Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DISLOKASI HIP
OLEH: RETNO UTAMI, S.Kep
NIM 102311101045
4. Patofisiologi
Pada dislokasi kongenital terdapat ketidakstabilan pinggul pada bayi
dan anak dengan kondisi pinggul yang stabil dan fleksi sebagian. Ada
banyak faktor yang memungkinkan kodisi dilokasi kongenital,
meliputi faktos genetik, hormonal, malposisi intrauterin dan faktor
pasca kelahiran dari pertolongan persalinan. Pada osteomielitis akut
yang menginvasi metafsis,intrakapsular sendi pinggul juga ikut
mengalami infeksi. Selajutnya, kaput dan kepala femur mengalami
kerusakan dan mengalami perubahan letak akibat lepasnya kepala
femur dari mangkuk asetambulum. Klien yang pernah mengalami
paralisis serebral,poliomielitis dan mielomeningokel akan
menimbulkan suatu kondisi paralisis yang menyebabkan
ketidakseimbangan otot sehingga terjadi abduksi pinggul. Pada kondisi
selanjutnya, tronkanter mayor gagal berkembang, leher femur bengkok
dan keluar dari pinggul dan terjadi dislokasi/sublukasi pinggul.
Perubahan letak sendi pinggul dapat menyebabkan kompresi saraf
skiatika sehingga klien akan mengeluh nyeri,ketidakmampuan
menggerakan sendi pinggul yang menyebabkan klien tidak dapat
melakukan mobilisasi pinggul dan klien mempunyai risiko trauma.
Intervensi reduksi tertutup denhan pemasangan traksi memberikan
implikasi keperawatan untuk menurunkan risiko tinggi trauma dan
reduksi terbuka akan menimbulkan dampak keruskan jaringan lunak
yang menyebabkan nyerih luka pasca beda sehingga menimbulkan
risiko tinggi infeksi
5. Tanda dan gejala
1. Dislokasi posterior
nyeri di panggul, bokong, dan tungkai bawah bagian
posterior
hilangnya sensasi di tungkai bawah dan kaki
hilangnya kemampuan dorsoflexi atau pantarflexi
hilangnya deep tendon reflex di pergelangan kaki
hematoma lokal
2. Dislokasi anterior
paresis di ekstremitas bawah
rasa nyeri tumpul di ekstremitas bawah
reflek patella melemah atau hilang
ekstremitas bawah tampak pucat dan dingin
parestesia di ekstremitas bawah
6. Komplikasi
1. Komplikasi dini
Kelumpuhan N. ischiadikus. Biasa terjadi pada dislokasi
posterior karena internal rotasi yang hebat atau tekanan
2. Dislokasi anterior
Pada foto anteroposterior, dislokasi biasanya jelas, tetapi kadangkadang caput hampir berada di depan posisi normalnya sehingga
jika meragukan dapat dilakukan foto lateral.
8. Terapi
1. Dislokasi posterior
Terapi untuk mengembalikan keadaan ini ada dua cara :
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
disklokasi yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi,
serta penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat
memperparah keadaan klien dan menghambat proses
penyembuhan.
d. Pemeriksaan Fisik
Pada penderita Dislokasi pemeriksan fisik yang diutamakan adalah
nyeri, deformitas, fungsiolesa. Misalnya : pinggul tidak dapat
digerakkan secara bebas lagi pada dislokasi pinggul.
Seperti halnya korban trauma besar, penilaian jalan napas, pernapasan,
dan sirkulasi sangat penting primer. Selama survei sekunder,
pemeriksaan dari korset panggul dan pinggul adalah wajib.
Pemeriksaan harus terdiri dari inspeksi, palpasi, aktif / pasif rentang
gerak, dan pemeriksaan neurovaskular.
Inspeksi: Dalam prakteknya, ini penampilan dapat diubah
Intervensi
Pain management
1. Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif (lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi,, kualitas,
presipitasi)
2. Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik dalam asuhan
keperawatan
4. Evaluasi pengalaman nyeri
masa lampau
5. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
(ruang, cahaya, kebisingan,
suhu)
6. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
7. Ajarkan teknik non
farmakologi
8. Barikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
9. Kaji keefektifan kontrol
nyeri
Analgetic administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi tentang
pemberian obat
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgetik yang
diperlukan atau kombinasi
dari lebih dari satu analgetik
5. Tentukan tipe anaelgetik dari
NOC
Joint movement : Active
Mobility level
Self care : ADLs
Transfer performance
KH:
Klien meningkat dalam
aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah
Memperagakan
penggunaan alat bantu
untuk mobilisasi
NOC:
Anxiety self control
Anxiety level
Coping
KH:
Klien mampu
mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala
cemas
Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan
menunjukkan teknik
mengontrol cemas
TTV dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi
berkurangnya kecemasa
NOC
Body image
Self esteem
KH:
Body image positif
Mampu mengidentifikasi
kekuatan personal
Mendeskripsikan secara
pengobatan, perawatan,
tubuh
Mempertahankan interaksi
sosial
penyakit
4. Dorong klien
mengungkapkan
perasaannya
5. Identifikasi arti
pengurangan melalui
pemakaian alat bantu
6. Fasilitasi kontak dengan
individu lain dalam
kelompok kecil
4. Evaluasi
S : data subjektif berisi data dari pasien melalui anamnesis
(wawancara) yang merupakan ungkapan langsung
O : data objektif data yang dari hasil observasi melalui pemeriksaan
fisik
A : analisis dan interpretasi berdasarkan data yang terkumpul
kemudian dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi
diaognosis atau masalah potensial, serta perlu tidaknya dilakukan
tindakan segera.
P : perencanaan merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan
termasuk asuhan mandiri, serta konseling untuk tindak lanjut.
DAFTAR PUSTAKA