Anda di halaman 1dari 16

Daftar isi :

Pendahulian

Definisi

Epidemiologi

Etiologi

Patofisiologi

Manifestasi klinis

11

Diagnosis

12

Tatalaksana

15

Komplikasi

16

Prognosis

16

Pencegahan

17

Daftar pustaka

18

Pendahuluan :
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme (virus, bakteri, jamur dan protozoa). Sebagian besar kasus tidak dapat
ditentukan penyebabnya. Angka kematian masih tinggi, berkisar 35%-50%, dengan gejala sisa
pada pasien yang hidup cukup tinggi (20-40%). Penyebab tersering dan terpenting adalah virus.
Berbagai macam virus dapat menimbulkan ensefalitis dengan gejala yang kurang lebih sama dan
khas, akan tetapi hanya ensefalitis herpes simpleks dan varicela yang dapat diobati.1
Ensefalitis terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk primer dan bentuk sekunder. Ensefalitis Primer
melibatkan infeksi virus langsung dari otak dan sumsum tulang belakang. Sedangkan ensefalitis
sekunder, infeksi virus pertama terjadi di tempat lain di tubuh dan kemudian ke otak.2

Definisi :
Ensefalitis merupakan suatu inflamasi parenkim otak yang biasanya disebabkan oleh virus.
Ensefalitis berarti jaringan otak yang terinflamasi sehingga menyebabkan masalah pada fungsi
otak. Inflamasi tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi neurologis anak termasuk
konfusi mental dan kejang.3
Penyakit ini dapat ditegakkan secara pasti dengan pemeriksaan mikroskopik dari biopsi otak,
tetapi dalam prakteknya di klinik, diagnosis ini sering dibuat berdasarkan manifestasi neurologi,
dan temuan epidemiologi, tanpa pemeriksaan histopatologi

Epidemiologi :
Insiden ensefalitis di seluruh dunia sulit untuk ditentukan. Sekitar 150-3000 kasus, yang
kebanyakan ringan dapat terjadi setiap tahun di Amerika Serikat. Kebanyakan kasus herpes virus
ensefalitis di Amerika Serikat.4
Arboviral ensefalitis lebih lazim dalam iklim yang hangat dan insiden bervariasi dari daerah ke
daerah dan dari tahun ke tahun. St Louis ensefalitis adalah tipe yang paling umum, ensefalitis

arboviral di Amerika Serikat, dan ensefalitis Jepang adalah tipe yang paling umum di bagian lain
dunia. Ensefalitis lebih sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda.4
Usia, musim, lokasi geografis, kondisi iklim regional, dan sistem kekebalan tubuh manusia
berperan penting dalam perkembangan dan tingkat keparahan penyakit. Di AS, terdapat 5 virus
utama yang disebarkan nyamuk: West Nile, Eastern Equine Encephalitis, Western Equine
Encephalitis

, La Crosse, dan St. Louis Encephalitis. Tahun 1999, terjadi wabah virus West

Nile (disebarkan oleh nyamuk Culex)di kota New York. Virus terus menyebar hingga di seluruh
AS. Insidensi di USA dilaporkan 2.000 atau lebih kasus viral ensefalitis per tahun, atau kira-kira
0,5 kasus per 100.000 penduduk.
Virus Japanese Encephalitis adalah arbovirus yang paling umum di dunia (virus yang ditularkan
oleh nyamuk pengisap darah atau kutu) dan bertanggung jawab untuk 50.000 kasus dan 15.000
kematian per tahun di sebagian besar dari Cina, Asia Tenggara, dan anak benua India.5
Kejadian terbesar adalah pada anak-anak di bawah 4 tahun dengan kejadian tertinggi pada
mereka yang berusia 3-8 bulan.1

Etiologi :
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa,
cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang terpenting dan tersering ialah virus.
Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau reaksi radang akut karena
infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Berbagai jenis virus dapat menimbulkan ensefalitis, meskipun gejala klinisnya sama. Sesuai
dengan jenis virus, serta epidemiologinya, diketahui berbagai macam ensefalitis virus.
Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah :
1. Infeksi virus yang bersifat epidemik
a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.

b. Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis,


Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer
encephalitis, Murray valley encephalitis.
2. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes zoster,
Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

3. Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela, pasca vaksinia,
pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus
respiratorius yang tidak spesifik.6

Klasifikasi berdasarkan penyebab :

Ensefalitis supurativa :
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus, streptococcus,
E.coli dan M.tuberculosa.

Ensefalitis virus :
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :
1. Virus RNA
Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili
Rabdovirus : virus rabies
Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virusdengue)
Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)
Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria
2. Virus DNA

Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus,virus Epstein-barr


Poxvirus : variola, vaksinia
Retrovirus : AIDS

Ensefalitis karena parasit :


a. Malaria serebral
b. Toxoplasmosis
c. Amebiasis
d. Sistiserkosis

Ensefalitis fungus :
Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans,
Cryptococcus neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor
mycosis.

Riketsiosis cerebri

Patofisiologi :

Virus / Bakteri

Mengenai CNS

Ensefalitis

Kejaringan susuna saraf pusat


TIK meningkat

nyeri kepala

Kerusakana susunan saraf pusat

- gangguan penglihatan

kejang

spastic
- gangguan bicara
mual, muntah

- gangguan pendengaran

resiko cedera

- kelemahan gerak
BB turun
- gangguan sensorik
motorik
nutrisi kurang
Gambar 1. Patofisiologi Ensefalitis.7

Virus dapat masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna. Setelah masuk ke
dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara :

Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ
tertentu.

Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke


organ dan berkembang biak di organ tersebut.

Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah pertamakali


masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain.

Penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan
menyebar melalui sistem saraf.8

Pada keadaan permulaan timbul demam, tetapi belum ada kelainan neurologis. Virus akan terus
berkembang biak, kemudian menyerang susunan saraf pusat dan akhirnya diikuti kelainan
neurologis.
Kelainan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh :
-

Invasi dan perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang
berkembang biak.

Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat demielinisasi,
kerusakan vaskular, dan paravaskular. Sedangkan virusnya sendiri sudah tidak ada
dalam jaringan otak.

Reaksi aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten.

Seberapa berat kerusakan yang terjadi pada SSP tergantung dari virulensi virus, kekuatan
teraupetik dari system imun dan agen-agen tubuh yang dapat menghambat multiplikasi virus.
Banyak virus yang penyebarannya melalui manusia. Nyamuk atau kutu menginokulasi virus
Arbo, sedang virus rabies ditularkan melalui gigitan binatang. Pada beberapa virus seperti
varisella-zoster dan citomegalo virus, pejamu dengan sistem imun yang lemah, merupakan faktor
resiko utama.

Pada umumnya, virus bereplikasi diluar SSP dan menyebar baik melalui peredaran darah atau
melalui sistem neural ( virus herpes simpleks, virus varisella zoster ). Patofisiologi infeksi virus
lambat seperti subakut skelosing panensefalitis (SSPE) sanpai sekarang ini masih belum jelas.
Setelah melewati sawar darah otak,virus memasuki sel-sel neural yang mengakibatjan fungsifungsi sel menjadi rusak, kongesti perivaskular, dan respons inflamasi yang secara difus
menyebabkan ketidakseimbangan substansia abu-abu (nigra) dengan substansia putih (alba).
Adanya patologi fokal disebabkan karena terdapat reseptor-reseptor membran sel saraf yang
hanya ditemukan pada bagian-bagian khusus otak. Sebagai contoh, virus herpes simpleks
mempunyai predileksi pada lobus temporal medial dan inferior.
Patogenesis dari ensefalitis herpes simpleks sampai sekarang masih belum jelas dimengerti.
Infeksi otak diperkirakan terjadi karena adanya transmisi neural secara langsung dari perifer ke
otak melaui saraf trigeminus atau olfaktorius.
Virus herpes simpleks tipe I ditransfer melalui jalan nafas dan ludah.Infeksi primer biasanya
terjadi pada anak-anak dan remaja.Biasanya subklinis atau berupa somatitis, faringitis atau
penyakit saluran nafas.Kelainan neurologis merupakan komplikasi dari reaktivasi virus.Pada
infeksi primer, virus menjadi laten dalam ganglia trigeminal.Beberapa tahun
kemudian,rangsangan non spesifik menyebabkan reaktivasi yang biasanya bermanifestasi
sebagai herpes labialis.
Plasmodium falsiparun menyebabkan eritrosit yang terifeksi menjadi lengket.Sel-sel darah yang
lengket satu sama lainnya dapast menyumbat kapiler-kapiler dalam otak. Akibatnya timbul
daerah-daerah mikro infark. Gejala-gejala neurologist timbul karena kerusakan jaringan otak
yang terjadi. Pada malaria serebral ini, dapat timbul konvulsi dan koma.
Pada toxoplasmosis kongenital, radang terjadi pada pia-arakhnoid dan tersebar dalam jaringan
otak terutama dalam jaringan korteks.
Sangatlah sukar untuk menentukan etiologi dari ensefalitis, bahkan pada postmortem.Kecuali
pada kasus-kasus non viral seperti malaria falsifarum dan ensefalitis fungal, dimana dapat
ditemukan indentifikasi morfologik.

Pada kasus viral, gambaran khas dapat dijumpai pada rabies (badan negri) atau virus herpes
(badan inklusi intranuklear).8

Manifestasi klinis :
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis ;

Demam
Kejang
Kesadaran menurun

Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda
meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan progresif,muntah,
penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan mungkin terdapat edema
papil.Tanda-tanda deficit neurologist tergantung pada lokasi dan luas abses.4

Manifestasi klinis tergantung kepada :


1. Berat dan lokasi anatomi susunan saraf yang terlibat, misalnya :
-

Virus Herpes simpleks yang kerapkali menyerang korteks serebri, terutama lobus
temporalis

Virus ARBO cenderung menyerang seluruh otak.

2. Patogenesis agen yang menyerang.


3. Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita.

Umumnya diawali dengan suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia.
Kesadaran dengan cepat menurun,. Anak besar, sebelum kesadaran menurun, sering mengeluh
nyeri kepala. Muntah sering ditemukan. Pada bayi, terdapat jeritan dan perasaan tak enak pada
perut.

Kejang-kejang dapat bersifat umum atau fokal atau hanya twitching saja. Kejang dapat
berlangsung berjam-jam. Gejala serebrum yang beraneka ragam dapat timbul sendiri-sendiri atau
bersama-sama, misalnya paresis atau paralisis, afasia dan sebagainya.
Gejala batang otak meliputi perubahan refleks pupil, defisit saraf kranial dan perubahan pola
pernafasan.Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan mencapai meningen.
Pada kelompok pasca infeksi, gejala penyakit primer sendiri dapat membantu diagnosis.
Pada japanese B ensefalitis, semua bagian susunan saraf pusat dapat meradang, gejalanya yaitu
nyeri kepala, kacau mental, tremor lidah bibir dan tangan, rigiditas pada lengan atau pada seluruh
badan, kelumpuhan dan nistagmus.
Rabies memberi gejala pertama yaitu depresi dan gangguan tidur, suhu meningkat, spastis, koma
pada stadium paralisis.
Ensefalitis herpes simpleks dapat bermanifestasi sebagai bentuk akut atau subakut. Pada fase
awal, pasien mengalami malaise dan demam yang berlangsung 1-7 hari. Manifestasi ensefalitis
dimulai dengan sakit kepala, muntah, perubahan kepribadian dan gangguan daya ingat.
Kemudian pasien mengalami kejang dan penurunan kesadaran. Kejang dapat berupa fokal atau
umum. Kesadaran menurun sampai koma dan letargi. Koma adalah faktor prognosis yang sangat
buruk, pasien yang mengalami koma sering kali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang
berat. Pemeriksaan neurologis sering kali menunjukan hemiparesis. Beberapa kasus dapat
menunjukan afasia, ataksia, paresis saraf cranial, kaku kuduk dan papil edema.

Diagnosis :
Anamnesis :

Demam tinggi mendadak, sering ditemukan hiperpireksia


Penurunan kesadaran dengan cepat. Anak agak besar sering mengeluh nyeri kepala,

ensefalopati, kejang dan kesadaran menurun


Kejang bersifat umum atau fokal, dapat berupa status konvulsius. Dapat ditemukan sejak
awal ataupun kemudian dalam perjalanan penyakitnya.

Pemeriksaan fisis :

Seringkali ditemukan hiperpireksia, kesadaran menurun sampai koma dan kejang.

Kejang dapat berupa status konvulsius


Ditemukan gejala peningkatan intracranial
Gejala serebral lain dapat beraneka ragam, seperti kelumpuhan tipe upper motor
neuron ( spastic, hiperrefleks, reflex patologis dan klonus).1

Pemeriksaan Penunjang :
1.

Pencitraan/ radiologi :

Pencitraan diperlukan untuk menyingkirkan patologi lain sebelum melakukan LP (lumbal


punksi) atau ditemukan tanda neurologis fokal. Pencitraan mungkin berguna untuk memeriksa
adanya abses, efusi subdural, atau hidrosefalus.9
Pada CT-scan dapat ditemukan edema otak dan hemoragik setelah satu minggu. Pada virus
Herpes didapatkan lesi berdensitas rendah pada lobus temporal, namun gambaran tidak tampak
tiga hingga empat hari setelah onset.CT-scan tidak membantu dalam membedakan berbagai
ensefalitis virus.8
MRI (magnetic resonance imaging) kepala dengan peningkatan gadolinium merupakan
pencitraan yang baik pada kecurigaan ensefalitis. Temuan khas yaitu peningkatan sinyal T2weighted pada substansia grisea dan alba. Pada daerah yang terinfeksi dan meninges biasanya
meningkat dengan gadolinium.Pada infeksi herpes virus memperlihatkan lesi lobus temporal
dimana terjadi hemoragik pada unilateral dan bilateral.11
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi yang difus (aktivitas lambat bilateral).Pada
Japanese B encephalitis dihubungkan dengan tiga tanda EEG: 1)gelombang delta aktif yang
terus-menerus ;2)gelombang delta yang disertai spike (gelombang paku) ;3)pola koma
alpha.Pada St Louis ensefalitis karakteristik EEG ditandai adanya gelombang delta yang difus
dan gelombang paku tidak menyolok pada fase akut.Dengan asumsi bahwa biopsi otak tidak
meningkatkan morbiditas dan mortalitas, apabila didapat lesi fokal pada pemeriksaan EEG atau
CT-scan, pada daerah tersebut dapat dilakukan biopsi tetapi apabila pada CT-scan dan EEG tidak

didapatkan lesi fokal, biopsi tetap dilakukan dengan melihat tanda klinis fokal. Apabila tanda
klinis fokal tidak didapatkan maka biopsi dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang
biasanya menjadi predileksi virus Herpes simpleks.8

2.

Laboratorium

Biakan dari darah ,viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar mendapatkan hasil
yang positif dari cairan likour srebrospinalis atau jaringan otak ; dari feces untuk jenis
enterovirus,sering didapatkan hasil positif.
Analisis CSS (cairan serebrospinal) menunjukkan pleositosis (yang didominasi oleh sel
mononuklear) sekitar 5-1000 sel/mm3 pada 95% pasien. Pada 48 jam pertama infeksi, pleositosis
cenderung didominasi oleh sel polimorfonuklear, kemudian berubah menjadi limfosit pada hari
berikutnya. Kadar glukosa CSS biasanya dalam batas normal dan jumlah ptotein meningkat.
PCR (polymerase chain reaction) dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis ensefalitis.
Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) pada cairan serebrospinal biasanya positif lebih
awal dibandingkan titer antibody. Pemeriksaan PCR mempunyai sensitivitas 75% dan spesifisitas
100% dan ada yang melaporkan hasil postif pada 98% kasus yang telah terbukti dengan biposi
otak.Tes PCR untuk mendeteksi West Nile virus telah dikembangkan di California.PCR
digunakan untuk mendeteksi virus-virus DNA.Herpes virus dan Japenese B encephalitis dapat
terdeteksi dengan PCR.10

Tatalaksana :
Terapi suportif :

Tujuannya untuk mempertahankan fungsi organ, dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka
(pembersihan jalan nafas, pemberian oksigen, pemasangan respirator bila henti nafas, intubasi,
trakeostomi) , pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit, koreksi gangguan asam basa darah.
Untuk pasien dengan gangguan menelan, akumulasi lendir pada tenggorok, dilakukan drainase
postural dan aspirasi mekanis yang periodic.1

Medikamentosa :
Tatalaksana tidak ada yang spesifik. Terapi berupa tata laksana hiperpireksia, keseimbangan
cairan dan elektrolit, peningkatan tekanan intracranial, serta tatalaksana kejang. Pasien sebaiknya
di rawat di ruang rawat intensif.
Pemberian pengobatan dapat berupa antipiretik, cairan intravena, obat anti epilepsy, kadang
diberikan kortikosteroid. Untuk mencegah kejang berulang dapat diberikan fenitoin atau
fenobarbital sesuai standard terapi. Peningkatan tekanan intracranial dapat diatasi dengan
pemberian diuretic osmotic manitol 0,5-1 gram/kg/kali atau furosemid 1mg/kg/kali.
Pada anak dengan neuritis optika, mielitis, vaskulitis inflamasi, dan acute disseminated
encephalomyelitis (ADEM) dapat diberikan kortikosteroid selama 2 minggu. Diberikan dosis
tinggi metal-prednisolon 15 mg/kg/hari dibagi setiap 6 jam selama 3-5 hari dan dilanjutkan
prednisone oral 1-2 mg/kg/ hari selama 7-10 hari.
Jika keadaan umum pasien sudah stabil, dapat dilakukan konsultasi dengan department
rehabilitasi medic untuk mobilisasi bertahap, mengurangi spastisitas serta mencegah kontraktur.
Pada pasien herpes ensefalitis (EHS) dapat diberikan Adenosine Arabinose 15 mg/kgBB/hari IV
diberikan selama 10 hari. Pada beberapa penelitian dikatakan pemberian Adenosine Arabinose
untuk herpes ensefalitis dapat menurunkan angka kematian dari 70% menjadi 28%. Saat ini
Acyclovir IV telah terbukti lebih baik dibandingkan vidarabin, dan merupakan obat pilihan
pertama. Dosis Acyclovir 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari.8

Pemantauan pasca rawat :


Gejala sisa yang sering ditemukan adalah gangguan pengelihatan, palsi serebral, epilepsy,
retardasi mental maupun gangguan perilaku. Pasca rawat pasien memerlukan pemantauan
tumbuh kembang, jika terdapat gejala sisa dilakukan konsultasi ke departemen terkait sesuai
indikasi.1

Komplikasi :
Ensefalitis virus berat bisa menyebabkan gagal nafas, koma dan kematian. Ini juga membuat
mental impairment termasuk kehilangan memori, ketidakmampuan bicara, kurang koordinasi
otot, paralisis, atau defek dengan penglihatan dan pendengaran.

Prognosis :
Prognosis tergantung dari keparahan penyakit klinis, etiologi spesifik, dan umur anak. Jika
penyakit klinis berat dengan bukti adanya keterlibatan parenkim maka prognosisnya jelek
dengan kemungkinan defisit yang bersifat intelektual, motorik, psikiatri, epileptik, penglihatan
atau pendengaran. Sekuele berat juga harus dipikirkan pada infeksi yang disebabkan oleh virus
Herpes simpleks.6
Angka kematian untuk ensefalitis berkisar antara 35-50%. Pasien yang pengobatannya terlambat
atau tidak diberikan antivirus (pada ensefalitis Herpes Simpleks) angka kematiannya tinggi bisa
mencapai 70-80%. Pengobatan dini dengan asiklovir akan menurukan mortalitas menjadi 28%.
Sekitar 25% pasien ensefalitis meninggal pada stadium akut. Penderita yang hidup 20-40%nya
akan mempunyai komplikasi atau gejala sisa.
Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada ensefalitis yang tidak diobati.
Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian juga
koma. Pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang
berat.

Banyak kasus ensefalitis adalah infeksi dan recovery biasanya cepat ensefalitis ringan biasanya
pergi tanpa residu masalah neurologi. Dan semuanya 10% dari kematian ensefalitis dari
infeksinya atau komplikasi dari infeksi sekunder .
Beberapa bentuk ensefalitis mempunyai bagian berat termasuk herpes ensefalitis dimana
mortality 15-20% dengan treatment dan 70-80% tanpa treatment.

Pencegahan :

Early treatment (pengobatan awal) pada demam tinggi atau infeksi

Hindari menghabiskan waktu di luar rumah pada waktu senja ketika serangga aktif
menggigit.

Pengendalian nyamuk atau surveilans melalui penyemprotan

Indikasi seksio sesar jika ibu memiliki lesi aktif herpes untuk melindungi bayi baru lahir

Imunisasi/vaksin anak terhadap virus yang dapat menyebabkan ensefalitis (mumps,


measles/campak)

Japanese Encephalitis dapat dicegah dengan 3 dosis vaksin ketika akan berpergian ke
daerah dimana virus penyebab penyakit ini berada. Menurut CDC (Centers for Disease Control
and Prevention), vaksin ini dianjurkan pada orang yang akan menghabiskan waktu satu bulan
atau lebih di daerah penyebab penyakit ini dan selama musim transmisi. Virus Japanese
Encephalitis dapat menginfeksi janin dan menyebabkan kematian.12

Daftar pustaka :
1. Antonius H, Badriul H, dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : IDAI,
2009 :67-70

2. Sevigny, Jeffrey MD. Frontera, Jennifer MD. Acute Viral Encephalitis. Brust, John C.M. In: Current
Diagnosis & Treatment In Neurology. International Edition. New York. Mc Graw Hill. 2007;p449-54
3. Saharso, Darto. Hidayati, Siti Nurul. Infeksi Virus Pada Susunan Saraf Pusat. Soetomenggolo, Taslim
S. Ismael, Sofyan. Dalam: Buku Ajar Neurologi Anak. Cetakan ke-2. Jakarta. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2000;hal373-5.
4. Lazoff M. Encephalitis. [ Online ] February 26, 2010 . Available from : URL ;
www.emedicine.medscape.com/article/791896/overview/htmL Diunduh pada 30 April 2015
5. Markam,S.Ensefalitis dalam Kapita Selekta Neurologi Ed ke-2,Editor :Harsono.,Gadjah Mada
University Press,Yogyakarta.2000;hal 155-6.
6. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis Differential Diagnoses. Richard G,
Bachur,MD. Updated on April 19th, 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/802760differential. Diunduh pada 30 April 2015
7. Fransisca SK. Ensefalitis. [ Online ] Februari 19, 2009 Available from : URL ;
http://last3arthtree.files.wordpress.com/2009/02/ensefalitis2.pdf Diunduh pada 30 April 2015
8. Arvin A.M Penyakit Infeksi dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson.Edtor:Wahab SA.EGC
Jakarta.2000;hal 1141-53
9. Kate M, Cronan.MD. Encephalitis. Updated: January 2010. Available from
http://kidshealth.org/parent/infections/bacterial_viral/encephalitis.html. Diunduh pada 30 April 2015
10.Available from Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis. Richard G, Bathur,MD.
Updated on April 19th, 2011. http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview. Diunduh pada 30
April 2015
11.Todd, Mundy.MD. Encephalitis causese. Michael D, Burg MD. 2012. Available from
http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/page2_em.htm. Diunduh pada 30 April 2015

Anda mungkin juga menyukai