Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Tuberkulosis paru merupakan penyakit yang masih banyak terdapat di negara
berkembang. Insidens dan mortalitas penyakit TBC, menurun drastis setelah ditemukan
kemoterapi. Tetapi, pada tahun tahun terakhir penurunan itu tidak terjadi lagi, bahkan
cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor, seperti sosialekonomi,
dan masalah yang berkaitan dengan kesehatan, yaitu alkoholisme, tuna wisma, dan
naiknya infeksi HIV/AIDS. (1)
Pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC, karena
pada sebagian besar negara di dunia, penyakit TBC tidak terkendali. Hal ini disebabkan
banyaknnya penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular
(BTA positif).
Di Indonesia, sejak tahun 1995, program pemberantasan Tuberkulosis Paru, telah
dilaksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse
chemotherapy) yang direkomendasikan oleh WHO. Kemudian berubah menjadi Program
Penanggulangan Tuberkulosis. Diharapkan penanggulangan dengan DOTS dapat
memberikan angka kesembuhan yang cukup tinggi.(2) Namun dengan semakin
meningkatnya angka kemiskinan, kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit
TBC serta berkembangnya penyakit lain (mis: HIV/AIDS) di Indonesia, penderita
penyakit TBC semakin meningkat, dengan cakupan penderita dengan strategi DOTS

hanya sebesar 10 %. Sehingga perlu dilakukan suatu upaya yang lebih baik lagi untuk
menekan insidens TBC di Indonesia.
I.2. Epidemiologi
Pada tahun 1995, menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
menunjukkan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah
penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan
nomor 1 dari golongan penyakit infeksi.
Tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru,
dengan angka kematian sekitar 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000
penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru TBC paru BTA positif.
Penyakit TBC menyerang sebagian besar kelompok usia kerja. Program
penanggulangan TBC dengan strategi DOTS, pada tahun 1995 1998 cakupan penderita
TBC dengan strategi DOTS hanya mencapai 10 %.
Sedangkan di dunia, pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9
juta penderita baru TBC, dengan kematian sebesar 3 juta orang (WHO, Treatment of
Tuberculosis, Guidelines for National Programmes, 1997). Diperkirakan 95 % penderita
TBC berada di negara berkembang, dan 75 % penderita TBC adalah kelompok usia
produktif (15 50 tahun).

(2)

Sedangkan 13 % kasus TBC terdapat pada orang yang

terinfeksi HIV. Faktor risiko lain yang juga mempengaruhi terjangkitnya TBC, yaitu
diabetes mellitus, gagal ginjal, keganasan, dan malnutrisi. (3)

Tabel 1.2.1. Tabel Insidens Dan Mortalitas TBC di Dunia (4)


1990

1995

2000

2005

Kasus Baru*

7.5

8.8

10.2

11.9

Mortalitas*

2.5

3.0

3.5

Sumber : WHO
* dalam juta
Lebih dari 50 % kasus TBC didapatkan di sebagian besar negara Asia, yaitu India, Cina,
Indonesia, Bangladesh, Fillipina, dan Pakistan. (3)
1.3. Permasalahan
1. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi TBC.
2. Meningkatnya HIV/AIDS di dunia, sehingga diperkirakan penderita TBC akan
meningkat.
3. Cakupan penderita TBC dengan strategi DOTS masih rendah.
4. Terdapat kenaikan 60 % kasus baru pada tahun 2005.
5. Angka kematian akibat TBC masih tinggi di Indonesia.

BAB II
3

PEMBAHASAN
2.1. Definisi

Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi.

(5)

Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma
pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai
oleh sel.

(6)

2.2. Etiologi
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang
berbentuk batang, dengan panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Sebagian besar kuman
terdiri dari asam lemak (lipid), yang membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan
kimia dan fisisk. Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin. Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant., yang dapat bangkit
kembali menjadi tuberkulosis.
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yaitu dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi justru akan dipergunakan
kuman untuk berkembang karena banyak mengandung lipid.

(7)

Bakteri ini mengandung

banyak zat imunoreaktif. Lipid permukaan pada mikobakterium dan komponen


peptidoglikan dinding sel yang larut air merupakan tambahan yang penting dalam
menimbulkan efek melalui kerja primernya pada makrofag pejamu. Hipersensitivitas
yang diperantarai sel khas untuk tuberkulosis dan determinan yang penting pada
patogenesis penyakit. (6)

2.3. Patogenesis
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui
udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman kuman basil tuberkel
yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai
suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil, gumpalan basil yang lebih besar
cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan
penyakit. Setelah berada di ruang alveolus, biasanya bagian bawah lobus atas paru atau
bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini menyebabkan reaksi peradangan. Leukosit
memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Kemudian leukosit
digantikan oleh makrofag.

(1)

Basil kemudian ditelan oleh makrofag dan diangkut ke

kelenjar limfe regional, lalu mencapai aliran darah dan terjadi diseminata yang luas.
Kebanyakan lesi diseminata menyembuh, walaupun tetap ada fokus potensial untuk
reaktivasi berikutnya. Selama 2 8 minggu setelah infeksi primer, saat basil terus
berkembang biak di lingkungan intraselulernya, timbul hipersensitivitas pada pejamu
yang terinfeksi.

(6)

Sedangkan alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan

timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga
tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus, dan bakteri terus difagosit
atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi
oleh limfosit. (1)

Pada beberapa individu, tuberkulosis timbul dalam beberapa minggu setelah


infeksi primer, pada kebanyakan orang, organisme tetap dormant selama bertahun tahun
sebelum memasuki fase yang dapat menimbulkan penyakit. Usia, merupakan salah satu
faktor yang yang menentukan jalannya penyakit. Pada bayi infeksi TBC seringkali
berkembang menjadi penyakit, dan beresiko tinggi menderita penyakit diseminata, antara
lain meningitis dan TBC milier. Pada anak 1 tahun - sekitar usia pubertas, lesi
tuberkulosis primer hampir selalu menyembuh, sebagian besar akan menjadi tuberkulosis
pada masa akil balig. Individu yang terinfeksi pada masa dewasa memiliki risiko terbesar
untuk terjadinya TBC dalam waktu sekitar 3 tahun setelah infeksi. Penyakit TBC lebih
sering pada perempuan dewasa muda, sementara pada laki laki lebih sering terjadi pada
usia yang lebih tua. (6)
2.3.1. Tuberkulosis Primer
Penularan terjadi dengan cara droplet, bila kuman terhisap oleh orang yang sehat
kemudian menetap pada jaringan paru, maka akan bertumbuh dan berkembang biak di
dalam sitoplasma makrofag. Di paru akan membentuk sarang pneumonia kecil yang
disebut sarang primer. Kompleks primer ini dapat menjadi :
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis fibrotik, kalsifikasi di
hilus, atau kompleks Ghon.

3. Berkomplikasi dan menyebar secara :

Per kontinuitatum, menyebar ke sekitarnya

Bronkogen, pada paru yang bersangkutan maupun paru sebelahnya, dapat


juga ke usus.

Limfogen, ke organ tubuh lain.

Hematogen, ke organ tubuh lain.

2.3.2. Tuberkulosis Post Primer


Kuman yang dormant pada TBC primer akan muncul bertahun tahun kemudian
sebagai infeksi endogen menjadi TBC dewasa ( TBC Post Primer ). Dimulai dari sarang
di bagian apeks paru dan invasi ke parenkim paru. Sarang yang kecil, dalam 3 10
minggu akan menjadi tuberkel. Sarang dini dapat menjadi :

Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

Sarang yang mula mula meluas, akan segera membentuk jaringan


fibrosis.

Sarang yang meluas, jaringan sekitarnya akan dihancurkan granuloma, dan


bagian tengahnya akan mengalami nekrosis, dan menjadi lembek
membentuk jaringan keju. Bila jaringan ini dibatukkan keluar akan timbul
kavitas. (7)

2.4. Klasifikasi Tuberkulosis


Terdapat beberapa klasifikasi tuberkulosis, yaitu :

Klasifikasi sistem lama :


1. - Tuberkulosis primer ( childhood tuberculosis )
- Tuberkulosis post primer ( adult tuberculosis )
2. Tuberkulosis paru aktif dan non aktif.
3.

- Tuberkulosis minimal
7

Terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas pada satu paru maupun
kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
- Moderately advanced tuberculosis
Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. jumlah infiltrat
bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya
kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
- Far advanced tuberculosis
Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately
advanced tuberculosis. (7)

Klasifikasi berdasarkan American Thorasic Society (1981)


1. Kategori 0 : Tidak ada jangkitan tuberkulosis, tidak terinfeksi (tidak ada
riwayat terpapar). Riwayat kontak negatif, tes tuberkulin negatif.
2. Kategori 1 : Terpapar tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Riwayat
kontak positif, tas tuberkulin negatif.
3. Kategori II : Terinfeksi tuberkulosis, tapi tidak sakit. Tes tuberkulin
positif, radiologis dan sputum negatif.
4. Kategori III : Terinfeksi tuberkulosis dan saat ini sedang sakit ( ada
M.tuberkulosis dalam biakan, tes tuberkulin bermakna, bukti radiografik
positif). Lokasi penyakit pada paru paru, pleura, limfatik, tulang /sendi,
milier, dll.
5. Kategori IV : Tuberkulosis, saat ini tidak sedang menderita penyakit ( ada
riwayat mendapat pengobatan pencegahan TBC atau adanya temuan pada
test radiografik terhadap orang yang reaksi tes kulit tuberkulinnya

bermakna, pada pemeriksaan bakteriologis negatif ). Saat ini tidak ada


tanda tanda klinik.
6. Kategori V : Orang dicurigai mendapatkan tuberkulosis. (1)

Klasifikasi yang dipakai di Indonesia


1.

Tuberkulosis paru

2.

Bekas tuberkulosis paru

3.

Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam :


a. Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Sputum BTA negatif, tanda
lain positif.
b. Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati. Sputum BTA negatif,
tanda lain meragukan. (7)
Klasifikasi lain yang dipakai di Indonesia

1. TB paru BTA positif yaitu :


-

Dengan atau tanpa gejala

BTA positif : mikroskopik + +


mikroskopik + , Biakan +
mikroskopik + , Radiologik +

Gambaran radiologi sesuai dengan TB paru

2. TB paru BTA negatif


-

Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru aktif

Bakteriologik negatif

Mikroskopik -, Biakan -, Klinik dan Radiologik +


Mikroskopik -, Biakan +, Klinik dan Radiologik +

3. Bekas TB paru
-

Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif

Gejala klinik -, atau ada gejala sisa akibat kelainan paru yang
ditinggalkan

Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, terlebih


menunjukkan gambaran serial foto thorax yang sama / tidak
berubah

Riwayat penggunaan OAT yang adekuat, lebih mendukung

(8)

2.5. Manifestasi Klinis


Pasien TB paru menampakkan gejala klinis, yaitu :
1.

Tahap asimtomatis

2.

Gajala TB paru yang khas, kemudian stagnasi dan regresi

3.

Eksaserbasi yang memburuk

4.

Gejala berulang dan menjadi kronik

(5)

Keluhan yang dirasakan penderita tuberkulosis dapat bermacam macam atau


tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang terbanyak, yaitu :
1) Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tapi kadang kadang panas
badan dapat mencapai 40 - 41C. Serangan demam pertama dapat sembuh

10

kembali. Begitulah seterusnya demam influenza akan hilang timbul, sehingga


penderita merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam. Keadaan ini sangat
dipengaruhi daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman
tuberkulosis yang masuk. (7)
2) Batuk
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.
Batuk diperlukan untuk membuang produk produk radang keluar. Karena
terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada
setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu
minggu atau berbulan bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum). Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu
atau lebih.

(2)

Keadaan yang lanjut adalah batuk darah karena terdapat pembuluh

darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas,
tapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

(7)

Hemoptisis harus dibedakan

dengan hematemesis.

Tabel 2.5.1. Perbedaan Hemoptisis Dengan Hematemesis


HEMOPTISIS
Darah dibatukkan keluar
Biasanya berwarna merah cerah
Bersifat basa

(9)

HEMATEMESIS
Darah dimuntahkan
Biasanya berwarna merah gelap
Bersifat asam

11

Berbusa
Tidak berbusa
Didahului rasa yang menginduksi batuk
Didahului mual dan muntah muntah
Biasanya hemoptisis yang terjadi adalah masif, lebih dari 600 mL darah
diekspektorasikan dalam 24 jam. (9)
Namun ada yang menyebutkan bahwa hemoptisis yang terjadi adalah darah yang
sedikit pada sputum. (6)
3) Sesak nafas
Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yaitu bila infiltrasi sudah setengah
bagian paru paru.
4) Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5) Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia, badan makin kurus karena berat badan turun, sakit
kepala, nyeri otot, keringat malam. Gejala malaise ini makin lama makin berat
dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur. (7)
2.6. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik penderita sering tidak menunjukkan kelainan apapun terutama
pada kasus kasus yang dini atau yang sudah terinfeksi secara asimtomatik. Demikian
juga bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit menemukan kelainan pada
pemeriksaan fisik, karena hantaran getaran yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit
dinilai secara palpasi, perkusi, dan auskultasi.

12

Tempat kelainan yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila ada infiltrat
yang agak luas, didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi bronkial. Akan didapatkan
suara nafas tambahan yaitu ronki basah dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh
penebalan pleura, suara nafas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang
cukup besar, perkusi akan memberikan suara hipersonor atau timpani, dan auskultasi
terdapat suara amforik.
Bila terdapat fibrosis ( pada TB paru lama ), akan terdapat atrofi dan retraksi otot
otot interkostal. Bila jaringan fibrotik sangat luas, yaitu setengah dari jumlah jaringan
paru, terjadi pengecilan aliran darah paru, sehingga meningkatkan tekanan arteri
pulmonalis, terjadi cor pulmonal dan akhirnya gagal jantung kanan. Didapatkan tanda
tanda : takipnea, takikardi, sianosis, gallop, murmur, JVP meningkat, hepatomegali,
asites, dan edema.
Bila mengenai pleura, akan terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernafasan. Perkusi akan pekak. Auskultasi akan terdengar suara nafas
yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali. (7)

2.7. Pemeriksaan Penunjang


1) Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. LED ( Laju Endap Darah ) jam pertama dan kedua
sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indokator tingkat kestabilan
keadaan nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan untuk
salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai

13

predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit dapat


menggambarkan daya tahan tubuh penderita. LED sering meningkat pada proses
aktif, tetapi LED yang normal tidak menyingkirkan TBC. Demikian juga limfosit
tidak spesifik. (8)
Pada saat TBC baru mulai aktif, akan didapatkan jumlah keukosit yang
meninggi. Jumlah limfosit masih dibawah normal, LED mulai meningkat. Bila
penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit tetap
tinggi, dan LED mulai turun ke arah normal lagi. (7)
2) Sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting, karena dengan penemuan BTA,
diagnosis TBC sudah dapat ditegakkan. Cara pengambilan sputum :
Setiap pagi berturut turut :
a. Spot (sputum sewaktu saat kunjungan)
b. Sputum pagi (keesokan harinya)
c. Spot (pada saat mengantarkan sputum pagi)
Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik :
-

2 x positif (mikroskopik +)

1 x positif ; 2 x negatif ulang BTA 3 x


bila 1 x positif (mikroskopik +)
bila 3 x negatif (mikroskopik -) (8)

3) Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan teknologi canggih
yang dapat menentukan DNA, termasuk M.tuberculosis. Cara ini telah cukup

14

banyak dipakai, walaupun dalam pengerjaannya masih memerlukan ketelitian


dalam pelaksanaannya. (8)
4) Test Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk menegakkan diagnosis terutama
pada anak. Biasanya dipakai cara Mantoux yaitu dengan menyuntikkan 0,1 cc
tuberkulin PPD (Purified Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U
(intermediate strenght), bila ditakutkan terjadi reaksi hebat dapat diberi 1 2 T.U
(first strenght).
Dasar tes ini merupakan reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48 72 jam tuberkulin
disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari
infiltrat limfosit yaitu reaksi persenyawaan antara antibodi dengan antigen
tuberkulin. Makin besar pengaruh antibodi humoral semakin kecil indurasi yang
ditimbulkan. (7)

Ada tiga cara penyuntikan :


-

Test cara Mantoux


Dengan menyuntikkan PPD sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 unit
tuberkulin secara intrakutan, pada sepertiga atas permukaan volar lengan
bawah. Bila dosis yang disuntikkan tidak tepat dan cermat, maka akan
terbentuk suatu gelembung berdiameter 6 10 mm, yang menyerupai
gigitan nyamuk. Reaksi dibaca setelah 48 72 jam, dengan cara lengan
bawah sedikit ditekuk, yang dinilai hanya indurasi tidak termasuk eritem.

15

Tes tuberkulin dengan suntikan jet


Suntikan jet adalah suatu cara untuk menyuntikkan tes tuberkulin dengan
cepat dan tidak sakit. Bahan tes (PPD 5 TU) disuntikkan intradermal
dengan memakai tekanan tinggi. Gelembung yang terbentuk harus
berdiameter 6 10 mm.

Tes tuberkulin tusukan majemuk


Tes tusukan majemuk dilakukan dengan cepat dengan alat yang dapat
menyuntikkan bahan tes ke kulit pada beberapa tempat sekaligus.
Misalnya, yang menggunakan empat jarum yang dicelupkan dalam Old
Tuberculin (OT) dan ditekankan ke kulit. Tes dibaca dalam 48 72 jam. (1)

Tabel 2.7.1. Interpretasi Reaksi Tes Kulit Yang Dianjurkan (1)


Mantoux intrakutan dan suntikan jet (dosis standar)
-

Indurasi 10 mm atau lebih : bermakna


Keadaan ini diinterpretasikan sebagai bermakna untuk infeksi lama atau
baru bertahap M. tuberculosis, karena reaksi sebesar ini pada umumnya
menunjukkan sensitivitas spesifik. Pada keadaan normal, tes dengan hasil
diatas tidak perlu diulang untuk mendapatkan kepastian, kecuali ada
alasan untuk mempertanyakan validitas tes ini.

16

Indurasi < 10 mm : tidak bermakna


Keadaan ini dianggap tidak bermakna pada orang yang tidak dicurigai
menderita TBC. Pada orang yang diuji bila berkontak dengan penderita
TBC, maka harus dilakukan pemeriksaan tindak lanjut sesuai prosedur
rutin.

Tes tusukan majemuk


Dengan menentukan ukuran indurasi, ukur diameter dari reaksi tunggal yang terbesar.
Jika reaksi terdiri dari papula papula, diameter dari daerah daerah indurasi yang
terpisah tidak perlu ditambahkan.
Vesikulasi : bermakna
Jika ada vesikulasi, tes bisa diinterpretasikan sebagai bermakna, dalam hal ini
penanganan penderita sama dengan penderita dengan tes Mantoux positif.

American Thorasic Society : 1981

Hasil tes Mantoux dibagi dalam :


-

Indurasi 0 5 mm : negatif, no sensitivity, peranan antibodi humoral


paling menonjol.

Indurasi 6 9 mm : meragukan, low grade sensitivity, peranan antibodi


humoral masih lebih menonjol.

Indurasi 10 15 mm : positif, normal sensitivity, peranan kedua antibodi


seimbang.

17

Indurasi . 16 mm : positif kuat, hyper sensitivity, peranan antibodi selular


paling menonjol. (7)

Reaksi tuberkulin dapat memberikan hasil reaksi negatif palsu, hal ini dapat
disebabkan oleh :
-

Penderita baru 2 10 minggu terpapar TBC

Penyakit sistemik berat

Penyakit exanthematous dengan panas yang akut : morbilli, cacar air,


poliomielitis

Penyakit limforetikuler

Pemberian kortikosteroid jangka lama

Usia tua, malnutrisi, keganasan, uremia (7)

Tabel 2.7.2. Klasifikasi Grup Dengan Tes Tuberkulin Positif (10)


UKURAN

GRUP

18

5 mm

1. HIV positif
2. Kontak dengan penderita TBC aktif
3. Orang dengan gambaran fibrotik pada foto Rontgen, yang
dicurigai menderita TBC primer
4. Pasien dengan transplantasi organ, atau mengkonsumsi
prednison 15 mg/hari selama 1 bulan / lebih

10 mm

1. Imigran (< 5 th) dari negara dengan prevalensi TBC tinggi


2. HIV negatif, Injection drug users
3. Karyawan lab. mikobakterial
4. Orang yang hidup atau bekerja di tempat risiko tinggi
5. Orang dengan keadaan medis tertentu, misal DM, CRF
6. Anak , 4 tahun, remaja yang berkontak dengan dewasa yang
memiliki risiko tinggi

15 mm

1. Orang yang tidak punya risiko tinggi umtuk TBC

5) Reaksi cepat BCG


Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3 7 hari) berupa
kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka orang tersebut dicurigai terinfeksi TBC. (2)
6) Radiologi
Tuberkulosis sering memberikan gambaran yang aneh, sehingga dikatakan
tuberculosis is the greatest imitator. (7)
Lesi biasanya terdapat pada apeks paru namun dapat juga pada bagian bawah,
atau di daerah hilus. Pada awal penyakit, saat masih merupakan sarang
pneumonia, gambaran berupa bercak seperti awan batas tidak tegas. Bila telah
lanjut, bercak awan menjadi lebih padat batas menjadi lebih jelas. Bila lesi sudah

19

diliputi jaringan ikat dan terlihat bayangan berupa bulatan dengan batas tegas,
disebut tuberkuloma.
Pada kavitas, terdapat bayangan seperti cincin yang awalnya dindingnya tipis
kemudian menebal. Gambaran fibrotik seperti garis garis. Sedangkan pada
kalsivikasi terdapat bayangan bercak bercak padat dengan densitas yang tinggi.
Gambaran tuberkulosis milier berupa bercak bercak halus, umumnya tersebar
merata pada seluruh lapang paru. Gambaran lain yaitu, penebalan pleura, massa
cairan di bagian bawah paru, bayangan hitam di pinggir paru / pleura. (7)
Pada pemeriksaan foto thoraks tuberkulosis dapat memberikan gambaran
bermacam macam bentuk (multiform).
1. Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif, yaitu :

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas


paru dan segmen superior lobus bawah.

Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau
nodular.

Bayangan bercak milier.

Efusi pleura unilateral.

2. Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :

Fibrotik pada segman apikal dan atau posterior lobus atas

Kalsifikasi atau fibrotik

Kompleks Ranke

Penebalan pleura

20

Destroyed Lung :
-

Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya


berdasarkan

gambaran

radiologik

yang

menunjukkan

kerusakan jaringan paru yang berat biasanya secara klinis


disebut destroyed lung.
-

Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan


aktivitas proses penyakit.

Luas proses yang tampak pada foto thoraks dinyatakan sebagai berikut :
-

Lesi minimal
Bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru, dengan luas tidak
lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrosternal junction dari
iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus
verterbra torakalisV (sela iga II) dan tidak dijumpai kavitas.

Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal. (8)

2.8. Diagnosis

21

1.

Diagnosis perkiraan

: didasarkan pada gejala gejala klinis ( batuk,

sputum, hemoptisis, demam, keringat malam, penurunan berat badan ). Dan uji
tuberkulin positif.
2.

Diagnosis pasti

: membutuhkan ditemukannya BTA pada biakan

dengan pewarnaan. Pada kasus yang dicurigai, bahan sputum yang diludahkan
harus dikirim ke laboratorium untuk pewarnaan tahan asam dan biakan pagi hari
yang terpisah sebanyak 3 5 kali.
3.

Diagnosis TBC diseminata

: membutuhkan pewarnaan dan biakan sumsum

tulang atau jaringan hati. (9)

ALUR DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA (2)

22

Tersangka Penderita TBC

Periksa Dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS)

Hasil BTA
+--

Hasil BTA
+++
+--

Hasil BTA
---

Periksa Rontgen Dada

Mendukun
g TBC

Beri Antibiotik
Spektrum Luas

Tidak
Mendukun
g

Tdk Ada
perbaikan

Ada
perbaikan
n

Ulangi Periksa Dahak SPS


Penderita TBC
BTA positif

Hasil
BTA
+++
+++--

Hasil
BTA
---

Periksa Rontgen Dada

2.9. Komplikasi

POSITIF

NEGATIF

TBC BTA - ; Ro +

Bukan TBC

1. Batuk darah

23

Terjadi bila batuk terus menerus, mulai dari batuk kering sampai menjadi batuk
produktif. Kemudian terjadi batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan terjadi pada kavitas, tapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
Biasanya darah yang terdapat pada sputum sedikit. (6,7,8)
2. Pneumothoraks
Biasanya terdapat pada TB milier. (7)
3. Empiema
Menunjukkan proses kronik, dan infeksi aktif pada paru. Pada pemeriksaan mikroskopik
terdapat BTA positif. Biasanya terdapat penebalan cairan pleura, dan terlihat purulen. (3)
4. Bronkiektasis
Disebabkan oleh penyakit paru primer, yaitu TBC paru. Terjadi pelebaran bronkus,
karena kerusakan komponen elastis dan muskular dinding bronkus yang menetap. (5)

2.10. Tuberkulosis Di Luar Paru & Penyakit Lainnya


1.

Limfadenitis tuberkulosis

24

Gambaran Klinis : Terdapat benjolan ( umumnya di leher ), demam, keringat


malam.

DD / Persisten Generalised Lymphadenopathy (PGL), limfoma, sarkoma kaposi,


metastasis karsinoma, reaksi obat.

Tanda tanda PGL : diameter KGB > 1 cm ; 2 KGB ekstra inguinal dalam
waktu 3 bulan atau lebih.

Jika pembesaran KGB dipastikan bukan PGL, maka dilakukan biopsi jarum halus.
Jika hasil biopsi jarum halus positif TB, maka diobati OAT dan jika hasil tidak
ditemukan kelainan, maka dilakukan biopsi kelenjar.

2.

TB milier
-

Anamnesis : batuk, nafsu makan berkurang, sesak nafas, demam.

Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan umum buruk, suhu meningkat, takipnoe.
b. Gejala lain yang berhubungan dengan organ yang terkena, yaitu
pembesaran hati, limpa, kaku kuduk.

Pemeriksaan penunjang :
a. Radiologi : bercak bercak milier ( bercak kecil dengan ukuran sama,
2 mm) tersebar pada kedua lapang paru.
b. BTA cairan tubuh ( sputum, LCS ) atau pada biopsi ditemukan perkijuan.

3.

Efusi pleura TB
-

Anamnesis : sesak nafas, nyeri dada, demam tinggi.

25

Pemeriksaan Fisik :
a. Inspeksi

: paru pada sisi yang sakit tampak lebih membesar dan

pergerakan berkurang

b. Perkusi

: didapatkan suara pekak

c. Auskultasi

: suara nafas melemah, menghilang

Radiologis : bayangan homogen pada sisi yang sakit, dengan batas cairan jelas.
Bila cairan sedikit akan tampak sebagai penumpukan sudut kostofrenikus. Cairan
dalam jumlah yang banyak akan memberikan gambaran pendorongan
mediastinum.

4.

Meningitis TB
-

Anamnesis : merupakan gejala meningitis kronik, gejala terjadi perlahan. Sakit


kepala dan penurunan kesadaran terjadi dengan cepat.

Pemeriksaan fisik : tanda perangsangan selaput otak, kaku kuduk (+), tanda
Kernig (+). Jika terjadi obstruksi pada sisterna basalis akan terjadi hidrosefalus,
dan kelainan saraf otak.

Pungsi lumbal : jernih atau santokrom, tekanan dan jumlah leukosit meninggi
5000 / mm3 terutama limfosit, protein meningkat, glukosa menurun, sediaan
langsung BTA positif jarang ditemukan.
Pungsi lumbal berbahaya dilakukan, jika penderita gangguan fokus neurologik
atau pada pemeriksaan funduskopi terlihat edema papil. Pada keadaan ini CT scan
otak sangat membantu. Lebih aman diberikan OAT dahulu, daripada pungsi
lumbal.

5.

Perikardial Efusi TB

26

Anamnesis : lemah dan pusing, nyeri dada, nafas pendek, batuk, kaki
bengkak, nyeri hipokondrial kanan.

Pemeriksaan fisik : takikardi, hipotensi, pulsus paradoksus, JVP


meningkat, irama apeks tak teraba, suara jantung tidak terdengar, tanda gagal
jantung kanan.

Radiologis : pembesaran jantung sementara lapang paru jernih, terdapat


cairan pleura.

EKG : takikardi, perubahan gelombang ST dan T, QRS kompleks voltase


rendah. (8)

6.

Tuberkulosis dan HIV / AIDS


Orang yang terinfeksi HIV di seluruh dunia sekitar 20 juta, 33 50 % terinfeksi
M.tuberculosis. Beberapa kasus TB, muncul lebih dulu dibandingkan dengan
infeksi opportunistic lain. Jumlah CD 4 pada penderita HIV yang juga terkena TB
adalah 200 300 sel / mm 3. Saat jumlah CD 4 > 300 sel / mm 3 gejala klinik yang
terlihat sama dengan pasien tanpa infeksi HIV, misalnya penyakit paru dengan
fokal, infiltrat di apeks, biasanya terdapat kavitas. (3)
Menurut buku Clinical Tuberculosis terbitan International Union Against
Tuberculosis and Lung Diseases tahun 1991 menyatakan bahwa pada penderita
TB & AIDS akan lebih sering dijumpai kelainan ekstra pulmoner, khususnya pada
KGB. Penyebaran milier juga sering ditemui. Pada foto thoraks, sering dijumpai
pembesaran kelenjar di mediastinum. Kelainan paru lebih sering di lobus bawah,
kavitas jarang ditemui, efusi pleura sering terjadi. BTA dapat negatif, walaupun

27

thoraks menunjukkan kelainan yang luas. Tes tuberkulin biasanya juga memberi
hasil negatif.
Pada penderita AIDS terjadi gangguan pada sel limfosit T, yang akan
mempengaruhi produksi limphokine dan selanjutnya merusak fungsi makrofag.
Kerusakan makrofag akan berpengaruh pada pertahanan tubuh terhadap
tuberkulosis. Kerusakan sistem imunologi pada AIDS juga akan menyebabkan
tidak aktifnya proses imunitas seluler pada TB.
Sedikitnya ada tiga mekanisme yang menyebabkan terjadinya TB pada penderita
HIV, yaitu reaktivasi, adanya infeksi baru yang progresif serta terinfeksi. (8)
7.

Genitourinary Tuberculosis
TB sering bermetastase ke organ diluar paru, salah satunya yang paling umum
adalah ginjal. Setelah cukup lama bakteri dalam keadaan dormant, sebagian kecil
akan meluas dan merusak sebagian besar dari parenkim ginjal.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan kultur urine, namun pada wanita biasanya
dibutuhkan laparotomi, namun biasanya dapat ditegakkan dengan laparoskopi. (11)

8.

Peritonitis Tuberkulosis
TB dapat menyebar ke peritoneum dari kelenjar getah bening, biasanya terjadi
pada pasien dengan sirosis atau alkoholik. Gejala mulai dari yang ringan yaitu
kelelahan, nyeri perut. Prosedur diagnosis yang dapat dipercaya dengan cara
biopsi jarum peritoneal.

9.

Tuberkulosis Gastrointestinal

28

Mukosa seluruh saluran pencernaan resisten terhadap masuknya basil tuberkel.


Masuknya kuman hanya terjadi pada pajanan yang lama dan bakteri yang cukup
banyak. Pada negara yang banyak terdapat M.bovin, ulkus pada mulut dan
orofaring dapat terjadi karena memakan produk susu yang terkontaminasi, dengan
lesi primer di usus. Biasanya terbentuk lesi hiperplastik, diketahui saat pasien di
laparotomi karena dicurigai karsinoma.
10.

Tuberkulosis Hati
Tuberkel dapat terjadi di hati dengan TB paru yang sudah lanjut, TB milier, atau
penyebaran diseminata. Biasanya hati dapat sembuh sendiri, setelah lesi primer
diobati. Pasien yang sakit berat dan demam pada TB paru memiliki tes fungsi hati
yang abnormal. Pada pasien ini, penggunaan beberapa obat hanya boleh
mengandung satu obat yang hepatotoksik. Biasanya diberikan INH, streptomisin,
dan etambutol, sehingga pada saat fungsi hati menurun, dapat segera diketahui
bahwa penyebabnya INH, dan segera dihentikan. (11)

2.11. Penatalaksanaan

29

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi :


1. TB paru BTA positif
Pengobatan yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH
Alternatif

: 2 RHZE / 4 R3H3
2 RHZE / 6 HE

Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan hasil
uji resistensi. Panduan ini dianjurkan untuk :
a. TB paru BTA +, kasus baru
b. TB paru BTA

-, dengan lesi luas (termasuk destroyed lung)

klasifikasi ATS
c. TB di luar paru
-

Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan, dengan
panduan : 2 RHZE / 7 RH, dengan alternatif 2 RHZE / 7 R3H3, pada keadaan :
a. TB dengan lesi luas
b. Disertai penyakit (DM, pemakaian kortikosteroid)
c. TB kasus berat (milier)

Catatan :

Tb kasus baru, yaitu penderita TB yang belum mendapat pengobatan

sebelumnya atau bila pernah mendapat pengobatan tidak lebih dari satu bulan.
2. TB paru BTA negatif dengan lesi tidak luas
-

Pengobatan yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH

Alternatif : 2 RHZ / 4 R3H3 6 RHE

3. TB paru kasus kambuh

30

Definisi : TB paru yang telah dinyatakan sembuh, akan tetapi bakteriologik


kembali positif.

Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga dicurigai


lesi aktif kembali, harus dipikirkan kemungkinan adanya :
1. infeksi sekunder
2. infeksi jamur
3. TB paru kambuh

Pada TB kasus kambuh, bila ada pola resistensi dapat diberikan obat
1. sesuai hasil uji resistensi, dengan minimal menggunakan 4 macam OAT
pada fase intensif selama 3 bulan. Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan
atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya.
2. sehingga panduan obat yang diberikan 3 RHZE / 6 RH

Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan panduan
obat : 2 RHZES / 1 RHZE / 5 R3H3E3

4. TB paru kasus gagal pengobatan


-

Definisi : TB paru dengan sputum BTA yang tidak mengalami konversi setelah
pengobatan 5 6 bulan, atau positif kembali pada bulan 5 / 6 pengobatan.

Pengobatan sebaiknya berdasarkan uji resistensi, dengan minimal menggunakan 4


5 OAT dengan 2 macam yang masih sensitif. Dengan lama pengobatan minimal
selama 1 2 tahun. Menunggu hasil resistensi dapat diberikan dulu 2 RHZES,
untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi.

Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang


optimal.

31

Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan panduan
obat : 2 RHZES / 1 RHZE / 5 R3H3E3

Sebaiknya kasus gagal dirujuk ke ahli paru.

5. TB paru dengan kasus putus berobat


-

Definisi : Penderita TB paru yang sedang menjalani pengobatan telah


menghentikan pengobatan OAT selama fase intensif atau fase lanjutan sesuai
jadwal yang ditentukan dan belum dinyatakan sembuh.

Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu : pengobatan OAT


dilanjutkan sesuai jadwal.

Penderita menghentikan pengobatannya = 2 minggu


1. berobat = 4 bulan, BTA negatif dan klinis, radiologis negatif, pengobatan
OAT STOP
2. berobat = 4 bulan, BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan
panduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama.
3. berobat < 4 bulan, BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan
obat yang sama.
4. berobat < 4 bulan, berhenti berobat > 1 bulan, BTA negatif, klinis dan atau
radiologis positif, pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat
yang sama.
5. berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2 4 minggu pengobatan
diteruskan kembali sesuai jadwal.

6. TB paru kronik

32

Definisi : TB paru dengan sputum BTA positif setelah menjalani pengobatan


ulang dengan pengawasan yang baik.

Pengobatan : jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada
hasil uji resistensi berikan minimal 2 OAT yang sensitif ditambah dengan obat
lain seperti kuinolon, makrolid.

Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.

Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan.

Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru.

7. TB paru resistensi ganda ( Multy Drugs Resistance TB )


-

Tb paru dengan menunjukkan resisten terhadap rifampisin dan INH dengan atau
tanpa OAT lainnya.

TB paru kronik sering disebabkan MDR

Pengobatan : hinga saat ini belum ada panduan pengobatan yang standarisasi
untuk penderita . Sejauh ini pengobatan yang dianjurkan adalah sesuai uji
resistensi dengan menggunakan minimal 2 3 OAT yang sensitif ditambah obat
baru.

Panduan yang dianjurkan :


1.

Obat yang masih sensitif ditambah obat baru (kuinolon), yaitu


Ciprofloksasin dengan dosis 2 x 500 mg atau ofloksasin 1 x 400 mg

2.

Umumnya pengobatan minimal 2 bulan

(8)

Dosis Obat
1. Rifampisin

: 10 mg / KgBB, max 600 mg 2 3 x / minggu atau


BB > 60 kg

: 600 mg

33

2. INH

BB 40 60 kg

: 450 mg

BB < 40 kg

: 300 mg

Dosis intermiten

: 600 mg / kali

: 5 mg / KgBB, max 300 mg, 10 mg / KgBB 3 x minggu


15 mg / KgBB 2 x minggu atau 300 mg / hari untuk dewasa
Dosis intermiten

3. Pirazinamid

: 600 mg / kali

: intensif 25 mg / KgBB, 35 mg / KgBB 3 x minggu


50 mg / KgBB 2 x minggu atau

4. Etambutol

BB > 60 kg

: 1500 mg

BB 40 60 kg

: 1000 mg

BB < 40 kg

: 750 mg

: intensif 20 mg / KgBB, fase lanjutan 15 mg / KgBB


30 mg / KgBB 3 x minggu, 45 mg / KgBB 2 x minggu atau
BB > 60 kg

: 1500 mg

BB 40 60 kg

: 1000 mg

BB < 40 kg

: 750 mg

Dosis intermiten 40 mg / KgBB / kali

5. Streptomisin : 15 mg / KgBB atau


BB > 60 kg

: 1000 mg

BB 40 60 kg

: 750 mg

34

BB < 40 kg

: sesuai BB (8)

Pengobatan Tuberkulosis Pada Keadaan Khusus


1. Wanita hamil
Semua OAT aman digunakan untuk wanita hamil kecuali Streptomisin, karena
bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus sawar plasenta. Keadaan ini
akan mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang
menetap pada bayi.
2. Ibu menyusui dan bayinya
Semua OAT dapat digunakan pada ibu menyusui dan dapat tetap menyusui
bayinya. Tetap harus mendapatkan pengobatan adekuat. Pengobatan pencegahan
dapat diberikan INH kepada bayinya sesuai dengan BB.
3. Wanita penderita TBC pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal ( pil KB, suntikan KB,
susuk KB ), sehingga dapat dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut.
Seorang wanita penderita TBC sebaiknya menggunakan kontrasepsi non
hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi. (2)
4. TB paru dengan HIV / AIDS
-

Paduan obat, berdasarkan ATS : 2 RHZE / RH diberikan 6 9 bulan


setelah konversi sputum. Menurut WHO paduan obat dan lama
pengobatan sama dengan TB tanpa HIV / AIDS.

Jangan berikan Thiacetazon karena dapat menimbulkan efek toksik pada


kulit yang hebat.

Obat suntik kalau bisa dihindari kecuali jika sterilisasinya terjamin.

35

Jangan lakukan desentisasi OAT pada penderita ( mis : INH, Rifampisin )


karena dapat mengakibatkan efek toksik yang serius pada hati.

INH diberikan terus seumur hidup.

5. TB paru dengan DM
-

Paduan obat : 2 RHZ (E S) / 4 RH dengan gula darah terkontrol.

Bila perlu fase lanjutan 7 bulan : 2 RHZ (E S) / 7 RH pada yang tidak


terkontrol.

DM tetap terkontrol.

Hati hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping pada


mata, sedangkan penderita DM sering mengalami komplikasi pada mata.

Perlu diperhatikan penggunaan rifampisin akan mengurangi efektivitas


obat

oral

anti

diabetes

(sulfonilurea),

sehingga

dosisnya

perlu

ditingkatkan.
-

Perlu pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mendeteksi dini bila


terjadi kekambuhan.

6. TB milier
-

Rawat

Paduan obat : 2 RHZE / 4 RH

Pada keadaan khusus ( sakit berat ), bergantung keadaan klinik, radiologik


dan evaluasi pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang
sampai dengan 7 bulan : 2 RHZE / 7 RH.

Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan bila keadaan : gejala


meningitis, sesak nafas, gejala toksik, demam tinggi.

36

Kortikosteroid : prednison 30 40 mg / hari, dosis diturunkan 5 10 mg


setiap 5 7 hari, lama pemberian 4 6 minggu.

7. Efusi pleura TB
-

Paduan obat : 2 RHZE / 4 RH

Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan


penderita.

Ulangan evakuasi cairan bila diperlukan dan beri kortikosteroid. Hati


hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas, DM.

8. TB diluar paru
-

Paduan obat : 2 RHZE / 10 RH.

Prisip pengobatan sama dengan TB paru, menurut ATS pengobatan untuk


TB di luar paru, misalnya

TB tulang, TB sendi, dan TB kelenjar,

meningitis pada bayi dan anak lama pengobatan 12 bulan. Pada TB di luar
paru lebih sering dilakukan tindakan bedah. Tindakan bedah dilakukan
untuk :
1. mendapatkan bahan / spesimen untuk pemeriksaan ( diagnosis ).
2. pengobatan
-

Pemberian kortikosteroid untuk perikarditis TB untuk mencegah


konstriksi jantung, sedangkan pada meningitis TB untuk menurunkan
gejala sisa neurologis.

9. TB paru dan gagal ginjal


-

Jangan menggunakan OAT streptomisin.

37

Sebaiknya hindari penggunaan etambutol karena waktu paruhnya


memanjang dan terjadi akumulasi etambutol. Dalam keadaan sangat
diperlukan, etambutol dapat diberikan dengan pengawasan kreatinin.

Sedapat mungkin dosis disesuaikan dengan fal ginjal ( CCT, Ureum, dan
Kreatinin ).

Rujuk ke ahli paru. (8)

INH, rifampisin, dan pirazinamid dapat diekskresi melalui empedu dan


dapat dicerna menjadi senyawa yang tidak toksik. OAT ini dapat diberikan
dengan dosis normal pada penderita TB dengan gangguan ginjal.

Paduan obat : 2 RHZ / 6 RH. (2)

10. TB paru dengan kelainan hati


-

Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal


hati sebelum pengobatan.

Pada kelainan hati pirazinamid tidak boleh digunakan.

Paduan obat dianjurkan WHO : 2 RHES / 6 RH atau 2 HES / 10 HE

Pada penderita hepatitis akut atau klinis ikterik, sebaiknya OAT ditunda
sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat
diperlukan dapat diberikan S dan E maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya
menyembuh dan dilanjutkan denagn 6 RH.

Sebaiknya rujuk ke ahli paru (8)

Pada penderita hepatitis kronik, lakukan pemeriksaan faal hati. Bila SGOT
dan SGPT meningkat sampai lebih 3 kali lipat, pemberian OAT harus

38

dihentikan. Bila kurang dari 3 pengobatan dapat diteruskan dengan


pengawasan ketat. (2)
11. Indikasi operasi :
Penderita yang perlu mendapat tindakan operasi yaitu :
-

Untuk TB paru :
Penderita batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif. Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang
tidak dapat diatasi secara konservatif.

Untuk TB ekstra paru :


Penderita TB ekstra paru

dengan komplikasi, misalnya penderita TB

tulang yang disertai kelainan neurologis. (2)


-

Indikasi mutlak
1. Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum
tetap positif.
2. Penderita batuk darah yang masif yang tidak dapat diatasi secara
konservatif.
3. Penderiat fistula bronkopleura dan empiema.

Indikasi relatif
1. Penderita dengan sputum negatif dengan batuk darah berulang.
2. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan.
3. Sisa kavitas yang menetap.

Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis ( OAT )

39

1. Izoniasid
-

Jarang

hepatitis,

hipersensitivitas

pada

kulit,

peripheral

neurophaty dapat dicegah dan diobati dengan pemberian pyridoxine.


-

Sangat jarang :

kejang, neuritis optik, gejala gangguan mental, anemia

hemolitik, ginekomastoid.
2. Rifampisin
-

Jarang

: hepatitis, gangguan kulit, gastrointestinal, flu syndrome,

pada pengobatan intermiten.


-

Sangat jarang : sesak nafas, syok, anemia, ARF, pada pengobatan


intermiten.

3. Streptomisin
-

Sering

: gangguan pada kulit, tinitus, pusing, mati rasa.

Jarang

: vertigo, ataxia, ketulian.

Sangat jarang : kerusakan ginjal, anemia.

4. Etambutol
-

Jarang

Sangat jarang : hepatitis, gangguan pada kulit. (8)

: retrobulbar neuritis (tergantung dosis), arthralgia.

Tabel 2.11.1. Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis


Efek Samping

Penyebab

Tidak ada nafsu makan,

Rifampisin

mual, sakit perut


Nyeri sendi

Penanganan
Obat

diminum

malam

sebelum tidur
Pirazinamid

Beri aspirin

40

Kesemutan, rasa terbakar di

INH

kaki

Vitamin

B6

(pyridoxine)

100 mg / hari

Warna

kemerahan

pada

Rifampisin

urine

Beri

penjelasan

pada

penderita

Gatal dan kemerahan pada

Semua jenis OAT

Lihat penjelasan *

kulit
Tuli

Streptomisin

Ganti etambutol

Gangguan keseimbangan

Streptomisin

Ganti etambutol

Ikterus tanpa penyebab lain

Hampir semua OAT

Hentikan

OAT

sampai

ikterus menghilang
Bingung dan muntah

Hampir semua OAT

Hentikann OAT, tes fungsi


hati

Gangguan penglihatan

Etambutol

Hentikan Etambutol

Purpura dan renjatan (syok)

Rifampisin

Hentikan Rifampisin

* bila gatal, beri anti histamin. Bila timbul kemerahan, hentikan OAT, tunggu sampai
kemerahan hilang. Bila obat penyebab kemerahan belum diketahui lakukan drug
challenging untuk menentukan obat mana penyebabnya. Bila sudah diketahui obat
tersebut dapat diganti obat lain. (2)
Kriteria Sembuh
1. BTA mikroskopik negatif 3 bulan berturut turut sebelum akhir pengobatan, dan
telah mendapatkan pengobatan yang adekuat.
2. Bila ada fasilitas biakan, maka kriteri ditambah biakan (-).
Evaluasi Pengobatan
1. Evaluasi Klinik

41

Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan,


selanjutnya setiap 1 bulan.

Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping serta


komplikasi penyakit.

Evaluasi klinik meliputi keluhan, berat badan, dan pemeriksaan fisik.

2. Evaluasi Bakteriologik
-

Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi sputum.

Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopik :


a. Sebelum pengobatan dimulai
b. Setelah 2 bulan pengobatan / setelah fase intensif
c. Pada akhir pengobatan

Bila ada fasilitas biakan, lakukan pemeriksaan biakan

3. Evaluasi Radiologik
-

Pemeriksaan sebelum pengobatan, setelah 2 bulan pengobatan, dan pada


akhir pengobatan. (8)

2.12. Prognosis
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % penderita TBC akan meninggal.
25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi, dan 25 % sebagai kasus
kronik yang tetap menular ( WHO, 1996 ). (2)
Hampir semua penderita TBC dapat disembuhkan dengan pengobatan. Kurang
dari 5 % kasus kambuh / relaps. Penyebab utama gagalnya pengobatan, yaitu
ketidakpatuhan penderita terhadap pengobatan. (10)

42

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Tuberkulosis merupakan penyakit yang menular, dengan insidens dan mortalitas
yang cukup tinggi di dunia. Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Cara
penularan penyakit ini melalui saluran pernafasan, pencernaan, dan luka terbuka di kulit.

43

Yang paling sering melalui droplet, masuk ke alveolus dan menyebabkan reaksi
peradangan. Infeksi dapat terjadi secara primer maupun post primer.
Tuberkulosis memiliki banyak klasifikasi, namun yang dipakai di Indonesia, yaitu
TB paru BTA positif, TB paru BTAnegatif, dan bekas TB paru. Pembagian sesuai dengan
gejala klinis, pemeriksaan fisik, bakteriologik, dan radiologik.
Gejala klinis yang ditimbulkan yaitu, batuk lebih dari 3 minggu sampai dapat
terjadi batuk darah, demam, sesak nafas, nyeri dada, dan malaise. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan perkusi redup, auskultasi bronkial, dan terdapat ronkhi basah dan nyaring.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah, yaitu LED yang
meningkat disertai leukositosis. Pemeriksaan sputum untuk menemukan BTA, dilakukan
pemeriksaan sputum SPS. Pemeriksaan yang lain yaitu, tes serologi, tes tuberkulin, reaksi
cepat BCG, serta pemeriksaan radiologi.
Diagnosis ditegakkan dengan menggabungkan antara gejala klinis yang ada
dengan pemeriksaan penunjang lainnya. Komplikasi yang ditimbulkan yaitu batuk darah,
pneumothoraks, empiema, dan bronkiektasis.
Selain TB paru, terdapat TB ekstra paru, diantaranya TB milier, limadenitis Tb,
meningitis TB, dll. Beberapa penyakit juga turut menimbulkan TB, yaitu penyakit dengan
penurunan daya tahan tubuh, seperti DM, ginjal, dan HIV / AIDS. Penatalaksanaan
disesuaikan dengan kategori TB. Selama pasien menjalani pengobatan perlu dilakukan
evaluasi, sampai pasien sembuh. OAT menimbulkan efek samping sehingga diperlukan
pengawasan terhadap penggunaannya. Prognosis penyakit tuberkulosis yaitu, hampir
semua penderita TB dapat disembuhkan dengan pengobatan yang baik serta kepatuhan
penderita minum obat.

44

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
anugerahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan referat dengan judul Tuberkulosis
Paru.

45

Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Agoes Kooshartoro, SpPD sebagai
pembimbing selama menjalankan kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam di RS Bhakti Yudha
atas bimbingan serta ilmu yang diberikan kepada kami. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada semua dokter, rekan rekan koas Ilmu Penyakit Dalam serta tenaga
kesehatan lain di RS. Bhakti Yudha, Depok, untuk bantuan yang telah diberikan.
Dalam pembuatan referat ini, kami menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang disampaikan akan kami terima
dengan lapang hati. Besar harapan kami, referat ini dapat berguna bagi para pembaca.
Akhir kata, apabila ada kesalahan dalam pembuatan referat ini, kami mohon maaf.

Jakarta, 23 Oktober 2005

PENULIS

DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I. Pendahuluan1
1.1. Latar Belakang1

46

1.2. Epidemiologi...2
1.3. Permasalahan...3
Bab II. Pembahasan4
2.1. Definisi4
2.2. Etiologi4
2.3. Patogenesis..5
2.4. Klasifikasi Tuberkulosis..7
2.5. Manifestasi Klinis..10
2.6. Pemeriksaan Fisik..13
2.7. Pemeriksaan Penunjang.14
2.8. Diagnosis................................22
2.9. Komplikasi.24
2.10. Tuberkulosis di Luar Paru & Penyakit Lainnya...25
2.11. Penatalaksanaan....30
2.12. Prognosis...43
Bab III. Penutup.....44
3.1. Kesimpulan.....44
Daftar Pustaka
Lampiran

TUBERKULOSIS PARU

47

OLEH :
YUIKO SATYA PAVETTA
11 2003 - 062

PEMBIMBING :
dr. AGOES KOOSHARTORO, SpPD

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM
RS. BHAKTI YUDHA
DEPOK

DAFTAR PUSTAKA

1. Price SA. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit.In: Price SA,
Wilson LM, editors. Tuberkulosis Paru Paru. ed 4. Jakarta: EGC; 1995.

48

2. Suku

Dinas

Kesehatan

Kotamadya

Jakarta

Barat.

Pedoman

Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : SUDINKES Jakarta Barat ; 2004.


3. Joachimescu O, Walton J. Tuberculosis (article online). 2-4,10-12:(14 screens).
Available from : http :// www. Tuberculosis.htm. Accessed 14 October 2005.
4. University of Washington. Tuberculosis Its Reemergence Resistance and
Therapies (article online). 2:(10 screens). Available from : http :// www.
Tuberculosis Its Reemergence Resistance and Therapies. htm. Accessed 14
October 2005.
5. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan, editor. Kapita
Selekta Kedokteran. ed 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2001.
6. Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci HS, Kasper DL,
editors. Harrison Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.ed 13(2). Jakarta: EGC;
1995.
7. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam (II). Jakarta : FKUI; 1990.
8. Persatuan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. The 2nd Scientific Respiratory
Medicine Meeting; 2004.
9. Smith JA. Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. In: Stein JH, editor. Penyakit
Infeksi. ed 3. Jakarta: EGC; 2001.
10. Tierney LM, McPhee SJ, Papadakis MA, editors. Lange Current Medical
Diagnosis & Treatment. New York: McGraw Hill; 2002.
11. Beers MH, Berkow R, editors. In: MERCK Manual Medical IT: Tuberculosis. 17 th
ed. Jakarta: FKUI; 2001.

CONTOH KASUS
A. Identitas pasien
Nama
No. MR
Tgl lahir
Usia
Agama
Pekerjaan

: Ny. S
: 16.30.63
: 20 November 1982
: 22 tahun
: Islam
: Ibu Rumah Tangga
49

Alamat
: Kampung sengon Rt 8 / 10 Pancoran Mas
Pendidikan terakhir : SMEA jurusan sekretaris
Stat. perkawinan
: Kawin
Suku bangsa
: Betawi
Tanggal masuk
: 30 September 2005
B. Anamnesa
Autoanamnesa dan alloanamnesa (ibu pasien) tgl 30 September 2005 pk. 19.00
Di ruang isolasi RS. Bhakti Yudha, Depok.
Keluhan Utama
: Batuk darah 3 hr SMRS
Keluhan Tambahan : Demam, sakit ulu hati, mual, lemas, pandangan gelap
RPS
: Menurut pasien, sejak 3 hari yang lalu, pasien batuk dan
setiap batuk mengeluarkan darah bewarna merah tua. > 5 kali / hari, tidak ada
makanan, dan terdapat busa. Setiap kali batuk darah yang keluar 1 sendok teh.
Terkadang darah berupa gumpalan gumpalan kecil.
Dua hari yang lalu, pasien mengeluh demam naik turun terutama siang
sampai malam, demam turun bila pasien minum obat. Demam kadang disertai
menggigil.
Pasien juga mengeluh nyeri di ulu hati, mual setiap kali setelah makan namun
pasien tidak pernah muntah.
Menurut pasien, nafsu makannya berkurang dan badan selalu terasa lemas, bila
bangun setelah tiduran pasien merasa pandangannya gelap.
Mulai tgl 30 September 2005, pasien mengeluh BAB cair 3 x, namun tidak
diperhatikan apakah ada darah dan lendir. BAK tidak ada keluhan.
Pasien mengaku dalam 3 bulan terakhir berat badannya turun 8 kg.
Sesak, keringat malam disangkal.
Riwayat kontak dengan penderita TBC paru (+), yaitu kakek pasien.
RPD
:
- Pasien pernah batuk selama 3 bulan ( 9 bulan yang lalu)
- Saat SMP, pasien terkena penyakit paru, namun menurut pasien setelah 2
minggu tidak diberi obat oleh dokter yang merawat. Pengobatan jangka
panjang disangkal.
- Asma, namun tidak pernah kambuh lagi.
RPK
:
- Nenek menderita asma
- Kakek menderita TBC

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran
TTV

Kepala

: Tampak sakit sedang


: Compos mentis
: TD : 120 / 80 mmHg
N : 96 x / menit
S : 36C
RR: 22 x / menit
: Normocephal

50

Rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.


Mata
: Konjungtiva anemis + / +
Sklera ikterik - / Leher
: KGB membesar pada sub mandibula sinistra
Thorax
: Pergerakan simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Cor
: BJ I II murni reguler murmur (-), gallop (-)
Pulmo
: Suara nafas vesikuler, Rh - / - ; Wh - / Fokal fremitus : + / +, simetris kanan kiri
Abdomen
: Supel, NT (+), NL (-), BU (+) N
Hepar
: Tidak teraba membesar
Lien
: Tidak teraba membesar
Ekstremitas
: Akral hangat
Oedem - / -/D. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium ( 30 September 2005 )
*** Hematologi***
Hemoglobin
: 7,8 g / dl
Leukosit
: 8,4 ribu / mm3
Hematokrit
: 28 %
Trombosit
: 454 ribu / mm3
LED
: 25 mm / jam
Hitung Jenis
Basofil
:0%
Eosinofil
:2%
Batang
:2%
Segmen
: 61 %
Limfosit
: 30 %
Monosit
:5%
*** Kimia Darah ***
Fungsi Hati
SGOT
: 62 U / L
SGPT
: 36 U / L
Bil. Total
: 0,80 mg / dl
Bil. Direk
: 0,53 mg / dl
Bil. Indirek : 0,27 mg / dl
-

Radiologi
Cor
: Besar bentuk dalam batas normal
Pulmo
: Hila tidak melebar
Tampak kesuraman di apeks kanan
Corakan bronkovaskuler tidak meningkat
Pleura tidak tampak kelainan
Diafragma dan sinus : Tidak tampak kelainan
Tulang tulang tidak tampak kelainan.

51

KESAN :
Cor
: tidak tampak cardiomegali
Pulmo : Sesuai gambaran proses spesifik akut
Usul : foto thorax 3 bulan lagi.
E. Pengkajian
D / Tuberkulosis Paru
Dasar : Hemoptisis 3 hr
Demam naik turun
Penurunan BB
Riwayat Kontak (+)
Anorexia, malaise
Pembesaran KGB pada sub mandibula sinistra
LED meningkat
Gambaran foto thoraks : proses spesifik akut
DD / TB paru sekunder
Dasar : Riwayat penyakit paru saat anak anak (+)
Malnutrisi
DD / Bronkiektasis
Dasar : Hemoptisis
Demam berulang
Saran Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan sputum
Tes tuberkulin
Penatalaksanaan : Dx : Tirah baring
Pemeriksaan fungsi hati berkala
Tx : Transfusi sampai Hb 10 g / dl
PRC = Hb x BB x 4
= 2 x 37 x 4 = 296 cc
IVFD : RL 4 jam / kolf
Injeksi Transamin 2 x 500 mg IV pelan
OAT : 2 RHES / 6 RH
Dosis : R : 300 mg
H : 300 mg
E : 750 mg
S : 600 mg

F. Follow Up
Tgl 01 Oktober 2005
S : Batuk (+), darah (+) berkurang, lemas (+), demam (-), nafsu makan (-)
Bak (+) biasa.
O : KU : tampak sakit sedang
Kes : CM
TTV : TD : 110 / 70 mmHg
N : 84 x / menit

52

S : 36 C
RR : 20 x / menit
Mata : CA + / + ; SI - / C / P : dbn
Abd : supel, NT (+), BU (+) N
Ekstremitas : akral hangat, oedem (-)
A : TB paru
P : dari dokter yang merawat
IVFD :Asering + adona 1 amp 28 tt / mnt
Bisolvon syr 3 x 1
Rif 450 mg 1 x 1 ; INH 300 mg 1 x 1
PZA 500 mg 1 x ; E 500 mg 1 x 1
Kalnex 3 x 1 ; Adona 3 x 1
Vit.C 3 x
KETERANGAN : TGL 02 Oktober 2005, pasien APS

53

Anda mungkin juga menyukai