ACARA II
IDENTIFIKASI RHODAMIN B
DISUSUN OLEH
ELSY RINOVARI
G1C 011 012
ACARA II
IDENTIFIKASI RHODAMIN B
A. PENDAHULUAN
1.
Tujuan Praktikum
Mengidentifikasi adanya rhodamin B pada sampel makanan dan minuman dengan
menggunakan metode kromatografi sederhana.
2.
3.
Tempat Praktikum
Lantai III, Laboratorium Kimia Dasar, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau
memberi warna pada makanan. Penambahan pewarna pada makanan dimaksud untuk
memperbaiki warna makanan yang berubah atau memucat selama proses pengolahan atau
memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik. Zat
pewarna sintesis yang sering ditambahkan pada jajanan adalah
Rhodamin B
dan
Methanyl Yellow, yaitu merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai
pewarna tekstil. Kedua zat ini merupakan zat warna tambahan yang dilarang
penggunaannya dalam produk-produk pangan. Keduanya bersifat karsinogenik sehingga
dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kanker (Pertiwi dkk, 2013).
Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai pewarna
tekstil yang dilarang penggunaannya pada makanan dan dinyatakan sebagai bahan yang
berbahaya menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988
tentang zat warna yang dinyatakan berbahaya dan dilarang di Indonesia (Depkes RI,
1992). Rhodamin B dilarang digunakan dalam produk makanan karena penggunaan
rhodamin B dalam waktu lama dan jumlah yang banyak pada manusia dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati atau kanker hati dengan cara menumpuk dilemak
yang lama kelamaan jumlahnya terus bertambah didalam tubuh. Bila mengkonsumsi
makanan berwarna yang mengandung rhodamin B, urine akan berwarna merah atau
merah muda (Dianti dkk, 2012).
Terasi merupakan bahan utama sambal atau penyedap makanan yang berwarna
hitam atau kemerahan dan berbau khas. Terasi banyak dicari oleh para ibu rumah tangga
dan dikonsumsi dalam bentuk olahan sambal. Terasi banyak digunakan sebagai bumbu
penyedap masakan yang mampu membangkitkan selera makan karena rasa dan aromanya
yang khas. Dalam pembuatan terasi, umumnya selalu menambahkan bahan pewarna baik
pewarna alam maupun sintetik untuk memperoleh warna terasi yang cerah juga sebagai
penambah daya pikat tanpa mengubah rasa terasi. Hasil penelitian Retno Juli Siswantari
(2006) menunjukkan sebanyak 50 % terasi bermerek dan 50% terasi tidak bermerek yang
beredar di Kabupaten Rembang mengandung Rodamin B. Hasil penelitian lain dilakukan
oleh Reny Kurniati (2005) menunjukkan sebanyak 27 % terasi yang beredar di Bandar
Lampung mengandung Rodamin B (Ujiani dan pudji, 2012).
Rhodamin B adalah pewarna terlarang yang sering ditemukan pada makanan,
terutama makanan jajanan.
berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, serta mudah larut dalam larutan
warna merah terang berfluoresan sebagai bahan pewarna tekstil atau pakaian. Jenis
jajanan yang banyak dijumpai dan dicampuri dengan Rhodamin B, antara lain bubur
delima, cendol, kolang-kaling, cincau dan kue-kue lainnya. Setelah dicampuri bahan ini
makanan tersebut menjadi berwarna merah muda terang (Paulina, 2011).
Bila mengonsumsi makanan yang mengandung Rhodamin B, dalam tubuh akan
terjadi penumpukan lemak, sehingga lama-kelamaan jumlahnya akan terus bertambah.
Dampaknya baru akan kelihatan setelah puluhan tahun kemudian. Zat ini tidak layak
untuk dikonsumsi, jika sudah masuk dalam tubuh, maka akan mengendap pada jaringan
hati dan lemak, tidak dapat dikeluarkan, dalam jangka waktu lama bisa bersifat
karsinogenik. Oleh karena itu dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.722/MenKes/Per/IX/88, Rhodamin B merupakan salah satu bahan yang dilarang
sebagai bahan tambahan pangan (Astuti dkk, 2010).
C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
1. Alat-alat Praktikum
a.
Labu takar 50 ml
b.
Neraca Analitik
c.
Pipet Kapiler
d.
Pipet tetes
e.
Penggaris
f.
Chamber
g.
Erlenmeyer 100 ml
h.
Erlenmeyer 250 ml
i.
j.
Pensil
k.
Kertas kromatografi
l.
Penutup chamber
2. Bahan-bahan Praktikum
a.
Aquades
b.
Bubuk Rhodamin B
c.
CH3COOH glasial
d.
e.
Sampel terasi
f.
Sampel wantek
D. CARA KERJA
a. Pembuatan Larutan Rhodamin B (sebagai standar)
0,5 gr Rhodamin B
- Dimasukkan dalam gelas beaker 50 ml
- Dilarutkan dengan aquades
Hasil
- Dimasukkan dalam labu takar 100 ml
- Diencerkan sampai tanda batas
Hasil
Hasil
d. Pengujian Rhodamin B pada sampel
Masing-masing larutan Rhodamin B
dan sampel
Hasil
Hasil
E. HASIL PENGAMATAN
Pembuatan larutan Rhodamin B (sebagai standar)
No
1
Percobaan
Hasil pengamatan
dan
dimasukkan
dalam
beaker
2
dalam
labu
50mL.
No
1
Percobaan
Hasil pengamatan
Sampel uji dimasukkan dalam Semua sampel dengan sangat mudah larut ,
gelas
beaker
250mL
dilarutkan dalam asetat glasial warna bahan uji yang akan diuji seperti:
Wantek
: berwarna merah
sampai seluruh zat warna larut
Terasi
: berwarna coklat pudar
Pembuatan eluen
No
1
Percobaan
Hasil pengamatan
etanol
50%
yang
No
1
kertas
saring
bagian.
Kertas
saring
yang
cm.
1. Wantek
Spot standar
Spot wantek
2. Terasi
Spot standar
Keterangan:
Untuk spot kiri
: standar (Rhodamin B)
Untuk spot kanan : sampel yang diuji
F. ANALISIS DATA
Perhitungan nilai Rf:
jarak zat (spot) bergerak ke atas
Rf =
jarak permukaan eluen
1. Untuk sampel wantek:
Rf (standar)
=
= 0,867
Rf (sampel)
= 0,044
2. Untuk sampel terasi:
Rf (standar)
= 0,911
Rf (sampel)
==
=0
Hasil pengujian Rhodamin B
No
1
Wantek
2
Terasi
Sampel
G. PEMBAHASAN
Zat pewarna yang digunakan dalam produksi pangan dapat berupa zat pewarna
alami maupun sintetis/buatan. Zat pewarna alami dapat diperoleh dari pigmen tanaman,
misalnya warna hijau yang didapat dari klorofil dedaunan hijau dan warna oranyemerah yang berasal dari karotenoid wortel. Sedangkan zat pewarna sintetis merupakan
zat pewarna yang sengaja dibuat melalui pengolahan industri.
biasanya digunakan karena komposisinya lebih stabil, seperti Sunset yellow FCF yang
memberi warna oranye, Carmoisine untuk warna merah, serta Tartrazine untuk warna
kuning. Pada produk pangan yang perlu dihindari adalah penggunaan zat pewarna yang
berlebihan, tidak tepat,
dan
berbahaya
yang
tidak
kesehatan. Salah satu pewarna sintetis yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan
pangan adalah Rhodamin B. Rhodamin B merupakan pewarna sintetis berbentuk serbuk
kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan akan
berwarna merah terang berpendar/berfluorosensi. Rhodamin B merupakan zat warna
golongan xanthenes dyes yang digunakan pada industri tekstil dan kertas, sebagai
pewarna kain, kosmetika, produk pembersih mulut, dan sabun. Nama lain rhodamin B
adalah D and C Red no 19. Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine, dan
Brilliant Pink (Maryadele, 2006).
Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam makanan ini berbentuk kristal
hijau atau serbuk ungu-kemerah merahan, sangat larut dalam air yang akan
menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat. Rhodamin B juga
merupakan zat yang larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH, selain dalam air. Di dalam
laboratorium, zat tersebut digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au,
Mg, dan Th dan titik leburnya pada suhu 165 oC. Dalam analisis dengan metode destruksi
dan metode spektrofometri, didapat informasi bahwa sifat racun yang terdapat dalam
Rhodamin B tidak hanya saja disebabkan oleh senyawa organiknya saja tetapi juga oleh
senyawa anorganik yang terdapat dalam Rhodamin B itu sendiri, bahkan jika Rhodamin
B terkontaminasi oleh senyawa anorganik lain seperti timbaledan arsen. Dengan
terkontaminasinya Rhodamin B dengan kedua unsur tersebut, menjadikan pewarna ini
berbahaya jika digunakan dalam makanan (Hamdani, 2013).
Struktur Rhodamin B
Pada praktikum ini dilakukan identifikasi Rhodamin B pada wantek atau pewarna
tekstil dan terasi dengan menggunakan kromatografi kertas. Kromatografi adalah suatu
cara pemisahan dimana komponen-komponen yang akan dipisahkan didistribusikan
antara 2 fase, salah satunya yang merupakan fase stasioner (fase diam) dan yang lainnya
berupa fase mobil (fase gerak). Fase gerak dialirkan menembus atau sepanjang fase
stasioner. Fase diam cenderung menahan komponen campuran, sedangkan fase gerak
cenderung menghanyutkannya. Berdasarkan terikatnya suatu komponen pada fase diam
dan perbedaan kelarutannya dalam fase gerak, komponen-komponen suatu campuran
dapat dipisahkan. komponen yang kurang larut dalam fase gerak atau yang lebih kuat
terserap atau terabsorpsi pada fase diam akan tertinggal, sedangkan komponen yang lebih
larut atau kurang terserap akan bergerak lebih cepat. Kromatografi kertas biasa di pakai
dalam menganalisa senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam simplisia ataupun
bahan lainnya. Keuntungan utama kromatografi kertas ialah dari proses kemudahannya
dan kesederhanaannya dalam pelaksanaan pemisahan yaitu hanya pada lembaran kertas
saring yang berlaku sebagai medium pemisahan dan juga sebagai penyangga. Selain itu
keuntungan menggunakan kromatografi kertas ialah keterulangan bilangan Rf yang besar
pada kertas sehingga pengukuran Rf dapat menjadi parameter yang berharga dalam
memaparkan senyawa tumbuhan baru. Hasil pemisahan dianalisis berdasarkan harga atau
nilai faktor retardasi (Rf) pada masing-masing noda, bercak atau spot yang dihasilkan
pada pelarut yang sama. Apabila diperoleh jarak noda yang sama dengan sampel standar,
berarti sampel yang dianalisis sama dengan sampel standar. Perhitungan niali Rf
dilakukan dengan cara membagi jarak yang ditempuh zat terlarut dengan jarak yang
ditempuh pelarut.
Percobaan pertama yaitu membuat larutan standar rhodamin B sebagaim
pembanding dengan sampel. Selanjutnya sampel terasi dan wantek masing-masing
dilarutkan dengan asam asetat glasial encer dengan tujuan untuk mendestruksi senyawasenyawa yang ada di dalam sampe dan menstabilkan rhodamin B agar tidak berubah dari
bentuk terionisasi menjadi bentuk netral. Selanjutnya dilakukan penyiapan eluen sebagai
pelarut atau fase gerak. Digunakan NaCl yang dilarutkan dalam etanol. Eluent yang
digunakan bersifat lebih polar dari fase diamnya agar sampel yang polar tidak terikat kuat
pada fase diamnya. Penggunaan eluent ini disesuaikan dengan sifar polar Rhodami B
karena memiliki gugus karboksil dengan pasangan elektron bebas dan gugus amina pada
struktur molekulnya. Gugus karboksil dan amina ini akan membentuk ikatan hidrogen
intermolekular dengan pelarut polar sehingga mudah larut dalam pelarut polar seperti
alkohol Oleh karena itu, digunakan campuran eluen polar agar dapat mengeluasi
Rhodamin b dengan baik. Setelah dibuat eluent, maka larutan eluent tersebut dijenuhkan
terlebih dahulu. Tujuan penjenuhan adalah untuk memastikan partikel fasa gerak
terdistribusi merata pada seluruh bagian chamber sehingga proses pergerakan spot di atas
fasa diam oleh fasa gerak berlangsung optimal, dengan kata lain penjenuhan digunakan
untuk mengotimalkan naiknya eluent.
Kertas yang sebagai fase gerak sekaligus sebagai media pendukung diberi batas
atas dan bawah masing-masing 1 cm. Fungsinya sebagai penanda jarak tempuh eluent.
Batas bawah kertas dibuat sedemikian rupa sehingga tidak terendam oleh eluent. Setelah
itu, dilakukan penotolan larutan baku dan sampel menggunakan pipa kapiler. Tujuannya
yaitu supaya penotolan kecil karena dalam kromatografi kertas, penotolan yang baik
diusahakan sekecil mungkin untuk menghindari pelebaran spot dan jika sampel yang
digunakan terlalu banyak akan menurunkan resolusi. Pelebaran spot dapat mengganggu
nilai Rf karena memungkinkan terjadinya himpitan puncak. Penotolan dilakukan pada
garis bawah yang telah dibuat. Kemudian dibiarkan beberapa saat hingga mengering.
Penotolan kertas juga tidak boleh terlalu berdekatan untuk menghindari bergabungnya
spot masing-masing larutan dan tidak boleh terlalu pekat untuk menghindari adanya
tailing saat spot naik bersama fasa gerak. Selanjutnya, kertas dimasukkan dengan hatihati ke dalam chamber tertutup yang berisi fasa gerak dengan posisi fasa gerak berada di
bawah garis. Kromatografi kertas ini menggunakan metode ascending (naik). Kemudian
fase gerak dibairkan naik sampai hampir mendekati batas atas kertas. Fase gerak
perlahan-lahan bergerak naik. Meskipun melawan gravitasi, namun eluent bisa naik
karena adanya afinitas. Dalam proses naiknya fase gerak, komponen-komponen yang
berbeda dari campuran berjalan pada tingkat yang berbeda sesuai dengan kepolarannya.
Setelah mencapai jarak tempuh, kertas diangkat dan dibiarkan kering diudara. Tujuannya
untuk menguapkan sisa pelarut yang masih terdapat pada plat untuk menjamin penguapan
telah sempurna dan agar spot jelas terlihat.
Dari hasil pengamatan terlihat sampel wantek terlihat adanya spot dengan jarak
tempuh 0,4 cm, sedangkan pada sampel terasi tidak adanya spot yang terbentuk. Hal ini
menunjukkan adanya rhodamin B pada sampel wantek atau pewarna tekstil, namun
sangat sedikit karena kemunculan spot yang rendah, sedangkan pada terasi tidak terdapat
rhodamin B karena tidak terbentuknya spot. Hal ini mungkin dikrenakan sampel terlalu
pekat sehingga mempengaruhi kemampuan pergerekan sampel oleh eluen. Karena
sebenarnya kandungan rhodamin B pada wantek tinggi. Kemudian pada sampel terasi
tidak terlihatnya noda atau perjalanan rhodamin B di sepanjang lintasan sehingga di dapat
nilai Rf yaitu 0. Hal ini berarti terasi itu tidak menggunakan pewarna sintetik rhodamin
B. Rf yang didapatkan pada standar untuk wantek sebesar 0,867 dan Rf pada sampel
wantek sebesar 0,044. Sedangkan Rf pada standar untuk terasi sebesar 0,911 dan Rf pada
sampel terasi 0.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dan analisa data yang dilakukan diperoleh hasil yang
positif mengandung rhodamin B pada sampel wantek meskipun dengan kemunculan spot
yang rendah, dengan nilai Rf sebesar 0,044 dan pada sampel terasi diperoleh hasil negatif
mengandung rhodamin B yang ditandai dengan tidak munculnya spot, dengan Rf sebesar
0.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Rahayu, dkk. 2010. Penggunaan Zat Warna Rhodamin B pada Terasi berdasarkan
Pengetahuan & Sikap Produsen Terasi di Desa Bonang Kecamatan Lasem Kabupaten
Rembang. Semarang: UMS.
Dianti, Ni Wayan, dkk. 2012. Analisis Keberadaan Rhodamin B pada Ikan Cakalang Fufu
yang Beredar di Pasaran Kota Manado. Manado: UNSRAT.
Hamdani. 2013. Available online at http://catatankimia.com/catatan/rhodamin-b.html [Diakses
tanggal 17-11-14].
O'Neil, Maryadele J. et al, 2006,