Anda di halaman 1dari 21

PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA DASAR

PERCOBAAN II
ANALISIS PARACETAMOL TOTAL DALAM CUPLIKAN URIN

OLEH :
NAMA

: NUR FATIMAH

NIM

: F1F1 13 092

KELAS

: FARMASI B

KELOMPOK

: III

NAMA ASISTEN

: YUNITA DWI P, S.Farm

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015

I. PENDAHULUAN
1. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah :
a. Dapat memahami langkah-langkah analisa parasetamol dalam cuplikan
urin
b. Dapat melakukan analisa parasetamol dalam cuplikan urin
2.

LATAR BELAKANG
Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik

yang populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan
sakit ringan, dan demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik
salesma dan flu. Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati,
overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi (Isselbacher, dkk.,
2003).
Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen,
parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong
dalam obat jenis NSAID. Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti
permukaan dalam perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal atau duktus
arteriosus pada janin (Isselbacher, dkk., 2003).
Parasetamol merupakan obat analgetik-antipiretik yang banyak beredar
di pasaran dan dijual dengan harga yang terjangkau sehingga sering digunakan

masyarakat untuk mengobati penyakit ringan seperti demam dan sakit kepala
Parasetamol diketahui dapat berinteraksi dengan makanan maupun minuman
yang mengandung karbohidrat dan alkohol Interaksi obat dapat terjadi antara
obat dengan obat lain ataupun dengan senyawa lainya Pengaruh dari kehadiran
obat atau senyawa lain tersebut akan tampak pada profil kadar obat terhadap
waktu atau pada efek farmakologi obat (Andrie, 2013).
Parasetamol atau asetaminofen merupakan obat antipiretik dan
analgesik derivat para amino fenol yang sering digunakan dalam obat manusia.
Parasetamol di Indonesia tersedia sebagai obat bebas dan telah menggantikan
penggunaan salisilat sebagai antipiretik dan analgesik. Parasetamol merupakan
metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama dan telah digunakan
sejak tahun 1893 (Unang dkk, 2014).
Obat-obat yang eliminasinya terutama melalui ekskresi ginjal akan
terakumulasi dengan adanya gangguan fungsi ginjal dan dapat menimbulkan
efek toksik atau memperburuk keadaan ginjalnya bila aturan dosisnya tidak
disesuaikan Gangguan fungsi ginjal adalah suatu keadaan yang mengakibatkan
penurunan kemampuan ginjal untuk melakukan eliminasi zatzat yang tidak
diperlukan lagi di dalam tubuh . Penurunan kemampuan ginjal pada pasien
gagal ginjal ini menjadi alasan perlunya dilakukan penyesuaian dosis obat
individu untuk mencegah terjadinya akumulasi obat di dalam tubuh. Secara
klinis dosis obat pada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal
disesuaikan berdasarkan nilai klirens kreatinin. Bioavaibilitas suatu obat dapat
diperkirakan dengan menggunakan data ekskresi obat lewat urin. Untuk
mendapat perkiraan yang sahih, obat harus dieksresi dalam jumlah yang

bermakna di dalam urin dan cuplikan urin harus dikumpulkan secara lengkap.
Jumlah kumulatif obat yang dieksresikan lewat urin secara langsung
berhubungan dengan jumlah total obat terabsorbsi. Di dalam percobaan,
cuplikan urin dikumpulkan secara berkala setelah pemberian produk obat.
Kadar obat bebas dalam cuplikan urin dianalisa dengan cara yang spesifik.
Kemudian dibuat grafik yang menghubungkan kumulatif obat yang dieksresi
terhadap jarak waktu pengumpulan (Raveinal, 2013).
Waktu paruh parasetamol adalah antara 1 3 jam. Parasetamol
diekskresikan melalui urine

sebagai metabolitnya,

yaitu asetaminofen

glukoronid, asetaminofen sulfat, merkaptat dan bentuk yang tidak berubah


(Isselbacher, dkk., 2003) .
Sebagian asetaminofen 80% dikonjugasi dengan asam glukoronat dan
sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu dapat mengalami
hidroksilasi.

Metabolit

hasil

hidroksilasi

ini

dapat

menimbulkan

methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal,


sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk
terkonjugasi (Shargel Leon, dan Yu Andrew B.C, 2005).
Kepekaan dan selektivitas merupakan kriteria lain yang penting dan
nilainya tergantung pula dari alat pengukur yang dipakai. Dalam percobaan ini
akan dilakukan langkah-langkah yang perlu dikerjakan untuk optimalisasi
analisis meliputi(Rustiani dkk, 2011) :

1. Penentuan jangka waktu larutan obat yang memberikan resapan tetap


(khusus untuk reaksi warna).
2. Penetapan panjang gelombang larutan obat yang memberikan resapan
maksimum (parasetamol).
3. Pembuatan kurva baku (parasetamol).
4. Perhitungan nilai perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan
sistematik.
Ketersediaan hayati merupakan kecepatan dan jumlah obat yang
mencapai sirkulasi sistemik dan secara keseluruhan menunjukkan kinetic dan
perbandingan zat aktif yang mencapai peredaran darah terhadap jumlah obat
yang diberikan. Ketersediaan hayati obat yang diformulasi menjadi sediaan
farmasi merupakan bagian dari salah satu tujuan rancangan bentuk sediaan dan
yang terpenting untuk keefektifan obat tersebut. Pegkajian terhadap
ketersediaan hayati ini tergantung pada absorpsi obat ke dalam sirkulasi umum
serta pengukuran dari obat yang terabsorpsi tersebut. Dalam menaksir
ketersediaan hayati ada tiga parameter yang biasanya diukur yang an profil
konsentrasi dalam darah dan waktu dari obat yang diberikan (Rustiani, 2011).
Waktu untuk konsentrasi puncak (t max) menggambarkan lamanya
waktu tersedia untuk mencapai konsentrasi puncak dari obat sirkulasi sistemik.
Parameter ini tergantung pada konstanta absorbs yang menggambarkan
permulaan dari level puncak dari respon biologis dan bias digunakan sebagai

perkiraan kasar untuk laju absorbsi (Rustiani, 2011). Luas daerah di bawah
kurva AUC (Area Under Curva), merupakan total area di bawah kurva.
konsentrasi vs waktu yang menggambarkan perkiraan jumlah obat yang
berada dalam sirkulasi sistemik. Bila membandingkan suatu formulasi untuk
acuan, parameter ini menggambarkan jumlah ketersediaan hayati dan biasa
digunakan sebagai perkiraan kasar jumlah obat diabsorbsi. Penerapan
ketersediaan hayati berkembang dalam dua arah, yaitu (Rustiani, 2011):

II. CARA KERJA


1. ALAT DAN BAHAN
Alat :
a. Spektrofotometer
b. Botol

c. Pipet ukur
d. Tabung reaksi
e. Rak tabung
f. Beaker glass
g. Pipet
h. Labu ukur
i. Gegep
Bahan :
a. Tablet Paracetamol murni
b. Urin dari probandus laki-laki dan perempuan
c. Sarung tangan
d. Masker
e. Water steril
f. Aquades
g. Alkohol
h. HCl

2.

CARA KERJA

1. Pengenceran Urin

Sampel Urin dari probandus


-

diambil 1 mL
dimasukkan dalam tabung reaksi
ditambahkan 4 mL HCl 4 M
ditambahkan 10 mL akuades
dicampur homogen

Hasil pengamatan
2. Pembuatan Larutan Stok PCT 20 ppm
PCT
-

ditimbang 0,01 gram


dilarutkan dalam 10 mL alcohol
ditambahkan dengan akuades sampai 500 mL

Hasil Pengamatan
3. Pembuatan Larutan Standar PCT 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, dan 5
ppm.
a. Larutan standar PCT 1 ppm
Larutan Stok PCT 20 ppm
-

diambil 2,5 mL
ditambahkan sampai 50 mL dengan akuades

Hasil pengamatan
b. Larutan standar PCT 2 ppm
Larutan Stok PCT 20 ppm

diambil 5 mL
ditambahkan sampai 50 mL dengan akuades

Hasil pengamatan
c. Larutan standar PCT 3 ppm
Larutan Stok PCT 20 ppm
-

diambil 7,5 mL
ditambahkan sampai 50 mL dengan akuades

Hasil pengamatan
d. Larutan standar PCT 4 ppm
Larutan Stok PCT 20 ppm
-

diambil 10 mL
ditambahkan sampai 50 mL dengan akuades

Hasil pengamatan
e. Larutan standar PCT 5 ppm
Larutan Stok PCT 20 ppm
-

diambil 12,5 mL
ditambahkan sampai 50 mL dengan akuades

Hasil pengamatan

III.

HASIL PERCOBAAN

Hasil pengamatan pada praktikum ini adalah :


a. Kurva standar
ABS

0
ppm
0 .0

0 .5

1 .0

1 .5

2 .0

2 .5

3 .0

3 .5

4 .0

4 .5

5 .0

5 .5

6 .0

S td . C a l. P a ra m e te rs
K 1:

3 5 .7 7 0 9

K 0:

0 .0 0 0 0

R:

0 .8 0 2 9

R 2:

0 .6 4 4 7

b. Tabel data standar :


Absorbansi

Konsentrasi (ppm)

-0,063
0,068
0,036
0,061
0,125

1
2
3
4
5

c. Persamaan linear

Persamaan linear dari data standar


6
Linear (Konsentrasi (ppm))
4
f(x) = 19.49x + 2.11

Konsentrasi (ppm)

R = 0.72
2

Konsentrasi (ppm)

Linear (Konsentrasi (ppm))


0
-0.1 -0.05
0

0.05

0.1

0.15

Absorbansi

d. Tabel absorbansi sampel urin


Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Perempuan jam ke 1
Perempuan jam ke 2
Perempuan jam ke 3
Perempuan jam ke 4
Perempuan jam ke 5
Perempuan jam ke 6
Laki-laki jam ke 1
Laki-laki jam ke 2
Laki-laki jam ke 3
Laki-laki jam ke 4
Laki-laki jam ke 5
Laki-laki jam ke 6

Absorbansi
-0,661
-1,009
5
5
-1,207
5
5
5
5
5
5
5

e. Perhitungan

Sampel urin perempuan jam ke 1


Y
= ax + b
-0,661 = 19,49 x + 2,115
19,49 x = 0,312
X
= - 0,016
Sampel urin perempuan jam ke 2
Y
= ax + b
-1,009 = 19,49 x + 2,115
19,49 x = - 0,4770
X
= - 0,024
Sampel urin perempuan jam ke 3
Y
= ax + b

Konsentrasi (ppm)
-23.6481 Low
-36.0999 Low
178.8543 High
178.8543 High
-43.1754 Low
178.8543 High
178.8543 High
178.8543 High
178.8543 High
178.8543 High
178.8543 High
178.8543 High

5
= 19,49 x + 2,115
19,49 x = 2,364
X
= 0,121
Sampel urin perempuan jam ke 4
Y
= ax + b
5
= 19,49 x + 2,115
19,49 x = 2,364
X
= 0,121
Sampel urin perempuan jam ke 5
Y
= ax + b
-1,207 = 19,49 x + 2,115
19,49 x = -0,570
X
= -0,029
Sampel urin perempuan jam ke 6
Y
= ax + b
5
= 19,49 x + 2,115
19,49 x = 2,364
X
= 0,121
Sampel urin laki-laki jam ke 1
Y
= ax + b
5
= 19,49 x + 2,115
19,49 x = 2,364
X
= 0,121
Sampel urin laki-laki jam ke 2
Y
= ax + b
5
= 19,49 x + 2,115
19,49 x = 2,364
X
= 0,121
Sampel urin laki-laki jam ke 3
Y
= ax + b
5
= 19,49 x + 2,115
19,49 x = 2,364
X
= 0,121
Sampel urin laki-laki jam ke 4
Y
= ax + b
5
= 19,49 x + 2,115
19,49 x = 2,364
X
= 0,121
Sampel urin laki-laki jam ke 5
Y
= ax + b
5
= 19,49 x + 2,115
19,49 x = 2,364
X
= 0,121
Sampel urin laki-laki jam ke 6
Y
= ax + b

5
= 19,49 x + 2,115
19,49 x = 2,364
X
= 0,121

IV.

PEMBAHASAN
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan

oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses

urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam


darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh.
Dalam mempertahankan homeostasis tubuh peranan urin sangat penting, karena
sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin. Selain urin
juga terdapat mekanisme berkeringat dan juga rasa haus yang kesemuanya bekerja
sama dalam mempertahankan homeostasis ini.
Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau
obat-obatan dari dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat
yang kotor. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari
ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urinnyapun akan
mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing
yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir tidak berbau
ketika keluar dari tubuh. Hanya saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh,
bakteri akan mengkontaminasi urin dan mengubah zat-zat di dalam urin dan
menghasilkan bau yang khas, terutama bau amonia yang dihasilkan dari urea.
Bersama-sama dengan urine dieksresikan juga air dan senyawa-senyawa
yang larut dalam air. Jumlah dan komposisi urine sangat berubah-ubah dan
tergantung pemasukan bahan makanan, berat badan, usia, jenis kelamin, dan
lingkungan hidp seperti temperature, kelembaban, aktivitas tubuh dan keadaan
kesehatan. Karena eksresi urin dan komposisinya kebanyakan dihubungkan
dengan waktu 24 jam.

Pada praktikum ini telah dilakukan identifikasi suatu senyawa obat yang
telah dimetabolisme oleh tubuh yang diekskresikan lewat urin untuk mengetahui
apakah parasetamol masih tersisa di dalam urin setelah rentang waktu tertentu .
Obat yang kami gunakan pada percobaan ini adalah parasetamol. Telah diketahui
bahwa Parasetamol adalah drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik /
analgesik. Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang
disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu,
paracetamol juga dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri dengan
intensitas ringan sampai sedang. Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena
mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi.
Parasetamol digunakan karena paracetamol dapat diabsorpsi cepat dan
sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai
dalam waktu jam dan massa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar
keseluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25% parasetamol sehingga identifikasinya
pun akan lebih mudah, Kedua obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati.
Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasikan dengan asam glukoronat dan
sebagian kecil lainnya dengan dengan asam sulfat. Selain itu kedua obat ini dapat
mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan
methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Kedua obat ini diekskresi melalui
ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk
terkonjugasi. Parasetamol berikatan dengan sulfat dan glukuronida terjadi di hati.
Pada percobaan ini untuk digunakan larutan standar paracetamol yang
nantinya akan ditambahkan dengan HCL 4 Molar sebanyak 4 ml, penambahan

HCL ini bertujuan untuk Untuk membuat suasana menjadi asam dan
menghidrolisis parasetamol menjadi paraaminofenol dan asam asetat.
Di dalam percobaan, cuplikan urin dikumpulkan secara berkala setelah
pemberian obat paracetamol yaitu dengan waktu 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Pengambilan
cuplikan urin ini dilakukan secara berkala yaitu untuk mengetahui . Tiap cuplikan
ditetapkan kadar obat bebas dengan cara yang spesifik. Kemudian dibuat grafik
yang menghubungkan kumulatif obat yang dieksresi terhadap jarak waktu
pengumpulan.
Analisis ini dilakukan dengan alat spektrofotometer Uv-Vis dengan
menggunakan metode spektrofotometri UV, dengan panjang gelombang 252 nm.
Konsentrasi yang didapat pada masing-masing sampel urin pria dan wanita
berbeda-beda. Hasil pengamatan yang dilakukan terdapat konsentrasi parasetamol
dalam urin berbeda-beda tiap jam, ini dikarenakan tiap satuan jam konsentrasi
parasetamol dalam urin selalu berkurang. Hasil pengamatan juga didapat
konsentrasi parasetamol, ini dikarenakan kesalahan dalam pengenceran sampel.
Data urine yang diperoleh digunakan untuk menilai ketersediaan hayati
sediaan obat dalam tubuh. Larutan standar yang digunakan menggunakan
parasetamol murni. Hasil yang diperoleh, pada sampel urin pria pada jam pertama
sampai jam ke 6 memiliki nilai absorbansi yang sama yaitu 5, hal ini dikarenakan
sampel yang diukur sangat pekat sehingga konsentrasi parasetamol yang diperoleh
dari sampel yaitu sebesar 178.8543 ppm. Sedangkan pada sampel urine wanita
pada jam pertama mempunyai nilai absorbansi sebesar -0.661 dengan konsentrasi

parasetamol sebesar -23.6481 ppm, hal ini terjadi karena larutan blanko sampel
urine tidak dilakukan pengenceran. Sampel urine wanita pada jam ke 3 dan ke 4
memiliki nilai absorbansi sebesar 5 dengan konsentrasi parasetamol sebesar
178.8543 ppm.

V.
1.

KESIMPULAN
Langkah-langkah

analisis

paracetamol

dalam

cuplikan

urin

adalah

mengumpulkan cuplikan urin selama waktu 6 jam. Probandus dapat


meminum obat dan dapat mengumpulkan cuplikan urin sehari sebelum
dianalisis. Cuplikan urin dapat disimpan selama 1 malam pada suhu 40C tanpa
penguraian yang berarti.
2. Analisis cuplikan paracetamol total dalam urin adalah dengan mentukan kadar
paracetamol total dalam cuplikan urin pada masing masing interval waktu
yang telah ditentukan (jam ke-1, 2, 3, 4, 5 dan 6). Untuk penetapan
kadarnya:Ambil 1 ml cuplikan urin dan tambahkan 4 ml HCL 4 M kedalam
tabung reaksi, cukupkan volumenya menjadi 10 ml dengan aquadest campur
homogen, lakukan pembacaan serapan pada panjang gelombang 252 nm.
Selanjutnya hitung parameter farmakokinetik paracetamol.

VI.

DAFTAR PUSTAKA

Andrie Mohamad,Wijianto Bambang,Simaremare Pinondang.,2013,. Pengaruh


Jus Buah Durian (Durio Zibethinus Murr) Terhadap Profil
Farmakokinetik Parasetamol Pada Tikus Putih (Rattus
Norvegicus
L.)
Jantan
Galur
Wistar.Traditional
Medicine Journal,18(3).
Isselbacher, dkk., 2003, Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: penerbit
Buku Kedokteran.
Raveinal, suardi muslim,dan
andria resta,.2013,. Tinjauan
Akumulasi Seftriakson Dari Data Urin Menggunakan Elektroforesis
Kapiler Pada Pasien Gangguan Fungsi Ginjal Stadium V. Prosiding
Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik.
Rustiani, E., Rokhmah, NN., Fatmi, M., 2011, Penuntun Praktikum
Farmakokinetik. Bogor: Universitas Pakuan.
Shargel Leon, Yu Andrew B.C, 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetik Edisi
ke-2, Airlangga University Press.
Unang, P., Min R., dan Maria F. P., 2014, Farmakokinetik Parasetamol Dalam
Plasma Ayam (Gallus Domesticus), Balai Besar Pengujian Mutu Dan
Sertifikasi Obat Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor, Kampus Darmaga, Gunungsindur, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai