PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu mengkonsumsi makanan dan minuman
untuk memenuhi kebutuhannya agar tetap bisa bertahan hidup. Makanan merupakan
kebutuhan pokok bagi manusia. Pola hidup yang semakin modern menyebabkan kebutuhan
manusia terhadap makanan semakin meningkat dan berkembang. Kehidupan masyarakat
modern memilih makanan yang enak, lezat, praktis, dan cepat saji sebagai pilihan utama
untuk memenuhi kebutuhan akan makanan. Hal inilah yang menyebabkan banyak produsen
makanan berlomba-lomba memenuhi kebutuhan masyarakat akan makanan dengan cara
menambahkan bahan tambahan makanan (BTM) buatan yang membuat makanan lebih praktis
dan mudah disajikan. Bahan Tambahan Makanan yang sering digunakan adalah penyedap rasa
baik alami maupun buatan (sintetis) yang membuat makanan lebih enak, lezat, dan lebih
menarik.
Para produsen makanan cenderung menambahkan bahan penyedap melebihi batas
ukuran yang telah ditetapkan terutama bahan penyedap sintetis, sehingga dapat menimbulkan
gangguan kesehatan pada konsumen seperti kanker, gagal ginjal, dan kerusakan organ tubuh
yang lainnya jika dikonsumsi secara terus-menerus. Oleh karena itu, kami menyusun makalah
ini agar para pembaca terutama mahasiswa memahami karakteristik dan manfaat bahan
penyedap dalam makanan, serta dapat menjadi konsumen yang cerdas dan berhati-hati dalam
memilih makanan yang dikonsumsi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan bahan tambahan makanan?
2. Apakah yang dimaksud dengan bahan penyedap rasa?
3. Apakah yang dimaksud dengan monosodium glutamat?
4. Bagaimana proses pembuatan monosodium glutamat di Indonesia?
5. Bagaimana efek MSG di dalam tubuh manusia?
6. Bagaimana menganalisis kandungan MSG dalam bahan makanan?
1.3 Tujuan
1 Mengetahui pengertian bahan tambahan makanan?
2 Mengetahui pengertian bahan penyedap rasa dan jenis-jenisnya?
3 Mengetahui pengertian monosodium glutamat?
4 Mengetahui proses pembuatan monosodium glutamat di Indonesia?
5 Mengetahui efek MSG di dalam tubuh manusia dan contoh kasusnya?
6 Mengetahui cara menganalisis kandungan MSG dalam bahan makanan?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bahan Tambahan Makan
2.1. 1 Pengertian bahan tambahan makan
Bahan tambahan makanan merupakan bahan kimia yang terdapat dalam makanan
yang ditambahkan secara sengaja atau yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan
baku, untuk mempengaruhi dan menambah cita rasa, warna, tekstur, dan penampilan dari
makanan (Ratnani, 2009). Berdasakan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012
Bahan Tambahan Pangan yang selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan ke
dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.
2.1.2 Fungsi bahan tambahan makan
Fungsi dari bahan tambahan makan adalah sebagai berikut (Ratnani, 2009):
a. Sebagai pengawet pangan dengan cara mencegah pertumbuhan dan aktivitas mikroba
perusak pangan (menahan proses biokimia) atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang
dapat menurunkan mutu pangan.
b. Untuk membuat makanan itu dapat diproduksi secara massal
c. Menjadikan pangan lebih baik dan menarik sehingga menambah dan merangsang
timbulnya selera makan
d. Meningkatkan kualitas pangan .
e. Menghemat biaya.
2.1.3 Jenis-jenis Bahan Tambahan Makan
Berdasakan Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012 Jenis-jenis bahan
tambahan pangan (BTP) yang digunakan dalam pangan dapat dibedakan sebagai berikut:
Antibuih (Antifoaming agent)
Antikempal (Anticaking agent)
Antioksidan (Antioxidant)
Bahan pengkarbonasi (Carbonating agent)
Garam pengemulsi (Emulsifying salt)
Gas untuk kemasan (Packaging gas)
Humektan (Humectant)
Pelapis (Glazing agent)
Pemanis (Sweetener)
Pembawa (Carrier)
Pembentuk gel (Gelling agent)
Pembuih (Foaming agent)
Pengatur keasaman (Acidity regulator)
Pengawet (Preservative)
Pengembang (Raising agent)
Pengemulsi (Emulsifier)
Pengental (Thickener)
Pengeras (Firming agent)
Penguat rasa (Flavour enhancer)
2
MSG pertama kali digunakan oleh orang Jepang pada tahun 1920 telah diketahui
mempunyai efek negatif apabila digunakan seara berlebihan. Beberapa penelitian yang
membuktikan bahwa MSG tidak baik bagi kesehatan adalah sebagai berikut:
Shimizhu dkk (1971) melaporkan bahwa MSG yang diberikan kepada anak ayam yang
dicampurkan pada air minumannya menyebabkan kematian akibat kerusakan ginjal.
Greenberg dkk (1973) melaporkan bahwa sel darah putih dari tikus kecil yang diberi
pakan MSG akan berubah menjadi sel kanker.
Snapir dkk (1973) melaporkan bahwa sel otak anak ayam yang diberi MSG berkurang
24% disbanding anak ayam tanpa diberi MSG.
Institut Penelitian dan Pencegahan Untuk Kesehatan Nasional Jepang melaporkan
kematian anak ayam yang diberi larutan MSG 2%.
Baptist (1974) melaporkan MSG di Singapura dapat menyebabkan penyakit radang hati
dan menurunkan tingkat kecerdasan (IQ) bagi anak-anak sekolah.
Dr. Iwan T Budiarso dari Indonesia melaporkan anak ayam dan anak bebek yang diberi
MSG akan mati sedangkan anak ayam yang sudah agak besar akan mengalami gejala
seperti berjalan tidak normal dan gejala lainnya.
Penggunaan secara berlebihan menimbulkan gangguan lambung, gangguan tidur dan
mual-mual. Bahkan beberapa orang mengalami reaksi alergi berupa gatal dan panas
(Sukmaningsih, dkk, 2011).
MSG juga memicu hipertensi, asma, kanker, diabetes, kelumpuhan serta penurunan
kecerdasan (Sukmaningsih, dkk, 2011).
MSG sebanyak 4 mg/ g BB pada tikus menyebabkan peningkatan kadar MDA pada hati,
ginjal dan otak (Farombi dan Onyema, 2006).
MSG sebanyak 4 g/ kg BB pada tikus menyebabkan penurunan berat testis, jumlah
spermatozoa dan peningkatan jumlah spermatozoa rusak di epididimis (Vinodini dkk,
2008).
Pemberian MSG sebanyak 4 mg/ g BB pada tikus secara intraperitoneal pada sistem
reproduksi menimbulkan penyakit hiperleptinemia, hiperadiposit, peningkatan kadar
kortikosteron, penurunan berat testis serta penurunan kadar FSH, LH dan tiroid
(Nayanatara dan Vinodini, 2008).
Penambahan MSG sebanyak 10 g/ kg BB/ hari pada makanan terhadap tikus menyebabkan
disfungsi metabolik berupa peningkatan kadar glukosa darah, triasilgliserol, insulin dan
leptin (Farombi dan Onyema, 2006).
2.5.2
glutanik berlebih menjadikan delta-asam amino butirat juga berlimpah. Apabila penghambat
saluran syaraf dalam otak banyak, maka fungsi syaraf akan terkekang juga (Kalyanamitra,
2012).
Penelitian Tim Riset di Amerika yang telah menyuntikkan MSG atau vetsin ke tikus
secara overdosis ditemukan bahwa selang beberapa waktu, terdapat gejala kerusakan pada
retina tikus dan beberapa bagian system syaraf utama. Selain itu pertumbuhan tulang juga ikut
terhambat karena jumlah sel darah merah dan putih berkurang, karena garam kalsium yang
masuk ke sel mengalami kerusakan dan mempengaruhi sintesa sel-sel (Kalyanamitra, 2012).
Riset berikutnya kepada anak-anak yang terlalu banyak mengkonsumsi makanan
yang mengandung asam glutanik (MSG), maka bagian otak besar yang memproduksi delta
akan menghambat pengeluaran hypothalamic untuk menekan thyroxin melepaskan hormone
dan menekan hormon parathyroid untuk membiarkan pelepasan hormone, sehingga
menyebabkan pengeluaran hormone tersebut berkurang. Fungsi dari hormone tersebut adalah
dapat mencegah hilangnya kalsium melalui air seni, serta dapat membantu daya serap usus
terhadap kalsium dan fosfor. Apabila pengeluaran hormone tidak mencukupi, maka banyak
kalsium dan fosfor yang hilang, sehingga pertumbuhan tulang dan perkembangan tubuh
manusia akan terhambat. Dosis untuk anak dalam masa pertumbuhan setiap hari tidak boleh
lebih dari 5 gram (Kalyanamitra, 2012).
2.6 Analisis Kandungan MSG dalam Bahan Makanan
Bahan yang digunakan pada analisis kuantitatif MSG pada bahan makanan antara
lain: MSG standar (99%), 2,4,dinitro-1-fluorobenzena (DNFB), sodium bikarbonat, asam
klorida, dietil eter, methanol, dan sampel makanan yang mengandung MSG. Alat yang
digunakan adalah HPLC (High Performance Liquid Chromatogaphy). Analisis MSG dalam
bahan makanan dapat dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu (Lateef dkk, 2012):
a.
waktu retensi MSG standar pada waktu retensi 8,5 8,7 menit sehingga dapat diketahui
kadar MSG dalam sampel.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Monosodium Glutamat (MSG) adalah bahan tambahan pangan yang berfungsi
sebagai penyedap (Penguat rasa) dalam makanan. MSG dibuat melalui proses fermentasi dari
tetes gula (Melase) oleh bakteri (Brevibacterium lactofermentum) yang akan menghasilkan
asam glutamat yang kemudian ditambahkan soda (Sodium Carbonate), sehingga akan
terbentuk Monosodium Glutamat (MSG). Konsumsi MSG yang sesuai dosis dapat
mempertahankan system syaraf, jika MSG dikonsumsi secara berlebihan akan menghambat
saluran syaraf dalam otak sehingga fungsi syaraf akan terganggu. Kandungan MSG dalam
bahan makanan dapat dianalisis menggunakan HPLC (High Performance Liquid
Chromatography).
3.2 Saran
Sebagai seorang konsumen handaknya kita lebih berhati-hati dan teliti dalam membeli
makanan, dan harus memperhtikan kebersihan dan kesehatannya terutama perlu mewaspadai
makanan yang mengandung bahan tambahan makanan seperti penyedap rasa pada makanan.
Berhati-hati dalam penggunaan MSG, tidak boleh melebihi takaran yang sudah ditentukan yaitu
6mg/kg berat badan manusia, serta selalu berusaha menghindari makanan minuman yang
mengandung pengawet, pewarna, penyedap, dan pemanis buatan.
DAFTAR PUSTAKA
Asmorowati, D. A., 2013, Makalah Kimia Pangan Bahan Penyedap Makanan Atau
Food Flavor, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Bawijya, Malang
Jenie, U. A., 2001, Penjelasan Pembuatan Monosodium Glutamat (MSG), ISNET Pustaka
Online Media, Yogyakarta
Kalyanamitra, 2012, Bahaya Penyedap Rasa Buatan (MSG) Bagi Kesehatan, Pusat
Komunikasi dan Informasi Perempuan, Jakarta
Lateef, L., Kauser, S., Muhammad, S., and Lubna, I., 2012, Estimation of Monosodium
Glutamate by Modified HPLC Method in Various Pakistani Spices Formula,
Journal of Chem.Soc.Pak., (34), 1, 39-42
Ratnani, 2009, Bahaya Bahan Tambahan Makanan Bagi Kesehatan, Jurnal Momentum, (5),
1, 16-22
Republik Indonesia, 2012, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033
Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan, Jakarta
Sukmaningsih, I Gusti, M. E., Nguah, I., Ni Wayan, S., 2011, Gangguan Spermatogenesis
Setelah Pemberian Monosodium Glutamat Pada Mencit (Mus Musculus L.),
Jurnal Biologi, (2), 49-52