Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

HIPERTENSI
ILMU PENYAKIT JANTUNG
RSU HAJI SURABAYA

Pembimbing:
dr. Donny Hendrasto, Sp.JP
Penyusun:
Antonius Yansen S.
2009.04.0.0017

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2014

DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN..........................................................................1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................2
2.1. Definisi.................................................................................2
2.2. Klasifikasi............................................................................3
2.3. Epidemiologi........................................................................4
2.4. Patogenesis dan Patofisiologi.............................................4
2.5. Diagnosis.............................................................................8
2.6. Manajemen.......................................................................12
2.7. Hipertensi pada Kehamilan...............................................17
2.8. Hypertensive Crisis...........................................................18
2.9. Hipertensi Resisten...........................................................20
Daftar Pustaka.......................................................................................21

BAB 1
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan penyakit kronik yang sangat umum terjadi
di seluruh dunia. Statistik menunjukkan bahwa terdapat 7,6 juta
kematian dan 92 juta disabilitas di seluruh dunia sebagai akibat dari
hipertensi. Di Amerika Serikat, hipertensi merupakan penyakit kronik
terbanyak, alasan nomor satu pasien mengunjungi dokter, dan paling
banyak diresepkan obat. Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko
mayor dari penyakit jantung dan stroke dan berkontribusi pada banyak
sekali kematian di seluruh dunia.

1,2

Hipertensi juga dikenal sebagai silent killer. Penyakit ini


berlangsung kronis dan sering kali asimptomatis, namun diam-diam
merusak banyak organ tubuh, mulai dari jantung, otak, ginjal, hingga
mata. 3
Meskipun statistik menunjukkan jumlah penderita yang begitu
besar, hipertensi masih sering kali terabaikan. Penyakit ini dianggap
tidak memerlukan penanganan dari spesialis dan hanya sepertiga
pasien di Amerika Serikat yang mencapai target terapi. Hal ini
menunjukkan masih banyak hipertensi yang tidak terdeteksi dan tidak
tertangani dengan baik. 1,2
Prevalensi hipertensi akan terus meningkat jika tidak ada
pencegahan dan penanganan yang baik. 4 Untuk itu, sangat penting
bagi seorang klinisi untuk memahami hipertensi. Pada makalah ini akan
dibahas pengertian, patogenesis, diagnosis hingga tatalaksana dari
hipertensi.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Menurut JNC 7 (Joint National Committee 7), definisi dari
hipertensi adalah peningkatan tekanan darah dimana tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg.
Penentuan ini berdasarkan rata-rata dua kali pengukuran tekanan
darah pada posisi duduk. JNC 7 mengklasifikasikan hipertensi menjadi
2 grade dan terdapat kategori prehipertensi. Adanya kategori
prehipertensi ke dalam klasifikasi bertujuan untuk meningkatkan
kewaspadaan, karena orang pada kategori tersebut beresiko dua kali
lipat lebih besar untuk menjadi hipertensi. Klasifikasi ini hanya untuk
orang dewasa diatas 18 tahun. Berikut ini adalah klasifikasi hipertensi
dari JNC 7. 5
Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC 7
Klasifikasi

TD Sistolik (mmHg)

TD Diastolik (mmHg)

Normal

< 120

dan

< 80

Prehipertensi

120-139

atau

80-89

HIPERTENSI: TD Sistolik 140 atau TD diastolik 90


Hipertensi grade 1

140-159

atau

90-99

Hipertensi grade 2

160

atau

100

Selain dari klasifikasi JNC 7, terdapat beberapa istilah terkait


hipertensi:

White coat hypertension: adalah istilah di mana tekanan darah


selama menjalankan aktivitas harian berada dalam batas normal,
namun jika diperiksa di klinik termasuk hipertensi.

1,2,3,4

Persistent / sustained hypertension: adalah istilah di mana tekanan


darah meningkat baik diukur di klinik maupun di rumah, selama
menjalankan aktivitas. 4

Isolated systolic hypertension: adalah istilah di mana tekanan darah


sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik < 90 mmHg.
Prevalensinya meningkat berdasarkan usia, dan mempunyai resiko
lebih tinggi untuk mengalami serangan jantung dan stroke.

1,2,3,4

Isolated diastolic hypertension: adalah istilah di mana tekanan


darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg.
1,2,3

Masked hypertension: adalah istilah di mana tekanan darah selama


menjalankan aktivitas harian meningkat, jika diperiksa di klinik
termasuk normal. 1,2,3

Pseudohypertension: pada pasien usia lanjut, biasanya pasien


disertai dengan arteri perifer yang kaku atau mengalami kalsifikasi.
Konsekuensinya, jika diukur dengan manset, tekanan darah akan
meningkat. 1,2,3

2.2. Klasifikasi
Selain berdasarkan grade-nya, hipertensi juga dibedakan
berdasarkan etiologi:
a. Hipertensi primer/esensial (95% kasus): penyebabnya tidak
diketahui. 1
b. Hipertensi sekunder (5% kasus): penyebabnya dapat diketahui.

Tabel 2.2. Penyebab sekunder dari hipertensi

2.3. Epidemiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit global dengan prevalensi
yang tinggi. Sekitar 65 juta penduduk dewasa AS atau sekitar sepertiga
penduduk dewasa mengalami hipertensi dan di seluruh dunia bisa
mencapai 1 milyar penduduk. Terlebih lagi, seperempat populasi
dewasa di AS tergolong prehipertensi. Prevalensinya juga meningkat
pada usia tua. Lebih dari setengah populasi di atas 65 tahun di AS
mengalami hipertensi. 6
Tidak ada prevalensi tepat secara nasional di Indonesia, hanya
didapatkan variasi prevalensi berkisar antara 11-43%.

2.4. Patogenesis dan Patofisiologi


Tekanan darah merupakan hasil perkalian dari curah jantung
(cardiac output) dengan resistensi perifer total. Sehingga, hipertensi
merupakan akibat dari peningkatan curah jantung dan atau resistensi
perifer total. 7
Peningkatan curah jantung pada hipertensi hiperdinamik
disebabkan oleh peningkatan frekuensi denyut jantung atau volume
ekstrasel yang menyebabkan peningkatan aliran balik vena sehingga
meningkatkan volume sekuncup (stroke volume). Begitu pula
peningkatan aktivitas simpatis dari sistem saraf pusat dan atau

peningkatan respons terhadap katekolamin, misalnya karena hormon


kortisol dan tiroid, dapat menyebabkan peningkatan curah jantung.

Hipertensi resistensi terutama disebabkan karena vasokonstriksi


perifer atau penyempitan pembuluh darah perifer lain, tetapi dapat juga
akibat dari peningkatan viskositas darah. Vasokonstriksi terutama
berasal dari peningkatan aktivitas saraf simpatis, peningkatan respons
terhadap katekolamin atau peningkatan konsentrasi angiotensin II.
Mekanisme autoregulasi juga dapat menyebabkan vasokonstriksi.
Misalnya jika terjadi peningkatan curah jantung, organ-organ misalnya
ginjal, akan melindungi dirinya dengan cara vasokonstriksi pembuluh
darah. Selain itu, mungkin dapat terjadi pula hipertrofi otot
vasokonstriktor, dan akhirnya dapat menyebabkan kerusakan vaskular
yang akan meningkatkan resistensi perifer total.

Gambar 2.1. Prinsip terjadinya hipertensi

Sebagian besar hipertensi adalah hipertensi primer, di mana


tidak ditemukan penyebabnya. Komponen genetik, jenis kelamin
perempuan, dan penduduk di perkotaan lebih beresiko terkena
hipertensi. Stress psikologis kronis karena pekerjaan atau dasar
5

kepribadian dapat memicu hipertensi. Intake garam yang tinggi juga


berperan penting dalam terjadinya hipertensi.

Pada hipertensi sekunder, penyebab dari hipertensi dapat


diketahui. Hipertensi renalis merupakan salah satu bentuk yang sering
terjadi. Setiap iskemia ginjal, misalnya karena koarktasio aorta atau
stenosis arteri renalis dan penyempitan arteriol dan kapiler ginjal, akan
menyebabkan pelepasan renin dari ginjal. Renin akan mengubah
angiotensinogen di dalam plasma menjadi angiotensin I. Angiotensin I
akan diubah oleh ACE (angiotensin converting enzyme) menjadi
angiotensin II. Angiotensin II ini bersifat vasokonstriktor kuat dan juga
merangsang pelepasan aldosterone dari korteks adrenal, yang nantinya
akan menyebabkan retensi natrium dan peningkatan curah jantung.
Kedua aksi inilah yang menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Hipertensi renalis juga dapat disebabkan karena penyakit ginjal seperti
glomerulonefritis yang mengurangi massa ginjal fungsional, serta tumor
pensekresi renin. 7
Hipertensi karena hormonal dapat disebabkan karena beberapa
penyebab. Misalnya pada sindroma Cushing, di mana terdapat
peningkatan konsentrasi glukokortikoid pada plasma. Glukokortikoid
akan meningkatkan sensitisasi terhadap katekolamin yang akan
meningkatkan resistensi perifer dan curah jantung, sehingga
menyebabkan hipertensi. Hiperaldosteronisme primer (Sindroma Conn)
karena tumor di korteks adrenal yang mensekresi aldosterone, berefek
pada retensi natrium yang akan meningkatkan curah jantung.

Hipertensi neurogenik disebabkan karena penyakit di otak,


misalnya ensefalitis, edema serebri, dan tumor otak, yang akan
menyebabkan perangsangan sistem saraf simpatis.

Gambar 2.2. Penyebab hipertensi 7

Akibat dari hipertensi yang paling penting adalah akibat dari


aterosklerosis pada pembuluh darah arteri. Resistensi vaskuler
akhirnya menyebabkan iskemia di berbagai organ dan jaringan. Di otak,
hipertensi dapat menyebabkan perdarahan otak, di arteri besar dapat
menyebabkan aneurisma yang akhirnya dapat menjadi ruptur. Iskemia

ginjal akan menyebabkan lingkaran setan, di mana iskemia ginjal akan


menyebabkan pelepasan renin yang nantinya akan memperparah
hipertensi. 7

Gambar 2.3. Akibat hipertensi 7

2.5. Diagnosis
Untuk mendiagnosis, perlu dilakukan evaluasi pasien terlebih
dahulu. Tujuan dari evaluasi pasien adalah:

Mengetahui ada tidaknya target organ damage yang berkaitan


dengan hipertensi yang bisa mempengaruhi pilihan terapi

Mengetahui life style serta faktor-faktor resiko cvs lainnya/kelainankelainan yang menyertai

Menemukan penyebab sekunder dari hipertensi yang bisa


diidentifikasi 4
Pada anamnesa, dapat ditanyakan keluhan yang dialami

penderita, meskipun banyak penderita yang tidak memiliki keluhan


apapun. Keluhan yang dapat muncul antara lain hypertensive
headache (nyeri kepala biasanya di pagi hari dan terlokalisir di regio
occipital), keluhan sistem kardiovaskuler seperti berdebar dan rasa

sesak saat melakukan aktivitas dan keluhan tidak spesifik seperti


mudah lelah dan impotensi. 1
Riwayat lain yang penting untuk ditanyakan:

Durasi, onset usia, dan level tekanan darah sebelumnya

Terapi antihipertensi sebelumnya

Gejala yang mengindikasikan penyebab sekunder

Faktor lifestyle: intake lemak, garam, alkohol, rokok, aktivitas fisik,


kenaikan berat badan

Riwayat disfungsi neurologis, gagal jantung, PJK

Pemakaian obat-obat yang meningkatkan tekanan darah:


kontrasepsi oral, steroid, NSAID, dekongestan nasal

Keberadaan faktor resiko CVS


Yang dimaksud dengan faktor resiko sistem kardiovaskular

adalah sebagai berikut: 3,4

Hipertensi

Merokok

Obesitas (IMT 30)

Inaktivitas fisik

Dislipidemia

Diabetes mellitus

Mikroalbuminemia atau perkiraan GFR < 60 ml/menit

Umur (> 55 tahun untuk laki-laki, 65 tahun untuk wanita)

Riwayat keluarga dengan penyakit jantung cardiovascular yang


prematur (< 55 tahun untuk laki-laki, < 65 tahun untuk wanita)
Untuk pemeriksaan fisik, tentunya adalah dengan pemeriksaan

tekanan darah. Persiapan untuk pemeriksaan tekanan darah meliputi


persiapan alat, yaitu manometer merkuri (gold standart) dengan manset
yang sesuai (panjang 80% lingkar lengan, lebar 40% lingkar lengan)
dan stetoskop. Manometer aneroid dan elektronik cenderung kurang
akurat. Untuk persiapan pasien, maka pasien harus diistirahatkan 5
menit, posisi duduk di kursi, kaki di atas lantai, pakaian ketat dilepas,

lengan disangga sehingga posisinya setinggi jantung dan hindari


percakapan selama pemeriksaan.

1,4,6

Gambar 2.4. Pemeriksaan tekanan darah 6

Langkah-langkah pemeriksaan tekanan darah:

1,4,6

Pasang manset pada lengan atas dengan pusat inflatable bag di


atas A.brakhialis (sisi dalam lengan atas) dan sisi bawah manset
2,5 cm di atas fossa antecubitii

Cari A.brakhialis, biasanya sedikit medial dari tendon biceps

Lakukan pemeriksaan palpatori tekanan darah sistolik: ibu jari atau


jari lain diletakkan di atas A.brakhialis, manset dipompa sampai
sekitar 30 mmHg di atas tingkat pulsasi mulai tidak teraba,
kemudian manset dikendurkan pelan-pelan dan akan didapatkan
tekanan darah sistolik saat pulsasi mulai teraba kembali

Letakkan stetoskop di atas A.brakhialis, manset dipompa hingga


20-30 mmHg diatas tekanan sistolik palpasi, dikendurkan pelan (2-3
mmHg/detik), tentukan tekanan darah sistolik (Korotkoff 1-mulai
terdengar suara) dan tekanan darah diastolik (Korotkoff 5-suara
mulai hilang)

Bandingkan kanan kiri (normalnya beda 5-10 mmHg)

10

JNC 7 merekomendasikan pengulangan pemeriksaan tekanan


darah sekitar 5 menit setelah pemeriksaan pertama. 5 Sedangkan
menurut American society of hypertension, diagnosis hipertensi
dikonfirmasi setelah kunjungan berikutnya (1-4 minggu setelah
pengukuran pertama), dengan kedua pengukuran tersebut harus
tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90
mmHg untuk menegakkan diagnosis. 8
Di samping, pemeriksaan darah di klinik, terdapat pemeriksaan
tekanan darah lainnya. Ambulatory blood pressure measurement
adalah teknik pengukuran tekanan darah multipel, otomatis dan non
invasif selama periode waktu tertentu, biasanya tiap 15-30 menit
selama 24 jam. Teknik pengukuran ini memerlukan monitor dan tube
yang menghubungkan monitor dengan manset. Normalnya, tekanan
darah adalah <135/85 mmHg ketika terjaga & <120/70 mmHg ketika
malam, dengan rata-rata 130/80 mmHg. Teknik ini berguna untuk
memprediksi morbiditas lebih baik, mendeteksi episodic, white coat &
masked hypertension. Pemeriksaan tekanan darah di rumah juga
sangat baik untuk menyingkirkan kemungkinan white coat
hypertension, serta membantu monitoring terapi serta menilai resiko
CVS, namun membutuhkan alat yang valid dan akurat serta
keterampilan. 1,6
Selain pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan fisik ditujukan
untuk mencari kemungkinan penyebab sekunder dari hipertensi serta
keberadaan kerusakan organ target. Berikut ini adalah rangkuman
pemeriksaan fisik selain pemeriksaan tekanan darah yang perlu
dilakukan:

11

Tabel 2.3. Temuan klinis yang penting untuk mencari kemungkinan penyebab
sekunder dan kerusakan organ target dari hipertensi

Sedangkan untuk pemeriksaan laboratorium, masih terdapat


silang pendapat diantara para ahli mengenai seberapa jauh
pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan. Tidak disarankan
melakukan berbagai macam pemeriksaan lain kecuali jika tekanan
darah tidak dapat dikontrol. Secara umum, sebelum memulai terapi
perlu dilakukan pemeriksaan dasar meliputi:

UL

DL

Serum elektrolit

Profil lipid

Gula darah

EKG

BUN & kreatinin

Foto thorax

2.6. Manajemen
Manajemen dari hipertensi meliputi intervensi gaya hidup dan
terapi farmakologi. Intervensi gaya hidup sangat direkomendasikan baik

12

pada pasien prehipertensi hingga hipertensi grade II. Berikut ini adalah
intervensi gaya hidup dari pasien hipertensi:
Tabel 2.4. Intervensi gaya hidup

Sedangkan untuk terapi farmakologis, terdapat banyak kelas dari


pilihan obat pada hipertensi. Berikut ini adalah site of action dari
berbagai kelas obat anti hipertensi.

13

Gambar 2.5. Site of action dari berbagai obat anti hipertensi 9

Untuk pedoman tatalaksana dari hipertensi, terdapat beberapa


pedoman. Berikut ini adalah pedoman tatalaksana hipertensi
berdasarkan JNC 7:

14

Tabel 2.5. Pedoman tatalaksana hipertensi berdasarkan JNC 7

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa tatalaksana dari


hipertensi didasarkan pada grade-nya. Pada tahun 2014, tim panelis
yang bertugas menyusun JNC 8, merilis pedoman tatalaksana 2014
berdasarkan evidence base. Berikut ini adalah pedoman tatalaksana
hipertensi tahun 2014 menurut tim panelis JNC 8:

15

16

Gambar 2.6. Alur tatalaksana 2014 oleh anggota panel JNC 8

10

Sedangkan untuk dosis awal dan dosis terapi dari hipertensi,


dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.6. Dosis dari obat-obatan anti hipertensi (rekomendasi dari anggota panel
JNC / guideline 2014) 10

17

2.7. Hipertensi pada Kehamilan


Terdapat 4 kelas dari hipertensi pada ibu hamil:

Hipertensi kronis: hipertensi yang terjadi sebelum 20 minggu


gestasi atau persisten hingga > 12 minggu post partum

Gestational hypertension: peningkatan tekanan darah pertama kali


dideteksi pada minggu 20 gestasi tanpa proteinuria

Preeclampsia-eclampsia: onset baru hipertensi setelah 20 minggu


gestasi pada wanita normotensi dengan disertai > 300 mg
proteinuria dalam waktu 24 jam

Preeclampsia superimposed on underlying hypertension


Untuk pengobatan dari hipertensi pada kehamilan, obat pilihan

utamanya adalah methyldopa, karena tingkat keamanannya baik. Obat


pilihan lain yang juga aman antara lain clonidine dan hydralazine.
Sedangkan obat-obatan beta bloker sebaiknya digunakan dengan hatihati, karena dapat memperlambat pertumbuhan janin. Obat anti
hipertensi yang harus dihindari adalah golongan diuretik karena
menurunkan cairan tubuh serta golongan ACE inhibitor dan

18

Angiotensin receptor blocker karena memperlambat pertumbuhan janin


dan menyebabkan gagal ginjal pada fetus.

2.8. Hypertensive Crisis


Hypertensive crisis merupakan kondisi peningkatan tekanan
darah dalam waktu relatif singkat yang disertai kerusakan atau
mengancam kerusakan organ dan memerlukan penanganan segera
untuk mencegah kerusakan dan keparahan kerusakan. Ada 2 macam:

Hypertensive emergency: kondisi peningkatan tekanan darah yang


mengakibatkan kerusakan target organ secara akut

Hypertensive urgency: mengancam kerusakan target organ tapi


belum didapatkan tanda-tanda kerusakan target organ

1,2

Tidak ada tekanan darah tertentu yang digolongkan sebagai


krisis, namun kebanyakan pada tekanan darah 220/120, mulai muncul
kerusakan organ. Diagnosis dari hypertensive crisis dapat berdasarkan
anamnesa keluhan hipertensi maligna, misalnya pada jantung terdapat
angina pectoris, sesak nafas. Pada ginjal didapatkan oliguria dan pada
sistem saraf pusat dapat ditemukan sakit kepala, gangguan kesadaran
dan penglihatan. Pada pemeriksaan fisik, dipusatkan pada organ-organ
target. Pada jantung dapat ditemukan tanda-tanda payah jantung
seperti takikardia, gallop, dan ronki pada paru. Sedangkan pada sistem
saraf pusat dapat ditemukan gejala gangguan kesadaran dan
penglihatan. Pada pemeriksaan retina, dapat ditemukan papiledema
dan perdarahan. Pemeriksaan laboratorium yang penting antara lain:
BUN, kreatinin, dipstick urinalysis untuk mendeteksi hematuria/
proteinuria, EKG, dan foto thorax. 1,2
Penatalaksanaan dari hypertensive crisis pada prinsipnya adalah
menurunkan tekanan darah dengan cepat pada hipertensi emergency
(dalam beberapa jam, menggunakan obat injeksi). Sedangkan pada
hipertensi urgency, penurunan tekanan darah dapat dalam jangka
waktu satu hari dan menggunakan obat oral. 1 Pilihan obat injeksi
antara lain:

19

Tabel 2.7. Pilihan obat anti hipertensi parenteral untuk hypertensive crisis 2

Tabel 2.8. Dosis dan cara pemberian obat parenteral untuk hypertensive crisis 2

2.9. Hipertensi resisten


Hipertensi resisten adalah kegagalan mencapai target tekanan
darah pada pasien yang telah meminum dosis maksimal dari 3 regimen
meliputi diuretik. Harus disingkirkan kemungkinan adanya white coat
hypertension dan pseudohypertension. Kemungkinan lainnya adalah
kurang patuhnya pengobatan, beban volume karena penyakit ginjal,

20

serta konsumsi garam atau alkohol berlebihan. Karena banyak pasien


mengalami overload cairan, maka dapat dilakukan peningkatan atau
penambahan terapi diuretik. Sekitar 60% pasien merespons dengan
cara ini. 1

DAFTAR PUSTAKA
1. Fuster V, Walsh RA, ORourke RA, Poole-Wilson P. Hursts The
Heart 12th Edition. New York: Mc Graw Hill; 2012.

21

2. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo
J. Harrisons Principles of Internal Medicine 18th edition. New York:
Mc Graw Hill; 2012.
3. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwalds Heart
Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine 8th edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008.
4. Yogiantoro M, Pranawa, Irwanadi C, Santoso D, Mardiana N, Thaha
M, Widodo, Soewanto. Hipertensi. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit
Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: Airlangga University
Press; 2007. p. 210-217.
5. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. National Heart, Lung,
and Blood Institute Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure;
National High Blood Pressure Education Program Coordinating
Committee. The seventh report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure: the JNC 7 report. JAMA. 2003; 289(19):2560-2572.
6. Pickering TG, Hall JE, Appel LJ, Falkner BE, Graves J, Hill MN,
Jones DW et al. Recommendation for Blood Pressure
Measurement in Humans and Experimental Animals. Hypertension.
2005; 45: 142-161.
7. Silbernagl S, Lang F. Color Atlas of Pathophysiology. Stuttgart:
Georg Thieme Verlag; 2000. p. 208-213.
8. Weber MA, Schiffrin EL, White WB, Mann S, Lindholm LH,
Kenerson JG, Flack JM et al. Clinical Practice Guidelines for the
Management of Hypertension in the Community: A Statement by
the American Society of Hypertension and the International Society
of Hypertension. The Journal of Clinical Hypertension. 2014; 16 (1):
14-26.
22

9. Katzung BG. Basic & Clinical Pharmacology 10th edition. New York:
Mc Graw Hill; 2007.
10. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, DennisonHimmelfarb C, Handler J, Lackland DT et al. 2014 Evidence-Based
Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults:
Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint
National Committee (JNC 8). JAMA. 2014; 311 (5): 507-520.

23

Anda mungkin juga menyukai