Langkah 1
SKENARIO 3
TIDAK BISA BUANG AIR KECIL
Laki- laki, 65 tahun dating berobat ke Poliklinik Bedah dengan keluhan tidak bisa
kencing sejak 1 hari yang lalu, meskipun merasa sangat ingin kencing. Sebelumnya
riwayat LUTS (Lower Urinary Tract Syndrome) seperti hesistensi, nokturia, urgensi,
frekuensi, terminal dribbling sering dirasajan sebelumnya. IPSS ( International Prostate
Symptom Score ) > 30 dan Skor kualitas hidup (QoL) > 5. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan region supra pubik bulging dan pda pemeriksaan colok dubur didapatkan
prostat membesar. Oleh dokter yang memeriksanya dianjurkan untuk dipasang kateter
urin dan dilakukan pemeriksaan BNO-IVP.
BRAINSTORMING PROBLEM
1. Mengapa dianjurkan pemeriksaan BNO-IVP?
2. Kenapa dapat terjadi disfungsi M. dectrucsor?
3. Mengapa dapat terjadi nocturia dan frekuensi terminal dribbling?
4. Apakah yang menyebabkan prostat membesar?
5. Mengapa terjad penonjolan regio supra pubik?
6. Mengapa pasien mengeluh tidak bisa BAK?
7. Apakah nilai IPSS tsb normal atau tidak? Dan berapakah skoring IPSS?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini?
9. Jika tidak segera ditangani apakah ada komplikasinya?
10. Apa diagnosis dari kasus ini?
11. Mengapa dokter menganjurkan untuk pemasangan kateter?
12. Bagaimana pandangan Islam tentang pemeriksaan colok dubur?
13. Pemeriksaan apa saja pada kasus ini?
ANALISA MASALAH
1. Untuk memastikan secara spesifik diagnosis pada kasus ini dan melihat apa ada
kelainan dari renal dan uretra. Serta sebagai pemeriksan penunjang.
2. M. dectrusor merupakan otot yang mengelilingi vesika urinaria, kemudian saat terjadi
pembesaran prostat menyebabkan m.dectrucsor bekerja lebih keras sehingga terjadi
disfungsi otot.
3. M. dectrusor merupakan otot yang mengelilingi vesika urinaria, kemudian saat terjadi
pembesaran prostat menyebabkan M.dectrucsor bekerja lebih keras sehingga terjadi
disfungsi otot. Lalu terjadi hiperplasia M. dectrucsor sehingga terjadilah nocturia dan
hesistensi.
4. Faktor usia, saat usia semakin bertambah maka jumlah hormone testosterone
menurun akan tetapi jumlah hormone estrogen tetap. Sehingga keadaan ini
LI. 4
II.
Langkah 2
Belajar Mandiri
III.
Langkah 3
periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat.
Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer
Lobus medius : berbentuk baji, terletak diantara uretra dan ductus ejakulatorius.
Permukaan atasnya berhubungan dengan trginum vesicae dan banyak kelenjar.
Sering menjadi BPH.
Lobus lateral : paling berkembang menjadi BPH, terletak sebelah lateral dari
uretra pars prostatica.
Lobus posterior : berkembang dari dinding dorsal uretra, lobus ini yang teraba
saat rectal toucher Ca prostate, dan terletak dibawah muara ductus ejakulatorius.
Sintopi:
Kanan dan kiri : tepi batas M. levator ani
Dorsal
: rectum pars ampularis dan M. pubococcygeus
Ventral
: spatium prevesicale (cavum retzii) yang memisahkan dengan
symphisis pubica dan difiksasi oleh Lig. Puboprostatica mediale
Pada prostat dewasa, masih dapat dibedakan lobus lateralis kanan dan kiri yang
menonjol dan dihubungkan oleh jaringan musculo fibrosus ismus.
Gambar 3. Prostat
(Sumber: http://www.healingthebody.ca/healing-the-prostate/)
Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar prostat yang utama berasal dari a.vesikalis inferior (cabang
dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium inferior), dan
a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang- cabang dari arteri tersebut
masuk lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran arteri di dalam
prostat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
1. Kelompok arteri uretra, menembus kapsul di posterior lateral dari vesico prostatic
junction dan memberi perdarahan pada leher buli- buli dan kelompok kelenjar
periuretral.
2. Kelompok arteri capsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa cabang
yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar parauretral).
6
Aliran Limfe
Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian
bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe
iliaca interna, iliaca ekterna, obturatoria dan sakral.
Persarafan
Sekeresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus sympathicus dari
hipogastricus dan medulla sacral III-IV dari plexus sakralis. Saraf simpatis ini
merangsang otot polos prostat saat ejakulasi.
Anatomi makroskopik pada BPH:
Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis:
1) Kapsul anatomis
2) Kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang sebenarnya
(outer zone) sehingga terbentuk kapsul
3) Kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner zone)
dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung
banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior
daripada lobus medius yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan suatu
keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hipeplasia karena
sedikit mengandung jaringan kelenjar.
Hubungan :
1.2 Mikroskopik
seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 200 juta lebih, kira-kira 100 juta terdiri dari
pria, dan yang berumur 60 tahun atau lebih kira-kira 5 juta, sehingga diperkirakan ada
2,5 juta laki-laki Indonesia yang menderita BPH.
Dengan semakin membaiknya pembangunan dinegara kita yang akan
memberikan dampak kenaikan umur harapan hidup, maka BPH akan semakin
bertambah. Oleh karena itu BPH harus dapat dideteksi oleh para dokter, dengan
mengenali manifestasi klinik dari BPH dan dapat dikelola secara rasional sehingga akan
memberikan morbiditas dan mortalitas yang rendah dengan biaya yang optimal
(Rahardjo,1997).
3.3 Etiologi
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti.
Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap
undangan (counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak
adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong
tahun1998 etiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah :
1. Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan
testosteron dan estrogen. Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan
hormon Estrogen dan penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap yang dapat
menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.
2. Ketidakseimbangan endokrin.
3. Faktor umur/usia lanjut. Biasanya terjadi pada usia diatas 50 tahun.
4. Unknown / tidak diketahui secara pasti. Penyebab BPH tidak diketahui secara pasti
(idiopatik), tetapi biasanya disebabkan oleh keadaan testis dan usia lanjut.
Beberapa hipotesis yang di duga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat adalah :
1. Teori Dihidrotesteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosterone di dalam sel
prostat oleh enzim 5 alfa-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang
telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHTRA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5
alfa-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini
menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi
sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2. Ketidakseimbangan antara estrogentestosterone
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun sedangkan kadar
estrogen relative tetap, sehingga perbandingan antara estrogen dan testosterone relative
meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya
11
proloferasi sel sel kelenjar prosta dengan cara meningkatkan sensitifitas sel sel prostat
terhadap rangsangan hormone androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen dan
menurunkan jumlah kematian sel sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua
keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan
testosterone menurun, tetapi sel sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih
pajang sehingga massa prostat jadi lebih besar.
3. Interkasi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel sel stroma melalui suatu mediator
(growth factor) tertentu. Setelah sel sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan
estradiol, sel sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel sel stroma itu sendiri secara intakrin dan autokrin,serta
mempengaruhi sel sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya
proloferasi sel sel epitel maupun sel stroma.
4. Berkurangnya kematian sel porstat
Program kematian sel (apotosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi
dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis
oleh sel sel disekitarnya kemudian di degradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal,
terdapat keseimbangan antara laj proliferasi sel dengan kematian sel.
Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan
jumlah sel sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya
jumlha sel sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan
pertambahan massa prostat.
Diduga hormone androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel
setelah dilakukan kastrasi, terjai peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.
Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel sel prostat, sedangkan faktor
pertumbuhan TGFbeta berperan dalam proses apoptosis.
5. Teori sel stem
Untuk mengganti sel sel yang telah apoptosis, selalu dibentuk sel sel baru. Di
dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan
berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan
hormone androgen, sehingga jika hormone ini kadarnya menurun seperti yang terjadi
pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel sel pada
BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi
produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
Faktor Resiko:
12
1. Kadar Hormon
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
13
14
15
Zat ini disintesis di prostat dari testosterone darah oleh kerja enzim 5- reduktase, tipe
2. Enzim ini terutama terletak di sel stroma. Oleh karena itu, sel- sel ini merupakan
tempat utama sintesis DHT. Setelah terbentuk, DHT dapat bekerja secara autokrin pada
sel stroma taua parakrin dengan berdifusi ke sel epitel sekita. Di kedua jenis sel ini,
DHT berikatan dengan reseptor androgen di nucleus dan menyebabkan transkripsi faktor
pertumbuhan yang berisfat mitogenik bagi sel epitel dan sel stroma.
Meskipun testosterone juga dapat berikatan dengan reseptor androgen dan
menyebabkan pertumbuhan, DHT 10 kali lebih kuat Karena lebih lambat terlepas dari
reseptor androgen. Walaupun DHT merupakan faktor trofik utama yang memperantai
hyperplasia prostat, tampaknya estrogen juga ikut berperan, dengan mebuat sel lebih
peka terhadap kerja DHT.
Interaksi sel stroma-epitel yang diperantai faktor pertumbuhan peptide juga
merupakan bagian integral dari proses ini. Selain akibat efek mekanis prostat yang besar,
gejala klinis sumbatan saluran kemih bawah juga disebabkan oleh kontraksi otot polos
prostat. Tegangan pada otot polos prostat diperantai oleh adrenoreseptor 1 yang terletak
di stroma prostat. Ini merupakan dasar pemakaian antagonis reseptor adrenergic untuk
mengatasi obstruksi aliran kemih pasien dengan BPH.
Patofisiologi
16
17
18
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang
disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom
Score). Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup
pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai
dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1
hingga 7. Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
Ringan : skor 0-7
Sedang: skor 8-19
Berat : skor 20-35
Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria
untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami
kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan
dalam bentuk retensi urin akut.
3.7 Diagnosis dan diagnosis banding
Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan atas berbagai pemeriksaan awal dan
pemeriksaan tambahan. Jika fasilitas tersedia, pemeriksaan awal harus dilakukan oleh
setiap dokter yang menangani pasien BPH. Pada 5th International Consultation on BPH
(IC-BPH) membagi beberapa kategori pemeriksaan untuk mendiagnosis BPH menjadi
pemeriksaan awal (recommended) dan pemeriksaan spesifik uologi (optional)
sedangakan guidelines yang disusun oleh EAU membagi pmeriksaan itu dalam:
modulatory, recommended, optional, dan not recommended.
Anamanesis
Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis untuk
mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang dideritanya, meliputi:
Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah mengganggu
Riwayat penyakit lain dan penyakit pada urogenitalia (pernah mengalami cedera,
infeksi, atau pembedahan)
Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual
Obat- obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi
19
Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menetukan adaya gejala
obstruksi akibat pembesaran prostat adalah IPSS WHO dan AUA. Skor pada IPSS ini
berguna untuk menilai dan memantau keadaan pasien BPH. Kusioner IPSS ini dibagikan
kepada pasien dan diharapkan pasien mengisi sendiri, selain 7 pertanyaan pada IPSS di
dalam IPSS terdapat satu pertanyaan tunggal mengenai kualitas hidup (quality of life
atau QoL).
Tabel 1. International Prostate Symptom Score (IPSS)
20
b)
Urin
Kultur urin + sensitifitas test
Sedimen
Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan hematuria.
BPH yang sudah menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, batu buli-buli atau
penyakit lain yang menimbulkan keluhan miksi, di antara-nya: karsinoma buli-buli in
situ atau striktura uretra, pada pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya kelainan.
Untuk itu pada kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan
kultur urine, dan kalau terdapat 3 kecurigaan adanya karsinoma buli-buli perlu
dilakukan pemeriksaan sitologi urine. Pada pasien BPH yang sudah mengalami
retensi urine dan telah memakai kateter, pemeriksaan urinalisis tidak banyak
manfaatnya karena seringkali telah ada leukosituria maupun eritostiruria akibat
pemasangan kateter
Pemeriksaan pencitraan
a) Foto polos abdomen (BNO)
Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit lain misalnya batu
saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk
menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.
b) Pielografi Intravena (IVP)
Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras (filling
defect/indentasi prostat) pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter
membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish).
Untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa
hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit yang terjadi pada buli buli
yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli buli.
Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin.
IVP memerlukan persiapan yaitu :
Malam sebeleum pemeriksaan diberi pencahar untuk membersihakan kolon
dari feses yang menutupi daerah ginjal
Pasien tidak diberi cairan mulai dari jam 10 sebelum pemeriksaan untuk
mendapatkan kondisi dehidrasi
Keesokan hari pasien diminta untuk berpuasa
Sebelum pasien disuntukian urografin 60 mg%, terlebih dahulu dilakukan
penngujian subkutan atau intravena kontras (conray/ meglumineiothalamat
60%) jika pasien alergi terhadap kontras, maka IVP dibatalkan
23
IVP Normal
IVP Abnormal
Semua organ saluran kemih normal Bentuk, ukuran, posisi saluran kemih
posisi, bentuk dan ukuran
abnormal (contoh: ginjal tak terlihat,
tambahan ginjal atau ureter)
TIdak terlihat adanya sumbatan
Kontras lama mencapai ginjal
Kontras mencapai ginjal sesuai waktunya Terdapat tumor, kista, abses, batu, cidera
dan jaringan parut
Pada pria ukuran prostat normal
Pada pria ukuran prostat membesar
Keuntungan
Kerugian
Prosedur minimal invasiv, karena hanya Bahan kontras menimbulkan alergi
membutuhkan tusukkan kecil
Memberikan
diagnosis
informasi
rinci
c) Sistogram retrograde
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka sistogram
retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.
d) Transrektal Ultrasonografi (TRUS)
Deteksi pembesaran prostat
Mengukur volume residu urin
25
26
BPH adalah penyakit yang progresif, yang artinya semakin bertambah usia,
volume prostat semakin bertambah, laju pancaran urine semakin menurun, keluhan yang
berhubungan dengan miksi semakin bertambah, penyulit yang terjadi semakin banyak:
diantaranya adalah retensi urine sehingga dibutuhkan tindakan pembedahan. Salah satu
marker untuk meramalkan progresifitas prostat adalah serum PSA. Semakin tinggi nilai
PSA (setelah disingkirkan tidak ada kanker prostat), semakin besar kemungkinan BPH
menimbulkan masalah.
OBSERVASI
MEDIKAMENTOSA
OPERASI
Menunggu
(Watchful
waiting)
Penghambat
adrenergik
Prostatektomi
terbuka
Penghambat
reduktase
Endourologi :
TURP
TUIP
TULP
Elektrovaporasi
Fitofarmaka
Hormonal
Tabel 4. Pilihan Terapi pada BPH
INVASIF
MINIMAL
TUMT
TUBD
Stent uretra
TUNA
27
setelah makan malam, kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi bulibuli (kopi atau cokelat), batasi penggunaan obat-obatan influenza yang mengandung
fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin, dan jangan menahan kencing
terlalu lama.
Secara periodic pasien diminta untuk dating control dengan ditanya keluhannya
yang mungkin menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu
dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urine, atau uroflometri. Jika keluhan miksi
bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu difikirkan untuk memilih terapi
yang lain.
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk mengurangi resistensi
otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi intravesika
dengan obat-obatan penghambat adrenergik- (adrenergic -blocker) dan
mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menurunkan
kadar hormon testosteron/dihidrotestosteron melalui penghambat 5-reduktase. Selain
kedua cara di atas, sekarang banyak dipakai obat golongan fitofarmaka yang
mekanisme kerjanya masih belum jelas.
a) Penghambat adrenergik
Seperti kita ketahui persyarafan trigonum leher vesika, otot polos prostat dan
kapsul prostat terutama oleh serabut-serabut saraf simpatis, terutama mengandung
reseptor alpha, jadi dengan pemberian obat golongan alpha adrenergik bloker, terutama
alpha 1 adrenergik bloker maka tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
akan berkurang, sehingga sehingga menghasilkan peningkatan laju pancaran urin dan
memperbaiki gejala miksi. Bila serangan prostatismus memuncak menjurus kepada
retensio urin ini adalah pertanda bahwa tonus otot polos prostat meningkat atau
berkontraksi sehingga pemberian obat ini adalah sangat rasional. Episode serangan
biasanya cepat teratasi.
Contoh obat yang dipakai:
A. Fenoksibenzamin (- bloker non selektif)
Farmokodinamik : karena sifat hambatan yang praktis irreversibel.
Fenoksibenzamin dapat dianggap bekerja dengan cara mengurangi jumlah
adrenoreseptor yang tersedia untuk dirangsang. Fenoksibenzamin memblok
reseptor 1 maupun 2 pada otot polos arteriol dan vena sehingga menimbulkan
vasodilatasi dan venodilatasi.
Farmakokinetik : absorpsi dari saluran cerna hanya 20-30%. Waktu paruhnya
kurang dari 24 jam, tetapi lama kerjanya bergantung juga pada kecepatan sintesis
reseptor .
Intoksikasi dan efek samping : yang utama adalah hipotensi ortostatik. Hambatan
ejakulasi yang reversibel dapat terjadi akibat hambatan kontraksi otot polos vas
deferens dan saluran ejakulasi.
Penggunaan terapi : sebagai kompensasi berkurangnya produksi testoteron,
dibentuk lebih banyak enzim 5 reduktase yang mereduksi testoteron menjadi
dihidrotestoteron (DHT) yang lebih aktif. Tetapi DHT merangsang pertumbuhan
prostat. Obat ini dapat memperbaiki aliran urin dan mengurangi gejala-gejala
akibat obstruksi prostat. Dosis 2x10 mg/hari. Pengobatan ini efektif untuk BPH
tetapi karena efek samping yang ditimbulkan obat ini tidak lagi digunakan.
28
Fitoterapi
29
Trial) dengan 2939 subyek adalah superior terhadap placebo dan efektifitasnya sama
dengan finasteride. Efek samping obat berupa disfungsi ereksi = 1,1% sedangkan
finasteride = 4,9%. Dalam Life Extension Update dimuat, dari sebanyak 32 publikasi
studi terdapat catatan bahwa extract dari SPB ini secara signifikan menunjukan
perbaikan klinis dalam hal :
Frekuensi nokturia berkurang
Aliran kencing bertambah lancar
Volume residu dikandung kencing berkurang
Gejala kurang enak dalam mekanisme urinoir berkurang
Mekanisme kerja obat ini belum dapat dipastikan tetapi diduga kuat ia :
Menghambat aktifitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor androgen
Bersifat anti inflamasi dan anti udem dengan cara menghambat aktifitasenzim
cycloxygenase dan 5 lipoxygenase.
Pumpkin seeds (Cucurbitae peponis semen), testimoni empirik tradisional
bahan ini telah digunakan di Jerman dan Austria sejak abad 16 untuk gangguan urinoir
dan belakangan ini ekstraknya dipakai untuk mengatasi gejala yang berhubungan dengan
BPH didalam konteks farmakoterapi maupun uji klinis kombinasi dengan ekstraks
serenoa repens.
Penelitian di Jerman melakukan studi terhadap preparat yang mengandung
komponen utama beta-sitosterol dengan sedikit campuran campesterot dan stigmasterol
untuk mengobati hiperplasia prostat. Hasilnya, terjadi perbaikan seperti halnya terapi
menggunakan penghambat reseptor alpha dan 5-alpha reduktase, tetapi dengan efek
samping yang lebih minimal. Walaupun mekanisme kerja dari preparat campuran
fitosterol ini belum dapat dibuktikan, penelitian terus dikembangkan untuk keperluan di
masa depan.
3).
Hormonal
Pada tingkat supra hypofisis dengan obat-obat LH-RH (super) agonist yaitu obat
yang menjadi kompetitor LH-RH mempunyai afinitas yang lebih besar dengan reseptor
bagi LH-RH, sehingga obat ini akan menghabiskan reseptor dengan membentuk LHRH super agonist reseptor kompleks.
4).
Operatif
a) Prostatektomi terbuka
Retropubic infravesika (Terence millin)
Keuntungan :
- Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal
- Mortaliti rate rendah
- Langsung melihat fossa prostat
- Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli
- Perdarahan lebih mudah dirawat
- Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila
membuka vesika.
Kerugian :
- Dapat memotong pleksus santorini
30
Mudah berdarah
Dapat terjadi osteitis pubis
Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal
Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari
dalam vesika
Komplikasi :
- Perdarahan
- Infeksi
- Osteitis pubis
- Trombosis
Transperineal
Keuntungan :
- Dapat langssung pada fossa prostat
31
Kerugian :
- Impotensi
- Inkontinensia
- Bisa terkena rektum
- Perdarahan hebat
- Merusak diagframa urogenital
b) Endourologi
Trans urethral resection (TUR)
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir
seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama
kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi
retrograd dan pada sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh
pasien yang sungguh membutuhkan tindakan bedah. Untuk keperluan tersebut, evaluasi
urodinamik sangat berguna untuk membedakan pasien dengan obstruksi dari pasien nonobstruksi. Evaluasi ini berperan selektif dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR.
Suatu penelitian menyebutkan bahwa hasil obyektif TUR meningkat dari 72% menjadi
88% dengan mengikutsertakan evaluasi urodinamik pada penilaian pra-bedah dari 152
pasien. Mortalitas TUR sekitar 1% dan morbiditas sekitar 8%.
Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di
seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan mempergunakan
cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak
tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang
dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering
dipakai dan harganya cukup murah adalah H2O steril (aquades). Salah satu kerugian dari
aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi
sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan air
dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau
dikenal dengan sindroma TUR P. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai
gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh
dalam keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TUR P ini adalah
sebesar 0,99%. Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TUR P dipakai cairan
non ionik yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada aquades, antara lain adalah
cairan glisin , membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang
sistostomi suprapubik untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi
prostat.
Keuntungan :
- Luka incisi tidak ada
- Lama perawatan lebih pendek
- Morbiditas dan mortalitas rendah
- Prostat fibrous mudah diangkat
32
Kerugian :
Tehnik sulit
Resiko merusak uretra
Intoksikasi cairan
Trauma spingter eksterna dan trigonum
Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar
Alat mahal
Ketrampilan khusus
Kerugian :
Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional)
c) Invasif minimal
Trans urethral ballon dilatation (TUBD)
Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan jalan
melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui operasi terbuka
(transvesikal). Pertama kali dikerjakan oleh Hollingworth 1910 dan Franck 1930.
Kemudian Deisting 1956 melakukan dengan dilator transuretral. Tetapi sebenarnya
33
pelopor penggunaan balon adalah H.Joachus Burhenne yang mula-mula mencoba pada
anjing dan cadaver, akhirnya dicoba di klinik.
Castaneda bersama-sama Reddy dan Hulbert kemudian menyempurnakan tehnik
Burhenne tersebut. Konsep dilatasi dengan balon ini ialah mengusahakan agar uretra
pars prostatika menjadi lebar melalui mekanisme:
- Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar
- Kapsul prostat diregangkan
- Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut
- Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika dirusak
Prosedur ini meskipun bisa dilakukan dengan anestesi topikal, sebaiknya
dilakukan dengan narkose. Balon mempunyai diameter 30 mm kemudian dengan alat
dikembangkan sampai 4 atm yang sama dengan 58,8 psi atau 3040 mmHg dan kaliber
uretra menjadi 30 mm atau 90 F. Kemudian setelah balon dikempeskan kembali kateter
dilepaskan dengan menggunakan guide wire dan kateter dilepas memutar kebalikan dari
arah jarum jam sementara dapat dipasang cystostomi dengan trocard. TUBD ini
biasanya memberikan perbaikan yang bersifat sementara.
34
Pengawasan Berkala
Semua pasien BPH setelah mendapatkan terapi atau petunjuk watchful waiting
perlu mendapatkan pengawasan berkal (follow up) untuk mengetahui hasil terapi serta
perjalanan penyakitnya sehingga mungkin perlu dilakukan pemilihan terapi lain atau
dilakukan terapi ulang jika dijumpai adanya kegagalan dari terapi itu. Secara rutin
dilakukan pemeriksaan IPSS, uroflowmetri atau pengukuran volume residu urin pasca
miksi. Pasien yang menjalani tindakan intervensi perlu dilakukan pemeriksaan kultur
urin untuk melihat kemungkinan penyulit infeksi saluran kemih akibat tindakan itu.
Jadwal pemeriksaan tergantung pada terapi yang dijalani oleh pasien seperti terlihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 5. Pengawasan Berkala BPH
(Sumber: Adaptasi dari EAU BPH guidelines 2012)
35
7. Hematuri
Terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk batu endapan
dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula
menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.
8. Hernia atau hemoroid lama- kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi
pasien harus mengedan
3.10 Prognosis
Lebih dari 90% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan dari gejala
yang dialami. Sekitar 10-20% akan mengalami kekambuhan penyumbatan dalam lima
tahun. Apabila tidak segera ditindak, BPH memiliki prognosis buruk karena dapat
berkembang menjadi kanker prostat.
Prognosis BPH adalah:
1. Tergantung dari lokasi, lama dan kerapatan retensi.
2. Keparahan obstruksi yang lamanya 7 hari dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Jika
keparahan obstruksi diperiksa dalam dua minggu, maka akan diketahui sejauh mana
tingkat keparahannya. Jika obstruksi keparahannya lebih dari tiga minggu maka akan
lebih dari 50% fungsi ginjal hilang.
3. Prognosis yang lebih buruk ketika obstruksi komplikasi disertai dengan infeksi.
4. Umumnya prognosis lebih bagus dengan pengobatan untuk retensi urine.
5. Lebih dari 90% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan dari gejala
yang dialaminya. Sekitar 10 20% akan mengalami kekambuhan penyumbatan
dalam 5 tahun.
6. Penelitian pun menunjukan bahwa pria dengan BPH yang tidak mendapatkan terapi,
31-55% mengalami perburukan gejala dan hanya 1-5% yang berkembang menjadi
komplikasi
LI. 4 Pandangan Islam tentang Rectal Tuse
Sebagaimana hukum asalnya, bila ada dokter lelaki yang ahli, maka dialah yang
wajib menjalankan pemeriksaan atas seorang pasien lelaki. Bila tidak ada dokter wanita
non muslim yang dipilih. Jika masih belum ditemukan, maka dokter wanita muslim yang
melakukannya. Bila keberadaan dokter muslim tidak tersedia, bisa saja dokter nonmuslim yang menangani.
Akan tetapi harus diperhatikan, dokter pria yang melakukan pemeriksaan hanya
boleh melihat tubuh pasien wanita itu sesuai dengan kebutuhannya saja, yaitu saat
menganalisa penyakit dan mengobatinya, serta harus menjaga pandangan. Dan juga, saat
dokter wanita menangani pasien lelaki, maka pasien lelaki itu harus disertai mahram,
atau istrinya, atau lelaki yang dapat dipercaya supaya tidak terjadi khalwat.
Dalam semua kondisi di atas, tidak boleh ada orang lain yang menyertai dokter
wanita kecuali yang memang diperlukan perannya. Selanjutnya, para dokter wanita itu
harus menjaga kerahasiaan si pasien lelaki.
Bertolak dari keterangan di atas, bagaimanapun keadaannya, sangat diperlukan
kejujuran kaum wanita dan keluarganya tentang masalah ini. Hendaklah terlebih dulu
36
beriktikad untuk mencari dokter laik-laki. Tidak membuat bermacam alasan dikarenakan
malas untuk berusaha. Semua harus dilandasi dengan takwa dan rasa takut kepada Allah,
kemudian berusaha untuk mewujudkan tujuan-tujuan mulia di atas.Allah Taala
menyebutkan dalam firman-Nya surat al-Anam ayat 119:
Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya
kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa
nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang melampaui batas
Meskipun dibolehkan dalam kondisi yang betul-betul darurat, tetapi harus
mengikuti rambu-rambu yang wajib untuk ditaati. Tidak berlaku secara mutlak.
Keberadaan mahram adalah keharusan, tidak bisa ditawar-tawar. Sehingga tatkala
seorang muslimah terpaksa harus bertemu dan berobat kepada dokter yg berlainan jenis,
ia harus didampingi mahram atau suami/istrinya saat pemeriksaan. Tidak berduaan
dengan sang dokter di kamar praktek atau ruang periksa.
Syarat ini disebutkan Syaikh Bin Baz rahimahullah untuk pengobatan pada bagian
tubuh yang nampak, seperti kepala, tangan dan kaki. Jika obyek pemeriksaan
menyangkut aurat, meskipun sudah ada perawat laki-laki umpamanya maka
keberadaan suami atau wanita lain (selain perawat) tetap diperlukan, dan ini lebih baik
untuk menjauhkan dari kecurigaan.
37
Daftar Pustaka
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC
EAU. 2012. Beningn Prostatica Hyperplasia guidelines 2012 .
Guyton, AC. 1996. Fisologi Kedokteran edisi 9. Jakarta : EGC.
L., Sherwood. 2001. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC
Leeson, Thomas S. & Anthony A. Paparo. 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Edisis 3 Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius UI
Mc Neal. 1976.
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6 vol 1
Robin, Cofran (2005). Buku Ajar Patologi, Edisi 7 vol.2, Elsuier Saunders,
Philadelphia.EGC
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 6. Jakarta:
EGC
38