TOKSISITAS
I.
TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui dan memahami mekanisme kerja yang mendasari manifestasi
efek dan toksisitas amfetamin.
2. Melihat pengaruh lingkungan terhadap toksisitas amfetamin
3. Memahami bahaya penggunaan amfetamin dan obat sejenis
4. Mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya manifestasi keracunan
sianida dan gejala-gejala keracunan sianida.
5. Mengerti mekanisme kerja antidotum untuk sianida
6. Agar mahasiswa terampil menangani kasus CN dengan memilihkan antidote
yang tepat.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Amfetamin adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang disebut system
saraf pusat (SSP) stimulant. Amfetamin merupakan satu jenis narkoba yang dibuat
secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin dapat berupa
bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putihkristal kecil. Senyawa ini
memiliki nama kimia - methylphenethylamine merupakan suatu senyawa yang telah
digunakan secara terapetik untuk mengatasi obesitas, attention-deficit hyperactivity
disorder (ADHD), dan narkolepsi.
Amfetamin meningkatkan pelepasan katekolamin yang mengakibatkan
jumlah neurotransmiter golongan monoamine (dopamin, norepinefrin, dan serotonin)
dari saraf pra-sinapsis meningkat. Amfetamin memiliki banyak efek stimulant
diantaranya
meningkatkan
aktivitas
dan
gairah
hidup,
menurunkan
rasa
and
pure
dextroamphetamine
levoamphetamine
ismore
potent
dan
levoamphetamine
murni.
than
levoamphetamine
pure
Since
.Karena
terhadap
amfetamin
timbul
jika
obat
ini
diresepkan
EFEK AMFETAMIN
Efek yang ditimbulkan Amphetamine tipikal digunakan untuk meningkatkan
daya kerja dan untuk menginduksi perasaan euforik. Amphetamine merupakan zat
yang adiktif.
Gejala Intoksikasi (keracunan) Sindroma intoksikasi amfetamin serupa
dengan intoksikasi kokain, yaitu Takikardia Dilatasi pupil Peninggian atau penurunan
tekanan darah Berkeringat atau menggigil Mual dan muntah, Penurunan berat badan
Agitasi atau retardasi psikomotor. kelemahan otot, depresi pernapasan, nyeri dada,
aritmia jantung konfusi, kejang, diskinesia, distonia, koma gejala putus obat
kecemasan gemetar mood disforik letargi fatigue mimpi yang menakutkan nyeri
kepala berkeringat banyak kram otot dan lambung rasa lapar yang tidak pernah
kenyang
Halusinogen disebut sebagai psikodelik atau psikotomimetik,
karena
dsb)
Perubahan
persepsi
(depersonalisasi,
ilusi,
direalisasi,
secara
fisik
jarang
ditemui,
tetapi
ketergantungan
secara psikologis sering dialami oleh pengguna PCP. Orang yang baru saja
menggunakan PCP seringkali menampilkan gejala yaitu Menjadi tidak komunikatif,
tampak pelupa dan fantasi yang aktif tempo yang cepat Euforia badan yang hangat
rasa geli dan sensasi melayang penuh kedamaian perasaan depersonalisasi isolasi dan
menjauhkan diri dari orang lain halusinasi visual dan auditoris gangguan persepsi
tempat dan waktu perubahan citra tubuh yang mencolok konfusi dan disorganisasi
pikiran kecemasan menjadi simpatik, bersosialisasi dan suka bicara pada suatu saat
dan bersikap bermusuhan pada waktu lainnya hipertensi, nistigamus dan hipertermia
melakukan gerakan memutar kepala,menghentak, menyeringai kekakuan otot muntah
berulang bicara dan menyanyi berulang lekas marah, paranoid suka berkelahi dan
menyerang secara irasional bunuhdiri atau membunuh delirium gangguan psikotik
gangguan mood gangguan kecemasan.
Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan
tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl) atau
berbentuk kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium sianida (KCN).
Hidrogen sianida merupakan gas yang mudah dihasilkan dengan mencampur asam
dengan garam sianidadan sering digunakan dalam pembakaran plastik, wool, dan
produk natural dan sintetik lainnya.
Keracunan hidrogen sianida dapat menyebabkan kematian, dan pemaparan
secara sengaja dari sianida (termasuk garam sianida) dapat menjadi alat untuk
melakukan pembunuhan ataupun bunuh diri. Akibat racun sianida tergantung pada
jumlah paparan dan cara masuk tubuh,lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini
menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh
adalah jantung dan otak. Paparan dalam jumlah kecil mengakibatkan napas cepat,
gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan muntah serta detak jantung meningkat.
Paparan dalam jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak
jantung melambat, kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga
korban meninggal.
Dosis lethal (LD 50) dari komponen ini adalah sekitar 2 mg/Kg, dengan
menelan 50-75 mg dari garam cyanida ini dapat menyebabkan sulit bernafas dalam
waktu beberapa menit. Hallogen cyanida adalah gas yang mengiritasi dan dapat
menyebabkan oedema paru-paru, air mata kelur terus dan hipersalivasi. Kebanyakan
plastik dan serat acrylic dapat mengeluarkan gas cyanida bila dibakar.Gas tersebut
dapat terhisap melalui pernfasan terabsorpsi melalui kulit dan dapat menyebabkan
terjadinya kematian.
Sumber lain dari keracunan cyanida ialah dengan memakan/termakan
cyanogenik glycosida yang terdapat dalam biji dari buaha-buahan tertentu.
Amygdalin, adalah salah satu senyawa cyanogenik glykosida yang terdapat dalam biji
buah apel, peach, plum, apricot, cherry dan biji almond, dimana amygdalin
dihidrolisa menjadi hidrogen cyanida.
Mekanisme toksisitas sianida
Sianida menjadi toksik bila berikatan dengan trivalen ferric (Fe+++). Tubuh
yang mempunyai lebih dari 40 sistem enzim dilaporkan menjadi inaktif oleh cyanida.
Yang paling nyata dari hal tersebut ialah non aktif dari dari sistem enzim cytochrom
utama
mengubahnya
detoksifikasi
m e n j a d i tiosianat
sianida
oleh
dalam
tubuh
rhodanese,
adalah
walaupun
substansi
ini
terbatas.Keracunan
sianida
merupakan
proses
larutan.
Tidak
ada
efek
samping
yang
ditimbulkan
62.460
mg/KgBB
intraperitoneal
menyebabkanpembentukan
menjadi
mengoksidasisebagian
besi
feri.
hemoglobin
Natrium
nitrit
(methemoglobin),
akan
sehingga
gejalak e r a c u n a n
sianida,
ataupun
pada
beberapa
dosis
22.960
merupakan
mg/KgBB
pilihan
dan
antidot
natrium
yang
nitrit 6 2 . 4 6 0
baik
dalam
apabila
menurun
sianidad o s i s
bahkan
sudah
26
habis,
mg/KgBB
dalam
makareseptor
tubuh
yang
sudah
mulanya
b e r i k a t a n d e n g a n s i a n i d a a k a n k e m b a l i k e r e s e p t o r semula dan
berfungsi seperti semula. Efek toksik juga cepat kembali normal, dimana
sianida dosis 26 mg/KgBB peroral sangat cepat menimbulkan efek
toksik,n a m u n s e c a r a c e p a t n o r m a l k e m b a l i a t a u s a n g a t c e p a t p e r g i
d a r i r e s e p t o r sasaran dengan adanya kombinasi natrium tiosulfat dosis
22.960 mg/KgBB dannatrium nitrit dosis 62.460 mg/KgBB secara intraperitoneal.
Pengobatan Sianida
Pada kejadian keracunan akut sulit dapat ditolong. Pengobatan terutama
ditujukan untuk menurunkan jumlah cyanida yang terikat dalam jaringan. Antidotum
yang dapat digunakan yaitu : Natrium TiosulfatBerupa hablur besar, tidak berwarna,
atau serbuk hablur kasar. Mengkilap dalam udara lembab dan mekar dalam udara
kering pada suhu lebih dari33C.
Larutannya netral atau basa lemah terhadap lakmus. Sangat mudah larut
dalam air dan tidak larut dalam etanol.Sodium tiosulfat merupakan donor sulfur yang
mengkonversi sianida menjadi bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan
enzyme sulfurtransferase, yaitu rhodanase. Tidak seperti nitrit, tiosianat merupakan
senyawa nontoksik, dan dapat diberikan secara empiris pada keracunan sianida.
Penelitian dengan hewan uji menunjukkan kemampuan sebagai antidot yang lebih
baik bila dikombinasikan dengan hidroksokobalamin.
Rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh adalah mengubahnya menjadi
tiosianat oleh rhodanase, walaupun sulfurtransferase yang lain, seperti 37 betamerkapto piruvat sulfurtransferase, dapat juga digunakan. Reaksi ini memerlukan
sumber sulfan sulfur,tetapi penyedia substansi ini tebatas. Keracunan sianida
merupakan proses mitokondrialdan penyaluran intravena sulfur hanya akan masuk ka
mitokondria secara perlahan. Natrium tiosulfat mungkin muncul sendiri pada kasus
keparahan ringan sampai sedang, sebaiknya diberikan bersama antidot lain dalam
kasus keracunan parah. Ini jugamerupakan pilihan antidot saat diagnosis intoksikasi
sianida tidak terjadi, misalnya padakasus penghirupan asap rokok.
Natrium tiosulfat diasumsikan secara intrinsic nontoksik tetapi produk
detoksifikasi yang dibentuk dari sianida, tiosianat dapat menyebabkan toksisitas pada
pasien dengan kerusakan ginjal. Pemberian natrium tiosulfat 12.5 g i.v. biasanya
diberikan secara empirik jika diagnosis tidak jelas. Natrium tiosulfat merupakan
komponen kedua dari antidot sianida. Antidot inidiberikan sebanyak 50 ml dalam 25
% larutan. Tidak ada efek samping yang ditimbulkan oleh tiosulfat, namun tiosianat
memberikan efek samping seperti gagal ginjal, nyeri perut, mual, kemerahan dan
disfungsi pada SSP. Dosis untuk anak-anak didasarkan pada berat badan.
Natrium Nitrit (NaNO 3 menyebabkan methemoglobin dengan sianida
membentuk
substansi
nontoksik sianmethemoglobin.
Methemoglobin
tidak
mempunyai afinitas lebih tinggi pada sianida dari pada sitokrom oksidase, tetapi lebih
potensial menyebabkan methemoglobin dari pada sitokrom oksidase. Efek samping
dari penggunaan nitrit meliputi pembentukan formasi methemoglobin, vasodilatasi,
hipotensi, dan takikardi. Mencegah pembentukkan formasi yang cepat, monitoring
tekanan darah, dan pemberian dosis yang tepat akan mengurangiterjadinya efek
samping. Ketika dilakukan terapi dengan nitrit, lihat konsentrasi hemoglobin. Tetapi
jangan menunda terapi ketika menunggu hasil pengukuran kadar hemoglobin.Sodium
nitrit injeksi dan amil nitrit dalam bentuk ampul untuk inhalasi merupakan komponen
dari antidot sianida. Kegunaan nitrit sebagai antidota sianida bekerja dalam dua cara,
yaitu : nitrit mengoksidasi hemoglobin, yang kemudian akan mengikat sianida bebas,
dan cara yang kedua yaitu meningkatkan detoksifikasi sianidaendothelial dengan
menghasilkan vasodilasi. Inhalasi dari satu ampul amil nitrit menghasilkan tingkat
methemoglobin sekitar 5%. Pemberian dosis tunggal nitrit secara intravena dapat
menghasilkan tingkat methemoglobin sekitar 20-30%.
III.
METODE KERJA
1. BAHAN & ALAT
a. Bahan
- Amfetamin
- NaCl fisiologis
- NaNO2 0,2 %
- NaCN
- Na2S2O3
b. Alat
- Timbangan
- Stopwatch
- Alat suntik
- Papan pengamatan
2. PROSEDUR KERJA
a. Toksisitas Amfetamin
1. Timbang dan tandai hewan untuk tiap kelompok
2. Hitung VAO untuk masing-masing hewan. Pada kelompok control, hanya
diberikan larutan Nacl fisiologis 1% dari berat badan mencit.
3. Setelah disuntikkan secara intraperitoneal, amati dan catat waktu
terjadinya manifestasi efek amfetamin pada hewan percobaan.
4. Bahas hasil percobaan saudara dan ambil suatu kesimpulan.
b. Toksisitas Sianida
1. Timbang dan tandai hewan untuk tiap kelompok
2. Hitung VAO untuk masing-masing hewan.
IV.
Ke
Dosis
Akti
Laju
Groo
Be
20,49 g
1% x BB mencit control
1% x 20,49 g
0,20 ml
Gejala
Rangs Tre
Kon
Mati
Lain-lain
vitas
pern
mot
afas
orik
an
rte
ming
ng
kar
angan
terhad
ap
mor
vulsi
36
10 mg/kg
13
28
bunyi
30
20 mg/kg
30
35
10 mg/kg
10
37
27
20 mg/kg
40
23
29
30
Kontrol
10
20 mg/kg
24
25
25,21 g
BB x DOSIS / C
0,02521 x 20 mg/kgBB / 2 mg/ml
0,25 ml ( secara subcutan)
BB x DOSIS / C
0,02521 x 20 mg/kgBB / 2 mg/ml
0,25 ml ( secara oral)
BB x DOSIS / C
0,02521 x 20 mg/kgBB / 2 mg/ml
0,25 ml ( secara ip)
Waktu
Kel 2 (oral, ip, sc) Kel 3
Kel 1
Kel 4
Kel 5
Kel 6
Tenang
Sesak nafas
Mencacah perut
Mata redup,ekor
1
20
1
16:23
30
45
-
20
-
40
1020
149
45
45
45
pucat
Geliat
835
44:12
34:12
1240
Hiperaktiv
21:04
21:04
Mengusap muka
18:16
18:15
210
41
1740
Diam ditempat
36:26
36:26
78
50
10:56
10:11
11
1045
Menggaruk mulut
42
1750
Gemetaran
44:50
44:50
710
Biru,mulut kering
Telinga menempel
46:56
46:58
12
10
Urinasi
120
50
Tremor
715
Kejang
320
1140
Mati
Respon sakit
berkurang
3. Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan uji toksisitas sianida dan amfetamin
dengan
menghasilkam
gejala-gejala
seperti
aktivitas
motoriknya
lompat dari ketinggian 1 meter dari meja pengamatan. Ini dikarenakan factor
lingkungan yang memperngaruhi kondisi fisiologis mencit itu. Hal ini sangat
berbeda jauh dengan mencit control yang cenderung diam dan sesekali
memejamkan matanya (aktifitas menurun).
Pada praktikum kali ini kami juga melakukan percobaan uji toksisitas sianida
dengan menggunakan antidotum yang mana pada praktikum kali ini kami
menggunakan NaCN sebagai zat penyebab toksik dan menggunakan
antidotum Na nitrit dan Na thiosulfat. Percobaan terapi antidote metode tidak
khas Na Nitrit dan Na Thiosulfat bertujuan agar mahasiswa mampu
memahami strategi terapi antidot spesifik berdasarkan contoh kemampuan
dari natrium nitrit dan natrium thiosulfat dalammenawarkan racun sianida.
Racun sianida yang terpejan dalam tubuh dapat breaksi dengan komponen
besi dalam enzim sitokrom oksidase mitokondria, sehingga enzim tersebut
menjadi tidak aktif (dengan pembantukan kompleks antara ion sianida dengan
besi bervalensi tiga, akan memblok kerja enzim sitokrom mitokondria,
sehingga oksigen darah tidak dapat lagi di ambil oleh sel), padahal system
enzim tersebut sangat di perlukan dalam berlangsunganya metabolisme aerob.
Karena itu wujud/gejala keracunan yang timbul oleh keracunan sianida
berturut-turut adalah: sianosis, kejang, gagal nafas, koma, dan berakhir pada
kematian. Gejala sianosis dapat terlihat dari membirunya pembuluh darah di
ekor mencit. Gejala kejang dapat diamati dari gerakan mencit yang
menggosokkan perutnya kebawah dengan kaki belakang ditarik kebelakang
atau jika mencit merasa sangat kekurangan O2, maka gejala yang terlihat
adalah mencit melompat-lompat atau hiperaktif. Karena kekurangan O 2 dalam
tubuh maka gejala selanjutnya adalah gagal nafas (ambilan nafas yang sangat
cepat), dan koma.
Terapi antidotum spesifik yang dilakukan adalah dengan pemberian Natrium
nitrit dan Na2S2O3 (Natrium tiosulfat) secara intra peritoneal agar efek
secara
subcutan
dan
terakhir
pemberian
Na2S2o3
secara
serangkaian
proses
seperti
absorbsi
untuk
selanjutnya
Kesalahan
dalam melakukan
prosedur percobaan
dari
mulai
2.
3.
4.
V.
a.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan percobaan maka dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan
tak berwarna, Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara
masuk tubuh, lewat pernapasan atau pencernaan.
2. Sianida menjadi toksik bila berikatan dengan trivalen ferric (Fe+++).
3. NaCN dengan dosis 0,2 %( untuk mencit ) sudah mampu menimbulkan efek
toksik terhadap hewan uji mencit
4. Efek utama yang dihasilkan oleh sianida adalah mempengaruhi pernapasan, di
manaoksigen dalam darah terikat oleh senyawa sianida dan terganggunya
sistem pernapasan, badan mencit terasa lemas, kejang, ekor pucat, diam
ditempat, letih nafas perut, gemetaran, biru, mulut kering dan kejang.
5. Keracunan sianida akut sulit dapat ditolong. Pengobatan terutama ditujukan
untuk menurunkan jumlah cyanida yang terikat dalam jaringan. Antidotum
yang dapat digunakan yaitu Na2S2O3 dan NaNO2.
6. Na nitrit lebih berperan dalam pembebasab hemoglobin pada fase absorbsi.
Dan Na thiosulfat berperan dalam pembebasan hemoglobin pada fase
distribusi.
7. Dimana fase distribusi di tandai pada saat mencit tersebut kejang dan fase
absorbsi di tandai pada saat mencit tersebut sudah mengalami sianosis yaitu
pada saat mencit tersebut berwarna biru karena sudah banyaknya darah yang
sudah terikat dengan sianida.
8. pada kelompok 1 mencit tidak mengalami kematian dikarenakan pemberian
Na-Nitrit secara subcutan sehingga antidote langsung masuk kedalam aliran
darah. Dan pemberian NaCl fisiologi pada mencit satu lagi berguna sebagai
penambah cairan tubuh.
9. Pada kelompok 2, mencit mengalami kematian dikarenakan tidak
diberikannya antidotum maupun NaCl fisiologis.
10. Pada kelompok 3, menict tidak mengalami kematian karena pemberian NaNitrit secara subcutan dan juga pemberain Na-tiosulfat secara ip sehingga
dapat langsung mengikat sianida.
11. Pada kelompok 4, mencit juga tidak mengalami kematian karena pemberian
nacl fisiologis secara ip yang breguna sebagai cairan tubuh.
12. Pada kelompok 5, menict mengalami kematian karena pemberian na-nitrit
secara oral yang tak mampu menawar racun sianida yang diberikan secara
subcutan dan juga pemberian na-tiosulfat yang tida cepat dalam meolong
keracunan sianida.
13. Kelompok menict juga mengalami kematian karena racun suanida telah
terlebih dahulu berikatan dengan oksigen dimana pemberian antidote terlalu
lama.
b. Daftar pustaka
Donatus, I.A., 1997, Makalah Penanganan dan Pertolongan Pertama
Keracunan
dan
Yogyakarta
Loomis, I.A., 1978, Essentiale of Toxycologi, diterjemahkan oleh
Imono Argo Donatus, Toksikologi Dasar, Edisi III, IKIP Semarang
Press, Semarang
Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar : Asas, Organ Sasaran dan Penilaian
Resiko, diterjemahkan oleh Edi Nugroho, Edisi II, UI Press, Jakarta
VI.
JAWABAN PERTANYAAN
Pertanyaan
4. Bila terjadi keracunan, obat apa yang daapat digunakan untuk mengatasinya?
Jelaskan
Jawaban: Antidotum yaitu zat yang memiliki daya kerja bertentangan dengan
racun, dapat mengubah sifat kimia racun, atau mencegah absorbsi racun. Jenis
antidotum yang digunakan pada keracunan :
a. Keracunan insektisida (alkali fosfat), asetilkolin, muskarin : atropine,
reaktivator kolinesteras (pralidoksin, obidoksin).
b. Keracunan sianida : 4 dimetilaminofenol HCl (4-DMAP) dan natrium
c.
d.
e.
f.
tiosulfat.
Keracunan methanol dengan etanol.
Keracunan methenoglobin : tionin.
Keracunan besi : deferoksamin
Keracunan As,Au, Bi, Hg, Ni, Sb : dimerkaprol(BAL =british anti
lewisit).
g. Keracunan glikosida jantung : antitoksin digitalis.
h. Keracunan Au,Cd,Mn,Pb,Zn : kalsium trinatrium pentetat.
5. Jelaskan mekanisme kerja mengapa dengan jalan memperbanyak ekskresi
gejala racun amfetamin dapat dihilangkan
Jawaban: Ginjal merupakan organ yang penting untuk ekskresi obat. Obat
diekskresikan dalam struktur tidak berubah atau sebbagai metabolit melalui
ginjal dala urine. Obat yang diekskresikan bersama feses berasal dari :
1.
2.
Obat yang diekskresikan melalui empedu dan tidak direabsorbsi dari usus.
Obat dapat diekskresikan melalui paru paru, air ludah, keringat atattu dalam
air susu. Obat dalam badan akan mengalami metabolisme dan ekskresi. Maka
dalam penggunaan obat pada pasien perlu diperhatikan keadaan pasien yang
fungsi hati atau ginjalnya tidak normal. Perlu diketahui apakah obat yang
diberikan dapat dimetabolismekan atau tidak, rute ekskresinya dan
sebagainya.Pengeluaran obat dari tubuh melalui organ ekskresi dalam bentuk
2.
3.
wernick ensefalopati.
Pemberian 5 mg dextrose 5 % IV dan 0,4-2 mg naloksone jika klien
7. Apakah semua obat-obat lain yang segolongan dengan asetanilida secara kimia
dan farmakologi mempunyai toksisitas sama dengan asetanilida dalam dosis
yang setara
jawaban
toksisitas yang berbeda dengan asetanilida yang lainnya. Hal ini terkait dengan
dosis pemberian, interval serta frekuensi pemberian pada setiap obat. Sebagai
contoh
pada
pemberian
parasetamol,
Kejadian
toksik
pada
hati
LAPORAN PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI II
TOKSISITAS
OLEH :
KELOMPOK V
DWI KARTIKA SARI (1301025)
Tanggal Praktikum : 7 Mei 2015
Sisri Novrita