Anda di halaman 1dari 21

Halaman Judul

Daftar Isi
BAB I

PENDAHULUAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A Anatomi paru
B Fisiologis paru
C Definisi Pneumothoraks
D Patologis
E Klasifikasi
F Perhitungan luas
G Gejala klinis
H Pemeriksaan Fisik
I

Pemeriksaan Penunjang

Komplikasi

BAB III

KESIMPULAN .................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA 18

BAB I
PENDAHULUAN
Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti balon dan
mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk
mempertahankan pengembangannya. Paru-paru

sebenarnya mengapung dalam rongga

toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan
paru-paru di dalam rongga. Jadi pada keadaan normal rongga pleura berisi sedikit cairan
dengan tekanan negatif yang ringan (1).
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura.
Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan
terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal
sebagaimana biasanya ketika bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan
maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder.
Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik (2).
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun.

A Anatomi Paru
Paru-paru manusia terletak di rongga dada atau dada dan tergantung di dalam tulang rusuk.
Kedua paru-paru yang terletak di kedua sisi jantung dan berwarna merah muda, terutama
pada usia muda. Paparan atmosfer dan udara tercemar akhirnya menimbulkan patch
berbintik-bintik, yang mewarnai paru-paru berwarna abu-abu. Di bagian bawah dari rongga
toraks terletak diafragma thoraks yang memfasilitasi pernapasan.

Setiap paru tertutup dalam kantong yang disebut pleura, yang merupakan struktur doublemembran dibentuk oleh membran halus yang disebut membran serosa. Membran luar
struktur ini disebut pleura parietal dan melekat pada dinding dada, sedangkan membran
dalam disebut pleura visceral, dan meliputi paru-paru serta struktur terkait. Ruang antara
dua membran disebut rongga pleura.

Gambar 1: Pluera
Setiap paru-paru dibagi menjadi segmen anatomis dan fungsional yang disebut
lobus melalui pembagian yang disebut celah interlobar. Paru-paru kanan terdiri dari tiga
lobus: lobus superior, lobus tengah, dan lobus inferior. Fisura horizontal adalah partisi
anatomi yang memisahkan lobus superior dan menengah, sedangkan celah oblikus
memisahkan lobus tengah dan inferior.
Paru-paru kiri sedikit lebih kecil dari kanan, dan dibagi menjadi dua lobus oleh
fisura oblikus. Kedua lobus mirip dengan lobus superior dan inferior dari paru-paru kanan.
Lobus tengah tidak hadir dalam paru-paru kiri.

Gambar 2: Pembagian lobus paru-paru

B Fisiologis Paru
Fungsi paru paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada
pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung
dan mulut pada waktu bernapas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli,
dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapis
membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang memisahkan oksigen dari darah. Oksigen
menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke
jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru
paru pada tekanan oksigen 100mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 % jenuh
oksigen.
Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan metabolisme, menembus
membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkial dan
trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau pernapasan eksterna :

Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan
udara luar.

Arus darah melalui paru paru

Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat
mencapai semua bagian tubuh

Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 lebih mudah
berdifusi drpd oksigen.

Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima
jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak darah datang di paru
paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat
dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat
pernapasan dalam otak unutk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan.
Penambahan ventilasi ini mngeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.

Pernapasan jaringan atau pernapasan interna. Darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya
dengan oksigen (oksihemoglobin) megintari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di
mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk
memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah menerima, sebagai gantinya, yaitu karbon
dioksida
C Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapatnya udara pada rongga potensial
diantara pleura visceral dan pleura parietal. Pada keadaan normal rongga pleura di penuhi
oleh paru paru yang mengembang pada saat inspirasi disebabkan karena adanya tegangan
permukaaan ( tekanan negatif ) antara kedua permukaan pleura, adanya udara pada rongga
potensial di antara pleura visceral dan pleura parietal menyebabkan paru-paru terdesak
sesuai dengan jumlah udara yang masuk kedalam rongga pleura tersebut, semakin banyak
udara yang masuk kedalam rongga pleura akan menyebabkan paru paru menjadi kolaps
karena terdesak akibat udara yang masuk meningkat tekanan pada intrapleura.
Secara otomatis terjadi juga gangguan pada proses perfusi oksigen kejaringan atau organ,
akibat darah yang menuju ke dalam paru yang kolaps tidak mengalami proses ventilasi,
sehingga proses oksigenasi tidak terjadi.

D Patofisiologis
Rongga dada mempunyai dua struktur yang penting dan digunakan untuk melakukan
proses ventilasi dan oksigenasi, yaitu pertama tulang, tulang tulang yang menyusun
struktur pernapasan seperti tulang klafikula, sternum, scapula. Kemudian yang kedua adalah
otot-otot pernapasan yang sangat berperan pada proses inspirasi dan ekspirasi . Jika salah
satu dari dua struktur tersebut mengalami kerusakan, akan berpengaruh pada proses ventilasi
dan oksigenasi. contoh kasusnya, adanya fraktur pada tulang iga atau tulang rangka akibat
kecelakaan, sehingga bisa terjadi keadaaan flail chest atau kerusakan pada otot pernapasan
akibat trauma tumpul, serta adanya kerusakan pada organ viseral pernapasan seperti, paruparu, jantung, pembuluh darah dan organ lainnya di abdominal bagian atas, baik itu
disebabkan oleh trauma tumpul, tajam, akibat senapang atau gunshot.

Tekanan intrapleura adalah negatif, pada proses respirasi, udara tidak akan dapat masuk ke
dalam rongga pleura. Jumlah dari keseluruhan tekanan parsial dari udara pada kapiler
pembuluh darah rata-rata (706 mmHg). Pergerakan udara dari kapiler pembuluh darah ke
rongga pleura, memerlukan tekanan pleura lebih rendah dari -54 mmHg (-36cmH2O) yang
sangat sulit terjadi pada keadaan normal. Jadi yang menyebabkan masuknya udara pada
rongga pleura adalah akibat trauma yang mengenai dinding dada dan merobek pleura
parietal atau visceral, atau disebabkan kelainan konginetal adanya bula pada subpleura yang
akan pecah jika terjadi peningkatan tekanan pleura.
A. Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (2), (3) :
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat
diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks spontan primer (PSP) yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tibatiba tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder (PSS) yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan

didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya
fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma,
dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi
maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena
jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.

b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat


komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis
dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan
untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era
antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.
Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga jenis, yaitu (4) :
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding
dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura
awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap
oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami reekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah
kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura
tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan
bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).
Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada

pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai
dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan (4).
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan
menjadi positif

(4)

. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal,

tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka
(sucking wound) (2).

Gambar 3: Perbedaan Closed dan Open pneumothoraks


3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Suatu pneumotoraks yang merupakan salah satu kegawat daruratan pada cedera
dada. Keadaan ini terjadi akibat kerusakan yang menyebabkan udara masuk kedalam
rongga pleura dan udara tersebut tidak dapat keluar, keadaan ini disebut dengan
fenomena ventil ( one way-valve).
Pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin
bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu
inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya
terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga
pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin
tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini
dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.

Gambar 4: Tension Pneumothoraks


Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (4) :
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru
(< 50% volume paru).

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50%
volume paru).

B. Penghitungan Luas Pneumotoraks


Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan jenis kolaps,
apakah bersifat parsialis atau kah totalis. Ada beberapa cara yang bisa dipakai dalam
menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :
1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana masingmasing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus (2).
Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter kubus rata-rata
paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diameter kubus adalah :
83
______

103

512
=

________

= 50 %
1000

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah dengan
jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan jarak terdekat
antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh (2).

% luas pneumotoraks

A + B + C (cm)
x 10
3

__________________

3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas hemitoraks (4).

(L) hemitorak (L) kolaps paru


(AxB) - (axb)
_______________
x 100 %
AxB

C. Gejala klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah (2), (4), (5) :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek,
dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang
sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.

4. Denyut jantung meningkat.


5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis
pneumotoraks spontan primer.
Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut, (2):
1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat
3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta ada
tidaknya jalan napas.
4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila penderita
mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian yang
kurang.
D. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan (3), (4):
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura
tinggi

4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rontgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto rntgen kasus pneumotoraks antara
lain:
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak
garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk
garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada
di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar
kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.

c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.

d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai


berikut (3):
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung,
mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel
mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di
mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal
ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang
tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah
yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan
ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang
terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan
sampai ke daerah dada depan dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak
permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada
kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat
secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk
membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

F. Komplikasi
Tension
mengakibatkan

pneumothoraks
kegagalan

terjadi

respirasi

pada

3-5%

pasien

akut.,piopneumothoraks,

pneumothoraks,

dapat

hidropneumothoraks/

hemopneumothoraks, henti jantung dan kematian jarang terjadi. Manakala pneumothoraks


spontan menyebabkan komplikasi pneumomediastinum dan emfisema subkutan karena
pecahnya eosophagus atau bronkus.
G. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari
rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya,
penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :

1. Observasi dan Pemberian O2


Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup,
maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi
tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O 2. Observasi dilakukan dalam
beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari. Tindakan
ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka .
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra
pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara:

a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif
karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut .

Gambar 6: Tindakan dekompresi


b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang
telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah
klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set
yang berada di dalam botol (4).
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum
ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura,
jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa
plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah
klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set
yang berada di dalam botol.

3) Pipa water sealed drainage (WSD)


Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan
troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui
celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris
atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid
klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan
kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga
pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan
melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada
2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui
perbedaan tekanan tersebut.
Penghisapan

dilakukan

terus-menerus

apabila tekanan intrapleura

tetap positif.

Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H 2O, dengan
tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan
tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji
coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan
dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan
WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.
Kontra Indikasi pemasangan WSD :

Infeksi pada tempat pemasangan


Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

Tempat insersi selang WSD :


-

Untuk pengeluaran udara dilakukan pada intercostals 2-3 garis midclavicula

Untuk pengeluaran cairan dilakukan pada intercostals 7-8-9 mid aksilaris line/dorsal
axillar line
System drainase selang dada
Sistem

Keuntungan

Kerugian

Satu Botol

Mempertahankan water seal pada


tingkat konstan. Memungkinkan
observasi dan pengukuran
crainase yang lebih baik

Saat drainase dada mengisi botol, lebih


banyak kekuatan diperlukan untuk
memungkinkan udara dan cairan pleura
keluar dari dada masuk ke botol.
Campuran darah darinase dan udara
menimbulkan campuran busa dalam botol
yang membatasi garis pengukuran
drainase. Untuk terjadinya aliran, tekanan
pleural harus lebih tinggi dari tekanan
botol.

Dua Botol

Mempertahankan water seal pada


tingkat konstan. Memungkinkan
observasi dan pengukuran
crainase yang lebih baik

Menambah area mati pada system


drainase yang mempunyai potensial
untuk masuk ke dalam area pleural Untuk
terjadinya aliran, tekanan pleural harus
lebih tinggi dari tekanan botol Mempunyai
batas kelebihan kapasitas aliran udara
pada adanya kebocoran pleural

Tiga Botol

System paling aman untuk


mengatur penghisapan

Lebih kompleks, lebih banyak


kesempatan untuk terjadinya kesalahan
dalam perakitan dan pemeliharaan

Unit water seal


-sekali pakai

Plastic dan tidak mudah pecah


seperti botol

Mahal
Kehilangan water seal dan keakuratan
pengukuran drainase bila unit terbalik

Flutter valve

Ideal untuk transport karena segel


air dipertahankan bila unit terbalik
Kurang satu ruang untuk mengisis
Tak ada masalah dengan
penguapan air Penurunan kadar

Mahal
Katup berkipas tidak memberikan
informasi visual pada tekanan intrapleural
karena tak ada fluktuasi air pada ruang
water seal

kebisingan
Screw valve

Ideal untuk transport karena segel


air dipertahankan bila unit terbalik
Kurang satu ruang untuk mengisis
Tak ada masalah dengan
penguapan air Penurunan kadar
kebisingan

Mahal
Katup berkipas tidak memberikan
informasi visual pada tekanan intrapleural
karena tak ada fluktuasi air pada ruang
water seal
Katup sempit membatasi jumlah volume
yang dapat diatasinya, tidak efisien untuk
kebocoran udara pleural besar

Calibrated
spring
mechanism

Sama dengan diatas Mampu


mengatasi volume besar

Mahal

BAB III
KESIMPULAN
Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara,
sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan dalam
pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien
sering mengeluhkan adanya sesak napas dan nyeri dada.
Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun
traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan
pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel yang
terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension).
Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan pada hasil foto rntgen
berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang paru yang
terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru (colaps line). Dari hasil rntgen
juga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area paru yang terkena
pendesakan serta kondisi jantung dan trakea.
Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan pemberian O 2 yang
dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang berat dapat dilakukan tindakan
pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi disesuaikan dengan penyakit yang
mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu diperhatikan agar pneumotoraks tidak terjadi lagi.

Daftar Pustaka

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC;
1997. p. 598.
2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati,
Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p.
1063
3. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press; 2009. p. 162-179
4. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press;
2007. p. 56
5. Currie G.P, Alluri R, Christie G.L, Legge J.S : Pneumothorax : an update. Post Med J 2007
; 83 : 461- 465
6. Uriz J, Cardenas A, Sort P.An effective and safe therapy of pulmonary diseases. J Hepatol
2000; 33: 43-8

Anda mungkin juga menyukai