Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A Anatomi paru
B Fisiologis paru
C Definisi Pneumothoraks
D Patologis
E Klasifikasi
F Perhitungan luas
G Gejala klinis
H Pemeriksaan Fisik
I
Pemeriksaan Penunjang
Komplikasi
BAB III
KESIMPULAN .................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA 18
BAB I
PENDAHULUAN
Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti balon dan
mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk
mempertahankan pengembangannya. Paru-paru
toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan
paru-paru di dalam rongga. Jadi pada keadaan normal rongga pleura berisi sedikit cairan
dengan tekanan negatif yang ringan (1).
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura.
Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan
terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal
sebagaimana biasanya ketika bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan
maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder.
Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik (2).
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun.
A Anatomi Paru
Paru-paru manusia terletak di rongga dada atau dada dan tergantung di dalam tulang rusuk.
Kedua paru-paru yang terletak di kedua sisi jantung dan berwarna merah muda, terutama
pada usia muda. Paparan atmosfer dan udara tercemar akhirnya menimbulkan patch
berbintik-bintik, yang mewarnai paru-paru berwarna abu-abu. Di bagian bawah dari rongga
toraks terletak diafragma thoraks yang memfasilitasi pernapasan.
Setiap paru tertutup dalam kantong yang disebut pleura, yang merupakan struktur doublemembran dibentuk oleh membran halus yang disebut membran serosa. Membran luar
struktur ini disebut pleura parietal dan melekat pada dinding dada, sedangkan membran
dalam disebut pleura visceral, dan meliputi paru-paru serta struktur terkait. Ruang antara
dua membran disebut rongga pleura.
Gambar 1: Pluera
Setiap paru-paru dibagi menjadi segmen anatomis dan fungsional yang disebut
lobus melalui pembagian yang disebut celah interlobar. Paru-paru kanan terdiri dari tiga
lobus: lobus superior, lobus tengah, dan lobus inferior. Fisura horizontal adalah partisi
anatomi yang memisahkan lobus superior dan menengah, sedangkan celah oblikus
memisahkan lobus tengah dan inferior.
Paru-paru kiri sedikit lebih kecil dari kanan, dan dibagi menjadi dua lobus oleh
fisura oblikus. Kedua lobus mirip dengan lobus superior dan inferior dari paru-paru kanan.
Lobus tengah tidak hadir dalam paru-paru kiri.
B Fisiologis Paru
Fungsi paru paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada
pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung
dan mulut pada waktu bernapas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli,
dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapis
membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang memisahkan oksigen dari darah. Oksigen
menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke
jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru
paru pada tekanan oksigen 100mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 % jenuh
oksigen.
Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan metabolisme, menembus
membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkial dan
trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau pernapasan eksterna :
Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan
udara luar.
Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat
mencapai semua bagian tubuh
Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 lebih mudah
berdifusi drpd oksigen.
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima
jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak darah datang di paru
paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat
dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat
pernapasan dalam otak unutk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan.
Penambahan ventilasi ini mngeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.
Pernapasan jaringan atau pernapasan interna. Darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya
dengan oksigen (oksihemoglobin) megintari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di
mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk
memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah menerima, sebagai gantinya, yaitu karbon
dioksida
C Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapatnya udara pada rongga potensial
diantara pleura visceral dan pleura parietal. Pada keadaan normal rongga pleura di penuhi
oleh paru paru yang mengembang pada saat inspirasi disebabkan karena adanya tegangan
permukaaan ( tekanan negatif ) antara kedua permukaan pleura, adanya udara pada rongga
potensial di antara pleura visceral dan pleura parietal menyebabkan paru-paru terdesak
sesuai dengan jumlah udara yang masuk kedalam rongga pleura tersebut, semakin banyak
udara yang masuk kedalam rongga pleura akan menyebabkan paru paru menjadi kolaps
karena terdesak akibat udara yang masuk meningkat tekanan pada intrapleura.
Secara otomatis terjadi juga gangguan pada proses perfusi oksigen kejaringan atau organ,
akibat darah yang menuju ke dalam paru yang kolaps tidak mengalami proses ventilasi,
sehingga proses oksigenasi tidak terjadi.
D Patofisiologis
Rongga dada mempunyai dua struktur yang penting dan digunakan untuk melakukan
proses ventilasi dan oksigenasi, yaitu pertama tulang, tulang tulang yang menyusun
struktur pernapasan seperti tulang klafikula, sternum, scapula. Kemudian yang kedua adalah
otot-otot pernapasan yang sangat berperan pada proses inspirasi dan ekspirasi . Jika salah
satu dari dua struktur tersebut mengalami kerusakan, akan berpengaruh pada proses ventilasi
dan oksigenasi. contoh kasusnya, adanya fraktur pada tulang iga atau tulang rangka akibat
kecelakaan, sehingga bisa terjadi keadaaan flail chest atau kerusakan pada otot pernapasan
akibat trauma tumpul, serta adanya kerusakan pada organ viseral pernapasan seperti, paruparu, jantung, pembuluh darah dan organ lainnya di abdominal bagian atas, baik itu
disebabkan oleh trauma tumpul, tajam, akibat senapang atau gunshot.
Tekanan intrapleura adalah negatif, pada proses respirasi, udara tidak akan dapat masuk ke
dalam rongga pleura. Jumlah dari keseluruhan tekanan parsial dari udara pada kapiler
pembuluh darah rata-rata (706 mmHg). Pergerakan udara dari kapiler pembuluh darah ke
rongga pleura, memerlukan tekanan pleura lebih rendah dari -54 mmHg (-36cmH2O) yang
sangat sulit terjadi pada keadaan normal. Jadi yang menyebabkan masuknya udara pada
rongga pleura adalah akibat trauma yang mengenai dinding dada dan merobek pleura
parietal atau visceral, atau disebabkan kelainan konginetal adanya bula pada subpleura yang
akan pecah jika terjadi peningkatan tekanan pleura.
A. Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (2), (3) :
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat
diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks spontan primer (PSP) yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tibatiba tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder (PSS) yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan
didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya
fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma,
dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi
maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena
jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai
dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan (4).
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan
menjadi positif
(4)
tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka
(sucking wound) (2).
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50%
volume paru).
103
512
=
________
= 50 %
1000
2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah dengan
jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan jarak terdekat
antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh (2).
% luas pneumotoraks
A + B + C (cm)
x 10
3
__________________
3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas hemitoraks (4).
C. Gejala klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah (2), (4), (5) :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek,
dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang
sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rontgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto rntgen kasus pneumotoraks antara
lain:
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak
garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk
garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada
di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar
kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk
membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
F. Komplikasi
Tension
mengakibatkan
pneumothoraks
kegagalan
terjadi
respirasi
pada
3-5%
pasien
akut.,piopneumothoraks,
pneumothoraks,
dapat
hidropneumothoraks/
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif
karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut .
dilakukan
terus-menerus
tetap positif.
Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H 2O, dengan
tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan
tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji
coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan
dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan
WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.
Kontra Indikasi pemasangan WSD :
Untuk pengeluaran cairan dilakukan pada intercostals 7-8-9 mid aksilaris line/dorsal
axillar line
System drainase selang dada
Sistem
Keuntungan
Kerugian
Satu Botol
Dua Botol
Tiga Botol
Mahal
Kehilangan water seal dan keakuratan
pengukuran drainase bila unit terbalik
Flutter valve
Mahal
Katup berkipas tidak memberikan
informasi visual pada tekanan intrapleural
karena tak ada fluktuasi air pada ruang
water seal
kebisingan
Screw valve
Mahal
Katup berkipas tidak memberikan
informasi visual pada tekanan intrapleural
karena tak ada fluktuasi air pada ruang
water seal
Katup sempit membatasi jumlah volume
yang dapat diatasinya, tidak efisien untuk
kebocoran udara pleural besar
Calibrated
spring
mechanism
Mahal
BAB III
KESIMPULAN
Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara,
sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan dalam
pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien
sering mengeluhkan adanya sesak napas dan nyeri dada.
Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun
traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan
pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel yang
terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension).
Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan pada hasil foto rntgen
berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang paru yang
terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru (colaps line). Dari hasil rntgen
juga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area paru yang terkena
pendesakan serta kondisi jantung dan trakea.
Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan pemberian O 2 yang
dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang berat dapat dilakukan tindakan
pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi disesuaikan dengan penyakit yang
mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu diperhatikan agar pneumotoraks tidak terjadi lagi.
Daftar Pustaka
1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC;
1997. p. 598.
2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati,
Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p.
1063
3. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press; 2009. p. 162-179
4. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press;
2007. p. 56
5. Currie G.P, Alluri R, Christie G.L, Legge J.S : Pneumothorax : an update. Post Med J 2007
; 83 : 461- 465
6. Uriz J, Cardenas A, Sort P.An effective and safe therapy of pulmonary diseases. J Hepatol
2000; 33: 43-8