Anda di halaman 1dari 14

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap
lingkungan yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang
indah. Sastra adalah bentuk seni yang diungkapkan oleh pikiran dan perasaan
manusia dengan keindahan bahasa. Menurut Hudson (dalam Tarigan 2009:10),
sastra merupakan pengungkapan baku dari peristiwa yang telah disaksikan orang
dalam kehidupan, yang telah direnungkan, dan dirasakan orang mengenai segisegi kehidupan yang menarik minat secara langsung dan kuat dari seorang
pengarang atau penyair. Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap
fenomena yang ada. Sastra tidak saja dinilai sebagai sebuah karya seni yang
memiliki budi, imajinasi, dan emosi. Akan tetapi, sastra telah dianggap sebagai
suatu karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual di samping
konsumsi emosi.
Menurut Sherlley (dalam Pradopo 2010:6), puisi merupakan rekaman
detik-detik yang paling indah dalam hidup. Puisi adalah sintesis dari berbagai
peristiwa bahasa yang telah tersaring semurni-murninya dan berbagai proses jiwa
yang mencari hakikat pengalamannya, tersusun dengan sistem korespondensi
dalam salah satu bentuk. Menurut Shahnon Ahmad (dalam Pradopo 2010: 6),
menyimpulkan unsur puisi yang paling pokok adalah (1) pemikiran, ide, dan
emosi, (2) bentuknya, dan (3) kesan yang dibiaskan oleh ide dalam puisi. Menurut
Pradopo (2010: 8), puisi merupakan pernyataan sastra yang paling inti. Unsurunsur seni kesusastraan mengental dalam puisi. Berbeda dengan karya sastra
lainnya, prosa dan drama, karya sastra berbentuk puisi bersifat konsentrif dan
intensif. Pengarang tidak mengungkapkan secara terperinci maksud yang hendak
disampaikan kepada pembaca. Pengarang menyampaikan yang menurut perasaan
atau pendapatnya merupakan bagian pokok atau penting saja. Oleh karena itu,
puisi memilki bentuk yang padat (intensif). Padat yang dimaksud adalah
penghematan unsur-unsur bahasanya. Kata-kata yang tidak mendukung makna
akan dihilangkan.
Puisi sebagai karya sastra menggunakan bahasa sebagai media untuk
mengungkapkan makna. Dalam hal ini pengamatan atau pengkajian terhadap puisi
1

khususnya dilihat dari gaya bahasanya sering dilakukan. Pengamatan terhadap


puisi melalui pendekatan struktur untuk menghubungkan suatu tulisan dengan
pengalaman bahasanya disebut kajian stilistika.
Puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono menggunakan bahasa yang
berbeda dengan bahasa sehari-hari. Kata-kata dengan makna yang tersembunyi di
dalamnya membuat pembacanya sulit untuk memahami. Dalam puisinya banyak
sekali Sapardi Djoko Damono menggunakan majas untuk memperindah puisinya
tersebut. Salah satu puisi karya Sapardi Djoko Damano yang di dalamanya
terdapat banyak gaya bahasa adalah puisi Hujan Bulan Juni.
Berdasarkan latar belakang tersebut,judul yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Tinjauan Gaya Bahasa dalam Puisi Hujan Bulan Juni karya
Sapardi Djoko Damono.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumasan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimanakah gaya bahasa dalam puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi
Djoko Damono?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui gaya bahasa apa saja yang terdapat dalam puisi Hujan
Bulan Juni.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Gaya Bahasa

Dalam Retorika, gaya bahasa dikenal dengan istilah style. Kata style
diturunkan dari latin stilus yang berarti semacam alat untuk menulis lempengan
lilin. Keahlian dalam menggunakan alat ini akan tampak dari tulisan yang terjadi
pada lempengan tersebut. Pengertian style ini kemudian berkembang dengan
penekanan pada keahlian menulis indah atau mempergunakan kata-kata secara
indah.
Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2000:276) gaya bahasa adalah cara
pengucapan

bahasa

dalam

prosa,

atau

bagaimana

seorang

pengarang

mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Hal ini ditandai oleh ciri-ciri
formal kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk bahasa
figuratif, pengguna kohesi dan lain-lain.
Sejalan dengan itu, Zainuddin (1992:51) menyatakan gaya bahasa adalah
pemakaian ragam bahasa dalam mewakili atau melukiskan sesuatu dengan
pemilihan dan penyusunan kata dalam kalimat untuk memperoleh efek tertentu.
Adapun ragam pemakaian bahasa ini dibedakan gaya bahasa perbandingan dan
gaya bahasa sindiran.
Dari beberapa pendapat di atas, gaya bahasa merupakan bentuk
pengungkapan untuk menggambarkan sesuatu, pikiran atau perasaan dengan
mempergunakan bentuk-bentuk ungkapan tertentu yang ditandai ciri kebahasaan
sehingga yang diungkapkan itu menarik dan menimbulkan efek-efek tertentu.
2.2 Jenis-jenis Gaya Bahasa
Gaya bahasa dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang. Ahmadi
(1990:177-191) membedakan gaya bahasa menjadi 2 golongan besar yaitu gaya
bahasa perasosiasian pikiran dan gaya bahasa penekanan atau penegasan masingmasing dengan macamnya.

1) Gaya Perasosiasian
a. Metafora adalah gaya perasosiasian atau kiasan untuk menyatakan sesuatu
dengan menggunakan perbandingan secara langsung.
3

b. Personifikasi adalah gaya kiasan yang melukiskan benda-benda sebagai


orang yang berperilaku.
c. Simbolik adalah gaya bahasa yang memakai kata atau nama tertentu untuk
mewakili pengertian dari nama, hal atau keadaan lain di luar kata tersebut.
d. Metonomia adalah gaya kiasan yang menggunakan kata-kata untuk
pengertian yang lebih luas atau yang lebih sempit dari artinya yang lazim.
e. Pars pro toto adalah gaya kiasan dalam melukiskan suatu peristiwa dengan
menyebut suatu bagian sedang yang dimaksud adalah keseluruhannya.
f. Totem pro parte adalah kiasan dalam melukiskan sesuatu peristiwa atau hal
dengan menyatakan suatu keseluruhan sedang yang dimaksud hanya
sebagiannya.
g. Eufimisme adalah gaya kiasan berupa kata-kata atau fraseuntuk rasa yang
lebih halus atau sopan untuk menyatakan suatu benda, hal, keadaan atau
orang.
h. Hiperbola adalah gaya kiasan untuk menyatakan sesuatu dengan cara
melebih-lebihkan agar menarik perhatian.
i. Litotes adalah melukiskan suatu benda/peristiwa dengancara memperlemah
suasana makna yang sebenarnya.
j. Allusio adalah gaya kiasan dengan menggunakan ungkapan atau peribahasa
lama sebagai sindiran berselubung dengan maksud memberi rasa humor,
k. Ironi adalah ekpresi maksud dengan ungkapan yang berlawanan agar orang
yang dituju tersindir secara halus tetapi tajam untuk memaksa mengubah
sikap dan pendiriannya.
l. Sinisme adalah seperti ironi tetapi lebih tajam dan menusuk perasaan serta
penuh ejekan.
m. Sarkasme adalah gaya memperingatkan orang secara pahit dan kasar
dengam maksud mellukai perasaan.
n. Simile seperti metafora alah perbandingan dua benda yang berbeda yang
terasa lebih jelas dengan menggunakan kata-kata seperti bak, umpama,
laksana, sebagai dan lain-lain.
2) Gaya Penegasan atau Penekanan
a. Tautologi adalah gaya menyatakan sesuatu yang sama dengan cara yang
ebrbeda dan tanpa menambah kejelasan tetapi sedikit menambah kekuatan.
b. Perarelisme adalah gaya menyatakan sesuatu hal dengan mengulang isi
ungkapan atau kalimat sebelumnya tetapi dalam bentuk pengungkapan
yang berbeda.

c. Asidenton adalah gaya bahasa untuk mengemukakan beberapa hal secara


berturut-berturut dengan tidak memakai tanda bahasa sebagai penghubung
fungsi pengertian.
d. Polisidenton adalah gaya melukiskan beberapa peristiwa atau ebnda
berturut-turut dengan menggunakan kata penghubung berkali-kali.
e. Repitisio adalah gaya yang melukiskan suatu penegasan maksud dengan
memakai kata yang sama secara brulang-ulang.
f. Anafora adalah gaya untuk menegaskan maksud dan memperkuat ekspresi
dengan teknik mengulang ide atau kata yang ditempatkan di awal-awal
pegucapan.
g. Epifora adalah gaya bahasa penegasan atau penguat ekspresi dengan cara
mengulangi kata yang dipentingkan pada akhir tiap kalimat yang
h.

digayakan.
Epiteton adalah gaya untuk menegaskan sesuatu dengan perbandingan

yang berlebih-lebihan.
i. Antonomasia adalah gaya melukiskan benda atau orang dengan
menggunakan simbol sebagai pengganti nama yang sebenarnya.
j. Eksklamasi adalah gaya untuk melukiskan perasaan atau suasana dengan
menyisipkan kata-kata seru atau tiruan bunyi (enomatoposia) denga tujuan
mempertegas ekspresi
k. Enumerasia adalah gaya untuk mengemukakan perasaan atau peristiwa
secara terperinci dalam beberapa bagian yang disebutkan satu persatu agar
masing-masing bagian / unsur lebih terang dan diperhatikan.
l. Klimaks adalah gaya untuk menyatakan beberapa peristiwa atau keadaan
berturut-turut mulai dari yang fungsinya kurang penting meningkat ke
yang lebih penting atau tinggi.
m. Antiklimaks adalah gaya untuk melukiskan beberapa peristiwa atau hal
secara berturut-turut mulai dari yang penting menurun pada yang
kepentingannya yang lebih kecil.
n. Paradoks adalah suatu pernyataan yang memunculkan kontradiksi atau
pertentangan.
o. Antitese adalah gaya untuk melukiskan sesuatu dengan paduan kata-kata
yang maknanya saling bertentangan.
p. Inversi adalah mementingkan bagiantertentu suatu pernyataan dengan
mengembalikan urutan unsur kalimatnya.
q. Elipsi adalah menghilangkan unsur tertentu dari kalimatnya.
5

r. pleonasme adalah pemakaian bahasa dengan menambahkan kata-kata yang


sebenarnya tidak diperlukan karena tanpa keterangan tersebut maksud
yang diinginkan telah jelas.
s. Simetri adalah suatu gaya yang diperoleh dari korespondensi bagian secara
baik sehingga diperoleh suatu kualitas harmonis dan seimbang.
t. Prateria adalah gaya yang berupa pernyataan berselubung, seolah-olah
pengarang enggan atau tak suka menyatakan sesuatu dengan jelas tetapi
sebenarrnya si pembaca diminta mengakui suatu kebenaran.
u. Koraksio adalah gaya untuk menyatakan suatu hal dengan cara mula-mula
menyelewekan ke yang tidak benar tetapi segera diperbaiki dengan tujuan
membuat kejutan rasa dan menarik perhatian.
v. Retoris adalah gaya penegasan dengan memakai jenis kalimat pertanyaan
yang tidak menghendaki jawaban karena secara halus telah menyindirkan
jawabannya.
w. Sinonimi adalah gaya bahasa yang melukiskan sesuatu dengan
menggunakan kata-kata yang bersinonim.
x. Interupsi adalahgaya bahasa untuk melukiskan

sesuatu

dengan

menggunakan kalimat seingan, sebelum kalimat yang mewadahi pokok


pikiran selesai diucapkan.
y. Okupasi adalah gaya untuk melukiskan maksud dengan cara memaksa
pembaca berpikir atau mengadakann bantahan dalam hati atau
pikirannya,tetapi akhirnya pengarang memberikan penjelasannya dengan
tegas dan sugestif.

BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Tinjauan Gaya Bahasa Pada Puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi
Djoko Damono
Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2000:276) gaya bahasa adalah cara
pengucapan

bahasa

dalam

prosa,

atau

bagaimana

seorang

pengarang

mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Hal ini ditandai oleh ciriciriformal kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk bahasa
figuratif, pengguna kohesi dan lain-lain.
Puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono banyak menggunakan majas atau
gaya bahasa. Penggunaan majas tersebut membuat puisi-puisi karya Sapardi
Djoko Damono terlihat lebih menarik untuk dibaca dan menimbulkan efek-efek
tertentu. Salah satunya adalah puisi Hujan Bulan Juni, dalam puisi tersebut
banyak mengandung majas atau gaya bahasa.
Berikut akan dijelaskan gaya bahasa yang terdapat pada puisi Hujan Bulan Juni
karya Sapardi Djoko Damono :
1) Majas personifikasi
Majas personifikasi adalah gaya kiasan yang melukiskan benda-benda
sebagai orang yang berperilaku. Majas ini disebut juga majas yang memanusiakan
benda mati. Benda-benda mati tersebut digambarkan seolah-olah dapat melakukan
aktifitas manusia.
Bukti :
Tak ada yang lebih tabah

Majas Personifikasi

Dari hujan bulan juni


Pada larik tersebut, penyair menggambarkan Hujan Bulan Juni seolah-olah
memiliki sifat seperti manusia, yaitu tabah. Hal tersebut juga didukung oleh larik
selanjutnya yaitu,

Tak ada yang lebih bijak

Majas Personifikasi

Dari hujan bulan juni


.....

Takaada yang lebih arif

Majas Personifikasi

Dari hujan bulan juni


Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Dengan bukti-bukti tersebut, nampak bahwa pada puisi Hujan Bulan Juni
terdapat majas personifikasi. Penyair seolah-olah menggambarkan bahwa hujan
memiliki sifat seperti yang dimiliki oleh manusia yaitu, tabah, bijak dan arif. Pada
bukti tersebut juga terdapat larik dihapusnya jejak-jejak kakinya, penyair seolaholah menggambarkan bahwa hujan dapat melakukan pekerjaan yang bisa
dilakukan oleh manusia yaitu menghapus jejak-jejak kakinya.
2) Majas Metonimia
Metonomia adalah gaya kiasan yang menggunakan kata-kata untuk
pengertian yang lebih luas atau yang lebih sempit dari artinya yang lazim.
Bukti :
...hujan bulan Juni
...pohon yang berbunga itu

Majas Metonimia

Pada larik tersebut, hujan bulan Juni memiliki pengertian yang lebih luas
dari arti lazimnya. Arti lazimnya yaitu, hujan yang datang pada bulan Juni,
sedangkan arti luas yang dimaksudkan penyair adalah rasa rindu dan cinta yang
tidak sempat diucapkan oleh penyair. Selain itu, juga terdapat larik pohon yang
berbunga itu yang memiliki arti lazim sebuah pohon yang memiliki bunga, akan
tetapi arti luas yang dimaksudkan penyair adalah tambatan hati penyair.
3) Majas Pararelisme
Perarelisme adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu hal dengan
mengulang isi ungkapan atau kalimat sebelumnya tetapi dalam bentuk
pengungkapan yang berbeda.
Bukti :
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Pada larik tersebut terdapat larik yang mengalami perulangan yaitu tak
ada yang lebih. Larik tersebut terulang pada setiap bait yang terdapat pada puisi
Hujan Bulan Juni. Selain itu, terdapat larik dari hujan bulan Juni yang juga
terulang pada setiap bait yang terdapat pada puisi hujan bulan Juni. Pengulangan
tersebut memiliki arti, penyair ingin menegaskan kepada pembaca bahwa tidak
ada satu pun di dunia ini yang memiliki sifat tabah, bijak dan arif selain hujan
pada bulan juni tersebut.
Dalam puisi Hujan Bulan Juni terdapat majas personifikasi, metonimia,
dan pararelisme. Penyair menggunakan majas-majas tersebut bertujuan untuk
mengungkapkan gambaran sesuatu, pikiran yang ada dalam benak penyair
sehingga gambaran serta pikiran tersebut tersampaikan kepada pembaca.
Gambaran pikiran tersebut dikemas dengan menggunakan majas yang cocok serta
padu sehingga menarik perhatian pembaca untuk membaca puisi Hujan Bulan
Juni karya Sapardi Djoko Damono ini.
Puisi Hujan Bulan Juni yang telah dipaparkan diatas terdiri dari 12 baris, 3
bait. Puisi Hujan Bulan Juni ini memiliki ide tertentu, seperti ketabahan,
kerinduhan, dan penantian. Sapardi Djoko Damono tidak hanya mengartikan
hujan sebagai bulir air yang jatuh ke permukaan bumi tetapi juga diberi jiwa

yang memiliki sifat seperti manusia. Dalam puisi ini, banyak ditemukan majas
terutama majas personifikasi yang sangat dominan. Pada bait pertama, hujan
dilukiskan memiliki sifat yang tabah dalam menyimpan rintik rindunya. Secara
sederhana, bait pertama ini ditafsirkan sebagai kerinduan yang sengaja
dirahasiakan atau sengaja tidak diucapkan. Bait kedua menggambarkan kebijakan
hujan untuk menyerah membiarkan rintik rindunya tak terucapkan. Jika
dikaitkan dengan judul puisi Hujan Bulan Juni, mustahil jika hujan terjadi pada
bulan juni karena bulan Juni termasuk dalam orde musim kemarau yang jarang
terjadi hujan. Jadi dapat disimpulkan,puisi Hujan Bulan Juni merupakan sebuah
kiasan penantian.
Hujan dalam puisi Hujan Bulan Juni seolah menjelma menjadi tokoh yang
begitu dekat dengan pembaca, bahkan dapat mewakili diri pembaca sendiri,
karena mungkin pembaca memiliki rasa yang sama dengan apa yang dirasakan
oleh hujan bulan Juni dalam puisi tersebut, yaitu hujan bulan Juni yang tabah,
yang menahan dirinya (cintanya) untuk tidak turun ke bumi karena belum
waktunya. Hal ini bisa diartikan sebagai seseorang yang menahan perasaannya
(rindu atau cintanya) kepada seseorang karena belum waktunya untuk
disampaikan, hujan bulan Juni yang bijaksana, karena mampu menahan diri dan
rindunya untuk bertemu dengan bunga-bunga (yang dicintainya), hujan bulan Juni
yang arif, karena dibiarkannnya (cintanya) yang tak terucapkan diserap akar
pohon bunga.
Puisi tersebut juga menggambarkan seseorang yang memiliki rasa rindu
atau cinta kepada orang lain, tetapi karena suatu hal seseorang tersebut menjadi
ragu-ragu atau merasa tidak mungkin untuk menyampaikannya, dan mencoba
untuk menghilangkan atau menghapuskan rasa yang dimilikinya itu dan
membiarkannya untuk tetap tak tersampaikan.
Bila dikaitkan dengan kenyataan sehari-hari, dari judul puisi tersebut
merupakan sesuatu yang hampir tidak mungkin, karena bulan Juni termasuk
dalam musim kemarau, hujan tidak mungkin turun. Apabila dilihat dari tahun

10

tercipta puisinya yaitu tahun 1989, yang pada saat itu musim kemarau dan musim
hujan masih berjalan secara teratur, tidak seperti saat ini. Oleh karena itulah hujan
harus menahan diri untuk tidak turun ke bumi. Jadi, dapat ditafsirkan bahwa hujan
bulan Juni merupakan gambaran atau pengistilahan dari perasaan rindu atau cinta
sang penyair kepada seseorang yang ditahan, yang tak mungkin untuk
disampaikan, dan membiarkannya untuk tetap tak tersampaikan.
Jika dilihat dari sisi penyairnya, si penyair ingin menyampaikan sesuatu
kepada seseorang, tetapi tidak dapat disampaikan karena ada suatu hal yang
menghalanginya untuk menyampaikan sesuatu itu, si penyair juga berusaha untuk
menghapuskan jejak-jejak perasaannya yang ragu-ragu untuk disampaikan, dan si
penyair hanya bisa menyampaikannya lewat sebuah puisi.
Disini penyair menyampaikan sebuah pesan kepada pembaca atau
masyrakat yaitu beberapa etika agar pembaca atau masyrakat diharapkan memiliki
sifat-sifat yang di ibaratkan pada puisi Hujan Bulan Juni, yaitu sifat tabah, bijak,
dan arif dalam menghadapi segala sesuatu atau dalam mengambil suatu
keputusan.

BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan

11

Pada puisi Hujan Bulan Juni terdapat majas personifikasi, metonimia, dan
pararelisme. Dalam majas personifikasi, hujan seolah-olah mempunyai sifat
seperti manusia, yaitu tabah, bijaksana dan arif. Majas metonimia, hujan bulan
Juni memiliki pengertian yang lebih luas dari arti lazimnya. Hujan bulan Juni
dalam puisi tersebut memiliki arti rasa rindu dan cinta yang tidak sempat
terucapkan. Sedangkan dalam majas pararelisme, terdapat larik-larik yang diulang
kembali pada larik selanjutnya, hal itu bertujuan untuk mempertegas makna yang
terdapat pada larik-larik tersebut. Dengan adanya majas-majas tersebut, peneliti
dapat mengetahui seperti apakah hujan bulan Juni yang dimaksudkan oleh penyair
dalam puisi tersebut.

DAFAR PUSTAKA
Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Satra. Bandung : Sinar Baru
Algensindo
Damono, Sapardi Djoko. 1989. Puisi Hujan Bulan Juni.

12

Nurgiyantoro, Burhan.1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:Gajah Mada


University
Pradopo, Rachmat Djoko. 2003. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
_______________________. 2009. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung:
Angkasa.

Lampiran
Hujan Bulan Juni
Karya : Sapardi Djoko Damono

13

Tak ada yang lebih tabah


Dari hujan bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon yang berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak

Dari hujan bulan juni


Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Taka ada yang lebih arif


Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu

14

Anda mungkin juga menyukai

  • Manual Registrasi Nusantara Sehat
    Manual Registrasi Nusantara Sehat
    Dokumen12 halaman
    Manual Registrasi Nusantara Sehat
    Vevy Oktarie
    Belum ada peringkat
  • Print KW INAP
    Print KW INAP
    Dokumen10 halaman
    Print KW INAP
    Nara X-einh Cospen-de'corps
    Belum ada peringkat
  • EKSPEDISI
    EKSPEDISI
    Dokumen2 halaman
    EKSPEDISI
    Nara X-einh Cospen-de'corps
    Belum ada peringkat
  • EKSPEDISI
    EKSPEDISI
    Dokumen2 halaman
    EKSPEDISI
    Nara X-einh Cospen-de'corps
    Belum ada peringkat
  • Print KW INAP
    Print KW INAP
    Dokumen10 halaman
    Print KW INAP
    Nara X-einh Cospen-de'corps
    Belum ada peringkat
  • Form Rajal
    Form Rajal
    Dokumen3 halaman
    Form Rajal
    Nara X-einh Cospen-de'corps
    Belum ada peringkat
  • Sampul Baru
    Sampul Baru
    Dokumen2 halaman
    Sampul Baru
    Rudyy Croott
    Belum ada peringkat
  • Ceklis Persyaratan Rawat Inap
    Ceklis Persyaratan Rawat Inap
    Dokumen1 halaman
    Ceklis Persyaratan Rawat Inap
    Nara X-einh Cospen-de'corps
    Belum ada peringkat