Kelompok
: B17
Ketua
(1102014251)
Sekretaris
: Nora Saputri
(1102014197)
Anggota
: Mutammima Rizqiyani
(1102014173)
(1102014177)
(1102014220)
Tegar Maulana
(1102014261)
(1102014276)
Wahidin Nawawi
(1102014277)
(1102009181)
(1102010170)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
Jalan. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp. 62.21.4244574 Fax. 62.21. 4244574
DAFTAR ISI
Skenario .......................................................................................................................3
Kata Sulit ....................................................................................................................4
Pertanyaan ...................................................................................................................5
Jawaban .......................................................................................................................6
Hipotesa ......................................................................................................................7
Sasaran Belajar (Learning Object)...............................................................................8
Daftar Pustaka.............................................................................................................35
SKENARIO
Rona merah di pipi
Seorang perempuan berusia 30 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan demam
yang hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu. Keluahan lainnya mual, tidak nafsu makan, mulut
sariawan, nyeri pada persendian, rambut rontok dan pipi berwarna merah bila terkena sinar
matahari.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu subferis, konjungtiva pucat, terdapat sariawan
di mulut. Pada wajah terlihat malar rash. Pemeriksaan fisik lain tidak didapatkan kelainan.
Dokter menduga pasien menderita Sistemic Lupus Eritematosus.
Kemudian dokter menyarankan pemeriksaan laboratorium hematologi, urin dan marker
autoimun (autoantibodi misalnya anti ds-DNA). Dokter menyarankan untuk dirawat dan
dilakukan follow up pada pasien ini. Dokter menyarankan agar pasien bersabar dalam
menghadapi penyakit karena membutuhkan penanganan seumur hidup.
Cat : ds-DNA = double-stranded DNA
KATA-KATA SULIT
1. Malar rash
2. Suhu subfebris
3. Marker autoimun
4. Konjungtiva
PERTANYAAN
1. Mengapa bisa muncul malar rash?
2. Mengapa bisa ditemukan konjungtiva pucat?
3. Mengapa penyakit tersebut ditandai dengan keluhan rambut rontok dan nyeri
persendian?
4. Mengapa butuh penanganan seumur hidup?
5. Mengapa dokter menyarankan pemeriksaan urin?
6. Mengapa dokter menyarankan untuk dirawat dan di follow up?
7. Apa yang menyebabkan Sistemic Lupus Eritematosus?
8. Bagaimana pandangan Islam dalam menghadapi sabar?
9. Apa saja jenis-jenis pemeriksaan penunjang Sistemic Lupus Eritematosus?
10. Mengapa Sistemic Lupus Eritematosus banyak menyerang wanita?
11. Mengapa terjadi demam subfebris?
12. Apakah Sistemic Lupus Eritematosus dapat menyebabkan komplikasi?
13. Mengapa muncul sariawan?
14. Apa resiko jika pengobatan tidak selesai?
15. Bagaimana membedakan autoimun nonself dan autoimun self?
JAWABAN
1. Karena sinar matahari memicu apoptosis di pipi (terdapat banyak jaringan longgar).
2. Karena pada hasil pemeriksaan hematologi ditemukan anemia yang menyebabkan
hemoglobin menurun.
3. Karena diduga ada faktor genetik pada MHCII. Pada saat itu kompleks imun
meningkat, dan jika mengendap di kulit kepala maka akan menyebabkan rambut rontok.
Dan jika mengendap di persendian akan menyebabkan nyeri persendian.
4. Untuk mengurangi resiko munculnya gejala yang lain dan mencegah memburuknya
penyakit.
5. Untuk mengetahui adanya nefritis lupus.
6. Karena pasien tersebut butuh penanganan seumur hidup.
7. Lingkungan, genetik, hormonal.
8. QS Al-Baqarah 155-157
9. Pemeriksaan urin, pemeriksaan
pemeriksaan serologi(ANA).
marker
autoimun,
pemeriksaan
hematologi,
10. Karena pada wanita banyak terdapat estrogen. Pada saat melahirkan, prolaktin
meningkat.
11. Karena penyakit ini bukan dari infeksi bakteri.
12. Bisa.
13. Karena terjadi inflamasi di mukosa mulut.
14. Bisa terjadi komplikasi lainnya.
15. Dilihat dari gagalnya sel tolerans sel B sel T.
HIPOTESIS
Sistemic Lupus Eritematosus merupakan penyakit autoimun yang disebabkan oleh
gagalnya sel toleranselBselT, dengan faktor resiko seperti lingkungan, genetik,
humonal(estrogen dan prolaktin pada wanita), gejala seperti malar rash, nyeri sendi, chest pain
yang disertai bercak-bercak merah, dan demam subfebris, gold standar diagnosis Sistemic
Lupus Eritematosus adalah tes serologi ANA dan anti ds-DNA, pengobatan Sistemic Lupus
Eritematosusbersifat simtomatik dan seumur hidup, maka dari itu penderita harus baersabar
dalam menghadapi penyakit Sistemic Lupus Eritematosus.
SASARAN BELAJAR
LO 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TENTANG AUTOIMUN
LI.1.1 Definisi autoimun
LI.1.2 Klasifikasi autoimun
LI.1.3 Mekanisme autoimun
LO 2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TENTANG SISTEMIC LUPUS
ERITEMATOSUS
LI.2.1 Definisi Sistemic Lupus Eritematosus
LI.2.2 Epidemiologi Sistemic Lupus Eritematosus
LI.2.3 Etiologi Sistemic Lupus Eritematosus
LI.2.4 Klasifikasi Sistemic Lupus Eritematosus
LI.2.5 Patofisiologi Sistemic Lupus Eritematosus
LI.2.6 Manifestasi Sistemic Lupus Eritematosus
LI.2.7 Diagnosis dan Diagnosis banding Sistemic Lupus Eritematosus
LI.2.8 Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium Sistemic Lupus Eritematosus
LI.2.9 Tata laksana Sistemic Lupus Eritematosus
LI.2.10 Komplikasi Sistemic Lupus Eritematosus
LI.2.11 Prognosis Sistemic Lupus Eritematosus
LO3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TENTANG PANDANGAN
TENTANG SABAR, RIDHO DALAM MENGHADAPI MUSIBAH
ISLAM
SASARAN BELAJAR
LO 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TENTANG AUTOIMUN
LI.1.1 Definisi autoimun
Autoimunitas adalah respons imun terhadap antigen jaringan sendiri yang
disebabkan oleh mekanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan selftolerence sel B, sel T atau keduanya.
Penyakit autoimun adalah kerusakan jaringan atau gangguan fungsi fisiologis
yang ditimbulkan oleh respon autoimun. Penyakit-penyakit autoimun secara khas
mencirikan peradangan dari beragam jaringan-jaringan tubuh. Dapat disertai penyakit
atau penyakit yg ditimbulkan mekanisme lain (seperti infeksi). Penyakit autoimun ini
berkaitan dengan sistem antibodi yang berlebihan dalam tubuh, dimana jaringan tubuh
dianggap sebagai Benda Asing.
LI.1.2 Klasifikasi autoimun
Jenis Penyakit Autoimun Penyakit Autoimun
Menurut Mekanisme
Anemia pernisiosa
Gastritis antral difus
Hepatitis autoimun
Miokarditis
Kardiomiopati
Glomerulonefritis
Sindrom goodpasture
Sindrom guillane bare
Vaskulitis saraf perifer
Penyakit grave
9
endokrin
Penyakit autoimun otot
Penyakit autoimun
reproduksi
Penyakit autoimun
telinga dan tenggorokan
Tiroiditis primer
Miastenia gravis
Polimiositisdermatomiositis
Granulomatosa Wegener
Sarkoidosis
-
Menurut Nonorgan
Spesifik / Sistemik
Lupus eritematosus
sistemik
Skleroderma
Sindrom sjogre
Artritis rheumatoid
Sistitis anterstisial
Sindrom antibody
antifosfolipid
Vaskulitis
10
Salah satu contohnya adalah pada Myelin Basic Protein (MBP), yaitu antigen
yang terletak di luar sistem imun; MBP tidak terjangkau oleh sistem imun karena
dihalang oleh blood-brain barrier. Pada percobaan, seekor hewan diinjeksi dengan
MBP + adjuvant, yaitu untuk memaksimalisasi respon imun. Pada kasus tersebut,
sistem imun hewan percobaan terpajan oleh antigen self yang asing, namun dalam
keadaan nonfisiologis (dalam keadaan percobaan). Pada eksperimen yang sama,
ternyata kasus tersebut dapat dicegah apabila MBP diinjeksi langsung ke timus,
sehingga sel T dapat terpajan oleh antigen terkait pada saat pematangannya.
(Kindt, et. al., 2007)
B. Mimikri Molekuler
Oleh karena berbagai hal, mikroba dan virus dapat menyebabkan terjadinya
autoimunitas. Perlu disadari bahwa manusia terserang penyakit di mana penyakit
tersebut endemik di wilayah tertentu. Namun seiring dengan perkembangan
zaman, mobilitas manusia meningkat, dan menariknya, tingkat kejadian
autoimunitas juga meningkat. Hal ini diduga karena beberapa mikroba atau virus
tertentu memiliki determinan antigen yang mirip dengan antigen sel yang dimiliki
host. Hal ini dinamakan mimikri. Pada satu studi, sebanyak 600 antibodi
monoklonal yang spesifik terhadap 11 virus dites reaktivitasnya terhadap sel tubuh
host. Sebanyak 3% dari antibodi spesifik virus tersebut ternyata juga berikatan
dengan sel tubuh normal, sehingga disimpulkan bahwa mimikri molekuler bisa
menjadi fenomena yang sering terjadi. (Kindt, et. al., 2007)
C. Ekspresi MHC kelas II yang Tidak Sesuai
Pada penderita insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM), sel beta
pankreasnya mengekspresi molekul MHC kelas I dan II dalam kadar yang tinggi.
Sel beta yang normal seharusnya memproduksi MHC kelas I yang rendah, dan
sama sekali tidak mengekspresi MHC kelas II. Ekspresi yang tidak tepat ini, yang
seharusnya hanya diekspresi oleh Antigen Presenting Cell (APC), menyebabkan
sensitasi sel T-Helper kepada peptida sel beta, yang kemudian dapat mengaktivasi
sel B atau sel Tc dan menyerang antigen self. (Kindt, et. al., 2007)
LO 2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TENTANG SISTEMIC LUPUS
ERITEMATOSUS
LI.2.1 Definisi Sistemic Lupus Eritematosus
Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus) adalah penyakit
autoimun di mana sistem kekebalan tubuh menyerang sel tubuh sendiri,
mengakibatkan peradangan dan kerusakan jaringan. Lupus dapat mempengaruhi
setiap bagian tubuh, tetapi paling umum mempengaruhi kulit, sendi, ginjal, jantung
dan pembuluh darah. Perjalanan penyakit ini tidak dapat diprediksi, dengan periode
suar (flare) dan remisi. Lupus dapat terjadi pada semua usia dan lebih umum pada
perempuan. Manifestasi kulit cukup bervariasi dan dapat hadir dengan lesi
terlokalisasi, rambut rontok menyebar dan kepekaan terhadap matahari. Nama kondisi
ini berasal dari fakta bahwa ruam fotosensitif yang terjadi pada wajah menyerupai
serigala.
11
13
14
Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti radiasi
ultra violet, obat-obatan, virus. Sinar UV mengarah pada self-immunity dan hilang
toleransi karena menyebabkan apoptosis keratinosit. Selain itu sinar UV
menyebabkan pelepasan mediator imun pada penderita lupus, dan memegang
peranan dalam fase induksi yanng secara langsung merubah sel DNA, serta
mempengaruhi sel imunoregulator yang bila normal membantu menekan
terjadinya kelainan pada inflamasi kulit. Pengaruh obat memberikan gambaran
bervariasi pada penderita lupus, yaitu meningkatkan apoptosis keratinosit. Faktor
lingkungan lain yaitu peranan agen infeksius terutama virus rubella,
sitomegalovirus, dapat mempengaruhi ekspresi sel permukaan dan apoptosis.
3.
15
16
B. Gejala Muskuloskeletal
Pada anak-anak gejala yang paling sering ditemukan, dapat berupa athralgia
(90%) dan sering mendahului gejala-gejala lainnya. Yang paling sering terkena adalah
sendi interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan tangan,
metakarpophalangeal, siku dan pergelangan kaki.
Artritis dapat terjadi pada lebih dari 90% anak, umumnya simetris, terjadi pada
beberapa sendi besar maupun kecil. Biasanya sangat responsif terhadap terapi
dibandingkan dengan kelainan organ yang lain pada LES. Arthritis pada tangan dapat
menyebabkan kerusakan ligament dan kekakuan sendi yang berat. Osteonecrosis
umum terjadi dan dapat timbul belakangan setelah dalam pengobatan kortikosteroid
dan vaskulopati.
Berbeda dengan JRA, arthritis LES umumnya sangat nyeri, dan nyeri ini tak
proporsional dengan hasil pemeriksaan fisik sendi. Pemeriksaan radiologis
menunjukkan osteopeni tanpa adanya perubahan pada tulang sendi. Anak dengan JRA
polyarticular yang beberapa tahun kemudian dapat menjadi LES. Berikut merupakan
mekanisme arthritis pada SLE.
C. Gejala Mukokutan
Kelainan kulit atau selaput lendir ditemukan pada 55% kasus SLE.
1. Lesi Kulit Akut
Ruam kulit yang paling dianggap khas adalah ruam kulit berbentuk
kupu-kupu (butterfly-rash) berupa eritema yang sedikit edematus pada hidung
dan kedua pipi. Karakteristik malar atau ruam kupu-kupu termasuk jembatan
hidung dan bervariasi dari merah pada erythematous epidermis hingga
penebalan scaly patches.
Ruam mungkin akan fotosensitif dan berlaku untuk semua daerah
terkena sinar matahari. Lesi-lesi tersebut penyebarannya bersifat sentrifugal
dan dapat bersatu sehingga berbentuk ruam yang tidak beraturan. Dengan
pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat sembuh tanpa bekas.
17
3. Lesi Diskoid
Sebesar 2 sampai 2% lesi discoid terjadi pada usia di bawah 15 tahun.
Sekitar 7 % lesi discoid akan menjadi LES dalam waktu 5 tahun, sehingga
perlu di monitor secara rutin. Hasil pemeriksan laboratorium menunjukkan
adanya antibodi antinuclear (ANA) yang disertai peningkatan kadar IgG yang
tinggi dan lekopeni ringan.
Ruam diskoid adalah ruam pada kulit leher, kepala, muka, telinga,
dada, punggung, dan ekstremitas yang menimbul dan berbatas tegas, dengan
diameter 5-10 mm, tidak gatal maupun nyeri Berkembangnya melalui 3 tahap,
yaitu erithema, hiperkeratosis dan atropi. Biasanya tampak sebagai bercak
eritematosa yang meninggi, tertutup oleh sisik keratin disertai oleh adanya
penyumbatan folikel. Kalau sudah berlangsung lama akan terbentuk sikatrik.
Lesi diskoid tidak biasa di masa kanak-kanak. Namun, mereka terjadi lebih
sering sebagai manifestasi dari SLE daripada sebagai diskoid lupus
erythematosis (DLE) saja; 2-3% dari semua DLE terjadi di masa kanak-kanak.
4. Livido Retikularis
Suatu bentuk vaskulitis ringan, sering ditemukan pada SLE. Vaskulitis kulit
dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil sampai yang besar.
Sering juga tampak perdarahan dan eritema periungual.
5. UrtikariaBiasanya menghilang perlahan-lahan beberapa bulan setelah penyakit
tenang secara klinis dan serologis.
18
Gangguan darah
10
Gangguan
imunologi
11
Antibodi antinuklear
Leukopenia <4000/mm
Limfopenia <1500
Trombositopenia <100.000
a. Terdapat salah satu kelainan
b. Anti ds-DNA diatas titer normal
c. Anti-Sm(Smith) (+)
d. Antibodi fosfolipid (+) berdasarkan kadar
serum IgG atau IgM antikardiolipin yang
abnormal
e. Antikoagulan lupus (+) dengan menggunakan
tes standar
f. tes sifilis (+) palsu, paling sedikit selama 6
bulan dan dikonfirmasi dengan ditemukannya
Treponema palidum atau antibodi
treponemaAnti dsDNA diatas titer normal
Tes ANA +
Titer abnormal dari antibody anti-nuklear
berdasarkan pemeriksaan imunofluoresensi atau
pemeriksaan setingkat pada setiap kurun waktu
perjalanan penyakit tanpe keterlibatan obat yang
diketahui berhubungan dg sindroma lupus yang
diinduksi obat.
Keterangan:
a. Klasifikasi ini terdiri dari 11 kriteria dimana diagnosis harus memenuhi 4 dari 11
kriteria tersebut yang terjadi bersamaan atau dengan tenggang waktu
b. Modifikasi kriteria ini dilakukan pada tahun 1997
Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria diatas, diagnosis SLE memiliki sensitisitas 85%
dan spesitifitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria salah satunya ANA positif, maka
sangat mungkin SLE dan diagnosis bergantung pada pengamatan klinis. Bila hasil tes
ANA negative, maka kemungkinan bukan SLE. Apabila hanya tes ANA positif dan
manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum tentu SLE, dan observasi jangka
panjang diperlukan.
Diagnosis Banding
Dengan adanya gejala di berbagai organ, maka penyakit-penyakit yang didiagnosis
banding banyak sekali. Beberapa penyakit yang berasosiasi dengan LES mempunyai
gejala-gejala yang dapat menyerupai LES, yaitu arthritis reumatika, sklerosis
sistemik, dermatomiositis, dan purpura trombositopenik.
Ciri-ciri
Gangguan ginjal
Nyeri sendi
Rambut rontok
Sariawan
Demam ringan
Butterfly rash
LES
Arthritis
reumatoid
Poliomielitis
Skleroderma
21
Edema
22
Anti-RNP
40
Anti-Ro (SS-A)
30
Anti-La (SS-B)
10
Antihistone
70
Antiphospholipi
d
50
Antierythrocyte
60
Membran eritrosit
Antiplatelet
30
Permukaan
perubahan
sitoplasmik
platelet.
dan
antigen
pada
Antineuronal
(termasuk antiglutamate
receptor)
60
Neuronal
permukaan
limfosit
dan
antigen
24
Antiribosomal P
20
DNA melalui toleransi spesifik antigen secara selektif. Substansi ini merupakan
suatu senyawa sintetik yang terdiri dari rangkaian deoksiribonukleotida yang
terikat pada rantai trietilen glikol.
4. Anti B lymphocyte stimulator
Stimulator limfosit B (BlyS) merupakan bagian dari sitokin TNF (tumor necrosis
factor), yang mempresentasikan sel B. LymphoStatB merupakan antibod
monoklonal terhadap BlyS.
5. Sitokin inhibitor
Meskipun telah ada penelitian yang menunjukkan penurunan sekresi TNF alfa dan
meliorasi leukopenia, proteinuria dan deposisi imun kompleks pada binatang
percobaan, namun tidak ada studi klinis agen anti TNF yang diberikan pada
penderita SLE.
6. Anti malaria
Obat anti malaria yang digunakan pada SLE adalah hidroksiklorokuin, klorokuin,
dan quinakrin. Digunakan untuk keluhan konstitusional, manifestasi di kulit,
musculoskeletal dan serositis. Kombinasi obat antimalaria memiliki efek sinergis
dan digunakan bila penggunaan satu macam obat tidak efektif. Hidroksiklotokuin
(200400 mg/hari) dan Quinakrin (100 mg/hari) sebagai steroid sparing agent
memiliki efek samping yang ringan dan reversibel, yaitu perubahan warna kulit
menjadi kekuningan.
Mekanisme bagaimana hidroksiklorokuin mencegah kerusakan organ belum jelas.
Hidroksiklorokuin menurunkan kadar lipid dan kemungkinan anti trombotik. Yang
perlu diperhatikan adalah efek samping pada mata meskipun relatif aman bila
digunakan pada dois rendah (< 6,5 mg/kgBB/hari). Namun demikian rekomendasi
saat ini adalah melakukan pemeriksaan mata sebelum mulai pengobatan dan setiap
6 12 bulan kemudian. Antimalaria jarang sekali menyebabkan kelainan
kongenital pada janin. Oleh karena itu direkomendasaikan untuk diberikan juga
pada penderita nefropati lupus yang hamil dan dapat diberikan sampai masa
menyusui. Kejadian IUGR juga berkurang dengan pemberian hidroksiklorokuin.
Hormon Seks
Bromokriptin yang secara selektif menghambat hipofise anterior untuk mensekresi
prolaktin terbukti bermanfaat mengurangi aktifitas penyakit SLE.
Dehidroepiandrosteron (DHEA) bermanfaat untuk SLE dengan aktifitas ringan
sampai sedang. Danazole (sintetik steroid) dengan dosis 400-1200 mg/hari
bermanfaatuntuk mengontrol sitopenia autoimun terutama trombositopeni dan anemia
hemolitik. Estrogen replacement therapy (ERT) dapat dipertimbangkan pada pasienpasien SLE yang mengalami menopause, namun masih terdapat perdebatan mengenai
kemampuan kontraseptif oral atau ERT dalam menimbulkan flare SLE. Untuk itu
terapi ini harus ditunda pada pasien dengan riwayat trombosis.
Kortikosteroid
Kortikosteroid efektif untuk menangani berbagai macam manifestasi klinis
SLE. Sediaan topikal atau intralesi digunakan untuk lesi kulit, sediaan intra artikular
digunakan untuk artritis, sedangkan sediaan oral atau parenteral untuk kelainan
sistemik. Pemberian per oral dosisnya bervariasi dari 5-30 mg prednison
(metilprednisolon) per hari secara tunggal atau dosis terbagi, efektif untuk mengobati
keluhan konstitusional, kelainan kulit, arthritis dan serositis. Seringkali kortikosteroid
diberikan bersamaan dengan antimalaria atau imunomodulator dengan tujuan untuk
28
31
153. Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
154. Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan
Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu
tidak menyadarinya.
32
155. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar.
156. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna
lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun".
Mengenai sabar, Allah SWT berfirman, wahai sekalian orang-orang yang beriman,
bersabarlah kamu sekalian dan teguhkanlah kesabaranmu itu dan tetaplah bersiap
siaga (QS.Ali imran : 200)
Ayat ini memerintahkan untuk bersabar dalam menjalani ketaatan ketika mengalami
musibah, menahan diri dari maksiat dengan jalan beribadah dan berjuang melawan
kekufuran, serta bersiap siaga penuh untuk berjihad di jalan Allah SWT. Tentang ayat
ini, Sahl bin Saad meriwayatkan sebuah hadis dari Rasulullah SAW bahwa, Satu
hari berjihad di jalan Allah itu lebih baik ketimbang dunia dengan segala isinya (HR.
Al-Bukhari dan At-Tirmidzi).
2. IKHLAS
Definisi ikhlas menurut bahasa adalah sesuatu yang murni yang tidak tercampur
dengan hal-hal yang bisa mencampurinya.
Definisi ikhlas menurut istilah syari (secara terminologi) Syaikh Abdul Malik
menjelaskan, Para ulama bervariasi dalam mendefinisikan ikhlas namun hakikat
dari definisi-definisi mereka adalah sama. Diantara mereka ada yang
mendefenisikan bahwa ikhlas adalah menjadikan tujuan hanyalah untuk Allah
tatkala beribadah, yaitu jika engkau sedang beribadah maka hatimu dan wajahmu
engkau arahkan kepada Allah bukan kepada manusia.
Ada yang mengatakan juga bahwa ikhlas adalah membersihkan amalan dari
komentar manusia, yaitu jika engkau sedang melakukan suatu amalan tertentu
maka engkau membersihkan dirimu dari memperhatikan manusia untuk
mengetahui apakah perkataan (komentar) mereka tentang perbuatanmu itu.
Cukuplah Allah saja yang memperhatikan amalan kebajikanmu itu bahwasanya
engkau ikhlas dalam amalanmu itu untukNya. Dan inilah yang seharusnya yang
diperhatikan oleh setiap muslim, hendaknya ia tidak menjadikan perhatiannya
kepada perkataan manusia sehingga aktivitasnya tergantung dengan komentar
manusia, namun hendaknya ia menjadikan perhatiannya kepada Robb manusia,
karena yang jadi patokan adalah keridhoan Allah kepadamu (meskipun manusia
tidak meridhoimu).
Ayat ayat Al-Quran tentang ikhlas:
"Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa)
kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)." (QS. AzZumar: 2-3).
33
Sesungguhnya dien atau agama atau jalan hidup (yang diridhai) di sisi Allah
hanyalah Islam. (QS Ali Imran ayat 19)
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah shollallahu alaih wa sallam itu
suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS Al-Ahzab
ayat 21)
34
DAFTAR PUSTAKA
Alquran dan terjemahan
Baratawidjaja, Karnen Garna, Iris Rengganis. 2010. Imunologi Dasar. Ed. 11. FKUI:Jakarta.
Dorland, W.A.N. 2010. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Goodman & Gilman. 2006. The Pharmacological Basis Of Therapeutics 11th ed. McGraw
Hill, New York.
Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. (2009). Farmakologi dan Terapi. Edisi V,
Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI
Isbagio H, Kasjmir Y.I, Setyohadi B, Suarjana N. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V, vol
III Jakarta : Departemen Penyakit Dalam FKUI.
Kumar. Cotran. Robbins . 2007. Buku ajar patologi edisi 7. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
35