Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kelly
102012078
A3
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
kelly.kresentia@civitas.ukrida.ac.id
Pendahuluan
Tubuh manusia dapat dilihat sebagai suatu sistem yang dapat berubah-ubah kinerjanya.
Kemampuan berbagai organ di dalam tubuh serta pengendalian setiap organ secara
terkoordinasi dalam suatu sistem, salah satu misalnya sistem urinaria atau pengeluaran
cairan. Sistem urinaria memiliki peranan penting bagi tubuh. Sistem ini memberi sejuta
fungsi tersendiri bagi manusia khususnya.
Sistem urinaria merupakan sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-at
yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut
dalam air dan dikeluarkan berupa urin.
Susunan sistem urinaria terdiri dari dua ginjal yang menghasilkan urin, dua ureter
yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria, satu vesika urinaria yang merupakan
tempat urin dikumpulkan, dan satu uretra yang merupakan saluran keluar urin dari vesika
urinaria.
Pembahasan
A. Struktur Saluran Kemih Wanita
a. Struktur Makroskopis
1) Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ saluran kemih yang terletak di
rongga retroperitoneal yaitu di antara peritoneun parietale dan fascia
transversa abdominis pada sebelah kanan dan kiri columna vertebralis.
Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke
medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal, yaitu tempat struktur pembuluh
darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter yang menuju dan
meninggalkan ginjal. Ginjal kiri setinggi iga 11/L2-3 dan ginjal kanan
setinggi iga 12/L3-4.1
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosa tipis yang disebut kapsula
fibrosa ginjal. Di luar kapsula fibrosa terdapat jaringan lemak yang disebut
kapsula adiposa yang turut membungkus ginjal dan glandula suprarenalis.
Kelenjar adrenal bersama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus
oleh fascia renalis (Gerota). Fascia ini terletak di luar kapsula fibrosa dan
terdiri dari 2 lembar yaitu fascia prerenalis di bagian depan ginjal dan fascia
retrorenalis di bagian belakang ginjal. Kedua lembar fascia renalis ke
caudal tetap terpisah ke cranial bersatu sehingga kantong ginjal terbuka ke
bawah oleh karena itu sering terjadi ascending infection.1
Facies anterior ginjal kanan dikelilingi oleh pars affixa hepatis
(dipisahkan oleh fascia renalis), duodeni pars descendens pada margo
medialis, colon ascendens/ flexura coli dextra pada extremitas inferiordan
margo lateralis berhubungan dengan facies inferior hepar. Mendekati
extremitas inferior berhubungan dengan lengkung-lengkung ileum; ginjal
kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum, dan kolon. Facies
anterior ren sinister dikelilingi oleh facies posteroinferior gaster pada
bagian craniolateral, impressio renalis lienalis dan caudal pancreas pada
margo lateralis, lengkung jejunum pada margo medialis, corpus pancreatis
dan v. lienalis pada margo medialis dan cranial facies jejunalis dan
medula
sehingga
disebut
a.
arciformis.
Arteri
arcuata
2) Ureter
Ureter merupakan lanjutan dari pelvis renis yng panjangnya 25-30
cm. Ureter berfungsi menyalurkan urin ke dalam vesika urinaria. Ureter
menurut letaknya, terbagi menjadi pars abdominalis dan pars pelvina
uterina. Pada perjalanan pars abdominalis ureteris dalam cavum abdomen
tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Pars abdominalis uteris
disebelah ventral berbatasan dengan peritoneum, a.v. colica dan menyilang
a.v. ovarica pada wanita. Sedangkan, pada perjalanan pars pelvina ureteris
terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan karena adanya
perbedaan alat-alat panggul antara laki-laki dan perempuan. Selama
perjalanan ureter, terdapat tempat-tempat penyempitan ureter, yaitu
ureteropelvic junction, ureter menyilang arteri iliaca communis (flexura
marginalis), dan saat ureter masuk ke vesika urinaria. Di tempat
penyempitan tersebut dapat terjadi batu ureter.1
kandung kemih terdapat juga pada ureter. Perbedaan utama terletak pada
tebal relatif lapisan dindingnya, terutama pada tunika muskularis.4
Dari penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa secara histologis
lapisan penyusun dinding vesika urinaria terdapat 3 lapis. Lapisan dari
dalam ke luar yaitu tunika mukosa, tunika muskularis, dan tunika
adventisia.4
a. Tunika Mukosa
Lapisan ini merupakan lapisan paling dalam yang berbatasan
secara langsung dengan lumen. Penyusun lapisan ini berupa sel epitel
berlapis banyak yang lebih tebal dari ureter dan lamina propria yang
terdiri atas jaringan ikat areolar dan mengandung banyak serabut
elastin. Saat vesika urinaria kosong, sel epitel penyusun tunika
mukosa ini berbentuk batang atau kubus. Sedangkan saat terisi penuh,
bentuknya menggepeng dan lumennya meluas. Melihat kondisi
seperti ini maka sel epitelnya disebut dengan epitel transisional. Tebal
epitel transisional ini bervariasi, dari 3 sampai dengan 14 lapis sel.4
b. Tunika Muskularis
Merupakan lapisan yang berupa berkas otot polos yang terdiri
atas 3 lapis. Lapisan terdalam tersusun secara longitudinal, kemudian
sirkuler, dan yang paling luar yaitu longitudinal. Tunika muskularis
merupakan lapisan yang paling tebal dari lapisan yang lainnya. Di
antara ketiga lapisan otot polos tersebut yang paling tebal adalah
lapisan otot sirkuler.4
c. Tunika Adventisia
Merupakan lapisan paling luar dari lapisan penyusun kandung
kemih. Bagian ini berupa jaringan ikat yang bagian luarnya diselaputi
oleh mesotel. Di sebelah luar dari tunika adventisia merupakan tunika
serosa dan peritoneal yang diselubungi oleh jaringat ikat longgar. Di
bagian terluar lagi ada simpul saraf simpatik yang disebut plexus
11
12
13
Di dalam urin primer masih terdapat zat yang digunakan oleh tubuh,
misalnya glukosa, garam, asam amino, dan air yang kemudian berturut-turut akan
melalui tubulus proksimal (pada bagian korteks), lengkung Henle (pada bagian
medula), sampai pada tubulus distal. Saat melewati ketiga bagian inilah terjadi
proses reabsorbsi. Hasil reabsorpsi berupa filtrat tubulus atau urin sekunder. Urin
sekunder mengandung air, garam, urea, dan pigmen empedu yang memberi warna
dan bau pada urin.5
c. Augmentasi
Sisa cairan reabsorbsi itu akan mengalami penambahan/sekresi zat-at dari
pembuluh darah kapiler di sekitar tubulus distal. Zat-zat tersebut antara lain ion
hidrogen, ion klorida, racun, dan sisa-sisa obat-obatan yang tidak berguna. Proses
ini disebut augmentasi.5
d. Proses Pengeluaran Urin
Selanjutnya, urin mengalir ke dalam pembuluh-pembuluh halus saluran
pengumpul yang terdapat dalam sumsum ginjal. Saluran tersebut bermuara pada
rongga ginjal. Urin yang terkumpul dalam rongga ginjal mengalir melalui ureter
menuju ke vesika urinaria. Apabila vesika urinaria telah penuh, akan terasa
adanya desakan untuk mengeluarkan urin. Selanjutnya, urin mengalir ke luar
tubuh melalui uretra.5
Pengeluaran air melalui urin ada hubungannya dengan pengeluaran air melalui
keringat pada kulit. Pada waktu udara dingin, badan kita tidak berkeringat. Pengeluaran
air dari dalam tubuh banyak dikeluarkan melalui urin sehingga kita sering buang air
kecil. Sebaliknya, pada waktu udara panas, badan kita banyak mengeluarkan keringat
dan jarang buang air kecil.6
Urin yang dikeluarkan oleh ginjal sebagian besar terdiri atas (95%) air dan zat
yang terlarut, yaitu urea, asam urat, dan amonia yang merupakan sisa-sisa perombakan
protein: bermacam-macam garam terutama garam dapur (NaCl), zat warna empedu
yang menyebabkan warna kuning pada urin, dan zat-zat berlebihan di dalam darah
seperti vitamin B, C, obat-obatan, dan hormon.6
14
Urin keluar dari ginjal masuk ke kandung kemih untuk ditampung. Pada saat
jumlah urin yang masuk kandung kemih meningkat, kandung kemih mengembang dan
meregang, merangsang reseptor regangan yang berada di detrusor. Saraf sensorik
mengirim impuls ke pusat urinasi dan impuls kembali dan menyebabkan kontraksi
ritmik pada kandung kemih. Pada saat sfingter internal rileks, urin masuk ke uretra
dalam jumlah sedikit. Bila volume urin dalam kandung kemih mencapai 150-250 cc,
intensitas impuls meningkat dan tidak dapat dihambat, dan akhirnya menimbulkan
transmisi impuls ke pusat. Rasa penuh tersebut menimbulkan keinginan untuk
berkemih. Bila tidak sesuai, serabut inhibitor secara otomatis menunda urinasi sampai
keadaan sesuai. Diperlukan 1-2 jam dari awal timbulnya keinginan berkemih sampai
kandung kemih mencapai kapasitas penuh 400 cc.6
Bila keadaan sesuai, impuls dari saraf motorik parasimpatik menyebabkan otot
detrusor berkontraksi pada saat sfingter uretra internal rileks dan terbuka. Saat sudut
uretrovesikal berubah, urin masuk ke uretra, menstimulasi reseptor regangan, kemudian
sfingter uretra eksternal kembali rileks. Adanya urin di dalam uretra menimbulkan
kontraksi detrusor yang lebih kuat, dan akhirnya urin keluar dari tubuh melalui meatus
uretra. Kontraksi otot detrusor secara teratur terus berlangsung sampai kandung kemih
kosong.6
Miksi adalah proses dimana kandung kemih mengosongkan dirinya sendiri ketika
ia terisi. Pada dasarnya kandung kemih secara progresif terisi sampai ketegangan
dindingnya meningkat di atas suatu nilai ambang, pada saat dimana suatu refleks saraf
yang disebut refleks miksi terjadi. Refleks miksi merupakan suatu siklus lengkap
tunggal dari peningkatan tekanan yang cepat dan progresif, suatu periode tekanan yang
terus menerus, dan kembalinya tekanan tersebut ke tekanan tonik basal kandung kemih.
Bila suatu refleks miksi telah terjadi dan tidak berhasil mengosongkan kandung kemih
tersebut, unsur saraf dari refleks ini biasanya tetap dalam keadaan diinhibisi selama
paling tidak beberapa menit sampai kadang-kadang selama 1 jam atau lebih sebelum
terjadi reaksi miksi yang lain. Tetapi, ketika kandung kemih menjadi makin terisi,
refleks miksi terjadi makin sering dan makin kuat.6
Refleks miksi adalah suatu refleks medula spinalis yang otomatis, tapi ia dapat
diinhibisi atau dipermudah oleh pusat-pusat di dalam otak. Pusat tersebut meliputi pusat
fasilitasi dan inhibisi kuat di dalam batang otak dan beberapa pusat yang terletak di
15
dalam korteks serebri yang terutama bersifat inhibisi tetapi kadang-kadang menjadi
eksitasi.6
16
reabsorpsi sehingga tidak muncul di urin. Perubahan yang relatif kecil jumlah filtrat
yang direabsorpsi dapat menyebabkan perubahan besar volume urin yang terbentuk.7
Volume urin yang dihasilkan seseorang tidak merata sepanjang hari. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi volume urin, diantaranya sebagai berikut:
a. Jumlah air yang diminum
Bila seseorang banyak minum maka konsentrasi protein darah akan turun. Hal ini
akan menyebabkan tekanan koloid protein menurun sehingga tekanan filtrasi
kurang efektif.7
b. Saraf
Stimulus saraf renalis akan menyebabkan menyempitnya arteriol aferen.
Akibatnya aliran darah ke glomerulus berkurang, tekanan darah juga berkurang
sehingga filtrasi kurang efektif.7
c. Hormon ADH
Hormon yang dihasilkan oleh hipofisis posterior ini memengaruhi penyerapan air
oleh dinding tubulus. Bila kadarnya berlebih, penyerapan air oleh dinding tubulus
akan meningkat sehingga urin yang terbentuk menurun.7
d. Diet dan asupan (intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
pengeluaran urin. Protein dapat menentukan jumlah urin yang dibentuk dan
meningkatkan pembentukan urin.7
e. Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urin
banyak tertahan di vesika urinaria sehingga mempengaruhi ukuran vesika urinaria
dan jumlah urin.7
f. Stres
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan
berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih
dan jumlah urin yang diproduksi.7
g. Tingkat aktivitas
Eliminasi urin membutuhkan tonus otot yang baik untuk fungsi sfingter.
Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan
berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.7
h. Kondisi penyakit
17
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka hipotesis telah terbukti yaitu melemahnya
sfingter uretra menyebabkan sulitnya menahan kencing. Hal ini disebabkan sfingter uretra
kurang elastis akibat banyaknya melahirkan sehingga terjadi inkontinensia urin yang alami
yaitu tidak dapat menahan kemih. Inkontinensia urin terjadi karena peningkatan tekanan yang
besar pada dinding vesika urinaria sehingga mendorong sfingter uretra eksterna untuk terbuka
dan akhirnya urin keluar.
Daftar Pustaka
1. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-20. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2003. h.671-91.
2. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2003.h.290-4.
3. Johnson KE. Histologi dan biologi sel. Jakarta: Binarupa Aksara; 2004.h.311-5.
4. Fawcett DW. Buku ajar histologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003.h.
536-50.
5. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2011.h.333-5.
6. Guyton AC. Fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2003.h.593-6.
7. Sumardjo D. Pengantar kimia buku panduan kuliah mahasiswa kedokteran. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008. h.19-22.
18