A. TUJUAN PRAKTIKUM
1.
Dapat memperkirakan bentuk manifestasi efek lokal dari berbagai obat terhadap kulit dan
membran mukosa berdasarkan cara-cara kerja masing-masingnya, serta mengapresiasikan
penerapan ini dalam situasi praktis.
2. Menyadari sifat dan intensitas kemampuan merusak kulit dan membran mukosa dari berbagai
obat yang bekerja secara lokal.
3.
Dapat mengapresiasikan peran pelarut terhadap intensitas kerja fenol dan dapat mengajukan
kemungkinan pemanfaatan ini dalam situasi praktis
Obat yang berefek sistemik adalah obat yang memberi pengaruh pada tubuh yang bersifat
menyeluruh (sistemik) dan menggunakan sistem saraf sebagai perantara. Obat ini akan bekerja
jika senyawa obat yang ditentukan bertemu dengan reseptor yang spesifik.
2. Obat yang berefek non-sistemik (lokal) merupakan obat yang mempunyai pengaruh pada tubuh
bersifat lokal atau pada daerah yang diberikan obat. Contoh obat ini adalah obat-obat yang
bersifat anestesi lokal ataupun transdermal.
Berbagai produk obat yang bersifat lokal dibuat bertujuan untuk menghilangkan segala
sensasi yang tidak menyenangkan pada bagian yang spesifik di tubuh. Beberapa contoh dari
produk tersebut bersifat anastetik ataupun obat-obat yang diberikan secara transdermal.
Anastetika lokal atau yang dikenal dengan zat penghilang rasa setempat adalah obat yang
pada penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan
demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau dingin.
Anastetika pertama adalah kokain, yaitu suatu alkaloid yang diperoleh dari daun suatu
tumbuhan alang-alang di pegunungan Andes (Peru). Setelah tahun 1892, perkembangan anastetik
meningkat pesat hingga ditemukan prokain dan benzokain, dan derivat-derivat lainnya seperti
tetrakain dan cinchokain.
Anastesi bekerja dengan menghindarkan untuk sementara pembentukan dan tranmisi
impuls melalui sel saraf dan ujungnya. Anastetik lokal juga dapat menghambat penerusan impuls
dengan jalan menurunkan permeabilitas sel saraf untuk ion natrium.
Beberapa kireteria yang harus dipenuhi suatu jenis obat yang digunakan sebagai anestetika
lokal :
a.
b.
c.
d.
e.
a.
Inhalasi, yaitu larutan obat disemprotkan ke dalam mulut atau hidung dengan alat seperti :
C. PROSEDUR PENELITIAN
1. Alat dan bahan
Bahan yang digunakan :
-
Alat-alat bedah
Batang pengaduk
Kertas saring
Wadah kaca
Pipet tetes
2. Prosedur Kerja
1) Efek menggugurkan bulu
Tikus yang sudah dikorbankan, diambil kulitnya dan dipotong-potong, masing-masing
berukuran 1 cm x 1 cm dan letakkan di kertas saring.
- Catat bau asli dari zat-zat yang digunakan
- Keatas potongan kulit tersebut, teteskan larutan-larutan obat yang digunakan (NaOH 20%).
- Setelah beberapa menit, dengan batang pengaduk dilihat adakah bulu yang gugur.
- Catatlah hasil yang diperoleh dari pengujian.
2) Efek korosif
Usus tikus diambil dan dipotong-potong 5 cm, letakkan diatas kertas saring yang lembab dan
diteteskan dengan cairan-cairan obat. Sebelum digunakan, usus dicuci dahulu dari kotoran dan
-
cairan-cairan obat.
- Amatilah kerusakan yang terjadi.
3) Efek lokal fenol dalam berbagai pelarut
- Wadah kaca yang telah disiapkan diisi dengan larutan-larutan fenol.
Serentak dicelupkan empat jari tangan selama 5 menit kedalam wadah kaca yang masingmasing berisi fenol 5% + aquades, fenol 5% + etanol, fenol 5% + gliserin, dan fenol 5% +
-
minyak lemak.
Rasakan sensasi yang terjadi, jika jari terasa nyeri sebelum 5 menit, segera jari diangkat dan
Zat-zat yang dapat menggugurkan bulu bekerja dengan cara memecah ikatan S-S pada karatin
b.
c.
Fenol dalam berbagai pelarut akan menunjukkan efek lokal yang berbeda pula karena koefisien
partisi yang berbeda dalam berbagai pelarut dan juga karena permeabilitas kulit akan
d.
Klp
Efek
Gugur
Bulu
HgCl2
Fenol
5%
H2SO4
HCl
H2O
Et-Oh
Gliserin Minyak
Efek
Astringen
PEMBAHASAN
Tikus yang digunakan dalam praktikum dilakukan pengorbanan terlebih dahulu.
pengorbanan dapat dilakukan dengan cara anastesi lokal maupun dengan cara dislokasi lokal.
Anastesi lokal dilakukan dengan cara memasukkan tikus kedalam toples yang telah dijenuhkan
dengan larutan eter dan tertutup, tunggu hingga tikus dalam keadaan mati. Selain anastesi lokal,
dislokasi lokal juga dapat digunakan dengan cara memisahkan/menghambat pengaliran darah ke
otak dengan merenggangkan bagian-bagian tulang belakang dari tikus.
Tikus yang sudah dikorbankan kemudian dikuliti (ambil kulitnya) sesuai dengan keperluan,
baik dari segi jumlah maupun ukurannya. Selain kulit, bagian usus dari tikus juga digunakan
dengan cara membelah usus tikus dan membersihkan dari sisa kotoran yang ada di usus.
Kulit dan usus yang sudah ada tadi di letakkan diatas kertas saring dan mulailah dengan
pengujian yang sudah ditentukan.
Pada pengujian efek menggugurkan bulu, semua kelompok menghasilkan hasil yang sama
yakni hasil uji menunjukkan adanya kerontokan bulu setelah diberikan larutan natrium
hidroksida 20%. Hal ini terjadi karena garam natrium hidroksida bekerja dengan cara memecah
ikatan S-S pada keratin kulit, sehingga bulu akan rusak dan mudah gugur.
Pada pengujian efek korosif, beberapa hasil yang dapat diamati adalah:
-
HgCl2 pada usus akan menyebabkan usus menjadi memutih (pucat) dan menipis. Sedangkan
pada kulit akan menyebabkan kulit menjadi putih (pucat) dan melepuh.
Fenol 5% pada usus tidak menyebabkan efek yang begitu berarti. Sedangkan pada kulit
pada kulit menyebabkan kulit menjadi melepuh, kaku, pucat dan berkerut.
HCl pada usus akan menyebabkan kulit menjadi putih, kerut, kaku, dan pucat. Sedangkan pada
Fenol 5% + aquades akan menyebabkan iritasi berupa kebas, pucat, kerut, dan panas pada lokasi
yang terkena.
Fenol 5% + etanol akan menyebabkan iritasi berupa keriput, dingin, pucat dan nyeri
Fenol 5% + gliserin akan menyebabkan iritasi berupa panas, kebas, nyeri, dan panas.
Fenol 5% + minyak hanya menghasilkan sedikit respon (1 kelompok). Yakni panas kebas panas
dan merah. Sedangkan kelompok lain nihil.
Efek astringen dilakukan dengan mengkumurkan larutan gambir kedalam mulut. Kita
ketahui bahwa astringen sangat banyak ditemukan pada tanaman yang memiliki rasa kelat-pahit.
Seperti gambir, sirih, teh, dan lain sebagainya.
E. KESIMPULAN
1. Obat yang berefek non-sistemik (lokal) merupakan obat yang mempunyai pengaruh pada tubuh
bersifat lokal atau pada daerah yang diberikan obat. Contoh obat ini adalah obat-obat yang
bersifat anestesi lokal ataupun transdermal.
2.
Beberapa efek dari obat lokal yang dapat ditemui adalah menggugurkan bulu, korosif, dan
astringen.
3. Tingkat pengguguran bulu tergantung kepada kadar dan jenis dari larutan yang digunakan
4. Semakin tinggi kadar suatu zat yang bersifat menggugurkan bulu, maka akan semakin mendekati
tingkat korosif.
5.
Sama halnya dengan efek menggugurkan bulu. Larutan yang bersifat korosif pun beraneka
ragam, dan menghasilkan mekanisme efek yang berbeda-beda, tergantung kepada kekuatan
korosif yang dikandungnya.
6. Astringen merupakan salah satu efek dari efek lokal obat yang mekanisme kerjanya di mulut.
Senyawa ini banyak ditemukan pada gambir, teh, dan tumbuhan lain yang memiliki rasa kelat
hingga kepahitan..
PEMBAHASAN SOAL
1. Apakah ada perbedaan bau yang jelas dari obat-obat yang bersifat menggugurkan bulu
sebelum dan sesudah digunakan?
Jawab :
2. Apakah mungkin suatu obat bekerja korosif tanpa menghilangkan bulu dan sebaliknya?
Jawab :
Hal itu mungkin saja terjadi, namun kemungkinannya hanya sedikit sekali. Obat yang bekerja
korosif akan mengendapkan protein kulit, sehingga kulit/ membran mukosa akan menjadi rusak.
Hal juga akan berpengaruh pada organ rambut. Rambut merupakan struktur protein yang
kompleks, yang terdiri dari bermacam-macam jenis.
3. Sebutkan obat-obat lain yang mempunyai efek lokal lain dari yang telah dilakukan
eksperimen dari berbagai landasan kerja masing-masing.
Jawab :
4. Berdasarkan pengamatan saudara dalam eksperimen ini, kemukakan berbagai faktor
yang mempengaruhi berbagai efek-efek obat yang bekerja lokal dan bagaimana cara
memanfaatkan faktor-faktor ini dalam situasi pemakaian obat!
Jawab :
Berbagai faktor yang mempengaruhi efek obat secara lokal diantaranya :
-
Jenis senyawa yang terkandung dalam obat. Setiap senyawa memiliki karakteristik sendirisendiri tidak ada yang sama. Bahkan jika ada yang sama, kemungkinan intensitas atau kekuatan
dari senyawa itu berbeda. Begitu juga halnya dengan efek lokal ini.
Konsentrasi dari senyawa yang terkandung. Hal ini juga sangat mempengaruhi. Zat-zat korosif
akan bekerja sebagai korosif jika didukung oleh konsentrasi yang memungkinkan. Semakin
rendah tingkat konsentrasi, maka akan semakin rendah kekuatan korosifnya.
Faktor-faktor tersebut dapat dimanfaatkan dalam dunia medis yang tentunya membantu
mencegah ataupun mengatasi segala permasalahan baik berupa penyakit maupun gejala. Dengan
mengetahui tingkat kekorosifan suatu senyawa obat, maka akan mempermudahkan kita dalam
menganalisa pembuatan sediaan obat, agar tidak terdapat kerugian dari pihak pasien.
5.
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : DEPKES RI
Guyton, A.C & Hall, J. E. Buku ajar fisiologi Kedokteran . Jakarta : EGC