Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
Higroma subdural merupakan pengumpulan cairan liquor yang terbungkus
oleh kapsul dibawah duramater. Biasanya disebabkan oleh pecahnya arachnoid
sehingga liquor serebrospinalis mengalir dan membentuk kolam. Pada dasarnya,
penatalaksanaanya diberikan serupa dengan terapi pada hematoma subdural
kronis.1
. Kelainan ini agak jarang ditemukan dan dapat terjadi karena robekan
selaput araknoid yang menyebabkan cairan LCS keluar ke ruang subdural.Sebagian
literature juga menyatakan bahwa higroma subdural adalah hematoma subdural kronis/lama
yang mungkin disertai oleh penumpukan/pengumpulan cairan LCS didalam ruang subdural.
Dengan demikian higroma subdural serupa dengan hematom subdural kronik (HSD
kronik).2
Literatur tentang laporan kasus higroma subdural pada anak sangat terbatas.
Di Indonesia, belum ada catatan nasional mengenai morbiditas dan mortalitas dari
higroma subdural. Rata-rata morbiditas & mortalitas dihubungkan secara
pembedahan pada kasus higroma subdural.
Lesi hematom subdural lebih sering terjadi dibanding hematom epidural
(HED atau EDH). Lesi hematom subdural ini bisa menyebabkan terjadinya
higroma subdural. Lesi ini terjadi akibat laserasi arteri/vena kortikal pada saat
terjadi akselerasi dan deselerasi. Pada anak dan usia lanjut sering disebabkan
bridging vein yang menghubungkan permukaan korteks dengan sinus vena.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI KEPALA DAN OTAK


1. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau
kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea
aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan
pericranium.4
2. Tulang Tengkorak
Tengkorak adalah tulang kerangka dari kepala yang disusun menjadi dua
bagian yaitu kranium (kalvaria) yang terdiri atas delapan tulang dan kerangka
wajah yang terdiri atas empat belas tulang. Rongga tengkorak mempunyai
permukaan atas yang dikenal sebagai kubah tengkorak, licin pada permukaan luar
dan pada permukaan dalam yang terdapat lekukan supaya dapat sesuai dengan
otak dan pembuluh darah. Permukaan bawah dari rongga dikenal sebagai dasar
tengkorak atau basis kranii. Dasar tengkorak ditembusi oleh banyak lubang
supaya dapat dilalui oleh saraf dan pembuluh darah.4

Gambar 2.1. Tulang Kranium


3. Meningeal
Meningeal merupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang
belakang. Fungsi meningeal yaitu melindungi struktur saraf halus yang membawa

pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinal), dan memperkecil


benturan atau getaran, yang terdiri atas 3 lapisan, yaitu :
a.

Durameter (Lapisan sebelah luar)


Durameter ialah selaput keras pembungkus otak yang berasal dari
jaringan ikat tebal dan kuat, dibagian tengkorak terdiri dari selaput tulang
tengkorak dan dura meter propia di bagian dalam. Di dalam kanalis
vertebralis kedua lapisan ini terpisah. Durameter pada tempat tertentu
mengandung rongga yang mengalirkan darah vena dari otak, rongga ini
dinamakan sinus longitudinal superior yang terletak diantara kedua

hemisfer otak.
b. Selaput Arakhnoid (Lapisan tengah)
Selaput arakhnoid merupakan selaput halus yang memisahkan durameter
dengan piameter yang membentuk sebuah kantong atau balon berisi
cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral.
c. Piameter (Lapisan sebelah dalam)
Piameter merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan
jaringan otak, piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui strukturstruktur jaringan ikat yang disebut trebekel. Tepi falks serebri
membentuk sinus longitudinalis inferior dan sinus sagitalis inferior yang
mengeluarkan darah dari falks serebri. Tentorium memisahkan cerebrum
dengan cerebelum.4

Gambar 2.2. Lapisan Meningeal


4. Otak
Otak merupakan suatu organ tubuh yang sangat penting karena merupakan
pusat komputer dari semua organ tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di
dalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.
Otak terdiri dari otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum), dan batang otak
(Trunkus serebri). Besar otak orang dewasa kira-kira 1300 gram, 7/8 bagian berat
terdiri dari otak besar.4

Gambar 2.3 Bagian Otak


a. Otak besar (cerebrum)
Otak besar merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak,
berbentuk telur mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masingmasing disebut fosa kranialis anterior atas dan fosa kranialis media. Otak besar
terdiri dari dua belahan, yaitu belahan kiri yang mengendalikan tubuh bagian
kanan, dan belahan kanan yang mengendalikan tubuh bagian kiri. Otak
mempunyai 2 permukaan, permukaan atas dan permukaan bawah. Kedua lapisan
ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada pada bagian korteks
serebral dan zat putih yang terdapat pada bagian dalam yang mengandung serabut
saraf. Fungsi otak besar yaitu sebagai pusat berpikir (kepandaian), kecerdasan dan

kehendak. Selain itu otak besar juga mengendalikan semua kegiatan yang disadari
seperti bergerak, mendengar, melihat, berbicara, berpikir dan lain sebagainya.6
b. Otak kecil (cerebellum)
Otak kecil terletak dibawah otak besar. Terdiri dari dua belahan yang
dihubungkan oleh jembatan varol, yang menyampaikan rangsangan pada kedua
belahan dan menyampaikan rangsangan dari bagian lain. Fungsi otak kecil adalah
untuk mengatur keseimbangan tubuh serta mengkoordinasikan kerja otot ketika
bergerak.4
c. Batang Otak (Trunkus serebri)
Batang otak terdiri dari :
1.

Diensefalon, bagian batang otak paling atas terdapat diantara


serebellum dengan mensepalon, kumpulan dari sel saraf yang
terdapat dibagian depan lobus temporalis terdapat kapsula interna
dengan sudut menghadap kesamping. Diensefalon ini berfungsi
sebagai vaso konstruksi (memperkecil pembuluh darah), respiratori
(membantu proses pernafasan), mengontrol kegiatan reflex, dan

2.

membantu pekerjaan jantung.


Mensefalon, atap dari mensefalaon terdiri dari empat bagian yang
menonjol ke atas, dua di sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus
superior dan dua disebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus
inferior. Mensefalon ini berfungsi untuk sebagai pusat pergerakan

3.

mata, mengangkat kelopak mata, dan memutar mata.


Pons varolli, merupakan bagian tengah batang otak dan arena itu
memiliki jalur lintas naik dan turun seperti otak tengah. Selain itu
terdapat banyak serabut yang berjalan menyilang menghubungkan
kedua lobus cerebellum dan menghubungkan cerebellum dengan

4.

korteks serebri.
Medula oblongata, merupakan bagian dari batang otak yang paling
bawah yang menghubungkan pons varolli dengan medulla spinalis.
Medulla oblongata memiliki fungsi yang sama dengan diensefalon.6

5. Cairan Serebrospinalis

Cairan serebrospinal adalah hasil sekresi plexus khoroid. Cairan ini


bersifat alkali, bening mirip plasma dengan tekanannya 60-140 mm air. Sirkulasi
cairan cerebrospinal yaitu cairan ini disalurkan oleh plexus khoroid ke dalam
ventrikel-ventrikel yang ada di dalam otak. Cairan itu masuk ke dalam kanalis
sentralis sumsum tulang belakang dan juga ke dalam ruang subarakhnoid melalui
celah-celah yang terdapat pada ventrikel keempat. Setelah itu cairan ini dapat
melintasi ruangan di atas seluruh permukaan otak dan sumsum tulang belakang
hingga akhirnya kembali ke sirkulasi vena melalui granulasi arakhnoid pada sinus
sagitalis superior. Oleh karena susunan ini maka bagian saraf otak dan sumsum
tulang belakang yang sangat halus terletak diantara dua lapisan cairan. Dengan
adanya kedua bantalan air ini maka sistem persarafan terlindungi dengan baik.
Cairan cerebrospinal ini berfungsi sebagai buffer, melindungi otak dan sumsum
tulang belakang dan menghantarkan makanan ke jaringan sistem persarafan
pusat.6

2.2 HIGROMA SUBDURAL


2.2.1 DEFINISI
Higroma subdural merupakan pengumpulan cairan liquor yang terbungkus
oleh kapsul dibawah duramater. Biasanya disebabkan oleh pecahnya arachnoid
sehingga liquor serebrospinalis mengalir dan membentuk kolam.1
Sebagian literatur juga menyatakan bahwa higroma subdural adalah
hematom subdural kronis/lama yang mungkin disertai oleh penumpukan/
pengumpulan cairan LCS di dalam ruang subdural. Kelainan ini agak jarang
ditemukan dan dapat terjadi karena robekan selaput araknoid yang menyebabkan
cairan LCS keluar ke ruang subdural. Dengan demikian higroma subdural serupa
dengan hematom subdural kronik (HSD kronik) . 2
Lesi hematom subdural ini lebih sering terjadi dibanding hematom
epidural (HED atau EDH). Lesi ini terjadi akibat laserasi arteri/vena kortikal pada
saat terjadi akselerasi dan deselerasi. Pada anak dan usia lanjut sering disebabkan
bridging vein yang menghubungkan permukaan kortek dengan sinus vena.3

Gambar 2.4

Gambaran CT Scan

Higroma

Subdural pada sisi

kiri.
Perhatikan
penekanan pada

ventrikel lateral kiri

2.2.2

ETIOLOGI

&

PATOGENESIS
Ada
dari

higroma

beberapa

etiologi

subdural

yang

menyebabkan penumpukan akumulasi cairan serebrospinalis. Pada umumnya


higroma subdural disebabkan pecahnya araknoid sehingga LCS mengalir dan
terkumpul membentuk kolam. Menurut Iskandar J, dalam buku Cedera Kepala bahwa Posttraumatic kecelakaan ,merupakan kasus yang umum terjadi yang dapat menyebabkan subdural
higroma, contohnya cedera kepala.4 Cedera kepala dapat melibatkan setiap komponen
yang ada, mulai bagian terluar (scalp) sampai bagian terdalam (intrakranial) yang
tiap komponen tersebutterkait erat dengan mekanisme cedera yang terjadi.
Dengan demikian cedera yang terjadi dapat berupa cedera jaringan lunak, fraktur
tulang kepala, dan cedera otak yang bisa menyebabkan higroma subdural.5
Beberapa penyakit dapat menjadi predisposisi terjadinya perdarahan
subdural meskipun hanya dipicu oleh trauma yang ringan. Seringkali episodeepisode trauma terjadi tanpa mendapat perawatan. Penyebab-penyebab traumatik
dapat berupa kecelakaan maupun disengaja (seperti kekerasan pada anak). Trauma
akibat kekerasan merupakan penyebab hematoma subdural paling sering pada
anak kurang dari 2 tahun. Kadang-kadang diagnosis diatesis perdarahan dibuat
pada kasus perdarahan intrakranial yang tanpa riwayat trauma. Anomali
intrakranial dapat pula menjadi faktor predisposisi perdarahan subdural yang
bermanifestasi sebagai kista arachnoid di fossa medialias.6

Kebanyakan subdural higroma terjadi sekunder akibat trauma. Cofiar et al


melaporkan kejadian perkembangan suatu higroma subdural pada pasien Acute
subdural hematoma (ASDH) atau hematom subdural akut, yang kemudian
mengalami resolusi spontan cepat dalam waktu 9 jam akibat kontribusi terhadap
pembesaran higroma subdural. Hematom subdural akut merupakan kumpulan
darah segar di bawah lapisan duramater, yang biasanya cukup besar untuk
menekan otak dan menyebabkan kematian hingga 60-80% kasus. Resolusi
spontan cepat pada kasus hematom subdural akut sangat jarang terjadi. Salah satu
mekanisme resolusi spontan yang pernah dilaporkan adalah melalui terbentuknya
higroma subdural. Resolusi hematom subdural akut dan dampaknya terhadap
higroma subdural harus dipertimbangkan selama penatalaksanaan merupakan
kumpulan cairan subdural berupa cairan xanthochromic yang jernih atau disertai
darah. Membedakan antara higroma subdural dan hematom sulit dilakukan dan
mungkin artifisial, sebab higroma sering mengalami progresifitas menjadi
hematom.7
Vandenberg et al melaporkan suatu kasus higroma subdural yang terjadi
setelah tindakan anestesia spinal. Subdural hematoma dan higroma subdural
merupakan komplikasi yang jarang dari anestesia spinal. Penyebab komplikasi ini
yang mungkin terpikirkan adalah kebocoran LCS melalui fistula dural yang
terbentuk akibat tindakan punksi. Kebosoran ini menyebabkan pemisahan otak
bagian kaudal (caudal displacement of the brain), dengan konsekuensi berupa
peregangan dan rembesan dari vena-vena subdural intrakranial.. Namun, pada
kebanyakan kasus, mekanisme yang ada tetap belum diketahui dengan jelas.
Vandenberg

menggunakan

MRI

dan

radioisotope

cisternography

untuk

mengelusidasi patogenesis kasus tersebut.2


Patogenesis terjadinya Higroma Subdural adalah Akumulasi cairan dalam
waktu lama di ruang subdural dapat terjadi akibat salah satu dari tiga proses yang
berbeda. Patogenesis yang paling lazim terjadi adalah likuifikasi hematoma
subdural akut sehingga membentuk atau terjadinya hematoma subdural kronik.
Ada postulat yang menyatakan bahwa semakin kental cairan yang berakumulasi,
semakin cepat pula peningkatan volumenya. Hal ini terjadi karena gradien tekanan

onkotik yang tinggi pada cairan yang kental. Meskipun volumenya bisa menurun
akibat degradasi darah dan protein, namun adanya perdarahan ulang menyebabkan
volumenya menetap sehingga hematoma subdural tetap ada.
Tipe akumulasi cairan subdural yang kedua adalah terbukanya arachnoid
sehingga cairan serebrospinal dapat memasuki ruang subdural. Cairan
serebrospinal bercampur dengan darah sehingga berubah menjadi cairan
xantokromatik yang encer, sering disebut higroma subdural.
Tipe akumulasi ketiga menghasilkan cairan yang lebih purulen. Empiema
subdural dapat disebabkan oleh perluasan langsung dari sinusitis atau otitis media
ke ruang epidural lalu ke ruang subdural. Akumulasi cairan subdural yang purulen
kadang-kadang juga terlihat setelah episode meningitis bakterial, khususnya
akibat Haemophilus influenza.8
2.2.3 GEJALA KLINIS
Raj Kumar melaporkan dalam penelitiannya 93% pasien berusia dibawah
2 tahun, namun ada pula beberapa anak berusia < 2 tahun dengan rerata umum 10
bulan (rentangan 3 bulan 2 tahun). Kejang merupakan gejala yang paling sering
dikeluhkan, diikuti iritabilitas dan letargia, serta fontanela yang membesar dan
membonjol . Kadang-kadang bisa disertai pula dengan hemiparesis dan paresis
nervus VI.9
SI No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Symtoms and signs


Sezure
Macrocrania
Bulging fontanel
Irritability
Anemia
Psychomotor retardation
Lethargy
Cranial nerve involment
Hemiparesis

Persentase (%)
45.3
37.1
22.6
15.4
15.4
12.3
10.3
10.3
7.2

Tabel 2.1 Tanda & Gejala pada pasien dengan Higroma Subdural

2.2.4 DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis higroma subdural, selain anamnesis, gejala
klinis dan pemeriksaan fisik, diperlukan juga penunjang berupa radiologis
diagnostik yaitu CT Scan dan MRI. CT Scan Kepala dengan atau tanpa kontras
memiliki nilai diagnostik. Akumulasi cairan subdural umumnya bersifat bilateral
pada hampir 77% kasus.11 Ketebalan akumulasi cairan subdural dapat bervariasi
dari beberapa mm (4 mm) hingga 42 mm. MRI juga terbukti bermanfaat dalam
membedakan akumulasi cairan subdural dari dilatasi subarachnoid jinak atau
hidrosefalus eksternal jinak yang tidak membutuhkan intervensi bedah pada
sebagian besar kasus. MRI dapat menunjukkan efek penekanan akumulasi
subdural terhadap korteks.11
Pada pemeriksaan neuroimaging, biasanya dengan CT scan dan MRI,
terlihat berbentuk seperti bulan sabit dengan adanya tumpukan cairan extraaxial
dengan CSF yang padat. Umumnya terjadi secara bilateral.12

Gambar 2.5

A.CT -hygromasubduralkirifrontal

(9

hari).B

Peningkatan

kepadatan dan bentuk yang heterogen (53 hari)-tanda-tanda


perdarahan hygroma pada ruang subdural.

10

Gambar 2.6.C. Pengurangan dari hygroma, dengan kemungkinan adanya neomembrane(117 hari). D.Resolusi dari kumpulan subdural(730
hari).

Gambar2.7(A)CT scanmenunjukkan hygroma subdural bilateral pada bagian frontal


(hari ke-12).(B)MRI (T1-weighted, tanpa kontras) menunjukkan subdural
hematoma laminar,tanpa adanya kompresi pada otak yang mendasarinya
(hari ke-191).(C)MRI (T1-weighted, dengan kontras) menunjukkan
peningkatan pada bagian perifer (hari ke-191). (D)CT scan menunjukkan
hilangnya kumpulan cairan di subdural(harike-300).
2.2.5

DIAGNOSIS BANDING
Higroma subdural adalah kumpulan cairan serebrospinal yang terletak di
ruang subdural, mirip dengan hematoma. Diagnosis banding umtuk higroma
subdural adalah subdural hematoma ronis. Dengan pemeriksaan CT-scan, subdural

11

hematoma kronis dapat dibedakan dari higroma subdural. Namun, intensitas


dinding higroma tidak meningkat. MRI menunjukkan bahwa higroma memiliki
intensitas sinyal yang sangat mirip dengan CSF pada semua urutan, termasuk
pemulihan inversi atenuasi cairan (FLAIR) gambar. Secara kasar seperlima dari
semua pasien dengan higroma subdural menunjukkan lesi traumatis di otak.1

2.2.6 KOMPLIKASI
Komplikasi pada pasien dengan Higroma Subdural adalah Perdarahan dan
infeksi pasca pembedahan. Bisa juga terjadi adanya Herniasi batang otak karena
penumpukan cairan serebrospinal yang banyak.13
1.2.5

PENATALAKSANAAN
Sejumlah modalitas terapi pernah dilaporkan, antara lain evakuasi dan
irigasi ruang subarachnoid melalui burrhole, tap subdural, drainase subdural
secara kontinyu dan penggunaan shunt subduroperitoneal. Pemasangan shunt
telah dilaporkan oleh sejumlah peneliti, namun komplikasinya cukup merepotkan,
antara lain obstruksi, migrasi, infeksi, drainase unilateral dan perforasi usus.9
Pada higroma yang simtomatik, khususnya dengan status klinis yang
memburuk disertai dengan peningkatan volume hygroma dengan kompresi otak
yang menyebabkan herniasi, dilakukan tindakan operasi: drainase burr-hole
eksternal. Tetap dilakukan drainase dilakukan subdural selama 24-48 jam pasca
operasi, jika tidak terjadi resorpsi yang memadai shunting pada ruang subdural.
Kekambuhan setelah tindakan drainase burr-hole sederhana merupakan hal
yang sering terjadi, karena kasus yang berulang.13,14
Tindakan kraniotomi dilakukan untuk menemukan lokasi kebocoran CSF
(yang mungkin sangat sulit untuk dilakukan). Juga dilakukan peletakan shunt
subdural ke peritoneal, untuk mengalirkan cairan yang berlebih menuju ruang
peritoneum. 15

12

Gambar 2.8 Teknik Operasi Burrr-Holes

1.2.6 PROGNOSIS
Dari segi mortalitas dan morbiditas secara neurologis, hasil akhir cedera
kepala pada anak biasanya baik. Mortalitas mencapai 10-20% pada anak dengan
GCS 8 atau kurang. Pada beberapa laporan, anak dengan GCS 5 atau lebih tanpa
syok, mortalitas mencapai 10 persen, sedangkan anak dengan GCS dibawah 5,
mortalitas mencapai 50-70%. Syok akan memperburuk hasil akhir.1 Berdasarkan
literatur lain prognosis higroma sendiri berprognosis baik, tetapi prognosis lebih
ditentukan oleh cedera otak primernya.2

BAB III

13

RINGKASAN

Jumlah kejadian Literatur tentang laporan kasus higroma subdural pada anak

sangat terbatas. Di Indonesia, belum ada catatan nasional mengenai morbiditas


dan mortalitas dari higroma subdural. Rata-rata morbiditas & mortalitas
dihubungkan secara pembedahan pada kasus higroma subdural.
Higroma subdural merupakan pengumpulan cairan liquor yang terbungkus
oleh kapsul dibawah duramater. Biasanya disebabkan oleh pecahnya arachnoid
sehingga liquor serebrospinalis mengalir dan membentuk kolam. Pada dasarnya,
penatalaksanaanya diberikan serupa dengan terapi pada hematoma subdural
kronis.1
Etiologi terbanyak yaitu meningitis meskipun ada juga etiologi lainnya
sepeti robeknya sub arachnoid di karenakan trauma kepala, dan kebocoran CSF
karena anastesi spinal.
Gejala klinis yang sering kejang, dan di ikuti bulging fontanel, gelisah,
anemia, keterbelakangan mental, kaku, dan gangguan nervus kranial.
Untuk menegakakan diagnosis higroma subdural, selain anamnesis, gejala
klinis dan pemeriksaan fisik, diperlukan juga penunjang seperti berupa radiologi
diagnostic yaitu CT Scan dan MRI. Pada gambaran radiologis terlihat seperti
gambaran bulan sabit pada kedua sisi.
Komplikasi perdarahan dan infeksi pasca pembedahan yang bisa
menyebabkan herniasi batang otak oleh karena penumpukan cairan yang banyak.
Penanganan evakuasi cairan dengan tindakan burr hole.
Prognosis dari segi mortalitas berdasarkan keadaan umum semakin jelek
keadaan umumnya semakin tinggi pula angka mortalitas.

DAFTAR PUSTAKA

14

1. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf.PT. Gramedia Pustaka Utama;Jakarta:


2010.
2. VandenBerg JSP, Sijbrandy SE, Meijer AH, Oostdijk AHJ. Subdural
Hygroma:A Rare Complication of Spinal Anesthesia. Anesth Analg;;2011.94:16257
3. Mardjono M, Priguna S. Neurologi Klinis Dasar ; Mekanisme Trauma
Susunan Saraf Pusat.Dian Rakyat. Jakarta,2009;249-254
4. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support
(ATLS).United States of America : American College of Surgeons
Commite on Trauma,2011.p.194-236
5. .Iskandar J. Cedera Kepala. Jakarta: Gramedia, 2011. h.2-5
6. Shu-qing Y, Ji-sheng W, Nan J. Compressive brainstem
deformation resultingfrom subdural hygroma after neurosurgery:
a case report.Chinese Medical Journal 2010; 121(11):1055-1056
7. Cofiar M, Eser O, Aslan A, Ela Y. Rapid Resolution of Acute Subdural Hematoma and
effects on the Size of Existent Subdural Hygroma: A CaseRepor Turkish.
Neurosurgery 2012, Vol: 17, No; 3,224-227
8. Swift DM, McBride L. Chronic subdural hematoma in children.
Neurosurg Clin sof North Am ; 2011(3): 439-46.
9. Raj Kumar. Chronic Subdural Fliud Collection in Children. Journal of
Medical Education and Research;2010.Vol;7,No:1
10. Ersahin Y, Tabur E, Kocaman S, Mutluer S. Complications of
subduroperitoneal shunting . Child Nerv Syst;2011. 16:43336.
11. Caldarelli M, Di Rocco C, Romani R. Surgical treatment of chronic
subdural hygroma in infants and children.Acta Neurochir ; 2009.144: 581
88.
12. Paiva. WS, Oliveira. AMP, Andrade. AF. Remote Postoperative Epidural
Hematoma after Subdural Hygroma Drainage. PubMed: Institute of
Neurosurgery. 2010
13. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu

Bedah. Jakarta:

2009.EGC:1110
14. Ersahin Y, Tabur E, Kocaman S, Mutluer S. Complications of
subduroperitoneal shunting . Child Nerv Syst 2009; 16:3336.
15. Greaves, I., and Johnson, G. Head And Neck Trauma.Dalam: Greaves, I.,
and Johnson, G. Practical Emergency Medicine., 2010.p233 245.

15

16

Anda mungkin juga menyukai