PENDAHULUAN
Metode gas lift sebagai salah satu metode pengangkatan buatan yang
dikenal dalam dunia perminyakan selain beberapa metode pengangkatan buatan
lainnya. Prinsip kerja gas lift adalah menginjeksikan sejumlah gas kedalam kolom
fluida di dalam tubing melalui annulus casing-tubing, yang selanjutnya gas
tersebut masuk melewati katup operasi menuju ke dalam tubing. Dengan
menginjeksikan sejumlah gas ke dalam kolom fluida terjadi penambahan GLR
yang mengakibatkan densitas fluida turun dan gradient tekanan aliran di
sepanjang tubing akan turun, sehingga fluida akan dapat diangat ke permukaan
dengan tekanan yang ada. Re-Design dilakukan pada sumur N-147 di Lapangan
X yang berlokasi di Kecamatan Muara Badak, Kalimantan Timur.
1.1. Latar Belakang Masalah
Re-Design dilakukan karena terjadinya penurunan produksi minyak pada
sumur N-147 lapangan X yang disebabkan turunnya tekanan reservoir dan
semakin meningkatnya produksi air dan meningkatnya GLRf sehingga gas lift
continuous yang ada sekarang kurang optimum, maka perlu dilakukan Re-Design
gas lift continuous pada sumur tersebut.
1.2. Maksud dan Tujuan
Melakukan Re-Design gas lift continuous sumur N-147 pada lapangan X
untuk meningkatkan produksi minyak pada sumur N-147 pada lapangan X.
1.3. Metedologi
Re-Design yang dilakukan pada sumur N-147 gas lift continuous ini
dilakukan dengan beberapa cara pendekatan, pendekatan pertama dengan cara
menganalisa produktivitas sumur ( membuat kurva IPR ) dengan menggunakan
metode Pudjo Soekarno. Selanjutnya menentukan produksi yang diinginkan
sehingga didapatkan Pwf@Ql yang diinginkan, memplot dalam kertas berskala
yang sesuai dengan pressure travese, buat garis tubing intake, gradient tekanan gas
injeksi sehingga didapatkan GLRt dimana dilanjutkan dengan menentukan titiktitik valve unloading, valve operation dan rate injeksi gas (dapat dilihat pada
prosedur pengerjaan gas lift continuous dengan metode grafis pada bab 4).
Berdasarkan metodologi diatas dapat diketahui kedalaman titik injeksi,
dimana titik ini merupakan letak katup operasi yang digunakan sebagai jalan
masuk gas injeksi ke dalam tubing. Diketahui juga letak kedalaman katup yang
dipasang dan tekanan gas yang diinjeksikan pada setiap kedalaman katup.
Penentuan distribusi tekanan dapat digunakan untuk membuat kurva tubing
intake. Kurva tubing intake menghasilkan harga laju produksi dari berbagai GLRt
asumsi. GLRt optimum ditentukan dari 1plot antara laju produksi yang diperoleh
dari perpotongan kurva tubing intake dengan GLRt asumsi pada sumur kajian.
Untuk menentukan GLRt optimum serta distribusi tekanan aliran sepanjang
tubing pada penelitian ini penulis dibantu menggunakan software pipesim. GLRt
optimum adalah suatu harga dimana penambahan gas lebih lanjut akan
menurunkan laju produksi atau pada kondisi lapangan dimana batas maksimum
kemampuan dari kompressor gas injeksi (tekanan gas injeksi dan rate gas injeksi).
1.4. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan pada penelitian untuk Re-Design
Sumur N-147 adalah : BAB I, Pendahuluan, BAB II. Tinjauan Umum Lapangan,
BAB III. Dasar Teori, BAB IV. Re-Design Gas Lift Continuous Sumur N-147,
BAB V. Pembahasan, BAB VI. Kesimpulan.
BAB II
2.1.
Sejarah Lapangan X
Lapangan X mulai beroperasi dengan mengirimkan minyak ke Santan
Plant pada 14 September 1982. Sampai saat ini Lapangan X merupakan salah
satu Asset yang menjadi tulang punggung VICO Indonesia Co, LLc. Lapangan
X berlokasi di wilayah Kalimantan Timur Samarinda Muara Badak. Lokasi
Lapangan X dikategorikan menjadi dua, yaitu : lokasi darat (On Shore) dan
lokasi di perairan (Off Shore), dimana Topo Map dari wilayah Operation lapangan
X ditujukkan dalam Gambar 2.1.
Adapun luas total dari wilayah operasi yang berada di bawah operasi
Lapangan X seluas 8,500 Ha atau 85 Km2. Wilayah sebesar itu dibagi menjadi
beberapa sub wilayah, antara lain :
1. Satellite 1 23 sumur dengan luas area 1,520 Ha
2. Satellite 2 31 sumur dengan luas area 1,920 Ha
3. Satellite 4 44 sumur dengan luas area 2,253 Ha
4. Satellite 5 56 sumur dengan luas area 3,180 Ha
5. Satellite 6 43 sumur dengan luas area 2,385 Ha
6. Central Plant 33 Ha.
Sebagai salah satu area dengan produksi gas terbesar di VICO Indonesia,
sampai saat ini Lapangan X memiliki 197 sumur (aktif dan tidak aktif) 21
sumur merupakan sumur minyak dengan menggunakan sistem artificial lift Gas
Lift Continuous karena ketersediaan gas di lapangan tersebut tersedia cukup
banyak. Untuk kebutuhan tekanan injeksi gas lift diseluruh areal VICO Indonesia
disuplay dari kompressor gas injeksi di lapangan badak dan untuk rate max yang
disarankan untuk tiap-tiap sumur adalah 2000 Mscf atau 2 MMscf dengan tekanan
injeksi disatelit 6 sebesar 1800 psi.
Adapun tipe dari sumur-sumur di lapangan X dapat dikategorikan
sebagai berikut :
Sumur Monobore :
Sumur Monobore adalah sumur dengan tubing produksi yang besar (4-
1/2) yaitu dengan menggunakan casingnya sehingga juga dikenal dengan casing
produksi, yang paling banyak diaplikasikan adalah production casing dengan
ukuran 4-1/2 dan ada satu sumur yang mempunyai production casing 7 karena
sumur ini pernah mempunyai produksi gas yang juga lebih besar dari sumur yang
lain. Filosofi digunakannya metoda sumur monobore adalah untuk mendapatkan
kondisi extreme underbalance pada waktu pertama kali perforasi. Selain itu
dengan metode sumur Monobore flow gas yang dihasilkan bisa lebih besar karena
faktor restriksi dari diameter tubing produksi akan kecil.
Sumur Konventional :
Letak Geografis
Lapangan X minyak dan gas bumi terletak di Provinsi Kalimantan
Timur, atau sekitar 100 km ke arah timur laut dari kota Balikpapan , dan sekitar 40
km ke arah timur dari kota Samarinda.
Lapisan produktif minyak dan gas bumi Lapangan X diperkirakan
berada di kedalaman 5000 ft samapai 14000 ft. Letak lokasi Lapangan X secara
geografis terletak pada :
0o 23 57,7
- 0o34 16,5 BT
Keadaan Geologi
Geologi Lapangan X
Lapangan X yang terletak di Delta Sungai Mahakam merupakan bagian
Lapangan X termasuk salah satu lapangan Minyak dan Gas Bumi yang
terbesar di Cekungan Kutai. Batas-batas Geologi secara umum Lapangan X
ditujukan pada Gambar 2.2.
Statigrafi
Sejarah Cekungan Kutai dimulai dengan adanya penurunan dan
sedimentasi selama Eosen akhir. Selam Eosen akhir sampai Oligosen ini secara
dominan diendapkan lempung marine. Selama Oligosen akhir sampai awal
miosen,Transgresi mencapai puncaknya. Setelah itu fase regresi mulai dan terus
berlanjut sampai sekarang. Sediment Klastik yang tertransfer oleh beberapa
sungai, terhampar dari barat ke arah timur yang luasnya ratusan kilometer.
Penampang sedimentasi yang ada terdiri dari seri endapan Alluvial dan Delta.
Secara berurutan dari tua ke muda ada lima sistem pengendapan yang
dipisah- pisahkan kedalam group dan sub devinisi pada cekungan kutai , yaitu :
2.3.3.
Struktur
Cekungan Kutai adalah salah satu dari beberapa cekungan tersier yang
terbentuk sepanjang bagian Timur Kraton tanah Sunda yang berumur Pra Tersier.
Cekungan ini meluas hampir 165000 km2 dan dibatasi oleh Mangkaliat Ridge di
utara, Palung Makasar di Timur, Peternoster dan Meratus Range di Selatan,serta
komplek Orogenik Kuching di sebelah Barat.
Struktur yang terbentuk dilapangan X terjadi karena proses Sliding
Movement dari Barat ke Timur sehingga terbentuk perlipatan dan patahan yang
orientasinya dari timur laut- Barat daya.
Lapangan X merupakan suatu bentuk Antiklin yang membujur dari
Timur Laut ke Barat Daya, yang terletak sebelah selatan Lapangan Badak.
2.4.
Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan Lapangan X dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Delta Plain
2. Delta Front
3. Pro Delta
Delta Plain merupakan yang paling banyak dijumpai di Lapangan X
yang tersebar kearah laut, serta dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu : Tidal
Channel dan Distribusi Channel. Sedangkan Delta Front dan Pro Delta jarang
dijumpai.
Berdasarkan lingkungan Pengendapannya Lapangan X terbentuk pada
daerah lingkungan pengendapan Delta Plain. Pada lingkungan ini terdapat banyak
lapisan- lapisan batubara (coal) yang tebal serta lapisan- lapisan batupasir yang
berupa alur- alur dari arah Barat ke Timur, dengan ketebalan bervariasi dari 5
meter sampai 10 meter yang umumnya disebut dengan Channel Sand.
Lingkungan
pengendapan
terakumulasinya
Delta
hidrokarbon,
Plain
dan
dapat
dilapangan
berfungsi
X
sebagai
reservoir
tempat
umumnya
2.5.
13565 ft dan sumur ini menggunakan tipe completion Dual String yang disebut
Upper (Short String) dan Lower (Long String) hal ini dimaksudkan agar
memudahkan untuk memproduksikan lapisan-lapisan yang potensial, selain itu
lapisan didalam sumur yang dikaji ini tidak hanya memproduksikan minyak tetapi
gas. Untuk lapisan yang memproduksikan minyak diproduksikan lewat Upper
(Short String) menggunakan sistem Artificial Lift Gas Lift Continuous.
Sumur N-147 merupakan sumur minyak yang menggunakan sistem
produksi artificial lift berupa gas lift karena Lapangan X memiliki kandungan
gas yang cukup besar. Sumur N-147 saat ini memiliki tiga katup sembur buatan
dengan katup operasi pada kedalaman 8006 ft. Sistem gas lift baru digunakan
pada 23 juni 1999 (P injeksi 1650 Psi, Qgi 335 Mscf, dengan produksi sebesar 643
BOPD, 403 BWPD dengan Water Cut 39%), dan hingga sekarang tekanan injeksi
turun menjadi 1370 psi dan rate injeksi (Qgi) 0,995 MMscf atau 995 Mscf. karena
tekanan alir dasar sumur sudah mengalami penurunan, seiring berjalannya waktu
gas lift di sumur ini sering mengalami shut down karena berbagai masalah dan
yang terakhir terjadi pada november 2010 karena jalur pipa gas lift mengalami
kebocoran disungai. Selain itu tekanan injeksi sumur N-147 sudah mengalami
penurunan dimana tekanan injeksi pernah mencapai 1700 psi dan sekarang turun
menjadi 1370 psi, maka dari itu penulis melakukan Re-Design untuk
mendapatkan produksi yang optimum.
Lapisan yang memproduksikan minyak pada sumur N-147 sekarang
berada pada kedalaman 8780-8840 ft TVD atau pada zona FF, dengan produksi
terakhir 1501 BWPD, 127 BOPD, 285 Mscf (associated gas), WC 92%, 28,7API.
BAB III
DASAR TEORI
Disamping membahas teori gas lift itu sendiri sangat penting juga untuk
membahas mengenai mekanisme aliran fluida dalam media berpori dan teori
distribusi tekanan aliran fluida di dalam pipa.
3.1.
beberapa faktor, yaitu sifat fisik fluida yang mengalir, geometri sumur dan daerah
pengurasan serta perbedaan tekanan antara formasi produktif dengan lubang
sumur pada saat terjadi aliran.
Mengenai aliran fluida dalam media berpori telah dikemukakan
oleh
k . A dP
dL ........................................................................................ (3-1)
Keterangan :
q
= viscositas fluida, cp
= tekanan, psi
= panjang penampang, ft
dP
dL
0.007082ko h Pe Pwf
re
r
w
o Bo ln
.................................................................. (3-2)
10
Keterangan :
qo
Pe
Pwf
= viskositas minyak, cp
Bo
ko
re
rw
= jari-jari sumur, ft
Formasi homogen
Fluida incompressible
q
Ps Pwf
....................................................................................... (3-3)
Keterangan :
PI
Ps
Pwf
PI
0.007082ko h
o Bo ln re r
w
.............................................................................. (3-4)
q
k dP
A
dL .................................................................................. (3-5)
q O 0,007082
Dimana:
Qo
k o h Pe Pwf
o BO ln re / rw ........................................................... (3-6)
= Ketebalan lapisan, ft
= Permeabilitas batuan, md
= Viscositas minyak, cp
Bo
Pwf
Pe
re
rw
= Jari-jari sumur, ft
b.
c.
d.
Fluida incompresible
Dengan demikian apabila variabel-variabel dari Persamaan (3-6) diketahui,
maka laju produksi (potensi) sumur dapat ditentukan.
3.1.2.2. Kurva IPR Dua Fasa
Untuk membuat kurva IPR dimana fluida yang mengalir dua fasa, Vogel
mengembangkan
persamaan
hasil
regresi
yang
sederhana
dan
mudah
pemakaiannya, yaitu :
qt
q t , max
Pwf
P
0,8 wf
1 0,2
Pr
Pr
........................................................ (3-7)
Q max
Pr
Pr
Langkah 4. Untuk membuat kurva IPR, anggap beberapa harga Pwf dan
menghitung harga Qo, yaitu:
Qo = Qomax
Pwf
Pwf
0,8
1 0,2
Ps
Ps
Langkah 5. Memplot Qo terhadap Pwf pada kertas grafik linier. Kurva yang
diperoleh adalah kurva kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur.
3.1.2.3. Kurva IPR Tiga Fasa
Pada saat ini telah tersedia dua persamaan untuk menentukan kelakuan
aliran gas, minyak dan air dari formasi ke lubang sumur, yaitu:
a. Petrobras
b. Pudjo Sukarno
Kedua persamaan tersebut dikembangkan dengan menggunakan pendekatan yang
berbeda. Persamaan Petrobras merupakan modifikasi persamaan Vogel,
sedangkan persamaan Pudjo Sukarno dikembangkan dengan Simulator. Tetapi
dalam sumur kajian yang saya gunakan dalah metode Pudjo Sukarno karena
sesuai dengan kondisi lapangan kajian saya.
Gas, minyak dan air berada dalam satu lapisan dan mengalir bersama-sama
secara radial dari reservoir menuju lubang sumur.
Untuk menyatakan kadar air dalam laju produksi total digunakan
parameter water cut, yaitu perbandingan laju produksi air dengan laju produksi
cairan total. Parameter ini merupakan parameter tambahan dalam persamaan
kurva IPR yang akan dikembangkan. Selain itu, hasil simulasi menunjukkan
bahwa pada suatu harga tekanan reservoir tertentu harga water cut berubah sesuai
dengan perubahan tekanan alir dasar sumur, yaitu makin rendah harga tekanan alir
dasar sumur, makin tinggi harga water cut. Dengan demikian perubahan water cut
sebagai fungsi dari tekanan alir dasar sumur, perlu pula ditentukan.
Dalam pengembangan kelakuan aliran tiga fasa dari formasi ke lubang
sumur, dengan menggunakan analisis regresi yang terbaik menghasilkan
persamaan :
qo
Pwf
Ao A1
q o max
Pr
Pwf
A2
Pr
............................................... (3-8)
dimana :
An, (n = 0, 1 dan 2 ) adalah konstanta persamaan, yang harganya berbeda
untuk water cut yang berbeda. Hubungan antara konstanta tersebut dengan water
cut ditentukan pula dengan analisis regresi, dan diperoleh persamaan berikut :
An C o C1 WC C 2 WC ............................................................... (3-9)
dimana : Cn . (n = 0, 1 dan 2) untuk masing-masing harga An ditunjukkan dalam
Tabel 3-1.
Tabel III-1.
Konstanta Cn untuk masing-masing An8)
An
A0
A1
A2
C0
0.980321
-0.414360
-0.564870
C1
0.0115661
0.00392799
0.00762080
C2
0.179050 x 10-4
0.237075 x 10-5
0.202079 x 10-4
Sedangkan hubungan antara tekanan alir dasar sumur terhadap water cut dapat
dinyatakan sebagai Pwf/Pr terhadap WC/WC @ Pwf = Pr , dimana (WC/WC @ Pwf =
Pr) telah ditentukan dengan analisis regresi yang menghasilkan persamaan
berikut :
WC
WC @ Pwf Pr
P1 xExp P2 Pwf / Pr
....................................................(3-
10)
dimana P1 dan P2 tergantung dari harga water cut. Dari hasil analisis regresi
menghasilkan persamaan berikut :
WC
2. Hitung harga WC@Pwf=Pr = P1 . exp( P2 .Pwf / Pr)
Pwf
P
q0
A2 wf
A0 A1
qt max
Pr
Pr ..............................................(314)
5.
Berdasarkan harga Qtmax dari langkah (4) dapat dihitung laju produksi
minyak untuk berbagai harga tekanan alir dasar sumur.
6.
Hitung laju produksi air untuk setipa water cut pada setiap Pwf dengan :
qw WC /(100 / WC .qo ................................................................(3-
15)
7.
Membuat tabulasi harga-harga Qw, Qo, dan Qt untuk berbagai harga Pwf
pada Ps aktual
8.
Jika data berbagai harga tekanan alir dasar sumur diplot dengan
berbagai harga laju produksi total maka akan diperoleh kurva IPR
multi fasa.
FLOWING WELLHEAD
PRESSURE
FLOW
THROUGH POROUS MEDIA
STOCK TANK
sumur (Pwh) dengan menggunakan grafik pressure traverse. Setelah harga Pwh
diketahui, maka dengan bantuan grafik pressure traverse dapat ditentukan
TO SALES
besarnya harga Pwf. Kemudian
plot harga asumsi dengan harga Pwf yang
sesuai.
6. Tarik garis ke atas sampai memotong sumbu tekanan.
7. Tekanan upstream dapat dibaca pada perpotongannya.
3.2.
Analisa Nodal
Analisa nodal diterapkan untuk menganalisa suatu sistem yang tersusun
jaringan pipa kompleks dan sistem pompa sentrifugal juga dianalisa menggunakan
INCLINED
FLOW
metode
Analisa
Nodal. Analisa Nodal diterapkan pada sistem produksi sumur
yang dikemukakan pertama kali oleh Gilbert pada tahun 1954 kemudian
dikembangkan oleh Nind pada tahun 1964 dan Brown pada tahun 1978. Pada
Gambar 3.1. menunjukkan skema dari sistem produksi yang terdiri tiga bagian,
yaitu :
HORIZONTAL FLOW
VERTICAL
INCLINE TUBING
INTAKE
yang mengalir di dalam pipa, dimana untuk fluida yang mengalir dapat terdiri dari
fluida satu fasa, dua fasa maupun tiga fasa.
Teori dasar persamaan fluida dalam pipa dikembangkan persamaan energi,
yang menyatakan keseimbangan energi antara dua titik dalam sistem aliran fluida.
Persamaan ini mengikuti hukum konversi energi, yang menyatakan bahwa energi
yang masuk ke titik 1 dalam pipa ditambah dengan kerja yang dilakukan oleh
fluida antara titik 1 dan 2 dikurangi dengan energi yang hilang antara titik 1 dan 2
sama dengan energi yang keluar dari titik 2.
Dengan menganggap sistim adalah steady state, maka kesetimbangan
energi dapat ditulis sebagai berikut :
2
U1 p1 V1
16)
m v1 m g z1
m v m g z2
q W U 2 p2 V2 2
2gc
gc
2 gc
gc ............................(3-
dimana :
U
= energi dalam
pV
= energi ekspansi
mv2/2gc
= energi kinetik
mgz/gc
= energi potensial
1
18,7
1,74 2 log
0,5
0,5
( fc)
d Nre ( fg )
18)
............................................(3-
dimana :
fc
fg
fasa yang mengalir pada sudut kemiringan pipa tertentu diperoleh dengan
persamaan sebagai berikut :
dP
g
fv 2 vdv
sin
dL g c
2 g c d g c dZ ..........................................................(319)
Secara umum persamaan gradien tekanan total dapat dinyatakan dalam
tiga komponen, yaitu :
(dP/dL)total = (dP/dL)el - (dP/dL)f - (dP/dL)acc......................................(320)
dimana :
(dP/dL)el = (g/gc) sin , merupakan komponen yang ditimbulkan oleh adanya
perubahan energi potensial atau perubahan ketinggian.
(dP/dL)f
3. Komponen percepatan
Komponen ini berlaku untuk setiap kondisi aliran transient, berharga nol
untuk luas penampang yang konstan dan aliran incompressible. Pada setiap
kondisi aliran dimana terjadi perubahan kecepatan, seperti dalam aliran
compressible, penurunan tekanan terjadi dalam arah pertambahan kecepatan.
21)
Dimana :
m L H L g (1 H L )
.......................................................................(3-
22)
Metode ini juga menunjukkan hubungan antara liquid hold-up (HL) dengan
empat parameter tak berdimensi sebagai berikut :
NLv = 1,938 v sL
...........................................................................(3-
23)
Ngv = 1,938 v sg
...........................................................................(3-
24)
Nd = 120,872 d
..........................................................................(3-
25)
NL = 0,15726 L
...................................................................(3-
26)
Dengan menggunakan teknik regresi, untuk menghubungkan keempat
parameter tidak berdimensi diatas, maka dapat dibuat hubungan factor hold up
seperti diperlihatkan pada Gambar 3.4.
tekanan aliran dasar sumurnya bervariasi dari 3175 psig untuk ukuran tubing 1 in
hingga 1150 psig untuk ukuran tubing 3 in.
Tabel III-2.
Pengaruh Laju Produksi3)
Rate
(BLPD)
50
100
200
300
500
1000
1500
2000
4000
6000
8000
10000
Diameter
2 in
986 psig
1049 psig
1152 psig
1235 psig
1371 psig
1678 psig
1995 psig
2336 psig
3777 psig
-
4 in
976 psig
1046 psig
1112 psig
1180 psig
1459 psig
1753 psig
2068 psig
2396 psig
Tabel III-3.
Pengaruh Gas Liquid Ratio3)
GLR (scf/stb)
0
100
200
300
400
500
600
800
1000
1500
3000
5000
10000
FBHP (Psig)
2938
3669
2334
1783
1398
1175
1042
913
862
801
752
768
915
4. Pengaruh Densitas
Pengaruh densitas terhadap gradient tekanan dapat dilihat pada Gambar
3.10. yang akan dinyatakan dalam bentuk oAPI dan viiskositas dibuat konstan
sebesar 1 cp. Meskipun ada hubungan antara densitas dengan viskositas,
sebaiknya viskositas dibuat konstan untuk menghilangkan pengaruhnya terhadap
densitas. Pada Gambar 3.10. dapat dilihat bahwa apabila densitas dalam hal ini
o
API gravity bertambah besar maka tekanan di dasar sumur akan berkurang,
FBHP (Psig)
1460
1392
1313
1285
1281
1272
Dari gambar tersebut dapat dibuat suatu tabulasi seperti terlihat pada Tabel III-5.
Tabel III-5
Pengaruh Viskositas3)
Viskositas
1
10
25
50
100
200
500
1000
5000
FBHP (Psig)
1371
1462
1711
1979
2236
2457
2612
2704
2771
7. Pengaruh Slippage
Hubungan antara laju produksi dengan tekanan dasar sumur ditunjukkan
pada Gambar 3.13. untuk ukuran tubing 2.5 in pada sumur dengan kedalaman
9000 ft dan tekanan kepala tubing 100 psig. Pada gambar tersebut dapat dilihat
bahwa apabila GLR dibuat konstan, maka laju aliran perlu ditambah.
Sebagai contoh untuk GLR = 400 scf/bbl terjadi pada selang laju produksi
antara 100 hingga 150 stb/d, hal ini berarti bahwa laju produksi cairan sangat kecil
dibandingkan dengan laju produksi gas dan pada kondisi ini cairan yang mengalir
akan jatuh kembali. Hal ini disebabkan karena kecepatan gas yang mengalir lebih
besar dibandingkan kecepatan cairan, dengan demikian liquid hold-up (pada
bagian bawah tubing) akan bertambah besar (mendekati satu) dan densitas
campuran bertambah besar, dengan demikian diperlukan tekanan lebih besar
untuk dapat mengangkat cairan.
Tabel III-6
Pengaruh Slippage3)
GLR
50
200
2593
300
2163
Laju Aliran
400
600
800
1762
1081
782
1000
704
1500
631
100
150
200
300
1000
1500
2469
2426
2412
2437
2572
2881
2007
1952
1944
1975
2190
2619
1588
1531
1535
1586
1861
2395
1028
1066
1096
1145
1439
2069
852
892
992
971
1261
1917
774
815
846
897
1184
1860
706
742
778
826
1110
1876
kontinyu
(continuous flow gas lift) dimana volume yang kontinyu dari gas yang bertekanan
tinggi diinjeksikan ke dalam fluida dalam tubing sehingga menurunkan harga
tekanan alir pada dasar sumur dan sumur tersebut dapat mengalirkan fluida yang
ada di dalam reservoir, digunakan pada sumur yang mempunyai tingkat produksi
masih tinggi. Yang kedua adalah Intermittent flow gas lift dimana gas di
injeksikan secara terputus-putus pada selang waktu tertentu, digunakan pada
sumur dengan produksi rendah.
Gas lift adalah suatu usaha pengangkatan fluida sumur dengan cara
menginjeksikan gas bertekanan tinggi (minimal 250 psi) sebagai media
pengangkat kedalam kolom fluida melalui valve-valve yang dipasang pada tubing
dengan kedalaman dan spasi tertentu. Injeksi gas pada proses gas lift dapat
dilakukan baik melalui tubing maupun annulus tubing-casing. Dikembangkan
pada tahun 1930.
Gas lift dapat dilakukan pada sumur yang memenuhi beberapa syarat, diantaranya:
Tersedianya gas dalam jumlah yang memadai untuk injeksi, baik dari
reservoarnya sendiri maupun dari tempat lain.
Ditinjau dari cara penginjeksian gas ke dalam sumur, injeksi gas dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu:
yang mempunyai laju produksi yang rendah, sedang continuous lebih effisien
digunakan pada sumur-sumur yang mempunyai laju produksi yang tinggi dimana
injeksi gas tidak menjadi hambatan.
Beberapa keuntungan Gas lift adalah :
Biaya awal untuk peralatan down hole sangat murah.
Pemasangan peralatan dapat direncanakan untuk pengangkatan dari dekat
dengan permukaan hingga mendekati total kedalaman. Juga dapat
direncanakan untuk pengangkatan dari satu hingga beberapa ribu barrel
per hari.
Laju produksi dapat dikontrol dari permukaan.
Pasir yang ikut terproduksi tidak berpengaruh terhadap peralatan gas lift.
Tidak dipengaruhi oleh kemiringan lubang.
Peralatan yang bergerak tidak banyak sehingga tidak memerlukan
pemeliharaan khusus.
Biaya operasi murah.
Sangat ideal jika injeksi gas hanya sebagai suplemen dan gas formasi
jumlahnya cukup.
Peralatan penting (Gas Compressor) dalam gas lift sistem di install di
permukaan sehingga mudah untuk perawatan dan perbaikan, peralatan ini
juga dapat dipilih dengan bahan bakar gas/elektrik.
Beberapa kerugian Gas lift adalah :
Memerlukan gas yang cukup.
Bila gas yang digunakan bersifat korosif akan menambah biaya operasi.
Tidak efisien untuk lapangan yang kecil jika peralatan compression
diperlukan.
Problem gas freezing dan hydrate.
Problem safety untuk tekanan gas yang tinggi.
Susah untuk mengangkat emulsi dan fluida viscous.
Batasan-batasan Gas Lift :
Harus terdapat gas yang mencukupi, udara, Nitrogen atau gas lain
umumnya cukup mahal dan jarang yang terdapat di sekitar lokasi.
Spasi sumur yang luas, akan mempengaruhi alokasi distribusi gas dan
kehilangan tekanan besar.
3.4.1. Prinsip Kerja Gas Lift Continuous
Gas lift Continuous merupakan proses pengangkatan cairan dari suatu
sumur dengan cara menginjeksikan gas bertekanan tinggi secara terus-menerus
kedalam tubing melalui katup-katup pada annulus casing-tubing yang telah diset
pada kedalaman tertentu. Volume gas yang diinjeksikan kedalam sumur akan
menambah gas yang berasal dari formasi sehingga perbandingan gas cairan (GLR)
naik. Hal ini menyebabkan densitas cairan dalam tubing diatas titik injeksi akan
menurun dan diperoleh gradien tekanan alir yang kecil, sehingga drawdown
tekanan menjadi besar dan menyebabkan laju produksi cairan bertambah besar.
Katup-katup gas lift bekerja secara otomatis berdasarkan perbedaan
tekanan antara annulus dengan tubing. Gas injeksi masuk ke dalam tubing dan
menekan cairan di annulus casing tubing. Pada saat permukaan cairan di annulus
di bawah katup pertama, gas mengalir ke dalam tubing kemudian meringankan
kolom cairan di atasnya sehingga cairan terangkat ke permukaan. Semakin lama,
kolom cairan semakin ringan dan akhirnya perbedaan tekanan antara annulus dan
tubing menjadi besar sehingga katup menutup. Aliran gas kemudian masuk ke
dalam tubing melalui katup dibawahnya sehingga meringankan kolom cairan di
dalam tubing dan mengangkat cairan. Setelah perbedaan tekanan cukup besar
kemudian katup ini menutup juga. Proses tersebut berlangsung terus menerus
sampai mencapai titik injeksi (katup operasi). Proses ini disebut dengan proses
unloading.
Sesuai dengan fungsinya katup-katup gas lift terdiri atas katup unloading,
katup operasi dan katup tambahan. Katup unloading berfungsi sebagai jalan
masuk gas dari annulus ke tubing dan untuk mendorong cairan yang semula
digunakan untuk mematikan sumur. Katup operasi berfungsi sebagai jalan masuk
gas injeksi dari annulus ke dalam tubing untuk mendorong fluida reservoir ke
permukaan. Katup tambahan berfungsi sebagai katup operasi bila tekanan statik
mulai turun.
3.4.2. Instalasi Gas Lift
Ada tiga macam instalasi gas lift yang dikenal selama ini, yaitu : instalasi
terbuka, instalasi tertutup dan instalasi setengah tertutup. Pada instalasi terbuka
rangkaian tubing digantung kedalam sumur tanpa packer maupun standing valve.
Gas diinjeksikan dari annulus casing-tubing kemudian cairan formasi dialirkan ke
permukaan melalui tubing. Instalasi ini biasanya digunakan pada sumur gas lift
continuous yang mempunyai tekanan reservoir dan PI yang tinggi. Kekurangan
instalasi ini adalah :
menggunakan packer yang dipasang pada annulus casing tubing. Instalasi ini
cocok digunakan untuk sumur yang mempunyai tekanan reservoir rendah tetapi
PI-nya masih cukup tinggi. Kelebihan instalasi ini adalah :
ini menggunakan packer dan standing valve yang berfungsi menahan tekanan gas
injeksi ke formasi. Jenis ini sesuai untuk sumur gas lift kontinyu dan intermitten
yang mempunyai tekanan dasar sumur yang rendah.
3.4.3. Katup Sembur Buatan
Dalam operasi sumur sembur buatan, katup berfungsi sebagai saluran
masuknya gas injeksi dari annulus ke dalam tubing pada jumlah dan tekanan
tertentu. Fungsi ini dapat berlangsung pada saat proses pengosongan cairan workover dari dalam sumur (unloading) maupun sebagai katup operasi yang bekerja
sepanjang waktu produksi.
Sesuai dengan fungsinya, maka katup sembur buatan harus dapat terbuka
dan tertutup seperti yang diinginkan. Pembukaan dan penutupan katup
dipengaruhi oleh tekanan gas injeksi dalam annulus dan tekanan aliran dalam
tubing.
Sesuai dengan tekanan yang mempengaruhi pembukaan dan/atau
penutupan katup tersebut, katup gas lift dapat dibagi dalam empat jenis, yaitu :
1. Casing Pressure Operated Valve
Dalam posisi terbuka katup ini dipengaruhi oleh tekanan casing. Katup ini
akan terbuka dengan adanya peningkatan tekanan casing dan akan tertutup
apabila tekanan dalam annulus berkurang. Katup ini disebut juga dengan
pressure valve.
2. Throttling Pressure Valve
Katup ini serupa dengan pressure valve, hanya tekanan yang
mempengaruhi pembukaan dan penutupan berbeda. Dalam posisi terbuka,
katup ini dipengaruhi oleh tekanan oleh tekanan tubing. Pembukaan katup
ini memerlukan peningkatan tekanan casing dan penutupan akan terjadi
casing dan penutupan akan terjadi apabila tubing berkurang.
3. Fluid Operated Valve
Katup ini dipengaruhi oleh perubahan tekanan aliran dalam tubing.
Apabila tekanan aliran dalam tubing meningkat, maka katup akan terbuka,
sebaliknya apabila tekanan dalam tubing berkurang maka katup akan
menutup.
4. Combination Valve
Katup ini disebut juga dengan fluid open pressure closed valve, yang
bekerja degan pengaruh tekanan tubing dan tekanan casing. Katup akan
terbuka apabila tekanan tubing meningkat. Katup akan tertutup apabila ada
pengurangan tekanan casing atau tubing.
Katup-katup gas lift bekerja secara otomatis berdasarkan perbedaan
tekanan antara annulus dan tubing. Katup-katup tersebut menjadi tempat
masuknya gas secara bergantian sampai semua cairan work-over terangkat keatas.
Proses ini disebut sebagai proses unloading. Proses unloading ditunjukkan pada
Gambar 3.16. Pada tubing dipasang empat katup, yang terdiri dari tiga katup
yang berfungsi sebagai katup unloading dan katup keempat berfungsi sebagai
katup operasi. Sebelum dilakukan injeksi semua katup dalam keadaan terbuka.
Sumur berisi cairan work-over, dan puncak cairan berada diatas katup unloading
pertama. Gas mulai diinjeksikan dan gas akan menekan permukaan work-over
kebawah sehingga gas akan mengalir dalam tubing melalui katup pertama yang
terbuka.
2.
3.
Tentukan
besarnya
tekanan
drawdown
yang
diperlukan
untuk
q
p ...............................................................................................(3-
27)
4. Tentukan tekanan alir dasar sumur (Pwf).
PI
q
Ps Pwf ....................................................................................(3-
28)
5. Plot Pwf pada kedalaman sumur.
6. Dari titik Pwf pada kedalaman sumur, plot gradien tekanan alir di bawah titik
injeksi ke arah atas. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan kurva
gradien tekanan alir yang sesuai dengan GLRf (dalam menggunakan kurva
pressure traverse harus memperhatikan parameter Tubing Size, Production
Rate, Sggas
injeksi
kajian) lihat Gambar 3.17. Apabila dalam reservoir ditemukan adanya water
cut, maka GLRf dapat dicari dengan menggunakan rumus, yaitu :
GLRf (1 watercut)GOR ................................................................(3-
29)
7. Plot titik tekanan kick off (Pko) dimana Pko yang besarnya 50 psi lebih rendah
dari tekanan kick off yang tersedia (Pko = Pko -50) dan tekanan operasi (Pso)
yang besarnya 100 psi lebih rendah dari tekanan operasi yang tersedia (Pso =
Pso 100) pada kedalaman 0 (di permukaan)
8. Hitung tekanan gas (Px) pada kedalaman (X ft), yaitu :
Px Pso XGg ..................................................................................(3-
30)
9. Plot titik (Px,X)
10. Dari titik Pso, plot antara (Pso,0) Vs (Px,X) sampai memotong garis gradient
tekanan alir di bawah titik injeksi dengan memperhitungkan gradien gas
injeksi. Gradien gas injeksi dapat diperoleh dengan menggunakan Weight of
Gas Colomn Chart (lampiran C) Titik potong ini merupakan titik
keseimbangan antara tekanan tubing dan annulus atau Point of Balance (POB)
11. Tentukan Point of Injection (POI) yang besarnya 25-50 psi lebih kecil dari
POB (POI = POB 50 psi) pada kurva gradient tekanan alir.
12. Plot tekanan kepala sumur (Pwh) pada kedalaman 0 (di permukaan)
13. Dari titik Pwh, plot gradient tekanan alir di atas titik injeksi dengan
menghubungkan POI dengan Pwf. Dengan menggunakan kurva gradient
tekanan alir yang sesuai, kurva ini akan menunjukan perbandingan gas cairan
(GLR) total.
............(3-
31)
Dimana :
qgi
qt asumsi
GLRasumsi
GLRt
GLRf
...........................................................................(3-
32)
.........................................................(3-
33)
Tpoi T @ depth 460 .......................................................................(3-
34)
c. Penentuan Kedalaman Valve-valve Gas Lift
Penentuan kedalaman valve gas lift dimaksudkan sebagai letak dari
beberapa unloading valve, yaitu valve yang berfungsi untuk mengeluarkan kill
fluid yang ada dalam annulus pada waktu dilakukan injeksi. Untuk kondisi
normal, valve ini akan tertutup di bawah kondisi produksi hingga hanya valve
operasi yang terletak pada kedalaman titik injeksi yang terbuka Gambar 3.19.
Proses unloading valve terdiri dari dua bagian, yaitu penentuan kedalaman
yang diperlukan untuk tiap valve dan perhitungan setting tekanan yang diperlukan
oleh tiap valve (dilakukan di permukaan sebelum valve tersebut dimasukan ke
dalam sumur). Letak kedalaman valve dan setting tekanan valve harus dapat
memenuhi dua hal, yaitu :
a. Dapat mengalirkan fluida dari anulus masuk ke dalam tubing hingga
mencapai kedalaman valve operasi atau titik injeksi dengan tekanan
injeksi yang tersedia
b. Dapat membuka salah satu valve di bawah kondisi produksi tanpa
membuka valve di atasnya
Hitung
Pt1 =Pwh + 0.2 (Pso) ...................................................................
(3-
35)
Pt2 = Pwh + 200 ..........................................................................(336)
2.
3.
Pko Pwh
Gs
.....................................................................(3-
37)
Dv 2, v3... Dv1, v 2..
38)
Dimana :
Dv1, v2
Pso1, Pso2..
Pwh
Gs
Gu
Penentuan ukuran port dan tekanan buka valve dilakukan dengan langkah
langkah sebagai berikut :
1.
................................................(3-
39)
4. Menetukan ukuran port setiap valve gas lift dengan menggunakan Gambar
3.20.,dan cara penggunaan grafik tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mulai dari Pvo buat garis tegak sampai memotong Pt.
b. Dari titik potong ini, buatt garis mendatar ke kiri.
c. Pada sumbu qgi Plot qgi corr dan buat garis tegak kebawah sampai
memotong garis mendatar dari langkah 4c.
d. Ukuran port yang dipilih adalah titik potong dari langkah 4d, apabila
tidak tepat pada garis yang tersedia tentukan ukuran port berdasarkan
garis yang terdekat.
Ap
Ab ................................................................................................(3-
40)
dimana :
Ap
(d 2 )
= 4 , d = ukuran port, in.
Ab
41)
8.
9.
Pd @ 60 0 F
1 R
...............................................................................(3-
43)
3.4.5. Penentuan Gas Liquid Ratio (GLR) Optimum
Laju injeksi gas tergantung pada GLR optimum, tekanan alir dasar sumur
yang terjadi dan laju produksi yang diinginkan. Dua hal tersebut berhubungan
dengan indeks produktivitas formasi dan tubing performance sumur.
Dengan menaikkan GLR (menambah injeksi), maka kehilangan tekanan
dalam tubing dapat dikurangi. Untuk itu diperlukan perhitungan GLR optimum,
yaitu GLR yang dapt memberikan tekanan alir dasar sumur yang minimal pada
suatu harga tertentu.
Salah satu cara, yaitu dengan menghitung Pwf pada beberapa harga GLR
dengan memakai THP tertentu pada setiap laju produksinya. Perpotongan dengan
PI akan memberikan harga q dan Pwf tertentu. Dari plot antara GLR dengan q
akan didapatkan laju produksi yang maksimum dan GLR yang optimum.
Prosedur penentuan perbandingan gas-cairan yang optimum adalah sebagai
berikut :
1.
2.
3.
tertentu. Plot kurva tersebut pada kertas grafik yang sama dengan kurva IPR.
Ulangi langkah 2, yaitu buat kurva tubing pada berbagai
harga GLR.
4.
5.
6.
BAB IV
RE-DESIGN GAS LIFT CONTINUOUS SUMUR N-147
Dalam optimasi sumur continuous gas lift, ada dua performa yang
memegang peranan penting dalam setiap sistem produksi, yaitu inflow
performance yang menggambarkan produktivitas dari sumur dan outflow
performance yang menggambarkan ditribusi tekanan disepanjang media yang
dilalui oleh fluida (tubing). Dalam komponen formasi produktif yang dihitung
adalah produktivitas sumur dan dinyatakan dalam bentuk hubungan antara
tekanan alir dasar sumur dengan laju produksi. Dikarenakan sumur dilapangan
X sudah sangat lama diproduksikan maka fluida yang diproduksi dengan kadar
air (WC) yang tinggi dan fluida yang diproduksi 3 fasa (air, minyak dan gas),
maka dalam perhitungan ini paling sesuai menggunakan metode Pudjo Sukarno.
Sedangkan dalam komponen tubing yang dihitung adalah kehilangan tekanan
aliran yang terjadi disepanjang tubing dan metode yang cukup tepat digunakan
dalam perhitungan adalah metode Duns and Ros. Perhitungan dilakukan dengan
analisa system Nodal, yaitu dengan mengasumsikan beberapa harga laju produksi
fluida (Qtotal) dan untuk masing-masing harga laju produksi tersebut ditentukan
gradien tekanan aliran pada berbagai GLRtotal-nya,yang kemudian diplot dengan
kurva IPR sumur kajian
Injeksi gas lift melalui annulus casing-tubing dimaksudkan untuk
menurunkan gradien tekanan aliran di dalam pipa atau dengan kata lain adalah
untuk memperingan kolom fluida di dalam tubing. Akan tetapi pada kenyataan di
lapangan tidak selalu seperti itu, hal ini disebabkan adanya laju gas yang terlalu
besar maka kecepatannya juga semakin besar, sehingga gesekan yang terjadi ikut
bertambah yang akhirnya akan memperbesar gradien tekanan alirannya disamping
dimungkinkan juga adanya tekanan balik. Dengan semakin besarnya gradient
tekanan aliran akan menyebabkan mengecilnya tekanan draw down, yang akan
menurunkan laju produksinya.
Optimisasi sumur gas lift continuous dengan cara Re-Design pada
Lapangan X dimaksudkan untuk meningkatkan laju produksi fluidanya pada
sumur kajian. Tahapannya yaitu : menetukan rate yang kita inginkan dengan
mendapatkan data Pwf, menentukan tekanan gas injeksi dipermukaan, penentuan
GLRt,
kedalaman
valve-valve
unloading
dan
valve
operation,
dan
: 2925
: 2100
: 1628
: 127
: 185
Water Cut, %
: 92
P2
= -0.01766
2. Penentuan Water Cut (WC)@Pwf = Pr
WC
P1 EXP( P2 Pwf Pr )
WC @ Pwf Pr
92
1.016353EXP(( 0.01766)( 2100 / 2925)
= 91.67498 %
= 0.91675 (Fraksi)
3.
A0
A1
= -0.411
= -0.564870 + 0.762080 x 10-2 + 0.202079 x 10-4 (0.917)2
A2
= -0.558
4. Perhitungan Harga qt max
qo
qt max
Pwf
A0 A1
Ps
P
A2 wf
Ps
127
2100
2100
0.97 (0.411)
(0.558)
q t max
2925
2925
2100
2100
0.97 (0.411)
(0.558)
327.919
2925
2925
qo = 127 bbl/d.
max
untuk
Pwf/Ps
1
0,957
0,855
0,786
0,718
0,650
0,581
0,513
0,444
0,376
0,308
0,239
0,171
0,103
0
Qmax
327,92
327,92
327,92
327,92
327,92
327,92
327,92
327,92
327,92
327,92
327,92
327,92
327,92
327,92
327,92
Qo
0,37
21,43
69,24
98,97
127,00
153,32
177,92
200,81
222,00
241,47
259,23
275,28
289,62
302,26
317,99
Qw
4,07
235,95
762,45
1089,91
1398,52
1688,30
1959,25
2211,35
2444,62
2659,06
2854,66
3031,42
3189,34
3328,43
3501,74
Qtotal
4,44
257,38
831,69
1188,88
1525,52
1841,62
2137,17
2412,17
2666,62
2900,53
3113,89
3306,70
3478,97
3630,69
3819,74
Pwf @
Ql
asumsi
Rate
Produksi
yang
diinginkan
1841 Bfpd
: 10482
: 2925
: 2100
: 1628
Rs, scf/bbl
: 8,6
Water cut, %
: 92
API
: 28,7
SG Gas
: 0.7
SG minyak
: 0,883
Pwh, Psia
: 220
Temperatur di permukaan,0 F
: 90
: 185
ID Tubing, Inch
: 2,992
: 8600
: 8810
: 6,004/ 7,00
o (62.4)
l =
Rs.g (0.0764)
1
WOR
5.614
w 62.4
Bo
1 WOR
1 WOR
0.883 62.4
1
11.5
5.614
1.016 62.4
1.3
1 11.5
1 11.5
= 61,97 lb/cuft
= 0.4308 psi/ft.
Jadi gradien statik = 0.4303 psi/ft .
SFL=Mid . perforation
SFL=8810
2925
0,431
Ps
Grad Fluid Statik
Mscf/d
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Keterangan
Unloading
Unloading
Unloading
Unloading
Unloading
Unloading
Operation/Orifice
4.2.4. Menetukan Ukuran Port dan Perencanaan Tekanan Buka Valve- valve
Gas Lift Continuous
1. Hitung Temperatur katup/valve disetiap kedalaman dengan menggunakan
rumus:
Td@depth = Pwh + (0,01F/ft x depth)
2. Dari setiap kedalaman katup diperloleh tekanan gas injeksi dalam casing
(Pvo), tekanan tubing (Pt) dan temperatur (Tv), yaitu :
Dv (ft)
Pso (Psi)
Pvo (Psi)
Pt (Psi)
Tv (F)
2740
4810
6220
7180
7750
8100
8290
1400
1400
1400
1400
1400
1400
1400
1490
1540
1600
1640
1660
1690
1700
600
960
1215
1410
1530
1620
1670
117
138
152
162
168
171
173
Dv (ft)
Port (Inch)
1-R
2740
4810
6220
7180
7750
8100
8290
5/16
3/8
0,0638
0,0638
0,0638
0,0638
0,0638
0,0996
0,1434
0,9362
0,9362
0,9362
0,9362
0,9362
0,9004
0,8566
4. Menentukan tekanan tutup valve pada lokasi kedalaman valve Pvc, dimana
Pvc sama dengan tekanan dome valve (Pd), Pd :
Rumus : Pd at depth = Pvo(1-R) + PtR
Dv (ft)
Pd (Psi)
2740
4810
6220
7180
7750
8100
8290
1433
1503
1575
1625
1652
1683
orifice
Tv (F)
Ct
Pd @60F (Psi)
117
138
152
162
168
171
173
0,891
0,856
0,835
0,82
0,812
0,807
0,805
1277
1287
1315
1333
1341
1358
orifice
Dv (ft)
Ptro (Psi)
2740
4810
6220
7180
7750
8100
8290
1364
1374
1405
1424
1433
1508
orifice
Tabel IV-2
Hasil Perhitungan Design Ulang Tekanan Gas Lift Valve Sumur N-147
Pd @60F
Dv (ft)
Pso (Psi)
Pvo (Psi)
Pt (Psi)
Tv (F)
1-R
Pd (Psi)
Ct
2740
1400
1490
600
117
0,0638
0,9362
1433
0,891
1277
136
4810
1400
1540
960
138
0,0638
0,9362
1503
0,856
1287
137
6220
1400
1600
1215
152
0,0638
0,9362
1575
0,835
1315
140
7180
1400
1640
1410
162
0,0638
0,9362
1625
0,82
1333
142
7750
1400
1660
1530
168
0,0638
0,9362
1652
0,812
1341
143
8100
1400
1690
1620
171
0,0996
0,9004
1683
0,807
1358
150
8290
1400
1700
1670
172,9
0,1434
0,8566
orifice
0,805
orifice
orifi
(Psi)
Ptro (
Gambar 4.2. Titik Injeksi Sumur Produksi N-147 pada POI Redesain
4.3. Analisa Pwf Pada Kedalaman 8290 ft TVD ( POI Redisain )
Gambar 4.2. menunjukkan bahwa kedalaman titik injeksi (POI) yang baru
dapat dicapai pada kedalaman 8290 ft TVD, dengan 6 valve unloading dan 1
valve operation atau dapat dilihat pada Tabel IV-2, pada kedalaman titik injeksi
yang baru ini diinjeksikan juga sejumlah Qgi asumsi melalui parameter GLRt
asumsi yang ditampilkan dalam Tabel IV-3, analisa kehilangan tekanan dalam
tubing untuk membuat kurva TIP setelah diinjeksikan sejumlah Qgi untuk
mencapai harga GLRt asumsi. Distribusi Pwf Tabel IV-3 ditampilkan pada
diagram flowrate-pressure Gambar 4.3., titik-titik dari hasil perpotongan antara
GLRt asumsi dengan IPR dapat ditampilkan dalam bentuk grafik (Gambar 4.4.)
antara GLRt asumsi (scf/stb) Vs Rate Produksi (Bfpd) agar memudahkan
pembacaaan pada titik-titik perpotongan tersebut. Dalam mengasumsikan
berbagai macam GLRt dibatasi dengan GLRt pada Pwh min (700 scf/stb), GLRt
pada Pwh max (900 scf/stb) dan GLRt pada rate optimum (1100 scf/stb).
Tabel IV-3
Distribusi Pwf Pada Berbagai Harga Qt Terhadap GLRt Asumsi N-147
Untuk POI 8290 ftTVD
Ql (bfpd)
800
900
1000
38,3
3958,4
3952,9
3947,3
3941,8
133,1
2428,8
2307,1
2202,6
2109,9
227,8
2144,8
2022,0
1920,0
1830,6
322,6
2075,0
1961,0
1867,5
1787,5
417,4
2113,6
2010,2
1928,1
1861,7
607,0
2210,8
2117,3
2045,5
1993,5
796,5
2347,5
2282,1
2232,1
2198,9
986,1
2540,4
2482,2
2439,2
2410,0
1175,6
2738,9
2687,8
2652,6
2625,3
1365,2
2939,2
2895,3
2865,5
2845,7
4.4. Penentuan Qgi Optimum Pada Kedalaman 8290 ft TVD
1100
3936,2
2032,2
1752,0
1719,4
1807,5
1962,9
2175,5
2393,3
2613,4
2834,4
Tabel IV-4 diplot dalam Gambar 4.5. yang menunjukkan performa gas
lift N-147 setelah dilakukan pendalaman titik injeksi pada 8290 ft TVD dan
terjadi peningkatan laju produksi menjadi 1853 Bfpd (148 Bopd) pada GLRt 900
scf/d dan laju gas injeksi sebesar 1,34 MMscf.
Tabel IV-4
Harga Qt Optimum dari Perpotongan Kurva IPR Dengan TIP N-147 Untuk
POI 8290 ftTVD
GLRt
(scf/stb)
700
800
900
1000
1100
Ql (bfpd)
Qo(Bopd)
1628
1759
1853
1919
1969
130
141
148
154
158
Qinjeksi
(MMscf)
0,85
1,10
1,34
1,58
1,82
Qo(Bopd)
3
14
21
27
31
Gambar 4.3. Kurva Tubing Intake berbagai GLRt asumsi pada Kurva IPR
Sumur Produksi N-147 pada POI Redesain
Gambar 4.4. Kurva Performance Sumur Continuous Gas Lift N-147 GLRt
(scf/stb) Vs Rate Produksi (Bfpd)
160
150
Qo (Bopd)
140
130
120
0.5
0.7
0.9
1.1
1.3
Qgi (MMscf)
Gambar 4.5. Kurva Performance Sumur Continuous Gas Lift N-147 pada
POI 8290 ft TVD
Tabel IV-5
Rangkuman Hasil Re-Design Sumur Gas Lift Continous N-147 di Lapangan
X VICO Indonesia
Keterangan
Sebelum
Optimasi
Setelah
Sumur N-147
8006
1628
127
786,2
0,995
8290
1853
1.5
Re-Design
Qo (Bopd)
% Kenaikan Qo (Bopd)
GLRt (scf/stb)
Qgi (MMscf/d)
% Kenaikan Qgi (MMscf)
148
21
900
1,34
0,345
BAB V
PEMBAHASAN
perlu dimatikan terlebih dahulu dengan mengisi sumur dengan cairan workover. Densitas cairan work-over dipiilih sedemikian rupa sehingga dapat menahan
tekanan formasi. Operasi gas lift diterapkan pada sumur-sumur yang telah
mengalami penurunan laju produksi atau pada sumur yang tidak dapat
berproduksi secara sembur alam lagi. Gas lift merupakan suatu proses mekanik
pengangkatan cairan dari dasar sumur ke permukaan dengan menggunakan gas
bertekanan tinggi.
Sumur-sumur di lapangan X pada umumnya telah mengalami penurunan
laju
produksi.
Dengan
tersedianya
gas
yang
cukup
sehingga
sangat
memungkinkan untuk dilakukan operasi gas lift. Pada lapangan X pada saat ini
ada 19 sumur yang memproduksikan minyak, 3 sumur sudah mati dan 16 sumur
masih berproduksi secara sembur buatan yang seluruhnya menggunakan operasi
sembur buatan kontinyu. Untuk sembur buatan kontinyu disini valve harus
mampu mengalirkan gas dalam jumlah besar, sehingga tekanan dalam tubing
tetap.
Re-Design sumur Gas Lift Continuous di Lapangan X dimaksudkan
untuk meningkatkan produksi minyak pada sumur yang sedang dikaji. Selain itu
juga dimaksudkan untuk mengoptimumkan penggunaan jumlah gas injeksi yang
diinjeksikan ke dalam sumur gas lift, dalam
73 melakukan re-design ada beberapa
faktor yang harus diperhatikan yaitu kemampuan dari tekanan kompressor gas
injeksi di permukaan, rate gas injeksi maksimum untuk tiap sumur dan tekanan
kepala sumur agar dapat mengalir ke separator agar dapat meningkatkan produksi
sumur tersebut.
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah analisa perilaku sumur gas
lift continuous, yaitu analisa produktivitas sumur berupa pembuatan kurva IPR,
metodologi pembuatan kurva IPR menggunakan metode Pudjo Soekarno pada
Metode ini dipilih dengan anggapan bahwa faktor skin sama dengan nol, water cut
yang tinggi dengan aliran tiga fasa (water,oil dan gas). Prosedur perhitungan
kinerja aliran tiga fasa dari formasi ke lubang sumur adalah dengan
mempersiapkan data penunjang seperti tekanan statik sumur, tekanan alir dasar
sumur, laju produksi minyak dan harga water cut berdasarkan uji produksi.
Dilakukan perhitungan water cut pada Pwf Pr, perhitungan konstanta A0, A1, A2,
perhitungan laju produksi cairan total maksimum, perhitungan laju produksi
minyak untuk berbagai harga Pwf asumsi, penentuan laju produksi air dan
perhitungan laju produksi total dimana dijelaskan dalam Tabel IV-1. Untuk
Sumur N-147 diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut : harga water cut
(WC)@Pwf = 91,67%, konsntanta A0 = 0.97, A1 = -0,411, A2 = -0,558 perhitungan
laju produksi cairan total maksimum = 327,919 Bfpd, laju produksi minyak untuk
harga Pwf (2100psia) = 127 bbl/d, laju produksi air = 1398,52 bbl/d dan laju
produksi total = 1525,52 bbl/d. Kurva IPR sumur kajian terdapat pada Gambar
4.1.
Langkah kedua yaitu menetukan laju produksi liquid yang kita inginkan
yang dilihat dari kemampuan lapisan tersebut (IPR pada lapisan produktif) yang
apabila dipotongkan akan mendapatkan Pwf pada rate yang ditentukan (Pwf@Ql
yang diinginkan), kemudian titik Pwf 1900 psi tersebut diplot dalam skala tekanan
Vs kedalaman yang sesuai dengan skala pressure traverse, rate produksi, water cut
dan ID tubing. Buat garis tubing intake sebelum titik injeksi sesuai dengan GLR f
175 scf/stb yang apabila diteruskan sampai memotong garis kedalaman akan
mendapatkan static fluid level, tentukan tekanan injeksi di permukaan yang sesuai
dengan kemampuan kompressor dilapangan tersebut sebesar 1400 Psi, kemudian
buat garis tekanan gas injeksi sampai memotong garis tubing intake (GLRf), maka
akan dihasilkan titik POB (point of balance) pada kedalaman 8400 ft TVD,
menelusuri garis tubing intake dengan selisih tekanan 25-50 psi dari POB maka
dihasilkan POI pada kedalaman (8290 ft TVD) dapat dilihat pada (lihat Gambar
4.2). Dari hasil perhitungan Redesain didapatkan 6 valve Unloading dan 1 valve
Operation sehingga, Sumur N-147 mempunyai 7 GLV sudah termasuk operating
valve, dengan kedalaman valve I 2740 ft TVD, valve II 4810 ft TVD, valve III
6220 ft TVD, valve IV 7180 ft TVD, valve V 7750 ft TVD, valve VI 8100 ft TVD
dan valve VII 8290 ft TVD. Port yang digunakan untuk mengakomodir tekanan
sebesar 1400 Psi adalah ukuran port 1/4 inch dan ukuran 5/16 inch untuk valve
unloading, sedangkan valve operation menggunakan port orifice.
Didapatkan Ql 1928 Bfpd, Qgi 1,08 MMscf (GLRt 800 scf/stb). Setelah
re-design kedalaman GLV, tekanan casing dan tubing pada kedalaman GLV yang
baru akan berubah sehingga perlu dilakukan pengaturan ulang tekanan tutup buka
masing-masing katup atau yang sering disebut tekanan bengkel atau Test Rack
Opening Pressure (Ptro). Hasil pengaturan tekanan Gas Lift Valve N-147 dapat
dilihat pada Tabel IV-2. Karena adanya batasan rate injeksi tiap sumur sebesar 2
MMscf dan tekanan gas injeksi disatelit 6 sebesar 1800 psi, maka Qgi optimum untuk
lapangan X tidak boleh melebihi 2 MMscf selain itu harus memperhatikan
tekanan kepala sumur disekitar sumur kajian jangan sampai mematikan sumur
yang lainnya.
Langkah ketiga untuk dapat menaikkan laju produksi sumur-sumur gas lift
continuous, dilakukan dengan mengubah sensivitasnya berupa GLRtotal. Parameter
GLRtotal ini merupakan parameter yang diukur diatas titik injeksi di dalam tubing.
GLRt optimum adalah GLRt yang diharapkan dapat memperkecil densitas fluida
di atas titik injeksi sehingga tekanan alir dasar sumurnya turun, sehingga
drawdown tekanan dan laju produksi akan naik. Untuk sumur N-147 setelah
mendapatkan titik injeksi dan kedalaman valve-valve unloading penulis mencoba
menaikkan rate injeksi dengan cara mengevaluasi GLRt yang sudah ada apakah
sudah optimum atau tidak. Berbagai macam GLRt asumsi dari 700, 800, 900,
1000, 1100 scf/stb, dengan batasan bawah pada Pwh min sebesar 700 scf/stb dan
batas atas Pwh max 900 scf/stb dan rate max 2 MMscf@ GLRt 1100 scf/stb.
Apabila GLRt pada rate injeksi 2000 Mscf lebih besar dari GLRt pada P wh
maksimum, maka batasannya menggunakan GLRt pada P wh maksimum dan
apabila GLRt pada rate injeksi 2000 Mscf lebih kecil dari GLRt pada P wh
maksimum, maka batasannya menggunakan GLRt pada rate injeksi maksimum.
Sehingga akan diperoleh harga Pwf pada GLR asumsi dengan laju produksi
tertentu yang ingin dicapai (dengan menggunakan software pipesim). Kurva
tubing intake setelah titik injeksi merupakan kurva plot antara tekanan alir dasar
sumur (Pwf) dan laju Produksi (q) dengan menggunakan dasar ukuran serta
panjang dari flowline dan tubing yang digunakan. Pada kurva tubing intake akan
diperoleh harga laju produksi dari berbagai GLRt asumsi. Plot antara laju
produksi yang didapatkan dari kurva tubing intake dengan GLRt asumsinya akan
diperoleh harga GLRt pada q yang maksimum, dimana harga GLRt tersebut
ditentukan sebagai GLRt Optimum. GLRt optimum adalah suatu harga dimana
penambahan gas lebih lanjut akan menurunkan laju produksi atau batas
kemampuan dari tekanan kompressor gas injeksi di permukaan (dilihat dari
kondisi lapangan). Pada Sumur N-147 diperoleh GLR Optimum dengan kondisi
lapangan pada kedalaman titik injeksi (8290 ft) Optimasi = 900 scf/stb dengan
laju produksi = 1853 Blpd (% kenaikan Ql = 225 Blpd) serta laju gas injeksinya =
1,34 MMscf/ 1340 Mscf dengan kenaikan gas injeksi sebesar 345 Mscf, sehingga
akan menghasilkan rate produksi minyak sebesar 148 Bopd dengan kenaikan rate
produksi sebesar 21 Bopd atau dapat dilihat pada Tabel IV-4. Hasil rangkuman
dari Re-Design sumur N-147 dapat dilihat pada Tabel IV-5 dimana dalam tabel
tersebut membandingkan antara sebelum melakukan re-design dan sesudah redesign.
BAB VI
KESIMPULAN
4. Untuk mendesign rate optimum pada sumur N-147 harus diperhatikan batasanbatasan yg ada pada lapangan tersebut yaitu:
Kemampuan rate maksimum untuk setiap sumur sebesar 2000 Mscf sama
dengan GLRt 1100 scf/stb.
Batasan GLRt pada Pwh maksimum 240 psi sebesar 900 scf/stb.
Batasan GLRt pada Pwh minimum 200 psi sebesar 700 scf/stb.
5. Dengan adanya batasan rate injeksi 2MMscf dan tekanan injeksi dipermukaan
sebesar 1800 psi pada satelit 6, sehingga hasil Re-Design POI sumur N-147
diperoleh GLRt optimum 900 scf/stb dengan rate injeksi sebesar 1382 Mscf
menghasilkan laju produksi liquid 1853 Bfpd (147 Bopd) dengan persen
kenaikan minyak sebesar 21 Bopd.
77