Anda di halaman 1dari 31

Tugas#1

Petrografi
Batuan Metamorf dan Batuan Karbonat

Disusun oleh:
Nama : Haidir ali
No.Mhs : 410013156
Kelas

: 04
Jurusan : Teknik Geologi

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional


Yogyakarta
2015

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas
berkat dan limpahan rahmat-Nyalah maka penulisdapat menyelesaikan sebuah karya tulis
dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul Petrografi batuan
metamorf dan batuan karbonat, yang menurut penulis dapat memberikan manfaat yang besar
bagi mahasiswa teknik geologi khususnya di STTNas untuk mempelajari Petrografi.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohondi maklumi bila
mana isi makalah ini ada kekurangan dan kesalahanyang kurang tepat atau menyinggu perasaan
pembaca.
Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih kepada dosen
Petrografi dan semoga makala ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................
Latar Belakang....................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................................
II.1. Batuan Metamorf.......................................................................................................................
II.1.A Struktur Batuan Metamorf.................................................................................................
II.1.B Tekstur BataunMetamorf....................................................................................................
II.1.C Fasies Metamorf.....................................................................................................................
II.2 Batuan Karbonat......................................................................................................................
Komponen Dalam Batuan Karbonat................................................................................
BAB III KESIMPULAN.........................................................................................................................
Daftar
Pustaka..................................................................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Petrografi merupakan cabang ilmu geologi yang mempelajari cara deskripsi batuan
berdasarkan tekstur,struktur, dan mineralogi secara mikroskopis.
Petrigrafi sangat berhubungan dengan disiplin ilmu geoloi yang lain.seperti dengan ilmu
Petrologi. Petrologi dengan Petrografi sangat berhubungan erat dimana petrologi mempelajari
batuan, baik proses , asal-usul batuan, petrogenesa (mempelajari batuan secara luas) sedangkan
Petrografi merupakan cara untuk mempelajari batuan atau cara deskripsi batuan. Petrografi juga
sangat berhubungan dengan Kristalografi dan Mineralaogi atau pun Mineral Optik. Dimana
dalam mineral optik dipelajari mineral-mineral berdasarkan sifat optiknya. Sedangkan dalam
penamaan batuan harus dikenali mineral apakah yang menyusun batuan tersebut.
Dalam pendeskripsian batauan secara petrografi memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan secara megaskopis.Keuntungan pengamatan secara petrografi adalah : dalam
pengamatan batuan dapat dilihat tekstur khusus yang ada pada batuan, sedangkan secara
megaskopis sulit untuk melihat tekstur khusus batuan . Secara mikroskopis dapat ditentukan
mineral yang menyusun batuan sampai kejenis dari pada mineralnya. Pengamatan petrografi ini
dapat ditentukan variasi dari pada batuannya.

BAB II
PEMBAHASAN
1.BATAUN METAMORFVCCCCCDD
DDDDSBatuan

T sedangkan petrografi

metamorf terbentuk dari proses metamorfisme. Kata "Metamorfisme" berasa

l dari bahasa Yunani yaitu: Meta = berubah, Morph = bentuk, jadi


metamorfisme berarti berubah bentuk. Dalam geologi, hal itu mengacu pada perubahan
susunan / kumpulan dan tekstur mineral, yang dihasilkan dari perbedaan tekanan dan suhu pada
suatu tubuh batuan.
merupakan cara untuk mempelajari batuan atau cara deskripsi batuan.

Walaupun diagenesis juga merupakan perubahan bentuk dalam batuan sedimen,


namun proses ubahan tersebut berlangsung pada suhu di bawah200o C dan tekanan di bawah
300 MPa (MPa: Mega Pascals) atau sekitar 3000 atm.
Jadi, metamorfisme berlangsung pada suhu 200oC dan tekanan 300 Mpa
atau lebih tinggi. Batuan dapat terkenai suhu dan
tekanan tersebut jika berada pada kedalaman yang
sangat tinggi. Sebagaimana kedalamannya pusat subduksi atau kolisi.
Pemerian batuan metamorf secara petrografi
A.Struktur batuan metamorf
Struktur Batuan Metamorf adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau
orientasi unit poligranular batuan tersebut. (Jacson, 1997). Secara umum struktur batuan
metamorf dapat dibadakan menjadi struktur foliasi dan nonfoliasi (Jacson, 1997).
1. Struktur Foliasi
Merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa. Foliasi ini dapat terjadi karena adnya
penjajaran mineral-mineral menjadi lapisan-lapisan (gneissoty), orientasi butiran (schistosity),
permukaan belahan planar (cleavage) atau kombinasi dari ketiga hal tersebut (Jacson, 1970).
Struktur foliasi yang ditemukan adalah :

a. Slaty Cleavage
Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat halus (mikrokristalin) yang
dicirikan oleh adanya bidang-bidang belah planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar.
Batuannya disebut slate (batusabak).

Gambar Struktur Slaty Cleavage dan Sketsa Pembentukan Struktur


b. Phylitic
Srtuktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage tetapi terlihat rekristalisasi yang lebih
besar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih dengan mineral granular. Batuannya disebut
phyllite (filit)

Gambar Struktur Phylitic


c. Schistosic
Terbentuk adanya susunan parallel mineral-mineral pipih, prismatic atau lentikular (umumnya
mika atau klorit) yang berukuran butir sedang sampai kasar. Batuannya disebut schist (sekis).

Gambar Struktur Schistosic dan Sketsa Pembentukan Struktur


d. Gneissic/Gnissose
Terbentuk oleh adanya perselingan., lapisan penjajaran mineral yang mempunyai bentuk
berbeda, umumnya antara mineral-mineral granuler (feldspar dan kuarsa) dengan mineralmineral tabular atau prismatic (mioneral ferromagnesium). Penjajaran mineral ini umumnya
tidak menerus melainkan terputus-putus. Batuannya disebut gneiss.

Gambar Struktur Gneissic dan Sketsa Pembentukan Struktur


2. Struktur Non Foliasi
Terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya terdiri dari butiran-butiran
(granular). Struktur non foliasi yang umum dijumpai antara lain:

a. Hornfelsic/granulose
Terbentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional dan equigranular dan umumnya
berbentuk polygonal. Batuannya disebut hornfels (batutanduk)

Gambar Sruktur Granulose


b. Kataklastik
Berbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan umumnya
membentuk kenampakan breksiasi. Struktur kataklastik ini terjadi akibat metamorfosa
kataklastik. Batuannya disebut cataclasite (kataklasit).
c. Milonitic
Dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik. Cirri struktur ini
adalah mineralnya berbutir halus, menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah dan belum
terjadi rekristalisasi mineral-mineral primer. Batiannya disebut mylonite (milonit).

Struktur Milonitic

d. Phylonitic
Mempunyai kenampakan yang sama dengan struktur milonitik tetapi umumnya telah terjadi
rekristalisasi. Cirri lainnya adlah kenampakan kilap sutera pada batuan yang ,mempunyai
struktur ini. Batuannya disebut phyllonite (filonit).

B. Tekstur Batuan Metamorf


Merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran, bentuk dan orientasi butir
mineral dan individual penyusun batuan metamorf. Penamaan tekstur batuan metamorf
umumnya menggunakan awalan blasto atau akhiran blastic tang ditambahkan pada istilah
dasarnya. (Jacson, 1997).
1. Tekstur Berdasarkan Ketahanan Terhadap Proses Metamorfosa
Berdasarkan ketahanan terhadap prose metamorfosa ini tekstur batuan metamorf dapat
dibedakan menjadi:
a. Relict/Palimset/Sisa
Merupakan tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan sisa tekstur batuan asalnya atau
tekstur batuan asalnya nasih tampak pada batuan metamorf tersebut.
b. Kristaloblastik
Merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk oleh sebab proses metamorfosa itu sendiri.
Batuan dengan tekstur ini sudah mengalami rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak.
Penamaannya menggunakan akhiran blastik.
2. Tekstur Berdasarkan Ukuran Butir
Berdasarkan butirnya tekstur batuan metmorf dapat dibedakan menjadi:
1. Fanerit, bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata
2. Afanitit, bila ukuran butir kristal tidak dapat dilihat dengan mata.
3. Tekstur berdasarkan bentuk individu kristal
Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:
1. Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan bidang kristal itu sendiri.

2. Subhedral, bila kristal dibatasi oleh sebagian bidang permukaannya sendiri dan sebagian
oleh bidang permukaan kristal disekitarnya.
3. Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan kristal lain
disekitarnya.
4.
Berdasarkan bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:
1. Idioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk euhedral.
2. Xenoblastik/Hypidioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk anhedral.
d. Tekstur Berdasarkan Bentuk Mineral
Berdasarkan bentuk mineralnya tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:
1. Lepidoblastik, apabila mineralnya penyusunnya berbentuk tabular.
2. Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk prismatic.
3. Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas
mineralnya bersifat sutured (tidak teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.
4. Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas
mineralnya bersifat unsutured (lebih teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk
anhedral.
Selain tekstur yang diatas terdapat beberapa tekstur khusus lainnya diantaranya adlah sebagai
berikut:

Perfiroblastik, apabila terdapat mineral yang ukurannya lebih besar tersebut sering

disebut porphyroblasts.
Poikloblastik/Sieve texture, tekstur porfiroblastik dengan porphyroblasts tampak

melingkupi beberapa kristal yang lebih kecil.


Mortar teksture, apabila fragmen mineral yang lebih besar terdapat padamassadasar

material yang barasal dari kristal yang sama yang terkena pemecahan (crhusing).
Decussate texture yaitu tekstur kristaloblastik batuan polimeneralik yang tidak

menunjukkan keteraturan orientasi.


Saccaroidal Texture yaitu tekstur yang kenampakannya seperti gula pasir.
Batuan mineral yang hanya terdiri dari satu tekstur saja, sering disebut
berstekturhomeoblastik.

C. FASIES METAMORF

Fasies metamorfosis adalah sekumpulan batuan yang masing -masing


mempunyai paragenesa mineral; sekumpulan batuan yang masing masing
mempunyai paragenesa mineral tertentu; mempunyai keseimbangan P dan T yang
sama. Mineral indikatornya berupa himpunan mineral yang mencirikan kondisi P
&T tertentu.
Konsep fasies metamorfik diperkenalkan oleh Eskola, 1915.
Definisi : Suatu kelompok batuan-batuan metamorf yang terbentuk pada kondisi temperatur dan
tekanan yang sama(Written and Brooks, 1972). Suatu kelompok batuan metamorf akan
menunjukkan suatu kondisi fisik tertentu yang dicirikan oleh asosiasi mineralnya yang tetap
Fasies metamorfik dibatasi oleh tekanan dan temperatur tertentu serta dicirikan oleh hubungan
teratur antara komposisi kimia dan mineralogi.

Fasies metamorfosa berdasarkan temperatur dan tekanan dari


Eskola, 1939

Hubungan temperatur dengan tekanan terhadap pembentukan fasies metamorfisme

Fasies metamorfisme juga bisa dianggap sebagai hasil dari proses isokimia
metamorfisme, yaitu proses metamorfisme yang terjadi tanpa adanya penambahan unsur-unsur
kimia yang dalam hal ini komposisi kimianya tetap. Penentuan fasies metamorf dapat dilakukan
dengan dua cara yakni dengan cara menentukan mineral penyusun batuan atau dengan
menggunakan reaksi metamorf yang dapat diperoleh dari kondisi tekanan dan temperature
tertentu dari batuan metamorf.
Menurut Turner (1960), fasies metamorfisme secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua bagian yakni fasies metamorfosa kontak dan fasies metamorfosa regional.

Fasies metamorfosa kontak


Turner (1960) membagi fasies dari metamorfosa kontak berdasarkan penambahan
suhu (baik tekanan air konstan maupun berkurang). Metamorfosa kontak disini
berarti pengaruh suhu sangat dominan, sedangkan tekanan tidak begitu dominan.
Dibagi menjadi 4 fasies yaitu:
a.

Fasies hornfels Albit-Epidot


Fasies ini biasanya berkembang di bagian paling luar dari suatu kontak

sehingga proses rekristalisasi dan reaksi metamorfosa seringkali tidak sempurna.


Pencirinya adalah adanya struktur relict / sisa yang tidak stabil.
Fasies ini terbentuk pada tekanan dan suhu yang relatif rendah. Penamaan fasies
ini didasarkan pada dua kandungan mineral utamanya yakni albit (plagioklas) dan
epidot (garnet). Hornfels sendiri adalah nama salah satu batuan metamorf yang
khas terbentuk pada zona metamorfisme kontak, dimana batuan asal biasanya
berbutir halus.
Dalam Fasies ini dicirikan oleh kemunculan mineral berikut:
1.

Dalam metabasites:

albite + epidote + actinolite + klorit + kuarsa


2.

Dalam metapelites:

Muscovite + biotite + klorit + kuarsa

b.

Fasies hornfels hornblende


Fasies ini mempunyai ciri khusus yaitu tidak ditemukan klorit dan muncul

untuk pertama kalinya mineral diopsid, andradite, kordierit, hornblende, antofilit,


gedrit, dan cumingtonit.
Fasies ini terbentuk pada tekanan yang rendah, tetapi dengan suhu yang sedikit
lebih tinggi daripada fasies hornfels albit-epidot. Walaupun penamaannya
menggunakan hornblende, namun kemunculan mineral tidak hanya dibatasi oleh
mineral itu saja.
Dalam fasies ini dicirikan oleh kemunculan mineral berikut:
1.

Dalam metabasites:

hornblende + plagioclase diopside, anthophyllite / cummingtonite, kuarsa


2.

Dalam metapelites:

Muscovite + biotite + andalusite + + kuarsa + kordierit plagioclase


3.

Dalam K 2 O-miskin atau batuan meta-sedimen:

kordierit + anthophyllite + biotite + + kuarsa plagioclase


4.

Dalam dolostone kaya Si:

dolomit + kalsit + tremolite talk


c.

Fasies hornfels piroksen


Fasies ini oleh Winkler (1967) disebut fasies Hornfels K.Feldspar

Kordierit, karena kedua mineral tersebut muncul pertama kalinya di fasies ini.
Fasies ini terbentuk pada suhu yang tinggi dan tekanan yang rendah. Mineral
pencirinya adalah orthopiroksen.
Mineral-mineral yang banyak muncul:
1.

Dalam metabasites:

orthopyroxene + clinopyroxene + plagioclase olivin atau kuarsa


2.

Dalam metapelites:

kordierit + kuarsa + sillimanite + K-feldspar (orthoclase) biotite garnet


(Jika suhu di bawah 750 akan ada andalusite bukan sillimanite)
kordierit + orthopyroxene + plagioclase garnet, spinel

3.

Dalam batuan karbonat:

kalsit + forsterit diopside, periclase


diopside + grossular + Wollastonite vesuvianite
d.

Fasies sanadinit
Fasies sanadinit adalah salah satu fasies langka karena kondisi

pembentukannya memerlukan suhu yang sangat tinggi, tetapi tekanannya rendah.


Oleh karenanya, kondisi ini hanya bisa dicapai di sekitar daerah metamorfosa
kontak tetapi dengan syarat suhu tertentu. Karena jika suhu terlalu tinggi, maka
batuan bisa melebur.
Mineral-mineral yang sering muncul:
1.

Dalam metapelites:

kordierit + mullite + sanidine + tridimit (sering diubah untuk kuarsa) + kuarsa


2.

Dalam karbonat:

Wollastonite + anorthite + diopside


monticellite + melilite kalsit, diopside (juga tilleyite, spurrite, merwinite,
larnite dan langka lainnya Ca - atau Ca - Mg-silikat.

Fasies metamorfosa regional


Fasies ini meliputi daerah yang penyebarannya sangat luas dan selalu dalam
bentuk sabuk pegunungan (orogenic).
a.

Fasies Zeolit
Fasies Zeolit adalah fasies metamorf tipe regional dengan derajat terendah,

dimana jika suhu dan tekanan berkurang maka akan terjadi proses diagenesa. Pada
batas diagenesa dan metamorfisme regional, akan terjadi pengaturan kembali
mineral lempung, kristalisasi pada kuarsa dan K-feldspar, terombaknya mineral
temperature tinggi dan pengendapan karbonat. Bila perubahan ini terjadi pada
butiran yang kasar, maka akan memasuki metamorfosa dengan fasies Zeolit.
Mineral yang sering muncul:
1.

Dalam meta-batuan dan greywackes:

heulandite + analcime + kuarsa mineral lempung


laumontite + albite + kuarsa klorit

2.

Dalam meta pelites:

Muscovite + klorit + + kuarsa albite


b.

Fasies Prehnite-pumpellyite
Fasies ini terbentuk dengan kondisi suhu dan tekanan rendah, tetapi sedikit

lebih tinggi daripada fasies Zeolit. Penamaan fasies ini berasal dari kandungan
dua mineral dominan yang muncul yakni mineralprehnite (a Ca - Al phyllosilicate) dan pumpellyite (a sorosilicate).
Mineral yang sering muncul:
1.

Dalam meta-batuan dan greywackes:

prehnite + pumpellyite + klorit + + kuarsa albite


pumpellyite + klorit + epidote + + kuarsa albite
pumpellyite + epidote + stilpnomelane + albite Muscovite + + kuarsa
2.

Dalam metapelites:

Muscovite + klorit + + kuarsa albite


c.

Fasies Greenschist (sekis hijau)


Terbentuk pada Tekanan dan temperatur yang menengah, tetapi temperatur

lebih besar daripada tekanan. Fasies ini merupakan salah satu fasies yang
penyebarannya sangat luas. Nama fasies ini sendiri diambil dari warna mineral
dominan penyusunnya yakni ada klorit dan epidot. Batuan yang termasuk dalam
fasies ini bisa batusabak, filit, sekis.
Mineral yang sering muncul:
1.

Dalam metabasites:

albite + klorit + epidote actinolite, kuarsa


2.

Dalam metagreywackes:

albite + kuarsa + epidote + Muscovite stilpnomelane


3.

Dalam metapelites:

Muscovite + klorit + + kuarsa albite


Chloritoid + klorit + + kuarsa Muscovite paragonite
Biotite + Muscovite + klorit + + kuarsa + albite Mn - garnet (spessartine)
4.

Dalam dolostones kaya-Si:

dolomit + kuarsa

d.

Fasies Blueschist (sekis biru)


Terbentuk pada tekanan dan temperatur yang menengah, tetapi temperatur

lebih kecil daripada tekanan. Fasies ini merupakan salah satu fasies yang
penyebarannya sangat luas. Nama fasies ini sendiri diambil dari warna mineral
dominan penyusunnya yakni ada glaukofan, lawsonite, jadeite, dll
Contoh batuan asal yang bisa membentuk fasies ini ialah basal, tuf, greywacke
dan rijang.
Mineral-mineral yang sering muncul:
1.

Dalam metabasites:

glaucophane + lawsonite + klorit + sphene epidote phengite paragonite,


omphacite
2.

Dalam metagreywackes:

kuarsa + jadeite + lawsonite phengite, glaucophane, klorit


3.

Dalam metapelites:

phengite + paragonite + carpholite + klorit + kuarsa


4.

Dalam karbonat-batu (kelereng):

aragonite
e.

Fasies amfibolit
Fasies amfibolit terbentuk pada tekanan menengah dan suhu yang cukup

tinggi. Penyebaran fasies ini tidak seluas dari fasies sekis hijau. Batuan yang
masuk dalam fasies ini adalah pelitik, batupasir-feldspatik, basal, andesit, batuan
silikat-kapur, batupasir kapuran dan serpih amfibolit.
Mineral yang sering muncul:
1.

Dalam Metabasites

hornblende + plagioclase epidote, garnet, cummingtonite, diopside, biotite


2.

Dalam metapelites:

biotite Muscovite + + kuarsa + plagioclase garnet, staurolite, kyanite /


sillimanite
3.

Dalam Si-dolostones:

dolomit + kalsit + tremolite bedak (tekanan dan temperatur yang lebih rendah)

dolomit + kalsit + diopside forsterit (tekanan dan temperatur yang


lebih tinggi)
f.

Fasies granulit
Fasies ini terbentuk pada tekanan rendah-menengah, tetapi pada suhu yang

tinggi, Fasies ini adalah hasil dari metamorfosa derajat tinggi, metamorfosa yang
paling bawah dari kelompok gneissic.
Mineral yang sering muncul:
1.

Dalam metabasites:

orthopyroxene + clinopyroxene + hornblende + plagioclase biotite


orthopyroxene + plagioclase clinopyroxene + kuarsa
clinopyroxene + plagioclase + garnet orthopyroxene (tekanan yang lebih
tinggi)
2.

Dalam metapelites:

garnet + kordierit + sillimanite + K-felspar + kuarsa biotite


sapphirine + orthopyroxene + K-felspar + kuarsa osumilite (pada temperatur
sangat tinggi)

g.

Fasies eklogit
Fasies metamorf yang paling tinggi, terbentuk pada tekanan yang sangat

tinggi dan suhu yang besar jauh di dalam bumi. Batuan ini biasanya sangat keras
karena terbentuk pada kedalaman yang besar di dalam bumi.
Mineral yang sering muncul:
1.

Dalam metabasites:

omphacite + garnet kyanite, kuarsa, hornblende, zoisite


2.

Dalam metagranodiorite:

kuarsa + phengite + jadeite / omphacite + garnet


3.

Dalam metapelites:

phengite + garnet + kyanite + chloritoid (Mg-kaya) + kuarsa


phengite + kyanite + bedak + kuarsa jadeite

2. BATAUN KARBONAT
Batuan karbonat merupakan batuan yang penyusunutamanya adalah mineral karbonat.
Secara umum, batuan karbonat dikenal sebagaibatugamping, walaupun sebenarnya terdapat
jenis yang lain yaitu dolostone. Batuan karbonatdapat terbentuk di berbagai lingkungan
pengendapan. Namun umumnya batuan ini terbentukpada lingkungan laut, terutama laut
dangkal. Hal tersebut dikarenakan batuan karbonatdibentuk oleh zat organik yang umumnya
subur di daerah yang masih mendapat sinar matahari,kaya akan nutrisi, dll. Laut dangkal di mana
batuan karbonat terbentuk disebut sebagai paparankarbonat (carbonate platform).
KOMPONEN DALAM BATUAN KARBONAT
Komponen penyusun batuan karbonat secara garis besar dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu: a.
Butiran (skeletal, non-skeletal), b. matrix dan c. semen. Komponen tersebut tersusun oleh
mineral-mineral karbonat yang berbeda.

Gambar 1 Diagram yang memperlihatkan hubungan antara zona-zona mineral karbonat


terhadap lingkungan pengendapan pada laut modern.
1. BUTIRAN
Butiran atau grain adalah semua komponen dalam batuan karonat yang berkomposisi
kalsium karbonat (CaCO3) baik yang berasal dari proses biologi seperti terumbu maupun dari

proses biokimia. Butiran ini merupakan komponen yang menunjukkan kesan berbutir dengan
batas-batas antar butir. Komponen tersebut dapat berupa hasil rombakan batuan karbonat itu
sendiri atau batuan karbonat yang telah terbentuk sebelumnya (luar lingkungan pengendapan),
fragmen-fragmen organisme ataupun hasil aktifitas organisme dan presipitasi mineral-mineral
karbonat atau hasil diagenesis.
Jika dianalogikan terhadap batuan silisiklastik, butiran merupakan fragmen yang berada dalam
massa matriks dan semen. Butiran dibagi menjadi dua kelompok yaitu yang berasal dari
organisme atau skeletal dan yang berasal dari non-organisme atau non-skeletal.
A. Skeletal
Skeletal adalah komponen batuan karbonat yang berasal dari organisme baik dalam
bentuk utuh maupun berupa fragmental. Komponen tersebut merupakan penyusun batuan
karbonat yang umum dijumpai. Komponen ini dapat berupa organisme utuh (dikenal dengan
fosil) atau sebagai fragmen-fragmen organisme. Jenis organisme yang bertindak sebagai
komponen skeletal dalam batuan karbonat bervariasi sepanjang sejarah geologi. Penyusun
batuan karbonat dalam hal ini diambil referensi adalah terumbu mulai dari kala Paleozoikum
hingga Kenozoikum terlihat pada tabel 2.1.
Tabel 1 Kelompok utama pembentuk reef sepanjang sejarah geologi (sejak Archaean
Cenozoic) (Heckel, 1974).

Menurut Heckel (1974) terdapat unsur (organisme) utama yang menyusun batuan karbonat dari
waktu ke waktu. Masing-masing Era mempunyai ciri khas organisme penyusunnya. Stromatolit
umum dijumpai pada Era Proterozoic hingga Paleozoic. Namun pada mulanya organisme yang
menyusun batuan karbonat (terumbu) tersebut keaneka ragaman masih sangat kecil dan semakin
ke arah resen (umur muda) keaneka ragaman organisme pembentuk batuan karbonat semakin
banyak. Diversitas (keaneka ragaman) jenis organisme mulai berkembang pesat pada Era
Mesozoikum khususnya pada Zaman Karbon. Khusus untuk Tersier, organisme yang umum
dijumpai adalah koral, algae dan foraminifera dengan spesies yang cukupberagam. Selain itu
juga dijumpai molluska, stromatoporoid dan lain-lain.
Pada umumnya untuk batuan berumur Tersier, terutama pada kala Neogen maka komponen
skeletalnya atau fosilnya hampir sama dengan yang hidup sekarang ini. Ada tiga kelompok
utama penyusun batuan karbonat pada kala Tersier yaitu Algae, Koral dan Foraminifera
(Gambar 2).

Gambar 2 Jenis-jenis skeletal yang umum dijumpai pada batuan karbonat. Sketsa organisme
yang hidup sekarang berupa algae (A), koral (B), dan Sponge (C).
Organisme sebagai penyusun batuan karbonat khususnya pada kala Tersier (sejak 65 juta tahun
lalu) sangat beragam. Berdasarkan tabel 2.1 terlihat bahwa jenis, sebaran dan bentuk organisme
berkembang pesat pada waktu tertentu. Beberapa jenis organisme yang umum dijumpai pada
Zaman Tersier adalah Koral, Algae, sponges dan Foram (Gambar 3- 5).

Gambar 3 Kenampakan singkapan dari koral yang dijumpai pada lower teras batugamping
Selayar di daerah Bira, Kab. Bulukumba (A). Foto sayatan tipis yang memperlihatkan fosil
foraminifera besar (B) yang juga tersebar luas dalam batuan karbonat.

Gambar 4 Komponen batuan karbonat berupa fragmen-fragmen algae merah


(Corallinaceae) (A), Foram besar (B) dan koral (C). A dan B dalam sayatan tipis, C dalam
bentuk poles. Lokasi batugamping Selayar, Bira.

Gambar 5 Komponen batuan karbonat berupa koral soliter dari skerattinian dalam hand
specimen (A), sayatan tipi yang memperlihatkan fragmen Halimeda, tanda panah (B).
Lokasi batugamping Selayar, Bira.
B. Non-Skeletal
Komponen Non-skeletal adalah material penyusun batuan karbonat yang berasal dari non
organisme. Material tersebut terakumulasi pada suatu cekungan atau lingkungan
pengendapan dengan proses yang berbeda-beda. Komponen-komponen tersebut adalah
lithoklas (intraklas dan ekstraklas), ooids, peloids dan coated grain. Sedangkan yang berasal
dari organisme dengan proses tertentu misalnya onkoliths, rhodoliths.
Lithoklas.
Lithoklas dalam beberapa literatur dikenal sebagai lime-clast atau intraclast. Dalam buku ini
peristilahan lithoklas diambil dari Tucker & Wright (1990) yang mencakup intraklas &

ekstraklas (Gambar 2.11). Intraklas adalah komponen karbonat yang merupakan hasil
rombakan batuan karbonat dalam lingkungan pengendapan yang sama, sedangkan
ekstraklas adalah komponen karbonat hasil rombakan dari batuan karbonat yang telah ada di
luar lingkungan pengendapannya.
Ooid (oolit)
Ooid (atau oolite) adalah butiran yang berbentuk bulat, lonjong dan memperlihatkan struktur
dalam baik secara konsentris maupun tangensial dengan suatu inti (nuclei) yang
komposisinya bervariasi. Cortex tersebut adalah halus dan terlaminasi secara rata pada
bagian luarnya, tetapi laminae individu mungkin lebih tipis pada titik-titik sudut tajam
intinya. Bentuk nucleus tersebut tipikal spheroid atau elipsoid dengan derajat sphericity
meningkat kearah luar (Gambar 6).

Gambar 6 Komponen dalam batuan karbonat berupa lithoklas jenisnya belum diketahui
dengan pasti. Contoh setangan (hand speciment) berupa slab dari batugamping Selayar (A),
sayatan tipis yang menunjukkan beberapa ukuran dan batas butir yang tegas (Kendall, 2005)
(B).
Ooid dapat diklasifikasikan berdasarkan microfabriknya atau mineraloginya. Namun ooid
dapat menjadi sulit dikenali bilamana mengalami diagenesis yang terutama terjadi pada ooid
berasal dari aragonit yang telah terganti oleh kalsit. Proses pembentukan ooid bisa pada
daerah beragitasi atau bernergi tinggi dan akan menghasilkan ooid dengan struktur dalam
yang konsentris. Selain itu ooid juga terbentuk pada lingkungan air tenang dengan struktur
dalam tangensial (Gambar 8 B).

Gambar 7 Sketsa kenampakan melintang sayatan oolit (ooid) yang memperlihatkan struktur
dalam (radial dan konsentris). (Sumber: An Overview of Carbonates, Kendall, 2005).

Gambar 8 Fotograf dari ooid (bulat putih bersih) dan mineral terrigenous (kuarsa) warna
bening (A), ooid dalam bentuk sayatan tipis yang memperlihatkan struktur dalam dan
beberapa ooid intinya telah melarut (B). (Sumber: An Overview of Carbonates, Kendall,
2005).
Peloid (Pellet)
Peloid merupakan suatu komponen karbonat berukuran pasir, dengan ukuran rata-rata 100500m yang tersusun oleh kristal-kristal karbonat. Peloid umumnya berbentuk rounded
subrounded, spherical, ellipsoid hingga tak beraturan dan tidak mempunyai struktur dalam.
Istilah tersebut murni deskriptif yang dikemukakan oleh McKee & Gutschick (1969). Istilah
Pellet juga umum digunakan tetapi mempunyai konotasi untuk peloid yang berasal dari
aktifitas organisme atau faecal pellet (Gambar 9).
Peloid merupakan komponen penting didalam batuan karbonat dangkal. Seperti pada Great
Bahama bank bagian barat dari P. Andros, dimana pelet menutupi kurang lebih 10.000 km2.
Peloid menyusun lebih dari 30% total sedimen dan 75% pasir. Pada daerah-daerah berenergi
rendah seperti sedimen-sedimen lagun di daerah Balize, peloid juga umum dijumpai pada
batugamping berenergi rendah di daerah laut dangkal, atau pada lingkungan laut yang
tertutup.

Gambar 9 Sketsa kenampakan butiran peloid dengan lingkungan pembentukannya.


Berbeda dengan ooid yang terbentuk pada daerah agitasi, maka peloid merupakan
komponen batuan karbonat yang terbentuk pada lingkungan enrgi rendah seperti lagoon.
Gambar 10 (A) kenampakan butiran peloid modern, (B) kenampakan peloid dalam bentuk
sayatan tipis yang tidak memperlihatkan struktur dalam.
Banyak peloid merupakan butiran yang telah mengalami diagenesa atau mikritisasi seperti
fragmen-fragmen organisme dan akhirnya membentuk peloid. Sumber lain dari peloid
adalah berasal dari butiran karbonat (lithoklas) yang telah mengalami mikritisasi dan tidak
menampakkan struktur asal sehingga membentuk peloid.
Coated grains
Sejumlah carbonated-coated grains kadang tidak konsisten dalam penggunaan
terminologinya sehingga kadang memunculkan masalah dalam interpretasinya. Memang
hampir semua ahli petrografi batuan karbonat nampaknya mempunyai defenisi sendirisendiri. Coated grains terjadi secara poligenetik dengan perbedaan proses yang membentuk
tipe butiran sama dan banyak dari proses ini belum dimengerti. Selanjutnya coated grain
sama dapat terjadi pada lingkungan yang berbeda sama sekali yang menjadikan
penggunaannya dalam interpretasi lingkungan pengendapan sangat susah.
Beberapa ahli masih memberikan istilah yang berbeda pada obyek yang sama. Istilah-istilah
tersebut misalnya macro-oncoid, pisovadoid, cyanoid, bryoid, turberoid, putroid dan
walnutoid (Peryt, 1983a). Peristilahan ini sudah terlalu jauh dan barangkali istilah yang
membingungkan tersebut tidak akan dibahas dalam buku ini. Penjelasan yang paling baru

mengenai istilah coated grain yakni yang dilakukan oleh Peryt (1983b) yang mengajukan
klasifikasi lain yang menggunakan sistem genetik dan generik untuk pengklasifikasian
butiran ini.
Banyak klasifikasi, termasuk klasifikasi Peryt, membedakan dua kategori besar tentang
coated grains: terbentuk secara kimia (khususnya ooids) dan terbentuk secara biogenik
(oncoids). Tetapi sering tidak mungkin untuk membuktikan apakah suatu coated grain telah
terbentuk secara biogenik dan banyak ooid (biasanya yang diklasifikasikan terbentuk secara
kimia) terbentuk langsung secara biogenik atau mungkin pertumbuhannya dipengaruhi
secara biokimia. Didalam klasifikasinya, Flgel (1982) dan Richter (1983a) mengambil
suatu pendekatan kearah lebih deskriptif terhadap istilah ooid dan oncoid. Defenisi berikut
dimodifikasi dari peneulis tersebut diatas dan menekankan pada sifat dari bentuk cortikal
laminae dan kontinuitas.
Oncoid (atau oncolith) merupakan suatu coated grain dengan cortex kalkareous dari laminae
yang irreguler dan sebagain overlapping. Bentuk oncoid tersebut irregular dan dapat
memperlihatkan struktur biogenik. Beberapa bentuk tidak mempunyai nucleus jelas
(Gambar 10).
Gambar 10 Kenampakan sayatan tipis oncoid dimana intinya merupakan ooid yang
mengalami perkembangan membentuk oncoid. (Sumber: An Overview of Carbonates,
Kendall, 2005).
Oncoids dapat diklasifikasikan pada tipe struktur biogenik yang dikandungnya, contoh
oncoid yang terbentuk oleh coating algae merah disebut rhodolith (atau rhodoids). Suatu
batuan terbuat dari oncoid harus disebut oncolite. Beberapa peneliti membatasi istilah
terhadap nodul algae tetapi penggunaan ini penuh dengan masalah.
Istilah pisoid utamanya digunakan dalam petrografi tetapi tidak ada konsensus muncul untuk
defenisinya. Flgel (1982) menganggap pisoid sebagai non marine ooid, sedangkan
kebanyakan peneliti menekankan pisoid untuk ooid dengan diameter lebih besar dari 2 mm
(Leighton & Pendexter, 1962; Donahue, 1978). Disamping lebih besar dari ooid, pisoid
mempunyai laminae yang kurang teratur.
Peryt (1983b) telah mendefinisikan tiga kategori ukuran untuk coated grain yang didasarkan
pada diameternya: microid (<2 mm), pisoid (2 - 10 mm) dan macroid (> 10 mm).
Pembagian ini telah digunakan oleh Peryt sebagai prefiks (contoh untuk mendefinisikan

oncoid besar sebagai macro-oncoid), tetapi sistemnya kemudian diketahui tipe genetik,
interpretatif yang masih sangat diragukan (Richter, 1983a).
Krumbein (1984) mengklasifikasikan ooid dan oncoid pada sifat keteraturan bentuk dan
kontinuitas laminae, dan dia mengenali micro-oncoid seperti dijelaskan diatas tetapi
kemudian menambahkan suatu termiologi genetik berdasarkan pada apakah secara
keseluruhan butiran merupakan biogenik atau abiogenik. Klasifikasi ini memperkenalkan
oolite dan oncolite sebagai suatu kumpulan dari coated grain yang terbentuk secara biogenik
dan ooloid serta oncoloid sebagai kumpulan dari butiran yang terbentuk secara abiogenik.
Karena tidak mungkin menjelaskan apakah banyak coated grain adalah biogenik atau tidak,
sistem klasifikasi terakhir tidak digunakan dan diharapkan tambahan istilah
membingungkan terakhir tersebut tidak akan dipakai dalam literatur.
Cortoid adalah tipe lain dari coated grain yang dikenal oleh beberapa peneliti (Flgel, 1982).
Cortoid adalah butiran yang diselimuti oleh micrite envelope, dianggap terbentuk oleh
endholitic micro-organisme. Butiran ini bukan sebenarnya butiran tetapi memperlihatkan
alterasi pada permukaan butiran. Tetapi banyak micrite envelope berasal dari penambahan
yan terbentuk oleh enkrustasi dari micro-organisme yang sebagian merupakan endolithic
dan sebagian epilithic (Kobluk & Risk, 1977a,b). Butiran ini mengandung suatu tipe coated
grain non laminated, untuk itu istilah cortoid beralasan untuk dapat digunakan.
2. MATRIKS (MIKRIT)
Matriks adalah komponen batuan karbonat yang secara teoritis berukuran halus (<4
mm). Matriks atau mikrit (Folk, 1962) atau mud (Dunham, 1962) adalah komponen batuan
karbonat yang terbentuk bersama butiran dan bertindak sebagai matriks. Komponen ini
sangat umum dijumpai dalam batuan karbonat dan diinterpretasi terbentuk pada lingkungan
berenergi rendah. Matriks harus dibedakan dengan mikrit yang terbentuk melalui proses
diagenesis (mikritisasi). Mikrit yang terbentuk dengan proses tersebut bisa berasal dari
komponen lain seperti butiran atau semen. Jika dianalogikan dengan batuan sedimen
silisiklastik, matriks disamakan dengan lempung yang terendapkan pada lingkungan
berenergi rendah. Konsekwensinya adalah warnanya menjadi relatif lebih gelap baik dalam
bentuk outcrop (Gambar 2.17B) maupun dalam bentuk sayatan tipis (Gambar 11C).

Gambar 11 Endapan mikrit atau matrik yang terperangkap pada sea grass di daerah
dangkalan (A). Outcrop yang menunjukkan mikrit (warna abu-abu) dengan tekstur
wackestone (B). Internal sedimen yang terdiri atas mikrit (panah) (C). (Sumber: An
Overview of Carbonates, Kendall, 2005).
3. SEMEN
Semen merupakan komponen batuan karbonat yang mengisi pori-pori dan
merupakan hasil diagenesis atau hasil presipitasi dalam pori batuan dari batuan yang telah
ada. Semen sering disamakan dengan sparit hasil neomorphisme, padahal sparit hasil
neomorphisme adalah perubahan (rekristalisasi) dari komponen karbonat yang telah ada.
Beberapa jenis semen yang dikenal dalam batuan karbonat moderen adalah fibrous,
botroidal, isophaceous, mesh of needles dll (Gambar 12). Jenis semen tersebut tergantung
pada lingkungan pembentuk semen yang dikenal sebagai lingkungan diagenesis. Penjelasan
lebih lengkap tentang semen dibahas pada bab diagenesis batuan karbonat.
Kenampakan lapangan dari semen adalah bening seprti kaca, sedangkan dibawah
mikroskop memperlihatkan warna tranparan. Semen dapat terbentuk pada ruang antar
komponen dan dapat juga terbentuk pada ruang dalam komponen atau ruang hasil pelarutan
(Gambar 12).
Gambar 12 Kenampakan jenis-jenis semen dan jenis mineral pembentuk semen pada
batuan karbonat. Jenis semen yang umum dijumpai pada laut dangkal menurut James &
Choquette, 1990.
Beberapa contoh semen dalam batuan karbonat yang banyak dijumpai pada karbonat
modern khususnya pada daerah terumbu adalah fibrous dan botryoidal. Jenis semen tersebut
dapat dijumpai pada batugamping Selayar yang memperlihatkan beberapa jenis (Gambar
13) yaitu fibrous, granular dan bladed.

Gambar 13 Semen jenis fibrous dan granular yang dijumpai pada batugamping Selayar.
Radial fibrous cement yang menyemen fragmen Halimeda (A) dan stratigrafi semen dengan
tiga fase pekembangan (B).
Selain tinjauan morfologi semen, semen juga dapat dianalisis melalui bentuk kristalnya
seperti granular (equant), bladed, dan menjarum (fibers) (Gambar 2.20). Bentuk kristal
semen tersebut dibedakan dengan memperhatikan perbandingan panjang sumbu-sumbu
kristalnya. Bentuk equant memiliki sumbu kristal yang sama panjang antara sumbu a, b, dan
c atau 2 : 1. Sedangkan bentuk kristal blades adalah semen dengan panjang sumbu kristal
yang tidak sama dimana perbandingannya antara 1 : 2 sampai 1:6 antara sumbu a, b dengan
sumbu c. Bentuk kristal menjarum (fibers) jika panjang sumbu c-nya lebih besar dari 1:6.
Gambar 14 Bentuk kristal semen karbonat yang terdiri atas granular (equants), melembar
(blades) dan menjarum (fibers). Sumber Tucker & Wright (1990).
Selain dari bentuk kristalnya jenis semen juga dapat dibedakan berdasarkan morfologi
semennya seperti blade rim cement, granular cement, meniscus cement dan microstalactitic
cement (Gambar 15).
Gambar 15 Morfologi semen seperti bladed cement (A), meniscus cements (B), granular
cements (C) dan microstalactitic cements (D). Bar adalah 1 mm.

BAB III
KESIMPULAN
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari proses metamorfisme.
proses ubahan tersebut berlangsung pada suhu di atas 200o C dan tekanan di bawah 300 MPa
(MPa: Mega Pascals) atau sekitar 3000 atm.Jadi, metamorfisme berlangsung pada suhu 200oC
dan tekanan 300 Mpa atau lebih tinggi. Batuan dapat terkenai suhu dan
tekanan tersebut jika berada pada kedalaman yang
sangat tinggi. Sebagaimana kedalamannya pusat subduksi atau kolisi.
Pemerian batuan metamorf secara petrografi
Struktur Batuan Metamorf
Struktur Batuan Metamorf adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau
orientasi unit poligranular batuan tersebut. (Jacson, 1997). Secara umum struktur batuan
metamorf dapat dibadakan menjadi struktur foliasi dan nonfoliasi (Jacson, 1997).
Tekstur Batuan Metamorf
Merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran, bentuk dan orientasi butir
mineral dan individual penyusun batuan metamorf
Fasies Metamof
Fasies metamorfosis adalah sekumpulan batuan yang masing -masing mempunyai paragenesa
mineral yang mempunyai keseimbangan P dan T yang sama.

Batuan karbonat merupakan batuan yang penyusunutamanya adalah mineral karbonat.


Yang dikenal juga sebagai batugamping. Batuan karbonatdapat terbentuk di berbagai lingkungan
pengendapan. Namun umumnya batuan ini terbentukpada lingkungan laut, terutama laut
dangkal. Hal tersebut dikarenakan batuan karbonatdibentuk oleh zat organik yang umumnya
subur di daerah yang masih mendapat sinar matahari,kaya akan nutrisi, dll. Laut dangkal di mana
batuan karbonat terbentuk disebut sebagai paparankarbonat (carbonate platform).
Komponen penyusun bataun karbonat yaitu:
1. Butiran
2. Matrik

3. Semen

Daftar Pustaka :
http://gemparbumi.blogspot.com/2012/10/struktur-dan-tekstur-batuanmetamorf.html
http://belajarsejarahfun.blogspot.com/2011/07/fasies-metamorf.html
http://kepalabatu43.blogspot.com/2011/02/komponen-dalam-batuan-karbonat.html
https://www.scribd.com/doc/39635865/Aplikasi-Petrografi-Untuk-Klasifikasi-BatuanKarbonat

Anda mungkin juga menyukai