Higroma Revisi
Higroma Revisi
PENDAHULUAN
Higroma subdural merupakan pengumpulan cairan liquor yang terbungkus
oleh kapsul dibawah duramater. Biasanya disebabkan oleh pecahnya arachnoid
sehingga liquor serebrospinalis mengalir dan membentuk kolam. Pada dasarnya,
penatalaksanaanya diberikan serupa dengan terapi pada hematoma subdural
kronis.1
. Kelainan ini agak jarang ditemukan dan dapat terjadi karena robekan
selaput araknoid yang menyebabkan cairan LCS keluar ke ruang subdural.Sebagian
literature juga menyatakan bahwa higroma subdural adalah hematoma subdural kronis/lama
yang mungkin disertai oleh penumpukan/pengumpulan cairan LCS didalam ruang subdural.
Dengan demikian higroma subdural serupa dengan hematom subdural kronik (HSD
kronik).2
Literatur tentang laporan kasus higroma subdural pada anak sangat terbatas.
Di Indonesia, belum ada catatan nasional mengenai morbiditas dan mortalitas dari
higroma subdural. Rata-rata morbiditas & mortalitas dihubungkan secara
pembedahan pada kasus higroma subdural.
Lesi hematom subdural lebih sering terjadi dibanding hematom epidural
(HED atau EDH). Lesi hematom subdural ini bisa menyebabkan terjadinya
higroma subdural. Lesi ini terjadi akibat laserasi arteri/vena kortikal pada saat
terjadi akselerasi dan deselerasi. Pada anak dan usia lanjut sering disebabkan
bridging vein yang menghubungkan permukaan korteks dengan sinus vena.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
hemisfer otak.
b. Selaput Arakhnoid (Lapisan tengah)
Selaput arakhnoid merupakan selaput halus yang memisahkan durameter
dengan piameter yang membentuk sebuah kantong atau balon berisi
cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral.
c. Piameter (Lapisan sebelah dalam)
Piameter merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan
jaringan otak, piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui strukturstruktur jaringan ikat yang disebut trebekel. Tepi falks serebri
membentuk sinus longitudinalis inferior dan sinus sagitalis inferior yang
mengeluarkan darah dari falks serebri. Tentorium memisahkan cerebrum
dengan cerebelum.4
kehendak. Selain itu otak besar juga mengendalikan semua kegiatan yang disadari
seperti bergerak, mendengar, melihat, berbicara, berpikir dan lain sebagainya.6
b. Otak kecil (cerebellum)
Otak kecil terletak dibawah otak besar. Terdiri dari dua belahan yang
dihubungkan oleh jembatan varol, yang menyampaikan rangsangan pada kedua
belahan dan menyampaikan rangsangan dari bagian lain. Fungsi otak kecil adalah
untuk mengatur keseimbangan tubuh serta mengkoordinasikan kerja otot ketika
bergerak.4
c. Batang Otak (Trunkus serebri)
Batang otak terdiri dari :
1.
2.
3.
4.
korteks serebri.
Medula oblongata, merupakan bagian dari batang otak yang paling
bawah yang menghubungkan pons varolli dengan medulla spinalis.
Medulla oblongata memiliki fungsi yang sama dengan diensefalon.6
5. Cairan Serebrospinalis
Gambar 2.4
Gambaran CT Scan
Higroma
kiri.
Perhatikan
penekanan pada
2.2.2
ETIOLOGI
&
PATOGENESIS
Ada
dari
higroma
beberapa
etiologi
subdural
yang
menggunakan
MRI
dan
radioisotope
cisternography
untuk
onkotik yang tinggi pada cairan yang kental. Meskipun volumenya bisa menurun
akibat degradasi darah dan protein, namun adanya perdarahan ulang menyebabkan
volumenya menetap sehingga hematoma subdural tetap ada.
Tipe akumulasi cairan subdural yang kedua adalah terbukanya arachnoid
sehingga cairan serebrospinal dapat memasuki ruang subdural. Cairan
serebrospinal bercampur dengan darah sehingga berubah menjadi cairan
xantokromatik yang encer, sering disebut higroma subdural.
Tipe akumulasi ketiga menghasilkan cairan yang lebih purulen. Empiema
subdural dapat disebabkan oleh perluasan langsung dari sinusitis atau otitis media
ke ruang epidural lalu ke ruang subdural. Akumulasi cairan subdural yang purulen
kadang-kadang juga terlihat setelah episode meningitis bakterial, khususnya
akibat Haemophilus influenza.8
2.2.3 GEJALA KLINIS
Raj Kumar melaporkan dalam penelitiannya 93% pasien berusia dibawah
2 tahun, namun ada pula beberapa anak berusia < 2 tahun dengan rerata umum 10
bulan (rentangan 3 bulan 2 tahun). Kejang merupakan gejala yang paling sering
dikeluhkan, diikuti iritabilitas dan letargia, serta fontanela yang membesar dan
membonjol . Kadang-kadang bisa disertai pula dengan hemiparesis dan paresis
nervus VI.9
SI No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Persentase (%)
45.3
37.1
22.6
15.4
15.4
12.3
10.3
10.3
7.2
Tabel 2.1 Tanda & Gejala pada pasien dengan Higroma Subdural
2.2.4 DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis higroma subdural, selain anamnesis, gejala
klinis dan pemeriksaan fisik, diperlukan juga penunjang berupa radiologis
diagnostik yaitu CT Scan dan MRI. CT Scan Kepala dengan atau tanpa kontras
memiliki nilai diagnostik. Akumulasi cairan subdural umumnya bersifat bilateral
pada hampir 77% kasus.11 Ketebalan akumulasi cairan subdural dapat bervariasi
dari beberapa mm (4 mm) hingga 42 mm. MRI juga terbukti bermanfaat dalam
membedakan akumulasi cairan subdural dari dilatasi subarachnoid jinak atau
hidrosefalus eksternal jinak yang tidak membutuhkan intervensi bedah pada
sebagian besar kasus. MRI dapat menunjukkan efek penekanan akumulasi
subdural terhadap korteks.11
Pada pemeriksaan neuroimaging, biasanya dengan CT scan dan MRI,
terlihat berbentuk seperti bulan sabit dengan adanya tumpukan cairan extraaxial
dengan CSF yang padat. Umumnya terjadi secara bilateral.12
Gambar 2.5
A.CT -hygromasubduralkirifrontal
(9
hari).B
Peningkatan
10
Gambar 2.6.C. Pengurangan dari hygroma, dengan kemungkinan adanya neomembrane(117 hari). D.Resolusi dari kumpulan subdural(730
hari).
DIAGNOSIS BANDING
Higroma subdural adalah kumpulan cairan serebrospinal yang terletak di
ruang subdural, mirip dengan hematoma. Diagnosis banding umtuk higroma
subdural adalah subdural hematoma ronis. Dengan pemeriksaan CT-scan, subdural
11
2.2.6 KOMPLIKASI
Komplikasi pada pasien dengan Higroma Subdural adalah Perdarahan dan
infeksi pasca pembedahan. Bisa juga terjadi adanya Herniasi batang otak karena
penumpukan cairan serebrospinal yang banyak.13
1.2.5
PENATALAKSANAAN
Sejumlah modalitas terapi pernah dilaporkan, antara lain evakuasi dan
irigasi ruang subarachnoid melalui burrhole, tap subdural, drainase subdural
secara kontinyu dan penggunaan shunt subduroperitoneal. Pemasangan shunt
telah dilaporkan oleh sejumlah peneliti, namun komplikasinya cukup merepotkan,
antara lain obstruksi, migrasi, infeksi, drainase unilateral dan perforasi usus.9
Pada higroma yang simtomatik, khususnya dengan status klinis yang
memburuk disertai dengan peningkatan volume hygroma dengan kompresi otak
yang menyebabkan herniasi, dilakukan tindakan operasi: drainase burr-hole
eksternal. Tetap dilakukan drainase dilakukan subdural selama 24-48 jam pasca
operasi, jika tidak terjadi resorpsi yang memadai shunting pada ruang subdural.
Kekambuhan setelah tindakan drainase burr-hole sederhana merupakan hal
yang sering terjadi, karena kasus yang berulang.13,14
Tindakan kraniotomi dilakukan untuk menemukan lokasi kebocoran CSF
(yang mungkin sangat sulit untuk dilakukan). Juga dilakukan peletakan shunt
subdural ke peritoneal, untuk mengalirkan cairan yang berlebih menuju ruang
peritoneum. 15
12
1.2.6 PROGNOSIS
Dari segi mortalitas dan morbiditas secara neurologis, hasil akhir cedera
kepala pada anak biasanya baik. Mortalitas mencapai 10-20% pada anak dengan
GCS 8 atau kurang. Pada beberapa laporan, anak dengan GCS 5 atau lebih tanpa
syok, mortalitas mencapai 10 persen, sedangkan anak dengan GCS dibawah 5,
mortalitas mencapai 50-70%. Syok akan memperburuk hasil akhir.1 Berdasarkan
literatur lain prognosis higroma sendiri berprognosis baik, tetapi prognosis lebih
ditentukan oleh cedera otak primernya.2
BAB III
13
RINGKASAN
Jumlah kejadian Literatur tentang laporan kasus higroma subdural pada anak
DAFTAR PUSTAKA
14
Bedah. Jakarta:
2009.EGC:1110
14. Ersahin Y, Tabur E, Kocaman S, Mutluer S. Complications of
subduroperitoneal shunting . Child Nerv Syst 2009; 16:3336.
15. Greaves, I., and Johnson, G. Head And Neck Trauma.Dalam: Greaves, I.,
and Johnson, G. Practical Emergency Medicine., 2010.p233 245.
15
16