Anda di halaman 1dari 21

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM INTEGUMEN

Anatomi dan Fisiologi Integumen


Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ
terberat dan terbesar dari tubuh. Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai
macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah
mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus keratinisasi
dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh,
produksi sebum dan keringat serta pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari
bahaya sinar ultra violet matahari.
Gambar I. Anatomi Integumen
Kulit tersusun dari tida apisan, yaitu: epidermis, dermis, dan jaringan subkutan.
Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis
gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Fungsi epidermis
adalah proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan
mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans). Epidermis
terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :
1. Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2. Stratum Lusidum. Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki
dan telapak tangan.
3. Stratum Granulosum. Mengandung protein kaya akan histidin.
4. Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap
filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan
melindungi terhadap efek abrasi.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan
bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. pidermis diperbaharui
setiap 28 hari. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.
Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai True Skin.
Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan
jaringan subkutis. Dermis terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan papiler; tipis mengandung
jaringan ikat jarang, dan lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat. Fungsi dermis
adalah struktur penunjang, suplai nutrisi dan respon inflamasi.
Jaringan Subkutan
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan
ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di
bawahnya. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi Subkutis
/hipodermis adalah melekat ke struktur dasar, isolasi panas dan cadangan kalori.
Fungsi Kulit
Brunner dan Suddarth (2002) membagi fungsi kulit ke dalam enam fungsi, yaitu fungsi
perlindungan, fungsi sensibilitas, fungsi keseimbangan air, fungsi pengatur suhu, dan fungsi
prodeksi vitamin.
Perlindungan

Kulit memberikan perlindungan invasi bakteri dan benda asing lainnya. Bagian sternum
korneum epidermis meripakan barrier yang paling efektif terhadap berbagai faktor
lingkungan, seperti zat-zat kimia, sinar matahari, virus, fungus, gigitan serangga, luka karena
gesekan angin, dan trauma. Lapisan dermis kulit memberikan kekuatan mekanis dan keuletan
lewat jaringan ikat fibrosa dan serabut kolagennya. Serabut elastic dan kolagen yang saling
berjalin dengan epidermis memungkinkan kulit untuk berperilaku sebagai satu unit.
Sensibilitas
Fungsi utama reseptor pada kulit adalah untuk mengindera suhu, rasa nyeri, sentuhan yang
ringan dan tekanan. Berbagai ujung saraf bertanggung jawab untuk bereaksi terhadap stimuli
yang berbeda.
Keseimbangan Air
Stratum korneum memiliki kemampuan untuk menyerap air sehingga lapisan tersebut dapat
mencegah kehilangan air dan elektrolit yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan
mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan. Selain itu, kulit juga akan mengalami
evaporasi secara terus-menerus dari permukaan kulit. Evaporasi ini yang dinamakan
perspirasi tidak kasat mata (insensible perspiration) berjumlah kurang-lebih 600 ml per hari
untuk orang dewasa yang normal. Pada penderita demam, kehilangan ini dapat meningkat.
Ketika terendam dalam air, kulit dapat menimbun air tiga sampai empat kali berat normalnya.
Pengatur Suhu
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai proses metabolisme makanan
yang memproduksi energi. Tiga proses fisik yang penting terlibat dalam kehilangan panas
dari tubuh ke lingkungan, yaitu radiasi (perpindahan panas ke banda lain yang suhunya lebih
panas), konduksi (pemindahan panas dari tubh ke benda lain yang lebih dingin), dan konveksi
(pergerakkan massa molekul udara hangat yang meninggalkan tubuh). Dalam kondisi normal,
produk panas dari metabolism akan diimbangi oleh kehilangan panas, dan suhu internal tubuh
akan dipertahankan agar tetap konstan pada suhu kurang-lebih 37oC. Pengeluaran keringat
merupakan proses lainnya yang digunakan tubuh untuk mengatur laju kehiangan panas. Pada
hawa lingkungan yang sangat panas, laju produksi keringat dapat setinggi 1 L/jam. Dalam
keadaan tertentu, misalnya pada stress emosional, perspirasi dapat terjadi secara refleks dan
tidak ada hubungannya dengan keharusan untuk menghilangkan panas dari tubuh.
Produksi Vitamin
Kulit yang terpajan sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk
mensintesis vitamin D. Vitamin D merupakan unsur esensial untuk mencegah penyakit
riketsia, suatu keadaan yang terjadi akibat defisiensi vitamin D, kalsium serta fosfor dan yang
menyebabkan deformitas tulang (Morton, 1993 dalam Brunner and Suddarth, 2002).
Fungsi Respons Imun
Hasil-hasil penelitian terakhir (Nicholoff, 1993 dalam Brunner dan Suddarth, 2002)
menunjukkan bahwa beberapa sel dermal (sel-sel Langerhans, IL-1 yang memproduksi
keratinosit, dan sub kelompok limfosit-T) merupakan komponen penting dalam sistem imun.
Pemeriksaan Fisik
Teknik pengkajian penting untuk mengevaluasi integumen yang mencakup teknik inspeksi
dan palpasi.
Inspeksi
1. Warna / adanya perubahan pigmentasi
Warna kulit di setiap bagian seharusnya sama, kecuali jika ada peningkatan vaskularisasi.
Variasi normal warna kulit antara lain:
Variasi normal Deskripsi
1. Tahi lalat Kecoklatan coklat tua, bisa datar atau sedikit menonjol
2. Stretch mark (striae) Keputihan atau pink, dapat disebabkan karena berat yang berlebih

atau kehamilan.
3. Freckles (bintik-bintik di tubuh) Datar dimanapun bagian tubuh.
4. Vitiligo Area kulit tak terpigmentasi, prevalensi lebih pada orang kulit gelap.
5. Tanda lahir Umumnya datar, warnanya bisa kecoklatan, merah, atau coklat.
Warna kulit yang abnormal yaitu kekuningan atau jaudis. Hal ini dapat mengindikasikan
terjadinya kelainan fungsi hati atau hemolisis sel darah merah. Pada orang berkulit gelap,
jaundis terlihat sebagai warna kuning-hijau pada sklera, telapak tangan, dna kaki. Pada orang
berkulit cerah, jaundis terlihat berwarna kuning pada kulit, sklera, bibir, palatum, dan
dibawah lidah.
Warna kulit abnormal lainnya yaitu eritema. Eritema dimanifestasikan sebagai kemerahan
pada orang berkulit cerah dan coklat atau ungu pada orang berkulit gelap. Hal ini
mengindikasikan peningkatan temperatur kulit karena inflamasi (proses vaskularisasi
jaringan).
2. Adanya lesi
Lesi pada kulit dideskripsikan dengan warnanya, bentuk, ukuran, dan penampilan umum.
Selain itu batas luka apakah luka datar, menonjol juga harus dicatat.
Tipe Lesi Kulit Deskripsi
Blister Adanya cairan vesikel terisi atau bullae
Bulla Blister lebih dari 1 cm.
komedo Karena dilatasi pori-pori
Crust (kerak) Eksudat kering yang merusak epitel kulit,
Cyst (kista) Semisolid atau masa berisi cairan, enkapsulasi pada lapisan kulit yang lebih
dalam.
Deskuamasi Peluruhan atau hilangnya debris pada permukaan kulit.
Erosi Kehilangan epidermis, dapat dikaitakan dengan vesikel, bulae, atau pustula.
Eksoriasi Erosi epidermal n=biasanya karena peregangan kulit.
Fissura Retak pada epidermis biasanya sampai ke dermis
Makula Area datar pada kulit dengan diskolorisasi, diameter kurang dari 5 mm.
Nodul Solid, peningkatan lesi atau masa, diameter 5 mm- 5 cm
Papula Solid, peningkatan lesi dengan diameter kurang dari 5 mm
Plaque Timbul, lesi datar diameter lebih besar dari 5 mm
Pustula Papula berisi eksudat purulen
Scale Debris kulit pada permukaan epidermis
Tumor Masa padat, diameter lebih besar dari 5 cm, biasanya berlanjut ke dermis.
Ulserasi Kehilangan epidermis, berlanjut sampai dermis atau lebih dalam.
Urticaria berhubungan dengan reaksi makanan dan obat.Timbul wheal seperti lesi
Vesikel Lesi terisi sedikit cairan, diameter kurang dari 1 cm
Wheal Transient, timbul, pink, tidak rata dengan edema disekitarnya.
Tabel Jenis-Jenis Lesi
Lesi vaskular mencakup petekie, purpura dan ekimosis (berdasarkan ukurannya).
Petekie
Purpura
Ekimosis

3. Adanya ruam

Munculnya ruam kulit mengindikasikan adanya infeksi atau reaksi obat. Beberapa jenis ruam
dapat dilihat pada tabel diatas. Keberadaan ruam berhubungan dengan perubahan farmako
terapi yang penting untuk membantu identifikasi adanya reaksi hipersensitivitas alergi.
Perkembangan urtikaria terjadi karena adanya reaksi obat atau makanan. Infeksi kulit dapat
disebabkan oleh jamur atau ragi. Misalnya infeksi oleh Candida Albicans yang meninvasi
jaringan yang lebih dalam.
4. Kondisi rambut
Kuantitas, kualitas, distribusi rambut perlu di catat. Kulit kepala seharusnya elastis dan
terdistribusi rambut merata. Alopesia berhubungan dengan adanya kehilangan rambut dan
menyebar, merata, dan lengkap, biasanya dikarenakan terapi obat seperti kemoterapi.
Hirsutism atau meningkatnya pertumbuhan rambut pada wajah, tubuh, atau pubis merupakan
salah satu penemuan abnormal. Hal ini dapat ditemukan pada wanita menopause, gangguan
endokrin, dan terapi obat tertentu (kortikosteroid, androgenik).
5. Kondisi kuku
Kuku seharusnya berwarna pink dengan vaskularisasi yang baik dan dapat dilakukan tes
kapilari refil. Kuku yang membiru dan keunguan dapat mengindikasikan terjadinya sianosis.
Jika warnanya pucat, bisa saja terjadi penurunan aliran darah ke perifer. Ketika ditemukan
adanya clubbing, sudut kuku 180, mengindikasikan adanya hipoksia kronik.
pada sirosis, gagal jantung, dan DM tipe II.Terrys nail
Kuku berwarna keputihan dengan bagian distal berwarna coklat kemerahan gelap.
Koilonychias defisiensi zat besi.anemia
defisiensi protein.adanya garis garis tipis pada kuku defisiensi zinc.adanya spot putih
pada kuku
6. catat bau badan dan adanya bau pada pernapasan, berhubungan erat dengan kualitas
perawatan diri klien.Bau
Palpasi
1. palpasi kelembutan permukaan kulit. Kulit kasar terjadi pada pasien
hipitiroidisme.Tekstur
2. Kelembaban
Dideskripsikan dengan kering, berminyak, berkeringat, atau lembab. Kulit berminyak dengan
jerawat dan dengan peningkatan aktivitas kelenjar minyak dna pada penyakit parkinson.
Diaforesis sebagai respon meningkatnya suhu atau melabolisme tubuh. Hiperhidrosis istilah
terhadap perspirasi berlebihan.
3. Temperatur
4. Mobilitas dan turgor
Ketika mengkaji secara terpusat, diatas klavikula, kulit seharusnya mudah untuk dicubit, dan
cepat kembali ke posisi awal. Mobilitas kulit menurun pada scleroderma atau pada pasien
dengan peningkatan edema. Turgor kulit menurun pada pasien dehidrasi.
5. nonpitting atau pitting edemaEdema
Nonpitting edema, tidak terdepresi dengan palpasi, terlihat pada pasien dengan respon
inflamasi lokal dan disebabkan oleh kerusakan endotel kapiler. Kulit terlihat merah, keras,
dan hangat.
Pitting edema biasanya pada kulit ekstremitas dan dapat menimbulakan depresi ketika

dilakukan palpasi.
Skala (1+ to 4+) Pengukuran Deskripsi Waktu kembali
/41 2 mm Nyaris dapat terdeteksi Segera
/42 4 mm Pitting Lebih dalam Beberapa detik
/43 6 mm Pitting dalam 10-20 detik
4+/4 10 mm Sangat dalam >20 detik
Tabel Skala Pitting Edema
Pengkajian kulit pada lansia
Terjadi kehilangan jaringan lemak bawah kulit dan penurunan vaskularisasi lapisan dermis
memicu penipisan kulit, keriput, kehilangan turgor kulit dan actinic purpura.
Terpapar matahari dalam waktu lama memicu kulit menguning dan menebal dan
perkembangan solar lentigo.
Menurunnya aktivitas kelenjar sebase dan kelenjar keringat memicu pengelupasan kulit dan
kekeringan.
Menurunnya melanin menyebabkan rambut menjadi abu-abu putih.
Menurunnya kadar hormon menyebabkan penipisan rambut kepala.
Penurunan sirkulasi perifer menyebabkan pertumbuhan yang lambat pada kuku dan kuku
menjadi rapuh
Referensi:
Davenport, Joan. Patient Assessment:Integumentary System Chapter 51.
http://connectiondev.lww.com/Products/morton/documents/pdfs/morton_ch51.pdf (diunduh
pada 28 November 2010)
__________. Physical Assessment - Chapter 2 Integumentary System.
http://nursinglink.monster.com/training/articles/297-physical-assessment---chapter-2integumentary-system

ASUHAN KEPERAWATAN DERMATITIS


AKADEMI KEPERAWATAN PPNI SURAKARTA

A.Definisi
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan
iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu
dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan dermatitis
kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis kontak alergik yang
diakibatkan meka nisme imunologik yang spesifik.
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada sel-sel
epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering terkena adalah
tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara definisi bahan iritan kulit adalah
bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit tanpa diketahui oleh
sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya sedikit diketahui, tapi sudah jelas
terjadi kerusakan pada membran lipid keratisonit.

Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitifitas tipe
lambat (tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang menembus lapisan
epidermis kulit. Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis, dimana
sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen akan timbul
reaksi alergi.
B.Etiologi
Dermatitis Kontak Iritan
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan
pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi
selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan
iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak,
kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel,
demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut
berperan.
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan
ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di
bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih);
jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang
pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya
dermatitis atopic
Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan tertentu,
misalnya alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi alergi. Hapten merupakan
alergen yang tidak lengkap (antigen), contohnya formaldehid, ion nikel dll. Hampir seluruh
hapten memiliki berat mo lekul rendah, kurang dari 500- 1000 Da. Dermatitis yang timbul
dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit.
Dupuis dan Benezra membagi jenis -jenis hapten berdasarkan fungsinya
yaitu:
1.Asam, misalnya asam maleat.
2.Aldehida, misalnya formaldehida.
3.Amin, misalnya etilendiamin, para-etilendiamin.
4.Diazo, misalnya bismark-coklat, kongo- merah.
5.Ester, misalnya Benzokain
6.Eter, misalnya benzil eter
7.Epoksida, misalnya epoksi resin
8.Halogenasi, misalnya DNCB, pikril klorida.
9.Quinon, misalnya primin, hidroquinon.
10.Logam, misalnya Ni2+, Co2+,Cr2+, Hg2+.
11.Komponen tak larut, misalnya terpentin.
C.Patofisiologi

Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh
bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam
beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui
membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan
rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan
asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan
dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system
kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan
membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang
akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan
sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya
mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik
sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan
kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya
pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi,
misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya
kerusakan tersebut.
Dermatitis Kontak Alergi
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang
menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
a.Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi
terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen
kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian
hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans
Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di
epidermis, menjadi komplek hapten protein.
Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLADR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell).
Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan
terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan
molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans,
sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti),
merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion
kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini
telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition).
Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan
merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi
sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh
meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen
yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam

pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko
untuk mengalami dermatitis kontak alergik.
b.Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama
dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans
akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2
akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit
memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan
limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan
makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang
meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan
vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu
proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel
keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat
stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah
kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan
memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek
merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik.
2.Toleransi Imunologis
Struktur kimia, dosis dan cara penyajian dari suatu antigen sangat menentukan potensi
sensitivitasnya. Pada aplikasi pertama dari antigen akan menggerakkan dua mekanisme yang
berlawanan yaitu sensitisasi (pembentukan T helper cell) dan toleransi imunitas spesifik
(pembentukan T supresor cell). Kedua keadaan imunologik ini selanjutnya dapat dimodifikasi
oleh faktor-faktor eksternal seperti pemberian glukokortikoid topikal atau sistemik, radiasi
sinar ultra violet dan riwayat dermatitis atopik. Apabila dosis tinggi dari antigen disapukan
secara epikutan maka dapat timbul toleransi.Kemungkinan oleh karena sejumlah besar
antigen menghindari sel Langerhans epidermal.
Toleransi imunologis dapat dirangsang oleh penggunaan bahan kimia yang
sejenis seperti propilgallat (antioksidan dalam makanan) dan 2-4-dinitro-1-klorobenzen
terhadap dinitroklorobenzen (DNCB), akan dapat menurunkan sensitivitas DNCB, bahkan
dapat menjadi tidak responsive. Hal ini disebut proses hardening (pengerasan). Namun proses
hardening tidak timbul pada setiap orang dan dapat hilang bila terjadi pemutusan hubungan
dengan bahan kontak alergen. Hiposensitisasi dapat dicapai dengan pemberian awal bahan
allergen berstruktur sejenis dalam dosis rendah yang kemudian ditingkatkan secara bertahap.
Hal ini dapat diterapkan pada sulfonamid dan poison ivy. Akibatnya ambang rangsang untuk
reaksi positif terhadap uji tempel akan meningkat. Namun keadaan desensitisasi penuh tidak
dapat dicapai. Hiposensitisasi merupakan keseimbangan antara sel efektor dan supresor.
Keadaan toleransi ini dapat dirusak oleh siklofosfamid yang secara selektif menghambat sel
supresor. Bila ini gagal secara teoritik dapat dilakukan induksi secara intra vena sehingga
timbul tolerans terhadap alergen yang diberikan. Menurut Adam hal ini akan merangsang
makrofag di limpa untuk membentuk sel T supresor dan menimbulkan toleransi imunitas

spesifik. Secara teoritik dapat timbul keadaan quenching yaitu terjadinya potensiasi dari
respon alergi dan iritan sehingga kombinasi dari bahan-bahan kimia dapat menimbulkan efek
pemedaman yaitu berkurangnya ekspresi atau induksi sensitivitas.
3.Gambaran Histopatologis
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran
histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada dermatitis akut
perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya vesikel atau
bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler selsel mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis
dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis,
hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis
dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut
merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan gambaran
histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen, seperti
dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak sejumlah besar sel
langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel dan di organella sel
Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan aktivitas metabolik.
Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam
tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke
kelenjar getah bening setempat meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai
gambaran histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada
pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dalam
pola peradangannya.
D.Manifestasi Klinik
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan bergantung pada keparahan dermatitis.
Dermatitis kontak umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu terdapat
efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis kontak iritan umunya
mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan
dermatitis kontak alergik.
1.Fase akut.
Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontak dengan bahan
penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat.
Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema dan edema, sedang pada yang berat selain
eritema dan edema yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula yang bila pecah akan
terjadi erosi dan eksudasi. Lesi cenderung menyebar dan batasnya kurang jelas. Keluhan
subyektif berupa gatal.
2.Fase Sub Akut
Jika tidak diberi pengobatan dan kontak dengan alergen sudah tidak ada maka proses akut

akan menjadi subakut atau kronis. Pada fase ini akan terlihat eritema, edema ringan, vesikula,
krusta dan pembentukan papul-papul.
3.Fase Kronis
Dermatitis jenis ini dapat primer atau merupakan kelanjutan dari fase akut yang hilang timbul
karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan kulit
berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi,
krusta serta eritema ringan. Walaupun bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk
kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang
tidak dikenal.
Dermatitis Kontak Alergi
Sebagaimana disebutkan pada halaman sebelumnya bahwa ada dua jenis bahan iritan, maka
dermatitis kontak iritan juga ada dua macam yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis
kontak iritan kronis. Dermatititis kontak iritan akut. Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena
kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula. Luas kelainan
umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas.
Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada segera, tetapi ada sejumlah bahan
kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin, antralin, asam
fluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan akut lambat. Kelainan kulit baru terlihat
setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga
yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah
esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan
nekrosis.
Dermatitis kontak iritan dengan bahan iritan air liur pada balita
Dermatitis kontak iritan kronis atau dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh kontak
dengan iritan lembah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma
mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin; juga bahan contohnya detergen, sabun, pelarut,
tanah, bahkan juga air). Dermatitis kontak iritan kronis mungkin terjadi oleh karena
kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat
menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu.
Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun
kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting. Dermatitis
iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan.
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis)
dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit
dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami
kontak terus menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau
skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan
mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang
memungkinkan terjadinya dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci, memasak,
membersihkan lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun.

Dermatitis kontak iritan akibat detergen


Dermatitis Kontak Alergi
Selain berdasarkan fase respon peradangannya, gambaran klinis dermatitis kontak alergi juga
dapat dilihat menurut predileksi regionalnya. Hal ini akan memudahkan untuk mencari bahan
penyebabnya.
1.Tangan
Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan, misalnya pada
ibu rumah tangga. Demikian pula dermatitis kontak akibat kerja paling banyak ditemukan di
tangan. Sebagian besar memang disebabkan oleh bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya
deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen dan pestisida.
2.Lengan
Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung
tangan karet, debu semen dan tanaman. Di aksila umumnya oleh bahan pengharum.
3.Wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat topikal, alergen yang
ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkun disebabkan
oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan
oleh cat kuku, cat rambut, perona mata dan obat mata.
4.Telinga
Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab lainnya seperti obat topikal, tangkai
kaca mata, cat rambut dan alat bantu pendengaran.
5.Leher dan Kepala
Pada leher penyebabnya adalah kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari),
parfum, alergen di udara dan zat warna pakaian. Kulit kepala relative tahan terhadap alergen
kontak, namun dapat juga terkena oleh cat rambut, semprotan rambut, sampo atau larutan
pengeriting rambut.
6.Badan
Dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa ), plastik dan
deterjen.
7.Genitalia
Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita dan alergen
yang berada di tangan.
8.Paha dan tungkai bawah
Disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal
(anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, sandal dan sepatu.
E.Pemeriksaan Penunjang

Alergi kontak dapat dibuktikan dengan tes in vivo dan tes in vitro. Tes in vivo dapat
dilakukan dengan uji tempel. Berdasarkan tehnik pelaksanaannya dibagi tiga jenis tes tempel
yaitu :
1.Tes Tempel Terbuka
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena
daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya.
Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap.
2.Tes Tempel Tertutup
Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang pada
bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang dicurigai
ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya
dievaluasi.
3.Tes tempel dengan Sinar
Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu
bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet
baru akan bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan
secara duplo. Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam
ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24
jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari efek daripada sinar, maka punggung
atau bahan test tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar
tidak bisa menembus bahan tersebut.
Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang
penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel
merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi
dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji tempel
sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji tempel misalnya obat
antihistamin dan kortikosteroid.
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah disediakan
oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan penderita maka dengan
mudah dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang
didapat dari penderita diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan
merugikan penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana
misalnya hasilnya positif maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita
harus hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif
dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil
uji tempel dilakukan oleh seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang
itu.
Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk
pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut belum
standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.

F.Penatalaksanaan

Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah
mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual
yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
1.Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak
alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung
tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang
panjang, penggunaan deterjen.
2.Pengobatan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.
3.Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis
yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering.
Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila
subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan
salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim
atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan
pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :
a)Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan
menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat
aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada
sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya
molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi
penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi
sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses
dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah
hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan
menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat
penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap
hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi
akneiformis.
b)Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem
imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan
menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat

mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul


permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji
antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi
peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi
ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan
infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme
yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat berkurang
jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1
pada keratinosit dan sel Langerhans.
c)Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada
marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan
oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4)Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus
dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya
gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
d)Imunosupresif topical
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM
981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi
sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini
akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping
sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti
inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid
klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%.
Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal
sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.
4.Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasuskasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :
a)Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang
berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang
berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin,
SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.

b)Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena.
Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki
kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek
sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes
dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan
gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan
menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel
Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNFa dan MCAF.
c)Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat
produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit,
makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
d)Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada
keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek
menghambat peradangan.
e)FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan
histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
f)Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.
g)Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang
merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
h)SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga
diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin
G.Prognosis

Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah penyebab dermatitis kontak, kapan terapi
mulai dilakukan, apakah pasien sudah menghindari faktor pencetusnya, terjadinya kontak
ulang dan adanya faktor individual seperti atopi. Dengan adanya uji tempel maka prognosis
dermatitis kontak alergik lebih baik daripada dermatitis kontak iritan dan DKI yang akut lebih
baik daripada DKI kronis yang bersifat kumulatif dan susah disembuhkan. Dermatitis kontak

alergik terhadap bahan-bahan kimia industri yang penggunaannya pada tempat-tempat


tertentu dan tidak terdapat dalam lingkungan di luar ja m kerja atau pada barang-barang milik
pribadi, mempunyai prognosis yang buruk, karena bahan-bahan tersebut terdapat sangat
banyak dipakai dalam kehidupan kita sehari-hari.
H.Pencegahan

Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan bahan yang telah
disebutkan di atas. Strategi pencegahan meliputi:
Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan secepatnya,
dapat menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit.
Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk menghindari kontak
dengan bahan pembersih.
Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk menghindari
kontak dengan bahan alergen atau iritan.

ASUHAN KEPERAWATAN
A.Pengkajian

Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis
yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya.
Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah
kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan
pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan,
hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun
dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama,
kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan
mungkin faktor psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan
pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada
umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah
sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian
tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu
penegakan diagnosis.
Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :
1.Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau satu
kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.
2.Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.
3.Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa
dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya

setelah pada tempat kontak.


4.Rasa gatal
5.Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.
Berbagai jenis kelainan kulit yang harus dipertimbangkan dalam diagnosis
banding adalah :
1.Dermatitis atopik : erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat tertentu
seperti lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau keluarganya. Penderita
dermatitis atopik mengalami efek pada sisitem imunitas seluler, dimana sel TH2 akan
memsekresi IL-4 yang akan merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5 yang
merangsang pembentukan eosinofil. Sebaliknya jumlah sel T dalam sirkulasi menurun dan
kepekaan terhadap alergen kontak menurun.
2.Dermatitis numularis : merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi
berukuran sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
3.Dermatitis dishidrotik : erupsi bersifat kronik residif, sering dijumpai pada telapak tangan
dan telapak kaki, dengan efloresensi berupa vesikel yang terletak di dalam.
4.Dermatomikosis : infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur dengan efloresensi kulit bersifat
polimorf, berbatas tegas dengan tepi yang lebih aktif.
5.Dermatitis seboroik : bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka
terdapat di sekitar alae nasi, alis mata dan di belakang
6.telinga.
7.Liken simplek kronikus : bersifat kronis dan redisif, sering mengalami iritasi atau
sensitisasi. Harus dibedakan dengan dermatitis kontak alergik bentuk kronik.
B.Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan kulit seperti
dermatitis kontak adalah sebagai berikut :
1.Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
2.Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
3.Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
4.Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
5.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
6.Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi
C.Intervensi Keperawatan
Diagnosa :
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
Tujuan :
Kulit klien dapat kembali normal.
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya

peradangan, ditandai dengan mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit, berkurangnya


derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan,
penyembuhan area kulit yang telah rusak
Intervensi:
Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang
telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab
selama 2 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.
Gunakan air hangat jangan panas.
Diagnosa 1 :
Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
Tujuan :
Tidak terjadi kerusakan pada kulit klien
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari alergen
Intervensi
Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui.
Rasional : menghindari alergen akan menurunkan respon alergi
Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung alergen
Hindari binatang peliharaan.
Diagnosa 2:
Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
Tujuan :
Rasa nyaman klien terpenuhi
Kriteria hasil :
Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet akibat
garukan, klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal, klien mengungkapkan adanya
peningkatan rasa nyaman
Intervensi
Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan prinsip
terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.
Rasional : dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta
penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif.

Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan kimia
lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik.
Diagnosa 3 :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
Tujuan :
Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus.
Kriteria Hasil :
1.Mencapai tidur yang nyenyak.
2.Melaporkan gatal mereda.
3.Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
4.Menghindari konsumsi kafein.
5.Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur..
Intervensi :
Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang
baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman
meningkatkan relaksasi.
Menjaga agar kulit selalu lembab.
Diagnosa 4:
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
Tujuan :
Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai
Kriteria Hasil :
1.Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
2.Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
3.Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
4.Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
5.Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
6.Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
7.Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk
meningkatkan penampilan
Intervensi :
1.Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri
sendiri).
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata
bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
2.Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.

Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta
pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
3.Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
4.Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan
kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak
perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
5.Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
6.Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
Diagnosa 5:
Kurang pengetahuan tentang program terapi
Tujuan :
Terapi dapat dipahami dan dijalankan
Kriteria Hasil :
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Intervensi :
1.Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya.
Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
2.Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan
konsepsi/informasi.
Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat, kebanyakan
klien merasakan manfaat.
3.Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan lainnya.
Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi.
4.Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan..
Rasional: Dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk kambuh kembali
D.Evaluasi
Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang :
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.

DAFTAR PUSTAKA
.Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi2
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
.Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi/Handbook of Pathophysiology.
Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Cetakan 1. Jakarta: EGC. 1997.
.Djuanda S, Sularsito. (1999). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit
kulit dan kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.
.Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
.Nettina, Sandra M. Pedoman praktek keperawatan/Lippincotts Pocket Manual of
Nursing Practice. Alih Bahasa: Setiawan, sari Kurnianingsih, Monica
Ester. Cetakan 1.Jakarta: EGC. 200
.Polaski, Arlene L. Luckmanns core principles and practice of medical-surgical.
Ed.1. Pennsylvania: W.B Saunders Company. 1996
.Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar medikal bedah Brunner Suddarth/Brunner
Suddarths Texbook of Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung
Waluyo..(et.al.). ed 8 Vol 3 Jakarta: EGC 2002
UNTUK mendapatkan askep diatas silahkan KLIK DISINI

Anda mungkin juga menyukai