Oleh:
Virgian Rahmanda
(1215051054)
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
Judul Percobaan
: Pengolahan data 2D
Tanggal Percobaan
: 26 Mei 2014
Tempat Percobaan
Nama
: Virgian Rahmanda
NPM
: 1215051054
Fakultas
: Teknik
Jurusan
: Teknik Geofisika
Kelompok
: 2 (Dua)
Achmadi Hasan N
NPM. 1115051002
PENGOLAHAN DATA 2D
Oleh
Virgian Rahmanda
ABSTRAK
ii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ i
ABSTRAK ........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Tujuan Percobaan.................................................................... 2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Daerah Pengamtan................................................................
B. Peta dan posisi daerah pengamatan.....................................
C. Geomorfologi, litologi, fisiografi dan stratigrafi.................
III.
TEORI DASAR
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
IV.
3
4
5
METODOLOGI PRAKTIKUM
A.
B.
C.
D.
E.
iii
V.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
Gambar 2.1 Pulau Siberut, Sumatra Barat ............................................................ 5
Gambar 2.2 Peta Geologi Lembar Pagai dan Sipora .......................................... 10
Gambar 3.1 Elektroda yang ditancapkan ke bumi sebagai resistor ..................... 11
Gambar 3.2 Konfigurasi Wenner ........................................................................ 17
Gambar 3.3 Teknik Pengukuran metoda tahanan jenis 1D ................................. 20
Gambar 3.4 Contoh distribusi nilai tahanan jenis 1D.......................................... 20
Gambar 3.5 Susunan Elektroda dan ukuran pengukuran geolistrik 2D .............. 21
Gambar 3.6 Contoh distribusi nilai tahanan jenis hasil olah 2D ......................... 21
Gambar 3.7 Teknik Pengukuran metoda tahanan jenis 3D grid 5x5 ................... 22
Gambar 3.8 Contoh distribusi nilai tahanan jenis 3D irisan Horizontal............. 23
Gambar 3.9 Contoh distribusi nilai tahanan jenis 3D irisan Vertikal................. 23
Gambar 3.10 Metode misse a-la-masse ............................................................... 24
Gambar 3.11 Distribusi Equipotensial disekitar arus .......................................... 25
Gambar 4.1 Laptop .............................................................................................. 26
Gambar 4.2 Alat tulis .......................................................................................... 26
Gambar 4.3 Software Res2dinv dan surfer ......................................................... 30
Gambar 5.1 Hasil Inversi 2D Lintasan 1 ............................................................. 31
Gambar 5.2 Hasil Inversi 2D Lintasan 2 ............................................................. 31
Gambar 5.3 Hasil Inversi 2D Lintasan 3 ............................................................. 31
Gambar 5.4 Hasil Inversi 2D Lintasan 4 ............................................................. 31
Gambar 5.5 Hasil Inversi 2D Lintasan 5 ............................................................. 31
Gambar 5.6 Hasil Inversi 2D Lintasan 6 ............................................................. 31
Gambar 5.7 Hasil Inversi 2D Lintasan 7 ............................................................. 32
Gambar 5.8 Hasil Inversi 2D Lintasan 8 ............................................................. 32
Gambar 5.9 Hasil Inversi 2D Lintasan 9 ............................................................. 32
vi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
Tabel 5.1 Tabel Resistivitas Batuan 1 .................................................................. 33
Tabel 5.2 Tabel Resistivitas Batuan 2 .................................................................. 34
vii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Metode Geolistrik Tahanan Jenis adalah salah satu metode eksplorasi
geofisika yang menggunakan sifat kelistrikan untuk mempelajari keadaan
bawah permukaan seperti stratigrafi, struktur geologi dan distribusi sifat
material. Dalam eksplorasi geolistrik tahapan awal yang dilakukan adalah
investigasi benda yang ingin ditemukan, lalu membuat disain survey,
penentuan konfigurasi, akuisisi data dan yang terakhir adalah pengolahan data
atau processing data. Dalam proses pengolahan data terdapat jenis data yaitu
1D, 2D, dan 3D.
B. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari praktikum tentang pengolahan data 2D kali ini yaitu
sebagai berikut :
1. Dapat memproses data sounding dan mapping geolistrik tahanan jenis
dengan menggunakan software Res2dinv
2. Dapat membuat penampang horizontal daerah pengukuran geolistrik
tahanan jenis dengan software surfer
3. Untuk mendapatkan informasi tentang kedalaman atau ketebalan
lapisan batuan dari harga resistivitas secara vertikal
4. Dapat mengorelasikan data sounding 2D vertical dengan penampang
horizontal
5. Dapat menganalisa data permodelan sounding 2D sesuai dengan peta
A. Daerah Pengamatan
Data hasil pengukuran mapping sounding 2D diperoleh daeri daerah
kepulauan mentawai. Darah pengukuran meliputi lembar pagai, sipora dan
siberut, provinsi sumatera barat. Kepulauan Mentawai adalah gugusan pulaupulau yang secara geografis terletak di Samudera Hindia dan secara
administratif masuk ke dalam provinsi Sumatera Barat,Indonesia. Kepulauan
Mentawai berada di sisi barat provinsi Sumatera barat. Penduduk asli
Mentawai mempunyai
kebudayaan
yang
berbeda
dengan penduduk
Pulau Siberut
Pulau Sipora
Luas wilayah propinsi Sumatera Barat adalah 42.297 km2. Dari luas tersebut
hanya 13,9% yang dapat diusahakan sebagai daerah pertanian, selebihnya
berupa hutan lindung, sungai-sungai, danau-danau, dan tanah tandus. Di
samping tanah daratan, Sumatera Barat juga mempunyai daerah kepulauan,
yaitu Kepulauan Mentawai. Daerah ini didiami oleh suku terasing dengan
tingkat kehidupan ekonomi dan sosial budaya yang relatif masih
terkebelakang. Salah satu pulaunya adalah siberut.
Dengan daratan seluas 448.3 km, Siberut adalah pulau terbesar dari empat
gugusan pulau yang membentuk kepulauan Mentawai. Letaknya sekitar 150
km pantai barat Sumatra Barat. Pulau ini dapat ditempuh semalam dengan
menggunakan kapal penyeberangan sederhana. Walaupun tidak jauh dari
pantai barat Sumatra Barat, pulau ini telah dipisahkan oleh air laut semenjak
kira-kira setengah juta sampai satu juta tahun lampau (Simaepa, 2011)
Masa Pleistocene ditandai dengan terangkatnya secara umum busur nonvulkanik kepulauan sumatera barat. Namun tampaknya kepulauan mentawai
telah terangkat pada masa yang berbeda dari kepulauan nias dan enggano.
Karena bukit-bukit dan punggung di pulau sibeurit sama tinggi, pulau siberut
mungkin dulu terangkat sebagai permukaan yang relative datar, walaupun di
beberapa daerah ada hamparan-hamparan endapan yang telah terbalik dan
terbenam secara vertical.
Proses geologis tersebut berlanjut dengan proses penenggelaman yang
berlangsung
sepanjang
pantai
timur,
juga
dibagian
terdalam
dari
lava basalt, tuff, rijang merah, kalsilutit, metasandstone, slate, filit, micaschist, amphibillite, granite gneiss, diorit, granodiorite, diabase, andesite,
Nummulites limestone, dalam massa dasar pasir berbutir sangat halus dan
lempung bersisik.
Lalu pada kala miosen tengah - Miosen akhir terendapkan, secara selaras di
atas satuan Melange, satuan formasi Tolopulai, yang tersusun atas batupasir,
batupasir tufaan, batulanau, batulempung, batupasir mika, dengan sisipan
konglomerat dan batugamping. Dari litologi penyusun ini diperkirakan daerah
ini mengalami beberapa kali uplifting dan downlifting yang terlihat dari
susunan litologi yang memiliki sisipan konglomerat yang menunjukkan
lingkungan darat dan batugamping yang menunjukkan lingkungan laut
dangkal.
Dan pada kala Miosen akhir - Pliosen awal terendapkan secara selaras satuan
formasi Maonai di atas formasi Tolopulai yang tersusun atas perselingan dari
batupasir tufaan, batulanau tufaan, batupasir, batulempung tufaan dang
batupasir gampingan. Dari litologi penyusun ini juga dapat diperkirakan
daerah ini jua memiliki lingkungan pengendapan dengan lingkungan di
formasi Tolopulai dimana terjadi uplift dan downlift secara berulang dan
membentuk perselingan batuan di atas.
Dan bersamaan dengan pembentukan formasi Maonai, terbentuk juga formasi
Batumonga dimulai pada kala Miosen akhir dan membentuk interfingering
dengan formasi Maonai di bagian bawah dan akhirnya menutupi formasi
Maonai dan terus terbentuk hingga Pliosen tengah. Hal ini dapat diperkirakan
bahwa formasi Batumonga dan Maonai memiliki
berbeda pada kala Miosen akhir dimana kemungkinan formasi Maonai berasal
dari lingkungan darat transisi sedangkan formasi Batumonga berasal dari
lingkungan transisi laut dangkal yang dapat diperkirakan berdasarkan
litologi penyusunnya yaitu perselingan dari napal, batupasir gampingan,
batugamping pasiran, dan batulempung tufaan.
Dan pada kala Pliosen terjadi time gap dimana tidak terjadi pengendapan dan
terjadi erosi terhadap formasi termuda saat itu yaitu formasi Batumonga,
selain itu aktivitas tektonik yang disebabkan subduksi pada sebelah barat
kepulauan ini mulai mengangkat prisma akresi di daerah itu dan membentuk
kepulauan, hasil lain dari aktivitas tektonik ini adalah terbentuknya beberapa
struktur baik yang bersifat regional maupun lokal, struktur yang bersifat
regional adalah sesar sesar naik yang sangat umum terjadi pada daerah
prisma akresi dengan orientasi arah pergeseran timur laut barat daya.
Sedangkan struktur minor yang hanya terbentuk di beberapa tempat di
kepulauan ini seperti lipatan antiklin maupun sinklin dengan arah sumbu
lipatan barat laut tenggara, dan juga sesar geser pada beberapa titik di daerah
ini dengan arah sumbu pergeseran barat laut tenggara pada bagian utara
sedangkan timur laut barat daya di bagian selatan.
Kemudian pada Pleistosen kembali terbentuk formasi lain yaitu formasi
Simatobat, yang tersusun atas batugamping terumbu, kalsirudit, kalkarenit,
dan konglomerat polemik. Dari litologi penyusun dapat diperkirakan
lingkungan pengendapan berada pada laut dangkal yang kemudian mengalami
pengangkatan dan mulai terbentuk konglomerat polemik di lingkungan darat.
Lalu di kala Holosen kembali terbentuk satuan Batugamping koral yang
bersifat terumbu dan sebagian fragmen. Dan endapan termuda dari susunan
stratigrafi ini adalah Alluvium yang tersusun dari lempung, pasir, kerikil,
kerakal, dan bongkah yang merupakan hasil dari pelapukan batuan yang lebih
tua.
Dari susunan stratigrafi yang terlihat dan pola struktur pada peta geologi
daerah pengamatan, dapat disimpulkan bahwa disimpulkan bahwa gaya utama
pada daerah ini berasal dari timur laut barat daya yang sesuai dengan arah
subduksi pada bagian barat kepulauan Pagai dan Sipora namun sudut
penunjaman tidak tegak lurus terhadap kepulauan ini. Dan pola dari strike dan
dip serta foliasi lapisan batuan di kepulauan ini secara regional tidak memiliki
arah yang dominan juga menggambarkan bahwa lingkungan masa lampau
daerah ini awalnya adalah daerah prisma akresi yang tersusun dari
pencampuran berbagai jenis litologi dan diperkuat dengan adanya mlange
yang menandakan salah satu ciri longsoran turbidit di daerah continental slope
(Forturozi, 2014).
10
12
13
B. Konduktivitas Listrik
Arus listrik dapat menjalar dalam batuan dan mineral dengan tiga cara, yaitu
dengan cara elektronik (ohm), elektrolisis dan konduksi dielektrik. Karena
pengaruh perubahan medan listrik, electron pada atom memisahkan diri dari
inti. Pemisahan muatan positif dan negatif ini menyebabkan polarisasi
dielektrik dari material. Dalam kasus ini, konduksi dielektrik adalah hasil dari
perubahan polarisasi elektronik, ionic dan molecular menyebabkan perubahan
medan listrik.
Konduksi yang pertama adalah konduksi elektronik. Resistivitas listrik pada
sebuah silinder pejal dengan panjang L dan luas penampang A, mempunyai
harga resistan R di antara permukaannya :
RA L
di mana :
........................ 3.2
A = luas (meter2)
L = panjang (meter)
R = hambatan/resistan (ohm)
........................ 3.3
dengan :
= arus (ampere)
14
dengan :
........................ 3.4
e a m S n w
dimana :
........................ 3.5
w = resistivitas air
n
m = konstanta
0.5 a 2.5, 1.3 m 2.5
Konduktivitas air sangat bervariasi bergantung pada jumlah dan konduktivitas
klorida larutan, sulfat dan mineral lain. Susunan geometri dari celah dalam
batuan mempunyai pengaruh yang kecil, tetapi dapat membuat anisotropi
resistivitas, artinya mempunyai magnitude aliran arus yang karakteristik dari
15
D. Hukum-hukum Kelistrikan
Pada Geolistrik Tahanan jenis terdapat beberapa hukum dasar, diantara lain
hukum Coloumb ;
................(3.5)
Dimana :
F
: gaya colomb
: muatan sumber
: muatan uji
16
Selain itu juga terdapat hukum Gauss, dalam hukum gauss dinyatakan bahwa
usaha yang dilakukan tidak bergantung pada llintasan tetapi bergantung pada
keadaan akhir yang disebut juga medan konservatif, dengan perumusan ;
....................................(3.6)
...............(3.7)
E. Konfigurasi Wenner
Aturan elektroda wenner pertama kali diperkenalkan oleh Wenner pada tahun
1915. Aturan elektroda ini banyak berkembang di Amerika. Aturan ini dapat
dipakai baik untuk resistivity mapping maupun resistivity sounding. Jenis
konfigurasi ini hanya dapat dilakukan dengan kondisi yang sesuai dengan
syarat-syarat batas yang berlaku pada persamaan yang diturunkan pada kasus
bumi datar, sehingga konfigurasi wenner-pun harus diterapkan hanya pada
daerah yang permukaanya relatif datar. Jika konfigurasi ini diterapkan untuk
kasus permukaan bumi yang miring maka perlu adanya koreksi yang
diperlukan.
Pada Konfigurasi wenner, elektroda arus dan elektroda potensial diletakkan
secara simetris terhadap titik sounding. Jarak antar elektroda arus adalah tiga
kali jarak antar elektroda potensial. Jadi jika jarak masing-masing elektroda
arus terhadap titik sounding adalah a/2 maka jarak maisng-masing elektroda
17
arus terhadap titik soun ding adalah 3a/2. Perlu diingat bahwa keempat
elektroda dengan titik sounding harus membentuk suatu garis.
F. Konfigurasi Dipole-Dipole
Pada Sounding listrik metode resistivity (sounding resistivitas) untuk penetrasi
dalam, kedua konfigurasi schlumberger dan wenner menjadi sangat lemah,
karena mambutuhkan bentengan lektroda lurus yang panjang dengan akibat
akibat tuntutan keadaan lapangan yang baik (merata) dan tuntutan pelaksanaan
perubahan bentangan yang memakan waktu lama. Untuk mengatasi kelemahan
kedua konfigurasi tersebut digunakan konfigurasi dipole-dipole yang pada
prinsipnya mempunyai keunggulan dalam pelaksanan yang dapat menutup
18
G. Software Res2Dinv
RES2DINV adalah program komputer yang secara otomatis akan menentukan
dua dimensi yang (2-D) Model resistivitas untuk subsurface untuk data yang
diperoleh dari survei pencitraan listrik (Griffiths dan Barker 1993). Karena itu
adalah Program berbasis Windows, semua kartu grafis Windows yang
kompatibel dan printer secara otomatis didukung. Ini telah diuji dengan modus
layar video hingga 1600 oleh 1200 piksel dan 16 juta warna. Urutan yang
dapat digunakan untuk survei pencitraan listrik 2-D. Program ini adalah
dirancang untuk membalikkan set data yang besar (dengan sekitar 200-21000
titik data) dikumpulkan dengan sistem dengan sejumlah besar elektroda
(sekitar 25-16.000 elektroda). Model 2-D yang digunakan oleh program
inversi, yang terdiri dari sejumlah blok empat persegi panjang, ditunjukkan
19
pada Gambar 2. Susunan blok adalah longgar terkait dengan distribusi titik
data dalam pseudosection tersebut. Itu distribusi dan ukuran blok secara
otomatis dihasilkan oleh program menggunakan distribusi dari titik-titik data
sebagai panduan kasar. Kedalaman baris bawah blok ditetapkan menjadi
kurang lebih sama dengan kedalaman setara investigasi (Edwards 1977) dari
titik data dengan elektroda terbesar spasi. Survei biasanya dilakukan dengan
sistem di mana elektroda disusun sepanjang garis dengan jarak konstan antara
elektroda yang berdekatan.
Namun, program ini juga dapat menangani set data dengan elektroda nonseragam
spasi.Sebuah
menghitung resistivitas semu nilai-nilai, dan teknik optimasi kuadrat-nonlinear digunakan untuk inversi rutin (DeGroot-Hedlin dan Constable 1990,
Loke dan Barker 1996a). Program ini mendukung kedua terbatas-perbedaan
dan terbatas-elemen maju teknik pemodelan. Program ini dapat digunakan
untuk survei menggunakan Wenner, tiang-tiang, dipol-dipol, tiang-dipol,
Wenner-Schlumberger dan khatulistiwa dipol-dipol (persegi panjang) array.
Selain umum ini array, program ini bahkan mendukung array nonkonvensional dengan hampir terbatas jumlah kemungkinan konfigurasi
elektroda! Anda dapat memproses pseudosections sampai dengan 16000
elektroda dan 21000 titik data pada satu waktu pada komputer dengan RAM 1
GB. Elektroda jarak terbesar bisa sampai 36 kali jarak terkecil digunakan
dalam satu set data tunggal. Data Program batas akan diperpanjang di masa
depan sebagai besar set data lapangan yang dihadapi (Res2Dinv Manual,
2010).
20
Gambar 3.4 Contoh distribusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan
data metoda 1-D .
H.2. Metoda Tahanan Jenis 2-D
Metode ini disebut juga dengan metoda mapping, digunakan untuk
menentukan distribusi tahanan jenis semu secara vertikal per kedalaman.
Pengukurannya dilakukan dengan cara memasang elektroda arus dan
potensial pada satu garis lurus dengan spasi tetap, kemudian semua
elektroda dipindahkan atau digeser sepanjang permukaan sesuai dengan
arah yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk setiap posisi elektroda
21
akan didapatkan harga tahanan jenis semu. Dengan membuat peta kontur
tahanan jenis semu akan diperoleh pola kontur yang menggambarkan
adanya tahanan jenis yang sama (Loke, 2000). Konfigurasi elektroda
yang dipakai pada metoda ini adalah konfigurasi Wenner, WennerSchlumbeger dan Dipole-Dipole.
Gambar 3.6. Contoh distribusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan
data metoda 2-D .
22
Gambar 3.7 Teknik pengukuran metoda tahanan jenis 3-D untuk gris 5
x5
23
Gambar 3.8 Contoh distribusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan
data metoda 3-D untuk irisan horizontal
Gambar 3.9 Contoh distibusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan
data metoda 3-D untuk irisan vertikal
bermuatan
(charge-body
potential
method)
merupakan
24
lateral
atau
disebut
jugaconstan-separation
traversing (CST).
25
kasar
akan
dibutuhkan
koreksi
topografi (terrain
corrections).
Tempat
B. Alat Praktikum
Adapun alat yang digunakan selama praktikum berlangsung , antara lain :
27
28
Nilai n turun secara periodik mulai dari 10, 9, 8 hingga 1 lalu kembali lagi ke
10 tergantung banyaknya data. Setelah itu dapat ditentukan nilai tahanan
jenisnya (rho) pada masing-masing titik dengan persamaan ;
R = V/I.................................................................(4.2)
29
Tahapan
Persiapan
Res2dinv
Processing
Surfer
Penampang
Horizontal dan
vertikal
Permodelan 2D
Korelasi
Interpretasi
Analisa
SELESAI
A. Data Praktikum
Adapun Data praktikum geolistrik pada pengolahan data 2D merupakan data
yang memiliki nilai x (Offset data), A (Spasial data), K (Faktor Geometri), I
(Arus) dan V (Potensial), terdapat pada lampiran. Selain itu terdapat data hasil
inversi
2D
hasil
pengolahan
faktor-faktor
terukur
tersebut
dengan
31
32
33
B. Pembahasan
Pada praktikum yang telah dilakukan, yaitu pengolahan data 2D dengan
mengunakan software Res2Dinv. Data tersebut terdiri dari 10 data dari 10 line
dengan konfigurasi yang berbeda. Tiga diantaranya yaitu line 2, line 3, dan
line 8 merupakan konfigurasi dipole-dipole. Selain itu juga menggunakan
konfigurasi wenner. Perbedaan pengolahan kedua konfigurasi tersebut
terdapat pada faktor-faktor yang akan diolah pada software Res2dinv. Jika
menggunakan konfigurasi wenner maka satuan yang diinput adalah nilai offset
data, hasil perkalian antara banyaknya faktor (n) dan spasial data serta nilai
rho. Sedangkan jika konfigurasi yang akan diolah menjadi inversi 2D adalah
dipole dipole maka satuan yang akan diolah meliputi nilai offset data, spasial
data, faktor (n) serta nilai tahanan jenisnya.
Data yang diperoleh merupakan data yang diambil dari keupalauan mentawai
dengan lokasi pada lembar geologi terletak di pulau, pagai, sipora dan siberut.
Pada masing-masing line yang akan di interpretasi meliputi kedalaman dan
ketebalan lapisan dengan nilai rho tertentu terhadap resistivitas secara vertikal,
serta mengorelasi dan menganalisa permodelan sounding 2D dengan
penamapang horizontal. Nilai resistivitas lapisan yang terdiri dari lapisan
batuan dapat dianalisa berdasarkan referensi tabel resistivitas batuan sebagai
berikut;
Resistivitas (Ohm.m)
Air (Udara)
200-800
Sand (Pasir)
1-1000
Clay (Lempung)
1-100
0.5-300
0.2
600-10000
34
Alluvium (Aluvium)
10-800
Gravel (Kerikil)
100-600
Air meteoric,
30-1000
30-500
10-100
30-150
Sekitar 0,2
Air laut
1,8
Air irigasi
0.65
(Kolert, 1969)
35
36
Elevasi
50
40
30
Elevasi
20
10
0
0
50
100
150
200
37
38
Elevasi
50
40
30
Elevasi
20
10
0
0
50
100
150
39
Daerah pengukuran selanjutnya yaitu lintasan 3 dengan konfigurasi dipoledipole. Dapat dilihat topografi daerah pengukuran pada penampang horizontal
besarta hasil slice serta 3D view adalah sebagai berikut
40
Elevasi
60
50
40
30
Elevasi
20
10
0
0
50
100
150
41
42
Elevasi
95
90
85
Elevasi
80
75
0
50
100
150
200
43
Data pengukuran selanjutnya yaitu data lintasan 5 yang dikur pada koordinat
luasan mulai dari x=56650 hingga x=566620 dan y=9771580 hingga
y=9771650. Daerah pengukuran berdasarkan permodelan 3D yang telah
dibuat memiliki variasi elevasi maksimal mulai dari 70 meter hingga minimal
59.5 meter. Dapat dilihat pada penampang horizontal, hasil slice serta hasil
permodelan 3D, sebagai berikut;
44
Elevasi
72
70
68
66
64
62
60
58
Elevasi
50
100
150
200
45
rendah lainya terletak pada lapisan paling bawah yang terukur sounding pada
jarak mulai dari 100 hingga 186 meter pada kedalaman 30 meter. Selain itu
juga terdapat daerah dengan resistivitas tinggi pada jarak 144 m hingga 168
meter pada ketebalan 5 meter, kemungkinan ini merupakan segmen batuan
fresh granite lainya. Data inversi 2D dengan konfigurasi wenner ini memiliki
error sebesar 45.4%.
Elevasi
60
50
40
30
20
10
0
Elevasi
50
100
46
47
Elevasi
60
50
40
30
Elevasi
20
10
0
0
20
40
60
80
100
48
Data hasil inversi menunjukkan pada lapisan top sol batuan telah
tersegmentasi dengan nilai tahanan jenis yang terulang pada rentang beberapa
meter dari mulai elektroda pertama hingga elektroda terakhir. Dapat dilihat
pada gambar 5.7. Nilai resistivitas batuan di permukaan cukup tinggi berkiasr
antara 5000 .m menunjukkan jenis batuan basalt ataupun granite. Namun
pada jarak 144 meter dari jarak elektroda terakhir 186 meter nilai reistivitas
batuan dibawahnya mulai menunjukkan nilai yang rendah. Nilai batuan
dengan reistivitas batuan tinggi mulai dari permukaan hingga kedalaman 0
hingga 12 meter. Pada segmen bagian kiri dari jarak elektroda 96 meter. Nilai
resistivitas batuan menurun secara gradual hingga yang terendah sekitar 34.9
.m kemungkinan adalah litologi lempung. Sdangkan segmen sebelah kiri
menunjukkan nilai yang bervariasi dan mulai rendah pada kedalaman 35
meter. Lapisan diatasnya hingga kedalaman 25 meter menunjukan nilai
tahanan jenis sekitar 212 .m, kemungkinan merupakan litologi pasir. Dari
data hasil inversi lintasan 8 memiliki kesalahan RMS error 73.3, cukup besar
dan syarat kesalahan inerpretasi.
49
Elevasi
105
100
95
Elevasi
90
85
0
50
100
150
200
50
51
Elevasi
50
40
30
Elevasi
20
10
0
0
50
100
150
52
53
Elevasi
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Elevasi
50
100
150
54
V. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum tentang pengolahan data 2D yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa :
1. Pada teknik sounding mapping sering kali konfigurasi yang digunakan
adalah konfigurasi dipole-dipole dan wenner dengan penentuan distribusi
tahanan jenis semu secara vertikal per kedalaman
2. Berdasarkan nilai reisitivitas batuan, seluruh data pengamatan didominasi
oleh batuan dengan nilai resistivitas tinggi kemungkinan granit ataupun
basalt.
3. Perbedaan pengolahan data, jika menggunakan konfigurasi wenner maka
satuan yang diinput adalah nilai offset data, hasil perkalian antara
banyaknya faktor (n) dan spasial data serta nilai rho. Sedangkan jika
konfigurasi yang akan diolah menjadi inversi 2D adalah dipole dipole
maka satuan yang akan diolah meliputi nilai offset data, spasial data,
faktor (n) serta nilai tahanan jenisnya.
4. Untuk setiap posisi elektroda akan didapatkan harga tahanan jenis semu .
Semakin panjang bentangan lektroda yang digunakan, makan akan
semakin dalma resistivitas yang terukur.
5. Variasi nilai resistivitas batuan yang terukur bervariasi mulai dari kurang
dari 1 ohm m yang merupakan litologi lempung basah hingga diatas 1000
ohm m yang merupakan litologi basalt, quarsit maupun granit.
6. Dari kespuluh data lintasan pengukuran Nilai RMS error yang diperoleh
mayoritas lebih dari 50% sehingga data hasil inversi 2D kurang akurat.
DAFTAR PUSTAKA
UNM.
2009.
Geologi,
Geografi,
Geomorfologi
Pulau
Sumatra.
http://ict.unm.ac.id/public/data/Bahan%20Ajar/Geografi/Geomorfologi%20I
ndonesia/Geomorfologi%20Sumatera.pdf. Diakses pada 5 juni 2014 pukul
21.00 WIB
Yuza. 2012. Sesar Lampung. http://duniayuza.blogspot.com/2012/10/penelitianmengenai-sesar-lampung.html. Diakses pada 5 juni 2014 pukul 21.00 WIB
Zaenudin, Ahmad. 2014. Penuntun Praktikum Eksplorasi Geolistrik. Teknik
Geofisika Universitas Lampung : Bandar Lampung
LAMPIRAN