Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

FRAKTUR VERTEBRA

DISUSUN OLEH:
Riza Tafson
NIM: 030 10 238

PEMBIMBING:
dr. Radi Muharris Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI
PERIODE 18 AGUSTUS 25 OKTOBER 2014
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan2
Kata Pengantar...3
Bab I: Pendahuluan4
Bab II: Vertebra.....6
Bab III: Fraktur Vertebra Servikal...15
Bab IV: Fraktur Vertebra Thorakolumbal....21
Bab V: Kesimpulan..30
Daftar Pustaka..31

LEMBAR PENGESAHAN
1

Dengan Hormat,

Penyusunan tugas referat dengan judul FRAKTUR VERTEBRA telah dilaksanakan


oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti:
Nama : Riza Tafson
NIM

: 030 10 238

dengan hasil yang sudah diterima dan disetujui oleh pembimbing dr. Radi Muharris Sp.OT
sebagai salah satu syarat mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah di
Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi periode 18 Agustus 25 Oktober 2014.

Bekasi, 2014

Pembimbing
dr. Radi Muharris Sp.OT

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan
rakhmatnya maka penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul Fraktur Vertebra
sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah di Rumah Sakit
Umum Daerah Bekasi periode 18 Agustus 25 Oktober 2014.
Tersusunnya referat ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak,
maka pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada pembimbing dr. Radi Muharris Sp.OT dan juga kepada semua pihak yang
turut membantu dalam penyusunan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu diharapkan
kritik dan saran yang membangun. Semoga tugas referat yang telah dilaksanakan dapat
berguna juga bagi penulis maupun pembaca.

Bekasi, . . 2014

Penulis
Riza Tafson

BAB I PENDAHULUAN

Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton dari
leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum). Fungsi
vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut saraf, menyokong berat badan dan
berperan dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 ruas
dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.1
Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh ligamen di depan
dan dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai daya absorbsi tinggi
terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibel dan elastis. Semua trauma
tulang belakang harus dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama
dan transportasi ke rumah sakit harus diperlakukan dengan hati-hati.2,3
Trauma tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligamen, diskus dan
faset tulang belakang dan medulla spinalis. Penyebab trauma tulang belakang adalah
kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah raga (22%), terjatuh dari ketinggian (24%), dan
kecelakaan kerja.2,3
Fraktur tulang belakang adalah cedera serius. Fraktur yang paling umum dari tulang
belakang terjadi vertebra servikal dan lumbal atau pada sambungan dari torakolumbal
junction. Patah tulang ini biasanya disebabkan oleh kecelakaan kecepatan tinggi, seperti
kecelakaan mobil atau jatuh dari ketinggian. 4
Pria mengalami fraktur tulang belakang dada atau lumbal empat kali lebih sering
daripada wanita. Usia juga berisiko untuk terjadi fraktur ini, karena tulang melemah yang
disebabkan osteoporosis. 4
Karena energi yang didapat saat terkena fraktur

tulang belakang, pasien sering

mengalami cedera tambahan yang memerlukan penatalaksanaan lebih. Spinal cord dapat
terluka, tergantung pada tingkat keparahan fraktur tulang belakang. 4

Gejala dari cedera vertebra bervariasi tergantung dari lokasi cedera. Cedera pada spinal
cord dapat menyebabkan kelemahan otot dan mati rasa pada tempat tempat tertentu. Jenis
cedera tulang belakang adalah keadaan kegawatdaruratan medis dan membutuhkan operasi
yang segera. Rentang waktu antara cedera dan penatalaksanaan dapat berpengaruh pada hasil
akhir.5
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik sekaligus
mengetahui definisi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, komplikasi dan penatalaksanaan
dari fraktur vertebra. Pengetahuan mengenai ini perlu disosialisasikan kepada dokter dan
masyarakat, dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan harapan hidup penderita.

BAB II VERTEBRA

2.1 Anatomi Vertebra


5

Vertebra adalah pilar yang berfungsi sebagai penyangga tubuh dan

melindungi

medulla spinalis. Pilar itu terdiri atas 33 ruas tulang belakang yang tersusun secara segmental
yang terdiri atas 7 ruas tulang servikal (vertebra servikalis), 12 ruas tulang torakal (vertebra
torakalis), 5 ruas tulang lumbal (vertebra lumbalis), 5 ruas tulang sakral yang menyatu
(vertebra sakral), dan 4 ruas tulang ekor (vertebra koksigea).6
Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena adanya
dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Pada pandangan dari
samping, pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau lordosis di daerah servikal dan
lumbal. Keseluruhan vertebra maupun masing-masing tulang vertebra berikut diskus
intervertebralisnya merupakan satu kesatuan yang kokoh dengan diskus yang memungkinkan
gerakan antar korpus ruas tulang belakang. Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah
yang terbesar. Vertebra torakal berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang rusuk yang
membentuk toraks, sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih
besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya semakin kecil.6
Secara umum, struktur tulang belakang tersusun atas dua yaitu :
1. Korpus vertebra beserta semua diskus intervetebra yang berada di antaranya.
2. Elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri atas lamina, pedikel,
prosesus spinosus, prosesus transversus dan pars artikularis, ligamentum-ligamentum
supraspinosum dan intraspinosum, ligamentum flavum, serta kapsul sendi.
Setiap ruas tulang belakang terdiri atas korpus di depan dan arkus neuralis di belakang
yang di situ terdapat sepasang pedikel kanan dan kiri, sepasang lamina, 2 pedikel, 1 prosesus
spinosus, serta 2 prosesus transversus. Beberapa ruas tulang belakang mempunyai bentuk
khusus, misalnya tulang servikal pertama yang disebut atlas dan ruas servikal kedua yang
disebut odontoid. Kanalis spinalis terbentuk antara korpus di bagian depan dan arkus neuralis
di bagian belakang. Kanalis spinalis ini di daerah servikal berbentuk segitiga dan lebar,
sedangkan di daerah torakal berbentuk bulat dan kecil. Bagian lain yang menyokong
6

kekompakan ruas tulang belakang adalah komponen jaringan lunak yaitu ligamentum
longitudinal anterior, ligamentum longitudinal posterior, ligamentum flavum, ligamentum
interspinosus, dan ligamentum supraspinosus.6
Stabilitas tulang belakang disusun oleh dua komponen, yaitu komponen tulang dan
komponen jaringan lunak yang membentuk satu struktur dengan tiga pilar. Pertama yaitu satu
tiang atau kolom di depan yang terdiri atas korpus serta diskus intervertebralis. Kedua dan
ketiga yaitu kolom di belakang kanan dan kiri yang terdiri atas rangkaian sendi
intervertebralis lateralis. Tulang belakang dikatakan tidak stabil, bila kolom vertikal terputus
pada lebih dari dua komponen.6
Terdapat dua tipe berdasarkan kestabilannya, yaitu: 6
-

Cedera stabil : jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla spinalis
anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan normal, ligamen
posterior tidak rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi

dan burst fraktur adalah contoh cedera stabil.


Cedera tidak stabil : cedera yang dapat bergeser dengan gerakan normal karena
ligamen posteriornya rusak atau robek. Fraktur medulla spinalis disebut tidak
stabil jika kehilangan integritas dari ligamen posterior. Menentukan stabil atau
tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan radiografi
minimal ada 4 posisi yaitu anteroposterior, lateral, oblik kanan dan kiri. Dalam
menilai stabilitas vertebra, ada tiga unsur yamg harus dipertimbangkan yaitu
kompleks posterior (kolumna posterior), kompleks media dan kompleks anterior
(kolumna anterior).

Pembagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut :6


1. kolumna anterior yang terbentuk dari ligament longitudinal dan 2/3 bagian anterior
dari corpus vertebra, diskus dan annulus vertebralis.

2. kolumna media yang terbentuk dari 1/3 bagian posterior dari corpus vertebralis,
diskus dan annulus vertebralis.
3. kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus
tulang posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa.
Medulla spinalis berjalan melalui tiap-tiap vertebra dan membawa saraf yang
menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke berbagai area tubuh. Semakin tinggi
kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin luas trauma yang diakibatkan. Misal, jika
kerusakan saraf tulang belakang di daerah leher, hal ini dapat berpengaruh pada fungsi di
bawahnya dan menyebabkan seseorang lumpuh pada kedua sisi mulai dari leher ke bawah
dan tidak terdapat sensasi di bawah leher. Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sakral
mengakibatkan sedikit kehilangan fungsi.6

2.2 Medulla Spinalis


Medulla spinalis berawal dari ujung bawah medulla oblongata di foramen magnum.
Pada dewasa berakhir di sekitar tulang L1 berakhir menjadi konus medularis. Selanjutnya
akan berlanjut menjadi kauda equine yang lebih tahan terhadap cedera. Dari berbagai traktus
di medulla spinalis secara klinis traktus kortikospinalis, traktus spinothalamikus dan kolumna
posterior. Setiap pasang traktus dapat cedera pada satu atau kedua sisinya.7
Traktus kortikospinal yang terletak dibagian posterolateral medulla spinalis mengatur
kekuatan motorik tubuh ipsilateral dan diperiksa dengan melihat kontraksi otot volunteer atau
melihat respon involunter dengan rangsang nyeri. Traktus spinotalamikus yang terletak di
anterolateral medulla spinalis membawa sensais nyeri dan suhu dari sisi kontralateral tubuh.
Secara umum diperiksa dengan tusukan atau sentuhan ringan. Kolumna posterior membawa
sensasi posisi (proprioseptif), getar dan sentuh dari bagian tubuh ipsilateral. Kolumna ini
diperiksa dengan sensasi posisi ibu jari dan jari-jari atau getar dengan garpu tala.7
8

Keadaan dimana tidak ada lagi fungsi sensorik dan motorik dibawah level tertentu
disebut dengan cedera medulla spinalis kompllit. Dalam minggu pertama pasca trauma,
diagnosis belum dapat ditegakkan secara pasti karena masih ada kemungkinan terjadisyok
spinal. Cedera inkomplit adalah cedera dimana masih ada fungsi motorik atau sensorik yang
tersisia, prognosisnya lebih baik dibandingkan cedera komplit. Sisa sensasi di daerah perianal
mungkin hanya satu-satunya tanda dari fungsi yang tersisa. Sacralsparing dapat ditunjukan
oleh preservasi sensorik di region perianal dan/atau kontraksi volunteer sfingter ani.7
2.3 Dermatom
Dermatom adalah daerah kulit yang dipersarafi oleh akson sensoris radiks saraf
segmen tertentu. Pengetahuan mengenai beberapa level dermatom yang penting sangat
berguna dalam menentukan level trauma dan menilai adanya perbaikan atau perburukan.
Level sensoris dermatom dengan fungsi sensoris normal yang paling rendah dan seringkali
berbeda pada kedua sisi tubuh. Untuk alas an praktis, dermatom servikal atas (C1-C4) sangat
bervariasi dalam distribusi ke kulit dan tidak dipakai dalam lokalisasi. Namun nervus
supraclavicularis (C2-C4) member inervasi sensorik ke daerah yang menutupi muskulus
pektoralis. Adanya senasi pada daerah ini dapat membingungkan pemeriksa pada saat
mencoba menentukan level sensorik pada pasien dengan cedera servikal bawah. Daerah yang
dapat dijadikan patokan : 7

C2 Protuberensia oksipitalis
C3 Fossa Supraklavikularis
C4 Puncak Sendi akromioklavikularis
C5 Sisi lateral lengan atas
C6 Ibu jari tangan
C7 Jari tengah tangan
C8 Jari kelingking tangan
T1 Sisi medial fossa antekubiti
T2 Puncak Axila
T3 Ruang Interkostal III
T4 Ruang Interkostal IV (Papilla mammae)
9

T5 Ruang Interkostal V (Antara T4-T6)


T6 Ruang Interkostal VI (Processus xifoideus)
T7 Ruang Interkostal VII (Antara T6 - T8)
T8 Ruang Interkostal VIII (Antara T6 - T10)
T9 Ruang Interkostal IX (Antara T8 - T10)
T10 Ruang Interkostal X (Umbilikus)
T11 Ruang Interkostal XI (Antara T8 - T10)
T12 Pertengahan ligamentum inguinalis
L1 Pertengahan antara T10 dan L2
L2 Pertengahan anterior paha
L3 Kondilus femoralis Medialis
L4 Maleolus medialis
L5 Dorsum pedis pada sendi metatarsofalangeal III
S1 Lateral Tumit
S2 Fossa Poplitea pada garis tengah
S3 Tuberositas iskium
S4-S5 Daerah perianal

10

2.4 Myotom
Setiap radiks saraf mempersarafi lebih dari satu otot dan kebanyakan otot dipersarafi
lebih dari satu radiks (biasanya dua). Walaupun begitu supaya mudah beberapa otot atau

11

kelompok otot diidentifikasi sebagai perwakilan dari segmen saraf spinal tertentu. Daerah
otot yang penting adalah:7

C5 Fleksor siku (M. Biceps, brachialis)


C6 Ekstensor pergelangan tangan (M. Ekstensor karpi radialis longus-brevis)
C7 Ekstensor siku (M.Triseps)
C8 Fleksor jari (M. Fleksor digitorum profundus) pada jari tengah
T1 Abduktor jari kelingking (M. Abduktor digiti minimi)
L2 Fleksor panggul (M. Iliopsoas)
L3 Ekstensor lutut (M. Kuadriseps)
L4 Dorsofleksor pergelangan kaki (M. Tibialis Anterior)
L5 Ekstensor jempol kaki (M. Ekstensor halusis longus)
S1 Plantarfleksor pergelangan kaki (M. Gastroknemius soleus)

2.5 Mekanisme Cedera


Pada cedera tulang belakang, mekanisme cedera yang mungkin adalah: 8
1. Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi)
Hiperekstensi jarang terjadi di daerah torakolumbal tetapi sering pada leher,
pukulan pada muka atau dahi akan memaksa kepala ke belakang dan tanpa
menyangga oksiput sehingga kepala membentur bagian atas punggung.
Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau arkus saraf mungkin me ngalami
fraktur. Cedera ini stabil karena tidak merusak ligamen posterior.

2. Fleksi
Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada vertebra. Vertebra
akan mengalami tekanan dan remuk yang dapat merusak ligamen posterior.
Jika ligamen posterior rusak maka sifat fraktur ini tidak stabil sebaliknya
jika ligamentum posterior tidak rusak maka fraktur bersifat stabil. Pada
daerah cervical, tipe subluksasi ini sering terlewatkan karena pada saat
dilakukan pemeriksaan sinar-X vertebra telah kembali ke tempatnya.
12

3. Fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi posterior


Kombinasi fleksi dengan kompresi anterior dan dis traksi posterior dapat
mengganggu kompleks vertebra pertengahan, di samping kompleks posterior.
Fragmen tulang dan bahan diskus dapat bergeser ke dalam kanalis spinalis.
Berbeda dengan fraktur kompresi murni, keadaan ini merupakan cedera tak
stabil dengan risiko progresi yang tinggi. Fleksi lateral yang terlalu banyak
dapat menyebabkan kompresi pada setengah corpus vertebra dan distraksi
pada unsur lateral dan posterior pada sisi se baliknya. Jika permukaan dan
pedikulus remuk, lesi bersifat tidak stabil.
4. Pergeseran aksial (kompresi)
Kekuatan vertikal yang mengenai segmen lurus pada spina servikal atau lumbal akan
menimbulkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan mematahkan lempeng
vertebra dan menyebabkan fraktur vertikal pada vertebra, dengan kekuatan yang
lebih besar, bahan diskus didorong masuk ke dalam badan vertebral, menyebabkan
fraktur remuk (burst fracture). Karena unsur posterior utuh, keadaan ini
didefinisikan sebagai cedera stabil. Fragmen tulang dapat terdorong ke
belakang ke dalam kanalis spinalis dan inilah yang menjadikan fraktur ini
berbahaya, kerusakan neurologik sering terjadi.
5. Rotasi-fleksi
Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi fleksi dan
rotasi. Ligamen dan kapsul sendi teregang sampai batas kekuatannya,
kemudian dapat robek, permukaan sendi dapat mengalami fraktur atau bagian
atas dari satu vertebra dapat terpotong. Akibat dari mekanisme ini adalah
pergeseran atau dislokasi ke depan pada vertebra di atas, dengan atau tanpa

13

kerusakan tulang. Semua fraktur-dislokasi bersifat tak stabil dan terdapat banyak
risiko munculnya kerusakan neurologik.
6. Translasi Horizontal
Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah dapat bergeser ke
anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tidak stabil dan sering terjadi kerusakan
syaraf.

BAB III FRAKTUR VERTEBRA SERVIKAL

3.1 Etiologi

14

Cedera spinal terjadi akibat patah tulang belakang dan terbanyak mengenai servikal
dan lulmbal. Cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi atau rotasi tulang
belakang. Di daerah torakal tidak banyak terjadi karena terlindung oleh struktur thoraks.6
Kelainan dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi atau kominutif dan dislokasi,
sedangkan kerusakan pada sumsum tulang belakang dapat berupa memar, kontusio,
kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah atau perdarahan.
Kelainan sekunder dapat disebabkan oleh hipoksemia dan iskemia. Iskemia disebabkan oleh
hipotensi, udem atau kompresi. Kerusakan pada spinal merupakan kerusakan permanen
karena tidak ada regenerasi dari jaringan saraf.6
3.2

Epidemiologi
Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit jantung,

kanker dan stroke, tercatat 50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3% penyebab
kematian ini karena trauma langsung medula spinalis, 2% karena multiple trauma. Insidensi
trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40%
spinal cord injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport,
kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi servikal paling sering pada C2 diikuti
dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3.7
3.3

Patofisiologi
Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum

tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan
tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla
antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur.9
Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan
vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai

15

melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap
awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan
dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak
tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematom
menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian
menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan
masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan
menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndrom
compartement.9
3.4

Gambaran Klinis
Gambaran klinis tergantung dari letak dan besarnya kerusakan yang terjadi.

Kerusakan melintang memberikan gambaran hilangnya fungsi motork maupun sensorik


kaudal dari tempat kerusakan disertai syok spinal. Syok spinal terjadi Karena hilangnya
rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya terjadi selama satu hingga enam
minggu. Tandannya adalah kelumpuhan flasid, anesthesia, arefleksia, hilangnya perspirasi,
gangguan fungsi rectum dan kandung kemih, priapismus, bradikardia dan hipotermal. Setelah
syok spinal pulih akan terdapat hiperrefleksia.10
Sindrom sumsum tulang belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik
dibawah tempat kerusakan disetai hilangnya sensasi nyeri dan suhu ada kedua sisinya,
sedangkan sensari raba dan posisi tidak terganggu.7
Cedera sumsum tulang belakang sentral jarang terjadi. Pada umumnya terjadi akibat
cedera di daerah servikal dan disebabakan hiperekstensia mendadak sihingga sumsum tulang
belakang terdesak oleh ligamentum flavum yang terlipat. Gambaran klinis berupa tetraparese
parsial. Gangguan pada ekstremitas bawah lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan
daerah perianal tidak terganggu.7
16

Sindrom brown-sequard disebabkan oleh kerusakan paruh lateral sumsum tlang


belakang. Sindrom ini jarang ditemukan gejalanya burupa gangguan motorik dan hilangnya
rasa vibrasi pada posisi ipsilateraldi kontralateral terdapat gangguan rasa nyeri dan suhu.7
Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra L1-L2 mengakibatkan anesthesia
perianaal, ganggguan fungsi defleksi, miksi,impotensi, serta hilangnya reflex anal dan reflex
bulbokavernosa.7
Sindrom kauda equine disebabkan oleh kompresi pada radiks lumbo sacral setinggi
ujung konus medularis dan menyebabkan leumpuhan dan anesthesia di daerah lumbosakral
yang mirip dengan sindrom konus medularis.7
3.5

Diagnosis
Pada penderita yang masih sadar, cedera spinal mudah dikenali dengan menilai

keluhan dan melakukan pemeriksaan terhadap kelainan yang terjadi; misalnya penderita
mengeluh sakit sepanjang kolumna vertebra, mengeluh baal, kebas hingga lumpuh pada
anggota gerak tertentu. Namun pada penderita yang mengalami penurunan kesadaran hingga
koma akan sulit menilai keluhan dan melakukan pemeriksaan klinis sehingga kita selalu
melakukan praduga positif dan melakukan serangkaian pemeriksaan penunjang.11
Beberapa keadaan yang harus dicurigai sebagai cedera spinal dan harus dikelola
sebagai cedera spinal adalah11 :

Semua penderita pasca trauma yang tidak sadar

Penderita yang mengalami gejala neurologis

Penderita yang mengeluh nyeri gerak da nyeri tekan pada sepanjang daerah spinal

Penderita yang jatuh dari ketinggian


17

3.6

Penderita multiple trauma akibat kecelakaan lalulintas

Tatalaksana
Prinsip dasar pengelolaan cedera spinal adalah dengan melakukan proteksi sepanjang

columna vertebralis agar tidak terjadi gerakan baik fleksi, ekstensi, rotasi maupun lateral
bending. Proteksi spinal yang dilakukan adalah dengan memasang semi rigid servikal collar
dan memfiksasi penderita pada long spine board. Yang perlu diperhatikan pada prosedur
proteksi spinal ini adalah sesegera mungkin melakukan upaya menegakkan diagnosis ada
tidaknya cedera spinal.10
Tujuan utama terapi pembedahan adalah melakukan dekompresi terhadap medulla
spinalis dan melakukan instrumentasi stabilisasi jika memang didapati keadaan tulang
belakang yang tidak stabil. Prognosis penderita sangat tergantung dari beratnya cedera dan
lamanya pertolongan hingga tindakan pembedahan.6
Terapi medikamentosa segera diberikan begitu penderita dicurigai menderita cedera
spinal, selama transport hingga saat menjelang pembedahan. Pengelolaan suportif dan
medikamentosa berupa :6
1. bantuan ventilasi nafas pada penderita yang mengalami paralisis otot nafas
2. cairan intravena dan penanganan renjatan neurogenik
3. obat medikamentosa seperti : glukokortikoid steroid metilprednisolon dosis tinggi,
opiate

reseptor

antagonis

nalokson,

non

glukokortikoid

monocyaloganglioside.
Prinsip umum :11

Pikirkan selalu kemungkinan adanya cedera spinal


Mencegah terjadinya cedera kedua
Waspada akan tanda yang menunjukkan jejas lintang
Lakukan evaluasi dan rehabilitasi
18

steroid

tirilazad,

Tindakan :11

Adakan imobilisasi di tempat kejadian (dasar papan)


Optimaliasi faal ABC : jalan napas,pernapasan dan perderan darah
Penanganan kelainan yang lebih urgen (pneumotoraks?)
Pemerikasaan neurologis untuk menentukan tempat lesi
Pemeriksaan radiologis (kadang diperlukan)
Tindak bedah (dekompresi,reposisi dan stabilisasi)
Pencegahan penyulit : ileus paralitik -> sonde lambung
Penyulit kelumpuhan kandung kemih -> kateter
Pneumonia
Dekubitus

Ada dua macam traksi servikal yaitu traksi memakai pita kulit lebar yang disarungkan
di dagu oksipit (biasanya untuk stabilisasi sementara) yang disebut Halter traction dan traksi
skeletal yang dipasang pada tulang tengkorak. Beban traksi yang diberikan sebaiknya jangan
melebihi 5 kg untuk maksmal waktu dua jam.12
Traksi skeletal dipasang di tengkorak pada lokasi di atas telinga, pada titik di atas
garis yang ditarik dari prosesus mastoid ke meatus audiotorius eksternal. Pemasangan pada
lokasi yang lebih anterior akan membuat traksi leher menjadi lebih ekstensi, sedangkan lokasi
yang lebih posterior akan menjadikan traksi leher yang fleksi. Pedoman umum yang dipakai
untuk menentukan berat beban traksi pada awalnya adalah 2,5 kg per vertebra mulai dari
basis sampai dengna lokasi cedera. Namun biar bagaimanapun, pemasangan traksi ini harus
dipantau ketat melalui pemeriksaan klinis neurologis dan radiologis. Kadang perlu pula
diberikan obat penenang ringan seperti diazepam dan atau analgetika selama pemasangan
traksi.12

19

BAB IV FRAKTUR VERTEBRA THORAKOLUMBAL

Penyebab tersering cedera torakolumbal adalah jatuh dari ketinggian serta kecelakaan
lalu lintas. Jatuh dari ketinggian dapat menimbulkan patah tulang vertebra tipe kompresi.
Pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi dan tenaga besar sering didapatkan
berbagai macam kombinasi gaya, yaitu fleksi, rotasi, maupun ekstensi sehingga tipe
frakturnya adalah fraktur dislokasi.6

20

Berdasarkan mekanisme cederanya, dapat dibagi menjadi:


1. Fraktur kompresi (Wedge fractures)
Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan dan
membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur tersering yang
mempengaruhi kolumna vertebra. Fraktur ini dapat disebabkan oleh kecelakaan
jatuh dari ketinggian dengan posisi terduduk ataupun mendapat pukulan di kepala,
osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian
membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah mengalami
fraktur kompresi. Vertebra dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih pendek
ukurannya daripada ukuran vertebra sebenarnya.

2. Fraktur remuk (Burst fractures)


Fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis secara langsung,
dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang berpotensi masuk ke kanalis spinalis.
Terminologi fraktur ini adalah menyebarnya tepi korpus vertebralis kearah luar yang
disebabkan adanya kecelakaan yang lebih berat dibanding fraktur kompresi. Tepi
tulang yang menyebar atau melebar itu akan memudahkan medulla spinalis untuk
21

cedera dan ada fragmen tulang yang mengarah ke medulla spinalis dan dapat
menekan medulla spinalis dan menyebabkan paralisis atau gangguan syaraf parsial.
Tipe burst fracture sering terjadi pada thoraco lumbar junction dan terjadi paralysis
pada kaki dan gangguan defekasi ataupun miksi. Diagnosis burst fracture
ditegakkan dengan x-rays dan CT scan untuk mengetahui letak fraktur dan
menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur kompresi, burst fracture atau
fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan MRI, fraktur ini akan lebih jelas
mengevaluasi trauma jaringan lunak, kerusakan ligamen dan adanya perdarahan. 13

3. Fraktur dislokasi

22

Terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya karena


kompresi, rotasi atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami kerusakan sehingga
sangat tidak stabil, cedera ini sangat berbahaya. Terapi tergantung apakah ada atau
tidaknya korda atau akar syaraf yang rusak. Kerusakan akan terjadi pada ketiga
bagian kolumna vertebralis dengan kombinasi mekanisme kecelakaan yang terjadi
yaitu adanya kompresi, penekanan, rotasi dan proses pengelupasan. Pengelupasan
komponen akan terjadi dari posterior ke anterior dengan kerusakan parah pada
ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan sendi facet dan akhirnya kompresi
korpus vertebra anterior. Namun dapat juga terjadi dari bagian anterior ke posterior.
kolumna vertebralis. Pada mekanisme rotasi akan terjadi fraktur pada prosesus
transversus dan bagian bawah costa. Fraktur akan melewati lamina dan seringnya
akan menyebabkan dural tears dan keluarnya serabut syaraf.

4.

Cedera pisau lipat (Seat belt fractures)

23

Sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan kekuatan tinggi dan tiba-tiba mengerem
sehingga membuat vertebra dalam keadaan fleksi, dislokasi fraktur sering terjadi pada
thoracolumbar junction.4,14
Kombinasi fleksi dan distraksi dapat menyebabkan tulang belakang pertengahan
membentuk pisau lipat dengan poros yang bertumpu pada bagian kolumna anterior
vertebralis. Pada cedera sabuk pengaman, tubuh penderita terlempar kedepan melawan
tahanan tali pengikat. Korpus vertebra kemungkinan dapat hancur selanjutnya kolumna
posterior dan media akan rusak sehingga fraktur ini termasuk jenis fraktur tidak stabil. 8

4.1

Diagnosis
Diagnosis klinik adanya fraktur thorakolumbal didapatkan melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Kecurigaan yang tinggi akan adanya cedera
pada vertebra pada pasien trauma sangat penting sampai kita mengetahui secara tepat
bagaimana mekanisme cedera pasien tersebut. Setiap pasien dengan cedera tumpul diatas
klavikula, cedera kepala atau menurunnya kesadaran, harus dicurigai adanya cedera cervical
sebelum curiga lainnya. Dan setiap pasien yang jatuh dari ketinggian atau dengan mekanisme
kecelakaan high-speed deceleration harus dicurigai ada cedera thoracolumbal. Selain itu
patut dicurigai pula adanya cedera medulla spinalis, jika pasien datang dengan nyeri pada
leher, tulang belakang dan gejala neurologis pada tungkai.15
Pemeriksaan klinik pada punggung hampir selalu menunjukkan tanda-tanda fraktur
yang tak stabil namun fraktur remuk yang disertai paraplegia umunya bersifat stabil. Sifat dan
tingkat lesi tulang dapat diperlihatkan dengan sinar-X, sedangkan sifat dan tingkat lesi saraf
dengan CT atau MRI. Pemeriksaan neurologik harus dilakukan dengan amat cermat. Tanpa
informasi yang rinci, diagnosis dan prognosis yang tepat tidak mungkin ditentukan.

24

Pemeriksaan rektum juga harus dilakukan. Pemeriksaan tentang tanda-tanda shock juga
sangat penting.15
Macam-macam shock yang dapat terjadi pada cadera tulang belakang :
a. Hypovolemic shock yang ditandai dengan takikardia, akral dingin dan hipotensi
jika sudah lanjut.
b. Neurogenic shock adalah hilangnya aktivitas simpatis yang ditandai dengan
hipotensi, bradikardi.
c. Spinal shock : disfungsi dari medulla spinalis yang ditandai dengan hilangnya
fungsi sensoris dan motoris. Keadaan ini akan kembali normal tidak lebih dari 48
jam.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan: 15
1. Roentgenography: pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat tulang vertebra, untuk
melihat adanya fraktur ataupun pergeeseran pada vertebra.
2. Computerized Tomography : pemeriksaan ini sifatnya membuat gambar vertebra 2
dimensi . Pemeriksaan vertebra dilakukan dengan melihat irisan-irisan yang dihasilkan CT
scan.
3. Magnetic Resonance Imaging: pemeriksaan ini menggunakan gelombang frekuensi
radio untuk memberikan informasi detail mengenai jaringan lunak di daerah vertebra.
Gambaran yang akan dihasilkan adalah gambaran 3 dimensi . MRI sering digunakan untuk
mengetahui kerusakan jaringan lunak pada ligament dan discus intervertebralis dan
menilai cedera medulla spinalis.

4.2

Tatalaksana
Pertolongan pertama dan penanganan darurat trauma spinal terdiri atas: penilaian
kesadaran, jalan nafas, pernafasan, sirkulasi, kemungkinan adanya perdarahan dan segera
mengirim penderita ke unit trauma spinal ( jika ada). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
25

klinik secara teliti meliputi pemeriksaan neurologis fungsi motorik, sensorik dan reflek
untuk mengetahui kemungkinan adanya fraktur pada vertebra.2
Terapi pada fraktur vertebra diawali dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi untuk
mencegah kerusakan yang lebih parah lagi, semuanya tergantung dari tipe fraktur.
1.
Braces & Orthotics
Ada tiga hal yang dilakukan yakni,
a. mempertahankan kesejajaran vertebra (alignment)
b. imobilisasi vertebra dalam masa penyembuhan
c. mengatasi rasa nyeri yang dirasakan dengan membatasi pergerakan.
Fraktur yang sifatnya stabil membutuhkan stabilisasi, sebagai contoh; brace rigid
collar (Miami J) untuk fraktur cervical, cervical-thoracic brace (Minerva) untuk
fraktur pada punggung bagian atas, thoracolumbar-sacral orthosis (TLSO) untuk
fraktur punggung bagian bawah, dalam waktu 8 sampai 12 minggu brace akan
terputus, umumnya fraktur pada leher yang sifatnya tidak stabil ataupun mengalami
dislokasi memerlukan traksi, halo ring dan vest brace untuk mengembalikan
kesejajaran.2

2.
Pemasangan alat dan proses penyatuan (fusion).
Teknik ini adalah teknik pembedahan yang dipakai untuk fraktur tidak stabil. Fusion
adalah proses penggabungan dua vertebra dengan adanya bone graft dibantu dengan
alat-alat seperti plat, rods, hooks dan pedicle screws. Hasil dari bone graft adalah
penyatuan vertebra dibagian atas dan bawah dari bagian yang disambung. Penyatuan
ini memerlukan waktu beberapa bulan atau lebih lama lagi untuk menghasilkan
penyatuan yang solid. 3

26

3.
Vertebroplasty & Kyphoplasty
Tindakan ini adalah prosedur invasi yang minimal. Pada prinsipnya teknik ini
digunakan pada fraktur kompresi yang disebabkan osteoporosis dan tumor vertebra.
Pada vertebroplasti bone cement diinjeksikan melalui lubang jarum menuju corpus
vertebra sedangkan pada kypoplasti, sebuah balon dimasukkan, dikembungkan untuk
melebarkan vertebra yang terkompresi sebelum celah tersebut diisi dengan bone
cement.3
Pengelolaan penderita dengan paralisis meliputi :3
a. Pengelolaan kandung kemih dengan pemberian cairan yang cukup, kateterisasi dan
evakuasi kandung kemih dalam 2 minggu
b. Pengelolaan saluran pencernaan dengan pemberian laksansia setiap dua hari
c. Monitoring cairan masuk dan cairan yang keluar dari tubuh
d. Nutrisi dengan diet tinggi protein secara intravena
e. Cegah dekubitus
f. Fisioterapi untuk mencegah kontraktur

27

BAB V KESIMPULAN
Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7
cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.1 Fungsi vertebra yaitu melindungi
medulla spinalis dan serabut saraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan
posisi tubuh.
Pada cedera tulang belakang, mekanisme cedera yang mungkin adalah: Hiperekstensi
(kombinasi distraksi dan ekstensi), fleksi, fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi
posterior, kompresi, rotasi-fleksi, translasi horizontal.
Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi servikal paling sering pada C2 diikuti dengan C5
dan C6 terutama pada usia dekade 3. Penyebab tersering cedera torakolumbal adalah jatuh
dari ketinggian serta kecelakaan lalu lintas. Jatuh dari ketinggian dapat menimbulkan patah
tulang vertebra tipe kompresi. Pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi dan tenaga

28

besar sering didapatkan berbagai macam kombinasi gaya, yaitu fleksi, rotasi, maupun
ekstensi sehingga tipe frakturnya adalah fraktur dislokasi.
Berdasarkan mekanisme cederanya, fraktur dapat dibagi menjadi: Fraktur kompresi
(Wedge fractures), Fraktur remuk (Burst Fracture), fraktur dislokasi, Seat Belt Fracture.
Diagnosis klinik adanya fraktur vertebra didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pertolongan pertama dan penanganan darurat trauma spinal
terdiri atas: penilaian kesadaran, jalan nafas, pernafasan, sirkulasi, kemungkinan adanya
perdarahan. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan neurologis fungsi motorik, sensorik dan
reflek untuk mengetahui kemungkinan adanya fraktur pada vertebra.
Terapi pada fraktur vertebra diawali dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi untuk
mencegah kerusakan yang lebih parah lagi, semuanya tergantung dari tipe fraktur : Braces &
Orthotics, Pemasangan alat dan prosess penyatuan (fusion), Vertebroplasty & Kyphoplasty

DAFTAR PUSTAKA
1. Moore K. Essential Clinical Anatomy. Second Edition. Baltimore: Williams and
Wilkins. 2002
2. Rasjad C. Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Lamumpatue. 2003
3. Roper S. Spine Fracture. In: Dept. Neurosurgery Unversity of Florida. (Last updated:
2003;

accesed:

14

April

2012).

Available

from

http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.html
4. American Academic of Orthopaedic Surgeons. Fracture of Thoracic and Lumbar
Spine. Available at: http://orthoinfo.aaos.org/PDFs/A00368.pdf. Accessed on 9 Oct
2014.

29

5. Medlineplus.

Spinal

Cord

Trauma.

Available

at:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001066.htm. Accessed on 9 Oct


2014
6. Jong, W.D, Samsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 2005; 870-874
7. Hughes,Irvene. Advanced Trauma Life Support for Doctors (ATLS) edisi 8. Trauma
tulang belakang dan medulla spinalis. Americam College of surgeons. Chicago :
2008;185 202)
8. Apley,A.Graham. Apleys System O Orthopaedic And Fracture. Seventh Edition.
London: Butterworth Scientific. 2000; 658-665.
9. Thomas. Thoracolumbal Vertebral Fracture; Journal of Orthopaedics. Available from
http://www.jortho.org/index.html. Accessed on 9 Oct 2014
10. Schwartz.intisari Prinsip-prinsip Ilmu bedah edisi 6.penerbit buku kedokteran
EGC.1995; 626-630
11. Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM.Sinopsis Ilmu Bedah Saraf : Trauma Spinal.
Sagung Seto.Jakarta : 2011; 31-42
12. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf edisi IV. Cedera Spinal. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta : 2010; 393 403
13. Deblick
T.
Burst

Fracture.

Available

from

http://www.emedicine.medscape.com/specialties. Accessed on 9 Oct 2014


14. Claire
M.
The
Three
Column
Concept.
Available

at:

http://www.spineuniverse/columnconcept.html. Accessed on 9 Oct 2014


15. Kuntz
C.
Spine
Fracture.
Emedicine
Journals.
Available
http://www.emedicine.com/orthoped/topic567.htm. Accessed on 9 Oct 2014

30

at

Anda mungkin juga menyukai