Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
I. PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada
penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan
masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta
yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Pada orang normal, gangguan tidur yang
berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya,
menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi,
kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri
sendiri atau orang lain.
Menurut beberapa peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan didapatkan 2,5 kali
lebih sering mengalami kecelakaan mobil dibandingkan pada orang yang tidurnya cukup
Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur setiap tahun semakin lama semakin
meningkat sehingga menimbulkan maslah kesehatan. Di dalam praktek sehari-hari,
kecendrungan untuk mempergunakan obat hipnotik, tanpa menentukan lebih dahulu
penyebab yang mendasari penyakitnya, sehingga sering menimbulkan masalah yang baru
akibat penggunaan obat yang tidak adekuat. Melihat hal diatas, jelas bahwa gangguan tidur
merupakan masalah kesehatan yang akan dihadapkan pada tahun-tahun yang akan datang.
B.RUMUSAN MASALAH
Adapapun masalah yang ditinjau dan dianalisi antara lain
1.Pengertian gangguan tidur
2.Jenis jenis gangguan tidur
3.Etiologi gangguan tidur
4.Penanganan dan pencegahan gangguan tidur
C.TUJUAN
Proposal penyuluhan ini dibuat bertujuan agar dapat memberi pengetahuan mengenai
gangguan tidur dan pengaruhnya terhadap kondisi kejiwaan dan produktivitas seseorang
sehingga dapat memberikan kesadaran bagi masyarakat atau audience yang hadir
D.MANFAAT
Beberapa manfaat yang diharapkan melalui pemberian penyuluhan seputar masalah
gangguan tidur :
1.Pengertian gangguan tidur
2.Jenis jenis gangguan tidur
3.Etiologi gangguan tidur
4.Penanganan dan pencegahan gangguan tidur
BAB II
GANGGUAN TIDUR
Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan kelelahan
mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan akan kembali mendapatkan
tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Semua makhluk hidup
mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam.
Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian. Pusat kontrol
irama sirkadian terletak pada bagian ventral anterior hypothalamus.
Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada
substansia ventrikulo retikularis medulo oblogata yang disebut sebagai pusat tidur. Bagian
susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian
rostral medulo oblogata disebut sebagai pusat penggugah atau aurosal state.
Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti
oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian
antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16-20 jam/hari, anak-anak 10-12
jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada Umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5
jam/hari pada orang dewasa.
Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:
1. Tidur stadium Satu.
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan
kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan dan
kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG
biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta dengan
amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K
2. Tidur stadium dua
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang,
tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta
simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle,gelombang verteks dan komplek K
3. Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih
banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang sleep spindle.
4. Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasi
oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle. Fase tidur NREM, ini
biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase
REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih
2
insten dan panjang saat menjelang pagi atau bangun. Pola tidur REM ditandai adanya gerakan
bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah, apabila dibangunkan hampir semua
organ akan dapat menceritakan mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi
eraksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi yang dalam. Pola tidur REM berubah
sepanjang kehidupan seseorang seperti periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50%
dari waktu total tidur.
Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui stadium 1
sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga persentasi total tidur REM berkurang
sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan sel-sel otak, kemudian akan masuk keperiode
awall tidur yang didahului oleh fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan
distribusi fase tidur sebagai berikut:
- NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium 4 :
13%
- REM (25%).
PERANAN NEUROTRANSMITER
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending
Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam keadaan
tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur.
Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti sistem:
Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino
trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang
terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur.
Bila serotonin dari tryptopan terhambat pembentukannya, maka terjadi
keadaan tidak bisa tidur/jaga Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem
serotogenik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana
terdapat hubungan aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan sel
nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat
mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur.
Obat-obatan yang
mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergik akan menyebabkan
penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.
Sistem Kholinergik
Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena
dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini,
mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga.
Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan
tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM.
Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kholinergik
dari lokus sereleus maka tamapk gangguan pada fase awal dan penurunan REM.
Sistem histaminergik
3
Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon
seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi
secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini
secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin, dopamin,
serotonin yang bertugas menagtur mekanisme tidur dan bangun.
Insidensi
Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa kehidupannya.
Diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang dewasa mengalami kesukaran tidur dan 17%
diantaranya mengalami masalah serius. Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cendrung
meningkat, hal ini juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai penyebabnya. Kaplan
dan Sadock melaporkan kurang lebih 40-50% dari populasi usia lanjut menderita gangguan
tidur. Gangguan tidur kronik (10-15%) disebabkan oleh gangguan psikiatri,ketergantungan
obat dan alkohol.
Menurut data internasional of sleep disorder, prevalensi penyebab-penyebab
gangguan tidur adalah sebagai berikut: Penyakit asma (61-74%), gangguan pusat pernafasan
(40-50%), kram kaki malam hari (16%), psychophysiological (15%), sindroma kaki gelisah
(5-15%), ketergantungan alkohol (10%), sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi (65).
Demensia (5%), gangguan perubahan jadwal kerja (25%), gangguan obstruksi sesak saluran
nafas (1-2%), penyakit ulkus peptikus (<1%), narcolepsy (mendadak tidur) (0,03%-0,16%)
Klasifikasi
Berdasarkan Internasional Classification of Sleep Disorders
1. Dissomnia
- Gangguan tidur intrisik
Narkolepsi, gerakan anggota gerak periodik, sindroma kaki gelisah, obstruksi saluran
nafas, hipoventilasi, post traumatik kepala, tidur berlebihan (hipersomnia), idiopatik.
Gangguan tidur ekstrisik
Tidur yang tidak sehat, lingkungan, perubahan posisi tidur, toksik, ketergantungan
alkohol, obat hipnotik atau stimulant
Gangguan tidur irama sirkadian
Jet-lag sindroma, perubahan jadwal kerja, sindroma fase terlambat tidur, sindroma
fase tidur belum waktunya, bangun tidur tidak teratur, tidak tidur selama 24 jam.
2. Parasomnia
- Gangguan aurosal
Gangguan tidur berjalan, gangguan tidur teror, aurosal konfusional
Gangguan antara bangun-tidur
Gerak tiba-tiba, tidur berbicara,kramkaki, gangguan gerak berirama
Berhubungan dengan fase REM
Gangguan mimpi buruk, gangguan tingkah laku, gangguan sinus arrest
Parasomnia lain-lainnya
4
baik satu atau kedua kaki. Bentuknya berupa sktensi ibu jari kaki dan
fleksi sebagian pada sendi lutut dan tumit. Gerak itu berlangsung
antara 0,5-5 detik, berulang dalam waktu 20-60 detik atau mungkin
berlangsung terus-menerus dalam beberapa menit atau jam. Bentuk
Tonik lebih sering daripada mioklonus.
Sering timbul pada fase NREM atau saat onset tidur sehingga
menyebabkan gangguan tidur kronik yang terputus. Lesi pada pusat
kontrol pacemaker batang otak. Insidensi 5% dari orang normal antara
usia 30-50 tahun dan 29% pada usia lebih dari 50 tahun.
Berat ringan gangguan ini sangat tergantung dari jumlah
gerakan yang terjadi selama tidur, bila 5-25 gerakan/jam: ringan, 25-50
gerakan/jam: sedang, danlebih dari 50 kali/jam : berat. Didapatkan
pada penyakit seperti mielopati kronik, neuropati, gangguan ginjal
kronik, PPOK, rhematoid arteritis, sleep apnea, ketergantungan obat,
anemia.
- Sindroma kaki gelisah (Restless legs syndrome) / Ekboms syndrome
batang otak epilepsi seringkali terjadi pada saat tidur terutama pada fase NREM
(stadium ) jarang terjadi pada fase REM.
D. Gangguan kesehatan, toksik
Seperti neuritis, carpal tunnel sindroma, distessia, miopati distropi, low back
pain, gangguan metabolik seperti hipo/hipertiroid, gangguan ginjal akut/kronik, asma,
penyakit, ulkus peptikus, gangguan saluran nafas obstruksi sering menyebabkan
gangguan tidur seperti yang ditunjukkan mioklonus nortuknal.
E. Obat-obatan
Gangguan tidur dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti penggunaan obat
stimulan yang kronik (amphetamine, kaffein, nikotine), antihipertensi, antidepresan,
antiparkinson, antihistamin, antikholinergik. Obat ini dapat menimbulkan terputusoutus fase tidur REM.
2. PARASOMNIA
Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian episode
yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada waktu antara bangun dan tidur.
Kasus ini sering berhubungan dengan gangguan perubahan tingkah laku danaksi motorik
potensial, sehingga sangat potensial menimbulkan angka kesakitan dan kematian, Insidensi
ini sering ditemukan pada usia anak berumur 3-5 tahun (15%) dan mengalami perbaikan atau
penurunan insidensi pada usia dewasa (3%).
Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu:
a. Peminum alkohol
b. Kurang tidur (sleep deprivation)
c. Stress psikososial
Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi antara
bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan perubahan sistem otonom.
Gejala khasnya berupa penurunan kesadaran (konfuosius), dan diikuti aurosal dan amnesia
episode tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3 dan 4.
Gangguan tidur berjalan (slepp walkin)/somnabulisme
Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat komplek termasuk adanya
automatis dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuk apintu, menutup pintu,
duduk ditempat tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, berbicara. Tingkah laku berjalan
dalam beberapa menit dan kembali tidur.
Gambaran tipikal gangguan tingkah laku ini didapat dengan gelombang tidur
yang rendah, berlangsung 1/3 bagian pertama malam selama tidur NREM pada
stadium 3 dan 4. Selama serangan, relatif tidak memberikan respon terhadap usaha
orang lain untuk berkomunikasi dengannya dan dapat dibangunkan susah payah.
Pada gambaran EEG menunjukkan iram acampuran terutama theta dengan
gelombang rendah. Bahkan tidak didapatkan adanya gelombang alpha.
Gangguan teror tidur (slee teror)
Ditandai dengan pasien mendadak berteriak, suara tangisan dan berdiri ditempat
tidur yang tampak seperti ketakutan dan bergerak-gerak. Serangan ini terjadi sepertiga
malam yang berlangsung selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4. Kadang-kadang
penderita tetap terjaga dalam keadaan terdisorientasi, atau sering diikuti tidur berjalan.
9
Gambaran teror tidur mirip dengan teror berjalan baik secara klinis maupun dalam
pemeriksaan polisomnografy.
Teror tidur mungkin mencerminkan suatu kelainan neurologis minor pada lobus
temporalis. Pada kasus ini sering kali terjadi perubahan sistem otonomnya seperti
takhicardi, keringat dingin, pupil dilatasi, dan sesak nafas.
Gangguan tidur berhubungan dengan fase REM
Ini meliputi gangguan tingkah laku, mimpi buruk dan gangguan sinus arrest.
Gangguan tingkah laku ini ditandai dengan atonia selama tidur (EMG) dan
selanjutnya terjadi aktifitas motorik yang keras, episode ini sering terjadi pada larut
malam (1/2 dari larut malam) yang disertai dengan ingat mimpi yang jelas.
Paling banyak ditemukan pada laki-laki usia lanjut, gangguan psikiatri atau
dengan janis penyakit-penyakit degenerasi, peminum alkohol. Kemungkinan lesinya
terletak pada daerah pons atau juga didapatkan pada kasus seperti perdarahan
subarakhnoid. Gambaran menunjukkan adanya REM burst dan mioklonik potensial
pada rekaman EMG.
DIAGNOSA
POLISOMNOGRAFI
Baku emas menentukan diagnosis gangguan tidur, pada saat tidur dinilai :
1. Analisis tingkat tidur dan saturasi oksigen
10
PENATALAKSANAAN UMUM
1. Pendekatan hubungan antara pasien dan dokter, tujuannya:
Untuk mencari penyebab dasarnya danpengobatan yang adekuat
Sangat efektif untuk pasien gangguan tidur kronik
Untuk mencegah komplikasi sekunder yang diakibatkan oleh
hipnotik,alkohol, gangguan mental
Untuk mengubah kebiasaan tidur yang jelek
penggunaan
obat
4. Pendekatan farmakologi
Dalam mengobati gejala gangguan tidur, selain dilakukan pengobatan secara kausal,
juga dapat diberikan obat golongan sedatif hipnotik. Pada dasarnya semua obat yang
mempunyai kemampuan hipnotik merupakan penekanan aktifitas dari reticular activating
system (ARAS) diotak. Hal tersebut didapatkan pada berbagai obat yang menekan susunan
saraf pusat, mulai dari obat anti anxietas dan beberapa obat anti depres. Obat hipnotik selain
penekanan aktivitas susunan saraf pusat yang dipaksakan dari proses fisiologis, juga
mempunyai efek kelemahan yang dirasakan efeknya pada hari berikutnya (long acting)
sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari. Begitu pula bila pemakain obat jangka panjang
dapat menimbulkan over dosis dan ketergantungan obat.
Sebelum mempergunakan obat hipnotik, harus terlebih dahulu ditentukan jenis
gangguan tidur misalnya, apakah gangguan pada fase latensi panjang (NREM) gangguan
pendek, bangun terlalu dini, cemas sepanjang hari, kurang tidur pada malam hari, adanya
perubahan jadwal kerja/kegiatan atau akibat gangguan penyakit primernya. Walaupun obat
hipnotik tidak ditunjukkan dalam penggunaan gangguan tidur kronik, tapi dapat
dipergunakan hanya untuk sementara, sambil dicari penyebab yang mendasari. Dengan
pemakaian obat yang rasional, obat hipnotik hanya untuk mengkoreksi dari problema
gangguan tidur sedini mungkin tanpa menilai kondisi primernya dan harus berhati-hati pada
pemakaian obat hipnotik untuk jangka panjang karena akan menyebabkan terselubungnya
kondisi yang mendasarinya serta akan berlanjut tanpa penyelesaian yang memuaskan.
Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah mengidentifikasi dari
problem gangguan tidur sedini mungkin tanpa menilai kondisi primernya danharus berhatihati pada pemakain obat hipnotik untuk jangka panjang karena akan menyebabkan
terselubungnya kondisi yang mendasarinya serta akan berlanjut tanpa penyelesaian yang
memuaskan. Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah mengidentifikasi
penyebab yang mendasarinya atau obat hipnotik adalah sebagai pengobatan tambahan.
Pemilihan obat hipnotik sebaiknya diberikan jenis obat yang bereaksi cepat (short action)
dengan membatasi penggunaannya sependek mungkin yang dapat mengembalikan pola tidur
yang normal.
Lamanya pengobatan harus dibatasi 1-3 hari untuk transient insomnia, dan tidak lebih dari 2
minggu untuk short term insomnia. Untuk long term insomnia dapat dilakukan evaluasi
kembali untuk mencari latar belakang penyebab gangguan tidur yang sebenarnya. Bila
penggunaan jangka panjang sebaiknya obat tersebut dihentikan secara berlahan-lahan untuk
menghindarkan withdraw terapi.
Benzodiazepin paling sering digunakan dan tetap merupakan pilihan utama untuk
mengatasi insomnia baikprimer maupun sekunder. Kloralhidrat dapat pula bermanfaat dan
cenderung tidak disalahgunakan. Antihistamin, prekursorprotein seperti l-triptofan yang saat
ini tersedia dalam bentuk suplemen juga dapat digunakan.
Penggunaan jangka panjang obat hipnotik tidak dianjurkan. Obat hipnotik hendaklah
digunakan dalam waktuterbatas atau untuk mengatasi insomnia jangka pendek. Dosis harus
kecil dan durasi pemberian harus singkat.Benzodiazepin dapat direkomendasikan untuk dua
atau tigahari dan dapat diulang tidak lebih dari tiga kali. Penggunaanjangka panjang dapat
menimbulkan masalah tidur atau dapatmenutupi penyakit yang mendasari. Penggunaan
12
13
menumpahkan kemarahan. Perubahan kebiasaan, sikap, dan lingkungan ini efektif untuk
memperbaiki tidur. Edukasi tentang higene tidur merupakan intervensi efektif yang tidak
memerlukan biaya.
Terapi pengontrolan stimulus
Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah yang sering dikaitkan dengan
kesulitan memulai atau jatuh tidur. Terapi ini membantu mengurangi faktor primer dan reaktif
yang sering ditemukan pada insomnia.
Ada beberapa instruksi yang harus diikuti oleh penderita insomnia:
1. Ke tempat tidur hanya ketika telah mengantuk.
2. Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.
3. Jangan menonton TV, membaca, makan, dan menelpon di tempat tidur.
4. Jangan berbaring-baring di tempat tidur karena bisa bertambah frustrasi jika tidak
bisa tidur.
5. Jika tidak bisa tidur (setelah beberapa menit) harus bangun, pergi ke ruang lain,
kerjakan sesuatu yang tidak membuat terjaga, masuk kamar tidur setelah kantuk
datang
kembali.
6. Bangun pada saat yang sama setiap hari tanpa menghiraukan waktu tidur, total
tidur, atau hari (misalnya hari Minggu).
7. Menghindari tidur di siang hari.
8. Jangan menggunakan stimulansia (kopi, rokok, dll) dalam 4-6 jam sebelum tidur.
Hasil terapi ini jarang terlihat pada beberapa bulan pertama. Bila kebiasaan ini terus
dipraktikkan, gangguan tidur akan berkurang baik frekuensinya maupun beratnya.
Sleep Restriction Therapy
Membatasi waktu di tempat tidur dapat membantu mengkonsolidasikan tidur . Terapi
ini bermanfaat untuk pasien yang berbaring di tempat tidur tanpa bisa tertidur. Misalnya, bila
pasien mengatakan bahwa ia hanya tertidur lima jam dari delapan jam waktu yang
dihabiskannya di tempat tidur, waktu di tempat tidurnya harus dikurangi. Tidur di siang hari
harus dihindari. Lansia dibolehkan tidur sejenak di siang hari yaitu sekitar 30 menit. Bila
efisiensi tidur pasien mencapai 85% (rata-rata setelah lima hari), waktu di tempat tidurnya
boleh ditambah 15 menit. Terapi pembatasan tidur, secara berangsur-angsur,dapat
mengurangi frekuensi dan durasi terbangun di malam hari.
Terapi relaksasi dan biofeedback
Terapi ini harus dilakukan dan dipelajari dengan baik. Menghipnosis diri sendiri,
relaksasi progresif, dan latihan nafas dalam sehingga terjadi keadaan relaks cukup efektif
untuk
memperbaiki tidur. Pasien membutuhkan latihan yang cukup dan serius. Biofeedback yaitu
memberikan umpan-balik perubahan fisiologik yang terjadi setelah relaksasi. Umpan balik ini
dapat meningkatkan kesadaran diri pasien tentangperbaikan yang didapat. Teknik ini dapat
dikombinasi dengan higene tidur dan terapi pengontrolon tidur.
Terapi apnea tidur obstruktif
Apnea tidur obstruktif dapat diatasi dengan menghindari tidur telentang,
menggunakan perangkat gigi (dental appliance), menurunkan berat badan, menghindari obatobat yang menekan jalan nafas, menggunakan stimulansia pernafasan seperti acetazolamide
14
(Diamox), nasal continuous positive airway pressure (NCPAP), upper airway surgery
(UAS). Nasal continuous positive airway pressure ditoleransi baik oleh sebagian besar pasien.
Metode ini dapat memperbaiki tidur pasien di malam hari, rasa mengantuk di siang hari, dan
keletihan serta perbaikan fungsi kognitif.
Uvulopalatopharyngeoplasty (UPP) merupakan salah satu teknik pembedahan yang
digunakan untuk terapi apnea tidur. Efikasi metode ini kurang. Trakeostomi juga merupakan
pilihan terapi untuk apnea tidur berat. Penggunaan kedua bentuk terapi bedah ini sangat
terbatas karena risiko morbiditas dan mortalitas. Keputusan untuk mengobati apnea tidur
didasarkan atas
frekuensi dan beratnya gangguan tidur, beratnya derajat kantuk di siang hari, dan akibat
medik yang ditimbulkannya (abnormalitas kardiorespirasi).
15
BAB III
PENUTUP
Tidur merupakan suatu proses di otak yang dibutuhkan seseorang untuk dapat
berfungsi dengan baik. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan.
Sekitar 67% lansia mengalami gangguan tidur. Gangguan tidur yang paling sering ditemukan
pada lansia yaitu insomnia, gangguan ritmik tidur, dan apnea tidur. Berdasarkan dugaan
etiologinya, gangguan tidur dibagi menjadi empat kelompok yaitu, gangguan tidur primer,
gangguan tidur akibat gangguan mental lain, gangguan tidur akibat kondisi medik umum, dan
gangguan tidur yang diinduksi oleh zat.
Beberapa kondisi medik umum seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit paru,
neurodegenerasi, penyakit endokrin, kanker, dan penyakit saluran pencernaan, serta penyakit
muskuloskeletal sering menimbulkan gangguan tidur. Gangguan mental seperti depresi,
anksietas, demensia serta delirium dapat pula menimbulkan gangguan tidur. Pola gangguan
tidur pada penderita depresi berbeda dengan yang tidak menderita depresi; pada depresi
terjadi gangguan pada setiap stadium gangguan tidur. Langkah pertama mengobati
gangguan tidur adalah mengoptimalkan terapi terhadap penyakit yang mendasarinya. Terapi
farmakologik sepertibenzodiazepin merupakan pilihan utama untuk mengatasigangguan
tidur; walaupun demikian, lama penggunaannya harus dibatasi karena penggunaan jangka
lama malah dapat menimbulkan masalah tidur atau dapat menutupi gangguanyang
mendasarinya. Efek samping sedasi dapat menyebabkan kecelakaan seperti terjatuh.
Obat-obat seperti antidepresan, neuroleptik dapat pula digunakan untuk gangguan
tidur. Memperbaiki higene tidur seperti kamar tidur harus nyaman, tidak menonton,
membaca, dan berdiskusi di tempat tidur dapat memperbaiki tidur. Tidak meminum minuman
yang bersifat stimulansia juga dapat memperbaiki tidur. Terapi
pengontrolan stimulus, terapi pembatasan tidur, dan terapi relaksasi serta biofeedback dapat
pula dilakukan.
16
17