PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan salah satu sistem
jaminan mutu dengan basis keamanan pangan, yang menjadi acuan bagi industri pangan di
seluruh dunia. Sistem HACCP juga merupakan salah satu bagian dari sistem yang menyeluruh
dalam prosedur pengendalian mutu dan merupakan sistem yang tidak berdiri sendiri.
Kelayakan dasar unit pengolahan merupakan prasyarat (pre-requisite) dalam pengembangan
sistem HACCP. Penerapan sistem HACCP tidak akan efektif apabila persyaratan kelayakan
dasar unit pengolahan tidak terpenuhi. Selain itu, juga diperlukan adanya komitmen dan
dukungan manajemen serta sarana dan sumberdaya manusia untuk menunjang penerapan
sistem tersebut. Program kelayakan dasar terdiri atas dua bagian pokok, yaitu GMP (Good
Manufacturing Practices) dan SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) (Wiryanti dan
Witjaksono 2001).
GMP (Good Manufacturing Practices) adalah cara atau teknik berproduksi yang baik
dan benar untuk menghasilkan produk yang benar, memenuhi persyaratan mutu
(wholesomeness) dan keamanan pangan (food safety). SSOP (Sanitation Standard Operating
Procedure) adalah prosedur pelaksanaan sanitasi standar yang harus dipenuhi oleh suatu unit
pengolahan ikan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah
(Mangunsong 2000).Program kelayakan dasar erat kaitannya dengan mutu suatu produk
seperti daging rajungan kaleng. Apabila program kelayakan dasar telah dilaksanakan dengan
baik, maka penerapan sistem manajemen mutu berdasarkan HACCP dapat dilaksanakan
dengan efektif, sehingga diharapkan dapat menghasilkan produk perikanan yang berkualitas
dan mampu bersaing dalam pasar global.
Pangan adalah kebutuhan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan
memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Menurut WHO,
yang dimaksud makanan adalah : Food include all substances, whether in a natural state or in
a manufactured or prepared form, which are part of human diet. Batasan makanan tersebut
tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi yang diperlukan untuk tujuan
pengobatan.
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian SSOP
Standar
Operasional
Prosedur
(SOP)
adalah
pedoman
atau
acuan
untuk
melaksanakantugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja berdasarkan
indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tatakerja, prosedur kerja dan
sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP adalah menciptakan komitment
mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja untuk mewujudkan goodgovernance.
Standar Operasional Prosedur Sanitasi (SSOP) adalah prosedur pembentukan dalam
pengembangan dan pencegahan kontaminasi langsung atau pemalsuan produk. Tujuan SPO
Sanitasi ini adalah agar setiap karyawan teknis maupun administrasi memahami :
1)
bahwa program higiene dan sanitasi akan meningkatkan kualitas sehingga tingkat
keamanan produk meningkat, seiring dengan menurunnya kontaminasi mikroba
2)
3)
4)
5)
pengaruh faktor pH, suhu, konsentrasi disinfektan pada hasil akhir sanitasi
6)
masalah potensial yang timbul jika sanitasi dan higiene tidak dijalankan
7)
2. Analisis Tugas
Analisis tugas merupakan proses manajemen yang merupakan penelaahan yang
mendalam dan teratur terhadap suatu pekerjaan, karena itu analisa tugas diperlukan dalam
setiap perencanaan dan perbaikan organisasi. Analisa tugas diharapkan dapat memberikan
keterangan mengenai pekerjaan, sifat pekerjaan, syarat pejabat, dantanggung jawab pejabat.
Di bidang manajemen dikenal sedikitnya 5 aspek yang berkaitan langsung dengan
analisis tugas yaitu :
a.
b.
Deskripsi tugas, merupakan garis besar data informasi yang dihimpun dari analisis
tugas, disajikan dalam bentuk terorganisasi yang mengidentifikasikan dan menjelaskan
isi tugas atau jabatan tertentu. Deskripsi tugas harus disusun berdasarkan fungsi atau
posisi,
bukan
individual;
merupakan
dokumen
umum
apabila
terdapat
sejumlah personel memiliki fungsi yang sama; dan mengidentifikasikan individual dan
persyaratan kualifikasi untuk mereka sertaharus dipastikan bahwa mereka memahami
dan menyetujui terhadap wewenang dan tanggung jawab yang didefinisikan itu.
c.
d.
Penilaian tugas, berupa prosedur penggolongan dan penentuan kualitas tugas untuk
menetapkan serangkaian nilai moneter untuk setiap tugas spesifik dalamhubungannya
dengan tugas lain
e.
pelaksanaan tugas yang baku. Setidaknya ada dua manfaat analisis tugas dalam penyusunan
standar operasional prosedur yaitu membuat penggolongan pekerjaan yang direncanakan dan
dilaksanakan serta menetapkan hubungan kerja dengan sistematis.
3. Analisis prosedur kerja
Analisis prosedur kerja adalah kegiatan untuk mengidentifikasi urutan langkahlangkahpekerjaan yang berhubungan apa yang dilakukan, bagaimana hal tersebut dilakukan,
bilamana hal tersebut dilakukan, dimana hal tersebut dilakukan, dan siapa yang
melakukannya. Prosedur diperoleh dengan merencanakan terlebih dahulu bermacam-macam
langkah yang dianggap perlu untuk melaksanakan pekerjaan. Dengan demikian prosedur kerja
Air PAM : bukti pembayaran dari PAM, fotokopi hasil analisa air dari PAM. Bila ragu
disarankan untuk dianalisa tambahan dari lab penguji terakreditasi.
b.
Air sumur : dilakukan sebelum usaha bisnis dimulai. Pengujian kualitas air dari lab.
penguji pangan yang terakreditasi
c.
Air laut: harus dilakukan lebih sering dari air PAM/sumur; dengan inspeksi secara
visual/organoleptik.
Tindakan Koreksi :
a.
Harus segera lakukan tindakan koreksi bila terjadi atau ditemukan adanya
penyimpangan. Misal : dengan penyetopan saluran, stop proses produksi untuk
sementara; tarik produk yang terkena
Rekaman :
a.
b.
Kondisi permukaan yang kontak dengan pangan : dilakukan dengan inspeksi visual
terhadap permukaan
b.
Kebersihan dan sanitasi permukaan yang kontak dengan pangan : apakah terpelihara
c.
Tipe dan konsentrasi bahan sanitasi : dengan test strips/kits. Verifikasi dilakukan dengan
pengujian mikrobial permukaan secara berkala
d.
Kebersihan sarung tangan dan pakaian pekerja. : apakah dalam kondisi baik
Tindakan koreksi :
a.
Bila terjadi konsentrasi sanitiser bervariasi setiap hari maka harus memperbaiki / ganti
peralatan dan melatih operator
b.
Observasi pertemuan dua meja, bila terisi rontokan produk maka pisahkan agar mudah
dibersihkan
c.
Bila meja kerja menunjukkan tanda korosi maka perbaiki / ganti meja yang tidak korosi
Rekaman :
a.
b.
Pemisahan yg cukup antara aktivitas penanganan dan pengolahan bahan baku dengan
produk jadi
b.
c.
d.
e.
f.
Arus pergerakan pekerja dalam pabrik dan unit usaha perlu diatur alirannya baik
Tindakan koreksi :
Bila pada monitoring terjadi ketidak sesuaian yang mengakibatkan kontaminasi silang
maka stop aktivitas sampai situasi kembali sesuai; ambil tindakan pencegahan terjadinya
pengulangan; evaluasi keamanan produk, jika perlu disposisi ke produk lain, reproses atau
dibuang bila produk terkontaminasi
Rekaman :
a.
b.
Perbaiki atau isi bahan perlengkapan toilet dan tempat cuci tangan
b.
Buang dan buat larutan baru jika konsentrasi bahan sanitasi salah
c.
d.
Rekaman :
Rekaman yang dapat dilakukan untuk menjaga kunci sanitasi : kondisi dan lokasi
fasilitas cuci tangan, toilet; kondisi dan ketersediaan tempat sanitasi tangan, konsentrasi bahan
sanitasi tangan, tindakan koreksi pada kondisi yang tidak sesuai
5. Kunci Proteksi dari bahan-bahan kontaminan
Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa produk pangan, bahan pengemas, dan
permukaan kontak langsung dengan pangan terlindung dari kontaminasi mikrobial, kimia dan
fisik.
Monitoring :
a.
Yang perlu dimonitor : bahan-bahan berpotensi toksin dan air yang tidak saniter.
b.
Dilakukan dlm frekuensi cukup, saat dimulai produksi dan setiap 4jam
c.
Tindakan koreksi :
a.
b.
c.
Gunakan air pencuci kaki dan roda truk sebelum masuk ruang prosesing;
d.
Pelatihan
e.
Tujuan monitoring ini adalah untuk menjamin bahwa pelabelan, penyimpanan dan
penggunaan bahan toksin adalah benar untuk proteksi produk dari kontaminasi.
b.
Beberapa hal yg hrs diperhatikan dalam pelabelan: Nama bahan/larutan dlm wadah;
nama dan alamat produsen/distributor; petunjuk penggunaan; label wadah untuk kerja hrs
menunjukkan :
1)
2)
Petunjuk penggunaannya
3)
a.
b.
c.
d.
e.
Waktu monitoring : frekuensi yang cukup; direkomendasikan paling tidak sekali sehari;
observasi kondisi dan aktivitas sepanjang hari.
Tindakan Koreksi :
Bila terjadi ketidak sesuaian pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin, maka
koreksinya antara lain :
a.
b.
c.
perbaiki label;
d.
e.
f.
diadakan pelatihan
Rekaman :
Rekaman kontrol sanitasi periodik; rekaman kontrol sanitasi harian; log informasi harian
7. Kunci Pengawasan kondisi kesehatan personil yang dapat mengakibatkan
kontaminasi
Tujuan dari kunci 7 ini adalah untuk mengelola personil yang mempunyai tanda tanda
penyakit, luka atau kondisi lain yang dapat menjadi sumber kontaminasi mikrobiologi.
Monitoring :
a.
mikrobiologi pada pangan, bahan pengemas, dan permukaan kontak dengan pangan.
b.
Beberapa tanda kesehatan yang perlu perhatian pada monitoring : diare, demam,
muntah, penyakit kuning, radang tenggorokan, luka kulit, bisul dan dark urine
Tindakan Koreksi :
Tindakan yang harus dilakukan oleh manajemen: memulangkan/mengistirahatkan personil,
mencover bagian luka dengan impermeable bandage
Rekaman :
Data kesehatan hasil pemeriksaan kesehatan reguler dan rekaman tindakan koreksi bila terjadi
penyimpangan
Lalat
dan
kecoa
mentransfer,
Salmonella,
Streptococcus,
C.botulinum,
c.
Monitoring :
a.
Tujuan monitoring untuk mengkonfirmasikan bahwa hama (pest) telah dikeluarkan dari
yang memadai juga sangat penting untuk menjamin keberhasilan pekerjaan preparasi,
pengolahan, penyajian, dan penyimpanan makanan.
a. letak : Lampu yg dipasang diatas area prosesing tdk boleh merubah warna
b.kondisi : Cukup mendapat cahaya, terang sesuai dengan keperluan dan persyaratan
kesehatan. Lampu dilengkapi dengan screen sehingga aman bila jatuh dan bebas serangga.
2. Tata Letak Dapur
Tata letak peralatan dapur yang baik pada dasarnya harus memenuhi 2 tuntutan yaitu :
a. memungkinkan dilakukannya pekerjaan pengolahan makanan secara runtut dan efisien;
b.terhindarnya kontaminasi silang produk makanan dari bahan mentah, peralatan kotor, dan
limbah pengolahan.
Penataan alat pengolah dan fasilitas penunjang mengikuti urutan pekerjaan yang harus
dilalui, dari bahan mentah sampai makanan siap disajikan, yaitu mulai preparasi, pengolahan
atau pemasakan, dan penyajian. Kontaminasi silang produk makanan dari bahan mentah dapat
dihindari apabila jalur yang ditempuh produk makan terpisah dari jalur bahan mentah.
Penanganan peralatan kotor harus menggunakan fasilitas penampungan air yang
berbeda dengan yang akan digunakan untuk pengolahan. Fasilitas penyimpanan utnuk
makanan masak dipisahkan dari makanan mentah. Letak kontainer limbah atausampah
dijauhkan dari produk makanan, dan dalam keadaan tertutup rapat.
2.4.2 Sanitasi Sarana/Peralatan
Peralatan dalam industri pangan merupakan alat yang bersentuhan langsung dengan
bahan, untuk menghindari terjadinya kontaminasi maka peralatan yang digunakan untuk
mengolah dan menyajikan makanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi
persyaratan hygiene sanitasi. Peralatan harus segera dibersihkan dan disanitasi/didesifeksi
untuk mencegah kontaminasi silang pada makanan, baik pada tahap persiapan, pengolahan,
penyimpanan sementara. Peralatan pengolahan seperti alat pemotong, papan pemotong
(talenan), bak-bak pencucian/penampungan, alat pengaduk, alat penyaring, alat memasak
merupakan sumber kontaminan potensial bagi pangan.
Frekuensi pencucian dari alat tersebut tergantung pada jenis alat yang digunakan.
Peralatan harus dicuci, dibilas, dan disanitasi segera setelah digunakan. Permukaan peralatan
yang secara langsung kontak dengan makanan, seperti pemanggang atau oven (oven listrik,
gas, kompor, maupun microwave), dibersihkan paling sedikit satu kali sehari. Peralatan bantu
yangtidak secara langsung bersentuhan dengan makanan harus dibersihkan sesuai kebutuhan
untuk mencegah terjadinya akumulasi debu, serpihan bahan atau produk makanan, serta
kotoran lain. Kadang-kadang untuk membantu proses pembersihan peralatan diperlukan
bantuan kain lap/serbet. Serbet dan kain yang digunakan harus bersih, kering, dan tidak
digunakan untuk keperluan lain. Serbet atau spon yang digunakan untuk melap peralatan yang
secara langsung bersentuhan dengan pangan, harus bersih dan sering dicuci serta disanitasi
dengan bahan sanitaiser yang sesuai. Serbet atau spon tersebut tidak boleh digunakan untuk
keperluan lainnya.Kain basah atau spon yang digunakan untuk membersihkan permukaan
benda-benda yang tidak kontak langsung dengan makanan, seperti meja kerja, meja saji, rakrak penyimpan, harus selalu bersih dan segera dibilas setelah digunakan. Kain basah atau spon
tersebut harus diletakkan/direndam dalam larutan bahan sanitaiser apabila tidak sedang
digunakan.
Pencucian dan sanitasi peralatan dapat dilakukan secara manual maupun secara
mekanis dengan menggunakan mesin. Pencucian manual diperlukan pada peralatan besar
seperti oven, pemanggang, panci perebus. Pencucian manual juga diterapkan pada panci, pan,
kom adonan, serta pisau.Prosedur pembersihannya adalah sebagai berikut :
1. Pre Rinse/ tahap awal:
Tujuan : menghilangkan tanah & sisa makanan dengan cara dibilas atau disemprot dengan air
mengalir.
2. Pencucian
Pencucian dilakukan dalam bak pertama yang berisi larutan deterjen hangat. Suhu
yang digunakan berkisar anatar 43 49oC (Gislen, 1983). Pada tahap ini diperlukan alat
bantu sikat atau spon untuk membersihkan semua kotoran sisa makanan atau lemak. Hal yang
penting untuk diperhatikan pada tahap ini adalah dosis penggunaan deterjen, untuk mencegah
pemborosan dan terdapatnya residu deterjen pada peralatan akibat penggunaan deterjen yang
berlebihan.
3. Pembilasan
Tujuan menghilangkan sisa kotoran setelah proses pembersihan. Pembilasan dilakukan
dalam
bak
kedua
dengan
menggunakan
air
hangat.
Pembilasan
dimaksudkan
untukmenghilangkan sisa detejen dan kotoran. Air bilasan harus sering diganti. Akan lebih
baik jika digunakan air mengalir.
4. Sanitasi atau Desinfeksi
Tujuan untuk menghlangkan bakteri sanitasi atau desinteksi peralatan setelah
pembilasan dapat dilakukan dengan beberapa metode.
a.
Metode pertama adalah meletakkan alat pada suatu keranjang, kemudian merendamnya
dalam bak ketiga yang berisi air panas bersuhu 77oC, selama paling sedikit 30 detik.
b.
Cara lainnya adalah dengan menggunakan bahan sanitaiser seperti klorin dengan dosis
50 ppm dalam air bersuhu kamar (24oC) selama paling sedikit 1 menit. Bahan sanitaiser
lain yang dapat digunakan adalah larutan iodin dengan konsentrasi 12,5 ppm dalam air
bersuhu 24oC, selama 1 menit atau lebih. Disarankan untuki sering mengganti air atau
cairan pada ketiga bak yang digunakan. Disamping itu suhu air juga harus dicek dengan
thermometer yang akurat untuk menjamin efektivitas proses pencuciannya.
b.
c.
b.
Lama kontak
c.
Suhu
d.
pH
Daya Kerja
Dosis
Kelemahan
Pemutih
Iodospor
luas
korosif
terutama
pda
Senyawa
kondisi asam
Detergen yang baik, 200-
Konsentrasi
Amonium
kuartener
kesadahan tinggi
lebih
pahit
Asam dan kuat Sifat sbgai detergen, 200-300mg/lt mengkontaminasi
aktifitas antimikroba
makanan,perlu dibilas
tinggi
(sumber : Pengantar Sanitasi Makanan)
2.4.3 Higiene Personel
Karyawan atau personel yang langsung menangani pengolahan pangan dapat
mencemari bahan pangan atau pangan tersebut, baik berupa cemaran fisik, kimia maupun
biologis. Oleh karena itu, kebersihan karyawan dan higiene karyawan merupakan salah satu
hal yang penting yang harus diperhatikan oleh industri pangan agar produk panganya bermutu
dan aman untuk dikonsumsi.Upaya yang dapat dilakukan adalah memupuk kebiasaan
karyawan yang baik dan melatih karyawan untuk meninggalkan kebiasaan karyawan yang
buruk.
Kebiasaan karyawan yang baik
a.
Selalu membersihkan diri (mencukur rambut, kumis atau jenggot, mandi, gosok gigi)
sebelum bekerja
b.
Selalu bekerja dengan penuh perhatian (tidak berbicara dan tidak mengunyah makanan
atau merokok saat bekerja
c.
d.
Selalu memakai pakaian kerja termasuk penutup kepala, penutup hidung dan mulut serta
sarung tangan (jika perlu) dan memakai alas kaki yang bersih.
Meludah
di
mana
saja
(ludah
merupakan
sumber
mikroba
yang
dapat
mencemaripangan).
b.
Berbicara sambil bekerja (disamping dapat mengganggu pekerjaan, berbicara juga dapat
mencemari pangan)
c.
Bersin dan batuk di depan pangan (semburan bersin atau batuk yang penuh mikroba
dapat mencemari pangan)
d.
e.
Rawatlah rambut, kumis dan jenggot agar tetap pendek dan bersih
b.
c.
Lepas semua perhiasan dan jam tangan dari tubuh sebelum mulai bekerja
d.
f.
Gunakan sarung tangan atau cukup kantong plastik yang bersih saat memegang pangan,
Jangan bekerja menangani pangan jika sedang sakit atau baru sembuh dari suatu
Penyakit
h.
Bekerjalah serius, tidak berbicara, tidak mengunyah pangan dan tidak merokok pada
ada,
Setiap
unit
usaha
seharusnya
memiliki
&
melaksanakan
rencana
tertulis Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) atau SOP Sanitasi. Peran SSOP
semakin dibutuhkan dalam sebuah perusahaan sebagai pedoman dalam melakukan suatu
proses pekerjaan. Tanpa adanya SSOP akan banyak menimbulkan permasalahan seperti :
bagaimana seharusnya suatu proses pekerjaan dilakukan, siapa yang harus mengerjakan,
bagaimana suatu proses dijalankan untuk tetap mempertahankan higienitas mulai dari bahan
baku sampai dihasilkannya suatu produk.
Secara umum fungsi Standard Operating Procedure selain sebagai alat kontrol juga
sebagai alat untuk menjaga konsistensi kualitas output perusahaan. Standard Operating
Procedure harus dapat didesain bukan sebagai penghambat jalannya operasional perusahaan.
Oleh karena itu desain dan aplikasi Standard Operating Procedure harus juga dilihat dari
kacamata bisnis. Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) atau SOP Sanitasi,
mencakup:
b.
catatan hasil observasi atau pengukuran/ penilaian sesuai dengan frekuensi pemantauan;
c.
catatan
b.
catatan hasil observasi atau pengukuran/ penilaian sesuai dengan frekuensi pemantauan;
c.
catatan untuk tindakan koreksi yang diperlukan catatan rekaman hasil penilaian
Hasil pemantauan
Sesuai dgn standar Satisfactory (S)
Tdk sesuai dengan Unsatisfactory (U)
Penilaian
Lulus (Pass)
Tidak lulus (Fail)
Ya
Tidak
standar
Catatan :
a.
b.
Personel produksi merupakan pemegang peran penting dalam suatu industri, oleh karena itu
perlu adanya perhatian yang lebih. Para personil perlu diperhatian kesehatannya dengan cara :
a.
b.
Dilakukan penggantian terhadap sarana setiap bulan sekali (sarung tangan, penutup
kepala, alas kaki di ruang produksi), sedangkan masker diganti setiap hari.
c.
Fasilitas pencucian bahan baku harus dilengkapi dengan sistem pemasukan dan
pengeluaran/pembuangan air yang baik dan lancar
b.
Fasilitas pencucian peralatan harus dilengkapi dengan air panas berdaya semprot yang
memadai (tekanan 15 psi = 1,2 kg/sm2)
3. Toilet
a. Lokasi Toilet : Tempat tertutup, dekat ruang pengolahan
b.Kelengkapan di toilet : Tempat cuci tangan (1 buah untuk 10 org), ada sabun dan handuk
yang diganti secara reguler, saluran pembuangan tertutup, menggunakan air mengalir
c. Tempat sampah : Tertutup, dibersihkan/dibuang setiap hari
d.
Harus disediakan tempat sampah yang tertutup, dengan kapasitas/jumlah memadai dan
ditempatkan ditempat yang mudah dijangkau dan dibersihkan setiap hari. Ada pemisahan
sampah organik dan non organik
6. Sanitasi Alat dan Ruang Kerja
Dilakukan setiap sebelum dan sesudah proses produksi atau pagi dan sore hari.
Pembersihan pabrik/ruang kerja dilakukan dengan menghilangkan sisa-sisa bahan dan kotoran
guna menjamin kebersihan dan keamanan produk. Pembersihan dapat dilakukan secara fisik
seperti penyikatan, penyemprotan dengan air panas dan dingin, pengisapan vacum, atau
secara kimia yaitu dengan deterjen atau pembersih khusus, ataupun gabungan secara fisik dan
kimia.Sanitasi (pembersihan dari kuman) dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan
larutan khlorin (100-250 mg/l) atau iodium (20-25 mg/l). Program pembersihan dan
disinfektan harus dilakukan terhadap semua bagian pabrik dan peralatan.
7. Penanganan limbah
Limbah bahan pangan dikumpulkan dalam wadah khusus yang memiliki tutup.
Limbah harus segera dibuang. Apabila akan dibuang, tidak boleh menarik perhatian serangga
maupun binatang lainnya. Tutuplah wadah limbah dengan benar agar tidak tumpah dan
baunya tidak mencemari ruang kerja atau menyebabkan kontaminasi. Untuk mencegah
terjadinya pencemaran lingkungan, pembuangan limbah bahan pangan harus selalu dimonitor
oleh seorang operator atau karyawan yang khusus ditugaskan menangani
Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut
layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya :
a.
b.
c.
Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh
enzym, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan
karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.
d.
Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan
oleh makanan (food borne illness).
Good Hygiene Practices (GHP) sesuai dengan standar dan regulasi dari otoritas yang
berkompeten.
2.7.1 Penyimpangan minor
Penyimpangan minor adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan
koreksi atau dibiarkan secara terus menerus akan berpotensi mempengaruhi mutu pangan
(DJP2HP 2007).
1) Peralatan permukaan yang kontak dengan produk tidak diberi tanda untuk setiap area kerja
yang berbeda.Permukaan yang kontak dengan produk terdiri atas baskom, nampan, dan
stoples. Adanya penyimpangan ini dapat mengakibatkan terjadinya kontaminasi silang
pada daging rajungan yang berpotensi mempengaruhi mutuikan.
2) Sebagian peralatan kerja tidak dicuci dengan bahan desinfektan.Peralatan kerja yang tidak
dicuci dengan bahan desinfektan berkemungkinan masih mengandung sisa-sisa kotoran
yang dapat menjadi sumber kontaminan terhadap produk sehingga berpotensi
mempengaruhi mutu.
3) Adanya bahan kimia yang memiliki tanda peringatan.Bahan kimia yang memiliki tanda
peringatan berarti bahan kimia tersebut cukup berbahaya bagi manusia dan apabila
terkontaminasi pada produk pangan akan berpotensi mempengaruhi mutu pangan itu
sendiri.
2.7.2 Penyimpangan mayor
Penyimpangan mayor adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan
koreksi mempunyai potensi dapat mempengaruhi keamanan pangan (DJP2HP 2007).
1) Tidak tersedianya ruang ganti.
Tidak tersedianya ruang ganti pakaian bagi karyawan menyebabkan karyawan akan
mengganti pakaian kerja di area yang kurang saniter sehingga pakaian dapat terkontaminasi
dengan cemaran biologis, fisik dan kimia sehingga berpotensi mempengaruhi keamanan
pangan.
2) Kran air dioperasikan dengan tangan
Penyimpangan ini berpotensi mempengaruhi keamanan pangan karena kran air yang
dioperasikan dengan tangan dapat menyebabkan terjadinya cemaran biologis dan fisik yang
dapat menganggu dan merugikan kesehatan manusia.
3) Lantai ruang pengolahan yang retak
Lantai yang retak dapat berfungsi sebagai tempat terakumulasinya kotoran yang
berpotensi menganggu dan merugikan kesehatan manusia.
4) Es sisa yang digunakan kembali untuk proses selanjutnya.
3
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Program kelayakan dasar terdiri atas dua bagian pokok, yaitu GMP (Good
Manufacturing Practices) dan SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) (Wiryanti dan
Witjaksono 2001).
GMP (Good Manufacturing Practices) adalah cara atau teknik berproduksi yang baik
dan benar untuk menghasilkan produk yang benar, memenuhi persyaratan mutu
(wholesomeness) dan keamanan pangan (food safety).
SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) adalah prosedur pelaksanaan sanitasi
standar yang harus dipenuhi oleh suatu unit pengolahan ikan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi terhadap produk yang diolah (Mangunsong 2000).
Standar
Operasional
Prosedur
(SOP)
adalah
pedoman
atau
acuan
untuk
melaksanakantugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja berdasarkan
indikator indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tatakerja, prosedur kerja
dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP adalah menciptakan
komitment mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja untuk mewujudkan good
governance. Standar Operasional Prosedur Sanitasi (SSOP) adalah prosedur pembentukan
dalam pengembangan dan pencegahan kontaminasi langsung atau pemalsuan produk.
DAFTAR PUSTAKA