva pada air di kantong plastic dengan mikroskop binokuler

pembesaran kecil (3x,2x)


Pemeriksaan cacing dewasa. Pemeriksaan ini dilakukan terhadap tinja
penderita yang telah diobati, baik untuk pemeriksaan kualitatif terhadap cacing
yang ditemukan.
Cara kerja:
1) Semua tinja yang ditampung dalam pispot dimasukkan ke dalam gelas

piala, kemudian dilarutkan dengan air dan dikocok


2) Larutan tadi disaring dengan saringan kawat halus, kotoran dalam saringan
disiram air ledeng sehingga cacing tertinggal dalam saringan
3) Hasil saringan ditampung dalam suatu bejana kaca yang melebar (petridish

besar) dan dilarutkan dengan air


4) Pemeriksaan dilakukan dengan kaca pembesar (loupe) dan dilakukan pada
dasar meja yang hitam warnanya
5) Perhitungan cara mudah dapat dilakukan dengan memberi garis-garis yang
sejajar pada dasar bejana
6) Untuk mendeterminasi cacing dilakukan di bawah mikroskop
Penyimpanan, pengawetan telur, dan cacing dewasa dalam tinja. Dibuat
larutan formalin 3,5% atau 4%, yaitu dengan mencampur 1 bagian larutan
formalin 35% atau 40% dengan 9 bagian air ledeng dan dimasukkan ke dalam
botol tertutup. Tinja dimasukkan ke dalam botol berisi formalin tersebut dan
ditutup rapat. Untuk cacing atau organ yang terserang penyakit parasite, dicuci
dahulu sampai bersih,baru dimasukkan ke dalam larutan formalin.
Preparat permanen untuk trematoda dan cestoida. Cacing yang masih hidup
dicuci dulu dengan NaCl 0,9% atau air ledeng. Dengan hati-hati cacing dipres di
antara 2 gelas objek untuk cacing yang besar, untuk cacing kecil di antara 2 kaca
penutup, kemudian diikat dengan karet gelang. Kemudian difiksir dengan larutan
Bouin selama beberapa jam atau semalam, tergantung besar kecilnya cacing. Cuci
cacing tersebut dalam alcohol 70%,kemudian gelas objek di bagian atas dilepas
dan dibiarkan direndam dalam alcohol 70% ini. Masukkan dalam larutan zat
warna Boraks-Carmin selama 1-2 jam atau sampai semalam, tergantung besarnya

cacing. Cukup tidaknya warna yang diserap harus dilihat di bawah mikroskop.
Pewarnaan yang berlebih dapat dihilangkan dengan memasukkan Cacing ke
dalam larutan HCL 1% dalam alkohol 70%. Jika organ dalam tubuh sudah
kelihatan jelas dan baik, dimasukkan kembali ke dalam alkohol 70%, kemuadian
preparat ini ditransfer ke dalam seri alkohol berturut-turut alkohol 80%, 90%,
96% absolut alkohol, campuran absolut alkohol dengan xylol ( 1:1 ) dan akhirnya
untuk cacing besar sampai 30 menit dalam xylol atau alkohol. Cacing diletakkan
di atas gelas objek bersih, ditetesi canada balsem secukupnya,kemudian ditutup
dengan gelas penutup.
Preparat permanen untuk nemotoda cacing yang masih hidup, dicuci dengan
NaCl 0,9%, dengan cepat dimasukkan dalam larutan fiksasi. Fiksasi dapat
dimasukkan ke dalam salah satu cairan di bawah ini :
1) Alkohol 70% yang panas (hampir mendidih ) hati-hati jangan sampai

terbakar.
2) Formalin 5% yang panas (hampir mendidih ).
3) Larutan yang terdiri atas campuran 85 bagian alkohol 70%, 10 bagian
formalin 10% dan 5 bagian gliserin
Untuk

pemeriksaan

langsung

di

bawah

mikroskop,

cacing

dimasukkan/direndam dahulu dalam larutan laktofenol selama sehari sehingga


cacing menjadi transparan. Untuk membuat preparat tetap, cacing diletakkan pada
gelas penutup ( cover glass ) ukuran 22x22 mm yang bersih, kemudian tetesi
gliserin jelly secukupnya dan ditutup dengan gelas penutup yang lebih kecil
( ukuran 18x18 mn ). Untuk gliserin jelly ini terlebih dulu dipanaskan dengan
suhu ( 50-60 )oC. Setelah pada gelas, gliserin jelly membeku, rekatkan pada gelas
objek dengan canada balsam sehingga gelas penutup kecil berada di antara gelas
penutup besar dan gelas objek.
Preparat permanen untuk telur cacing. Telur dalam tinja difiksasi dulu
dengan formalin. Larutan yang telah mengandung banyak telur diambil airnya
dengan pipet berujung lancip sampai kering sehingga hanya endapannya saja yang
tertinggal. Endapan dicampur/ dilarutkan dengan gliserin jelly hangat, kemudian
larutan tadi dibuat preparat dengan sistem double cover glass ( ukuran 22x22 mm

dan 18x18 mm ) seperti pembuatan preparat permanen nematode dalam gliserin


jelly. Dengan preparat permanen ini telur dapat bertahan 2-3 tahun.
Pembuatan larutan fiksasi Bouin normal. Larutan terdiri atas larutan picric
acid jenuh 75 ml, Formalin 35% ( 40%) 25 ml dan Glacial acetic acid 5 ml.
Campuran zat- zat tersebut dikocok, jika belum semua larut, dipanaskan sedikit.
Pembuatan larutan zat warna boraks Carmin. Larutan terdiri atas Boraks 4
gr, Aquadest 100 ml. Boraks dilarutkan dalam aquadest, kemudian tambahkan
Carmin 3 gr. Didihkan dengan hati-hati selama 30 menit, ditambah dengan
Alkohol 70% 100 ml, kemudian larutan ini didiamkan selama beberapa hari,
terlebih dulu disaring sebelum dipakai. Larutan ini harus disimpan dalam botol
berwarna.
Pembuatan larutan gliserin jelly. Larutan terdiri atas campuran Gelatine 10
gr dan Aquadest 60 ml. campuran tersebut dikocok selama 2 jam, kemudian
ditambah Gliserin 70 ml dan Phenol 1 gr. Larutan dipanaskan dalam water bath,
dikocok sampai homogeny dan didiamkan sampai dingin. Jika akan dipakai,
larutan ini harus dicairkan dengan cara memanaskannya lagi dalam water bath.
Pembuatan larutan laktofenol. Larutan terdiri atas campuran Phenol 10gr,
Lacto acid 10 ml, Gliserin 10 ml dan Aquadest 10 ml. Zat zat tersebut dicampur
dan dikocok sampai larut. Larutan ini harus disimpan dalam botol berwarna coklat
atau dalam tempat gelap, sebab di tempat terang akan berubah warnanya menjadi
kuning. Nematoda setelah dijernihkan dengan larutan laktofenol, dapat langsung
dimasukkan dalam gliserin jelly.
Pemeriksaan darah tepi untuk pemeriksaan mikrofilaria. Buatkan sediaan
darah tebal pada waktu malam hari sekitar jam 22.00 ( 22.00 -02.00 ). Banyaknya
darah kira-kira 20 mm3 , lebarkan tetesan darah tersebut sampai berdiameter 1, 5
cm dan keringkan.
Teknik 1 dengan pulasan Giemsa:
1) Darah dihemolisiskan dengan air sampai warna merah hilang.
2) Keringkan

3) Fiksasi dengan metilalkohol selama 1-2 menit


4) Cuci dengan air dan keringkan
5) Pulas dengan cairan Giemsa ( 1 : 15 ) selama 30 menit
6) Cuci dengan air pipa sampai warna berlebihan hilang ( hati-hati jangan

sampai darah tebal terlepas )


7) Keringkan dan periksa
Teknik 2 dengan pulasan Hematoksilin:
1) Darah dihemolisiskan dengan air sampai warna merah hilang
2) Keringkan
3) Fiksasi dengan eteralkohol ( 1 : 1 ) selama 10-15 menit
4) Keringkan
5) Pulas dengan Hematoxilin Delafield selama 10-15 menit
6) Cuci dengan 0,5% HCL-alkohol selama 0,5-1 menit
7) Cuci dengan air ledeng sampai warna pulasan menjadi biru
8) Lakukan dehidrasi dengan dimasukkan ke dalam deretan larutan alkohol

70%, 80%, 90%,95%, dan alkohol absolute, selama 2-5 menit


9) Keringkan
10) Masukkan ke dalam xylol selama 5 menit
11) Tutup dengan kaca tutup sesudah diberi canada balsem 1-2 tetes
12) Periksa dengan mikroskop
Pulasan Hematoksilin memberi hasil lebih baik. Pulasan Giemsa dapat
dihilangkan dengan HCL alkohol 0,5% lalu dicuci dengan air ledeng. Selanjutnya
dapat dipulas dengan pulasan Hematoksilin.

B. Teknik Pemeriksaan Protozoa Parasitik

Teknik pemeriksaan protozoa parasitik ini dibahas beberapa pemeriksaan, yaitu


1) Metoda pemeriksaan protozoa usus, terdiri atas pemeriksaan secara natif

dan modifikasi metoda Mertiolat-Iodine-Formaldehyde ( MIF ).


2) Metoda pemeriksan protozoa darah terdiri atas preparat atau sediaan darah
apus dengan pewarnaan Giemsa dan preparat ( tetes ) darah tebal dengan
pewarnaan Giemsa.
3) Pemeriksaan Trichomonas vaginalis

4) Cara pembuatan preparat permanen ( fixed preparation ) untuk parasit

darah, Trichomonas vaginalis dan ameba, dengan pewarnaan menurut


method Heidenhein.
5) Pembuatan larutan-larutan.
Pemeriksaan protozoa usus secara natif. Kegunaannya untuk melakukan
pemeriksaan secara cepat. Bentuk trofozoit dari ameba, dipergunakan larutan
eosin 2%, sedangkan untuk inti dan bentuk kista ameba dengan larutan lugol ( 2%
larutan Iodium +3% larutan Iodkali)
Cara Kerja :
1) Dengan sebuah lidi, kita ambil faeces ( tinja ) sebesar biji kacang polong

yang ditaruh di atas gelas obyek yang bersih


2) Bubuhi larutan NaCl fisiologis atau larutan eosin 2% atau lugol di atasnya.
3) Dengan lidi tadi kita ratakan dahulu sebelum diber i gelas penutup
4) Periksa di bawah mikroskop
Pemerksaan

protozoa

usus

secara

Modifikasi

Mertiolat-Iodine-

Formaldehyde ( MIF ). Baik sekali dipakai untuk mendiagnosis secara klinis


adanya Ameba dan Lamblia di dalam tinja. Zat- zat yang dipergunakan terdiri atas
larutan dasar (1) 250 ml aquades, 200 ml Tincture of Merthiolate ( Thimerosal ),
25 ml Formaldehyde dan 5 ml gliserin. Larutan dasar (2) Larutan lugol 5% yang
segar ( tidak boleh disimpan lebih lama dari 3 minggu ). Kedua larutan tersebut
disimpan dalam botol yang berwarna coklat.
Cara kerja:
1) 5 ml larutan dasar (1) ditambah dengan 0,5 ml larutan Lugol, kemudian

0,5 gr tinja dimasukkan ke dalamnya lalu diaduk. Setelah diaduk sampai


homogen, disaring dengan dua lapis kain gas ke dalam tabung sentrifuge.
Ditambah dengan 7 ml ether, ( temperature 4oC )
2) Tabung tersebut ditutup rapat dengan sumbat karet dan dikocok keraskeras, sampai campuran benar-benar homogen. Sumbat dibuka dan
dibiarkan selama 2 menit. Kemudian disentrifusi selama satu menit dengan
kecepatan 1.500 sampai 3.000 putaran permenit. Cairan semua dibuang
dan endapan diambil dengan pipet, ditaruh di atas gelas objek dan ditutup
dengan gelas penutup. Hasilnya dapat dilihat dengan mikroskop.

Temuan
Ke-

Pokok Bahasan

Jumlah Soal (Sesuai %RPS)


MC
JML
C1
C2
C3

DAFTAR PUSTAKA
Natadisastra,Djaenudin.2009.Parasitologi Kedokteran Ditinjau Dari Organ Tubuh
Yang Diserang.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai