KIMIA ANALITIK II
Titrasi Permanganometri
Selasa, 10 Mei 2014
Disusun Oleh :
I.
ABSTRAK
Telah dilakukan praktikum tentangtitrasi permanganometri. Titrasi
permanganometri ini harus dilakukan ditempat yang gelap. Titrasi yang
dilakukan dalam suasana asam. Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan
reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan larutan baku tertentu. Hasil titik
akhir titrasi pada saat proses standarisasi kalium permanganate ditunjukkan
dengan adanya perubahan warna larutan menjadi merah rose. Pada percobaan
ini dilakukan standarisasi KMnO4 dengan menggunakan campuran asam
oksalat dan H2SO4 dan penentuan kadar FeSO4. Berdasarkan perhitungan di
dapatkan molaritas KMnO4 adalah 0,27 M, molaritas FeSO4 adalah 0,04 M
dan massa FeSO4 adalah 0,091 gram. Hasil titik akhir titrasi pada saat proses
penentuan kadar besi(II) sulfat yaitu ditunjukkan dengan adanya perubahan
warna larutan menjadi merah, warna ini didapat dalam percobaan ketika sudah
ditrasi dengan kalium permanganat volume sebanyak 2,4 ml sehingga
diperolehlah konsentrasi dari besi(II) sulfat yaitu 0,04 M dan Kadar Fe dalam
larutan besi(II) sulfat sebesar 2,63%.
II.
PENDAHULUAN
Permanganat dengan asam oksalat, dengan adanya asam sulfat,
menghasilkan gas karbon dioksida: 2MnO4- + 5(COO)22- + 16 H+
10CO2+
2Mn2+ + 8H2O Reaksi ini lambat pada suhu kamar, tetapi menjadi cepat pada
60C. ion mangan(II) mengkatalisis reaksi ini; jadi, reaksi ini adalah
otokatalitik; sekali ion mangan(II) telah terbentuk, reaksi menjadi semakin
cepat (G.Svehla, 1987. Hal:387)
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi
oleh kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi
dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Titrasi
dengan KMnO4 sudah dikenal lebih dari seratus tahun. Kebanyakan titrasi
dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe2+,
asam atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya (Anonim).
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi dipergunakan
secara luas dalam analisa titrimetrik. Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir
dalam kondisi oksidasi yang berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan terjadi
banyak reaksi redoks. Banyak dari reaksi-reaksi ini memenuhi syarat untuk
digunakan dalam analisa titrimetrik, dan penerapan-penerapannya cukup
banyak (Underwood, 2002 : 287).
Kalium permanganat telah banyak dipergunakan sebagai agen
pengoksidasi selama lebih dari 100 tahun. Reagen ini dapat diperoleh dengan
mudah, tidak mahal, dan tidak membutuhkan indikator terkecuali untuk larutan
yang amat encer. Satu tetes 0,1 N permanganat memberikan warna merah muda
yang jelas pada volume dari larutan yang biasa dipergunakan dalam sebuah
titrasi. Warna ini dipergunakan untuk mengindikasi kelebihan reagen tersebut.
Permanganat menjalani beragam reaksi kimia, karena mangan dapat hadir
dalam kondisi-kondisi oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7. Reaksi yang paling
umum ditemukan dalam laboratorium adalah reaksi yang terjadi dalam larutanlarutan yang bersifat amat asam, 0,1N atau lebih besar:
MnO4-+ 8H+ + 5e Mn2+ + 4 H2O E0 = + 1,51 V
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi
berdasarkan reaksi ini, namun beberapa substansi membutuhkan pemanasan
atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Permanganat
adalah agen unsur pengoksidasi yang cukup kuat untuk mengoksidasi Mn(II)
menjadi MnO2 sesuai persamaan: 3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O 5MnO2(s) + 4H+
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari
titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO 2.
Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan dalam pembuatan larutan
permanganat.
Mangan
dioksida
mengkatalisis
dekomposisi
larutan
permanganat. Jejak-jejak dari MnO2 yang semula ada dalam permanganat, atau
terbentuk akibat reaksi antara permanganat dengan jejak-jejak dari agenagen
pereduksi di dalam air, mengarah pada dekomposisi. Tindakan-tindakan ini
biasanya berupa larutan Kristal-kristalnya, pemanasan untuk menghancurkan
substansi-substansi yang dapat direduksi, dan penyaringan melalui asbestos
atau gelas yang disinter (filterfilter non pereduksi) untuk menghilangkan MnO 2.
Larutan tersebut kemudian distandarisasi, dan jika disimpan dalam gelap dan
tidak diasamkan, konsentrasinya tidak akan berubah selama beberapa bulan
(Underwood, 2002 : 290).
Penentuan titrimetrik kalsium dalam kapur sering kali digunakan
sebagai latihan untuk mahasiswa. Kalsium mengendap sebagai oksalat,
CaC2O4. Setelah penyaringan dan pencucian, endapan dilarutkan dalam asam
sulfat dan oksalatnya dititrasi dengan permanganat (Underwood, 2002 : 293).
III.
Bahan:
Larutan asam oksalat (H2C2O4)
Larutan H2SO4
Larutan KMnO4
Larutan FeSO4
Metode Kerja:
Standarisasi KMnO4
1. Ambil 10 ml larutan asam oksalat 0,1M masukkan ke dalam labu
erlenmeyer.
2. Tambahkan 10 ml Larutan H2SO4 2M aduk dengan rata, kemudian
panaskan sampai 700C-800C menggunakan penangas air.
3.
IV.
Larutan H2SO4 2M
Volume 10 ml
Larutan tidak berwarna
Larutan H2SO4 2M
(Dipanaskan)
Volume 15 ml
Larutan berwarna kuning
Larutan H2SO4 2M
Volume 10 ml
Larutan tidak berwarna
Larutan FeSO4 + Larutan H2SO4 Titik akhir titrasi pada saat diperoleh
dititrasi dengan larutan KMnO4
warna merah.
Volume titrasi 48 tetes = 2,4 ml
Persmaan Reaksi
Reaksi pada standarisasi :
2MnO4- + 5(COO)22- + 16H+ 10CO2(g) + 2Mn2+ + 8H2O
Reaksi pada sample :
5Fe2+ + MnO4- + 8H+ Mn+ + 5Fe3+ + 4H2O
Perhitungan
Standarisasi KMnO4
M KMnO4 x V KMnO4 = M H2C2O4 x V H2C2O4
M KMnO4 x 3,7 ml = 0,1 M x 10 ml
M KMnO4 = 0,27 M
W FeSO4
gr
x 15 ml
mol
0,04 M x 151,8
1000
= 0,091 gram
Be Fe
W Fe2+
BM
55,8
1
= 55,8
(V.M)KMnO4
4
x Be Fe =
2,4 ml x 0,27 M
15 ml
x 55,8 = 2,4 mg
= 2,4 x 10 -3gram
% kadar Fe
W Fe2+
4
x 100 % =
0,0024 gram
0,091 gram
x 100 % = 2,63 %
Pembahasan:
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan tentang titrasi
permanganometri. Langkah pertama yang dilakukan yaitu pembakuan/
standarisasi kalium permanganat dan yang kedua penentuan kadar FeSO 4.
Kalium permanganat merupakan zat pengoksidasi yang sangat kuat.
Pereaksi ini dapat dipakai tanpa penambahan indicator, karena mampu
bertindak sebagai indikator. Permanganat dengan asam oksalat, dengan adanya
asam sulfat, menghasilkan gas karbon dioksida:
2MnO4- + 5(COO)22- + 16 H+
Reaksi ini lambat pada suhu kamar, tetapi menjadi cepat pada 60C. maka
diperlukan pemanasan sebelum dititrasi, dalam praktikum ini praktikan
memanaskan larutan terlebih dahulu.
Ion mangan(II) mengkatalisis reaksi ini; jadi, reaksi ini adalah
otokatalitik; sekali ion mangan(II) telah terbentuk, reaksi menjadi semakin
cepat. Pada proses titrasi permanganometri tidak perlu ditambahkan indikator
untuk mengatahui terjadinya titik ekivalen, karena MnO 4 yang berwarna ungu
dapat berfungsi sebagai indikator sendiri ( auto indicator ). Titik akhir titrasi
adalah saat larutan berwarna merah muda keunguan.
Pada saat titrasi yang melibatkan kalium permanganat sebaiknya
digunakan alat gelas (buret, botol penyimpanan larutan) yang berwarna gelap,
karena dikhawatirkan kalium permanganat yang sedang digunakan, terurai oleh
cahaya, sehingga apabila tidak ada botol ataupun alat gelas yang gelap,
sebaiknya digunakan penutup ( bisa berupa alumunium foil ataupun plastik
hitam) untuk membungkus alat gelas bening tersebut agar kedap cahaya.
Pada saat penentuan konsentrasi kalium permanganat, digunakan asam
oksalat sebagai zat baku primer. Asam oksalat dikatakan zat baku primer
dikarenakan asam oksalat merupakan zat yang stbil, memiliki Mr tinggi dan
memiliki kriteria lainnya sebagai standar primer. Asam oksalat dapat bereaksi
dengan kalium permanganat dengan reaksi:
C2O42-
V.
KESIMPULAN
1. Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi
oleh kalium permanganate (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi
oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan larutan baku
tertentu.
2. Titrasi permanganometri harus dilakukan ditempat yang gelap.
VI.
REFERENSI
JR., R.A. DAY dan UNDERWOOD,A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif
Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
Svehla, G. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro
Bagian I Edisi ke Lima. Jakarta: PT.Kalman Media Pusaka
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23804/3/Chapter%20II.pdf