PENDAHULUAN
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasiyang
menyebabkan ketidak cukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jarngan,dengan akibat gangguan
mekanisme homeostasis.Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Celland tentang fisiologi
keadaansyok dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigenke
jaringan.Syok merupakan respon tubuh terhadap gangguan pada systemperedaran darah yang
menghambat darah mengalir dalam jumlah yang cukup keseluruh bagian tubuh, terutama ke
organ yang penting, cedera pada jantungatau pembuluh darah, atau berkurangnya jumlah darah
yang mengalir, biasmenyebabkan syok
Klasifikasi syok menurut etiologi :
1. Syok hipovolemik: dehidrasi, kehilangan darah, luka bakar.
2. Syok distributif: kehilangan tonus vascular (anafilaktik, septik, syok toksik).
3. Syok kardiogenik: kegagalan pompa jantung.
4. Syok obstruktif: hambatan terhadap sirkulasi oleh obstruksi instrinsik atau
ekstrinsik. Emboli paru, robekan aneurisma dan tamponade perikard.
Syok hemoragik adalah syok hipovolemik yang disebabkan kehilangan
darah yang banyak akibat perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat terbuka atau
tersembunyi dalam organ tubuh. Syok hipovolemik yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah syok hipovolemik hemoragik perioperatif, yaitu syok yang
terjadi preoperatig, intraoperatif, ataupun postoperatif.
Pasien yang kehilangan darah akan mengalami masa hipotensi sampai
akhirnya pemberian infus cairan tidak dapat menyelamatkan nyawa pasien
tersebut. Hal ini disebut sebagai syok ireversibel. Sebagian klinisi percaya bahwa
pasien syok dapat diresusitasi dengan pemberian cairan, koreksi hipotermia dan
pemberian obat inotropik. Tapi tetap saja masih banyak pasien yang meninggal
tidak hanya karena efek akut dari syok ireversibel tapi juga dari efek syok berat
yang lama.
Penatalaksanaan pasien syok tidak hanya pada awal saja karena
sebenarnya banyak pasien yang tetap mengalami kegagalan sirkulasi setelah
perdarahan berat ditangani. Hal ini terjadi karena koagulopati dan hipotermia
berat. Pada pasien dengan perdarahan kecil namun terus menerus dapat terjadi
asidosis dan hipotermia. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang baik
mengenai bagaimana penanganan syok hemorargik perioperatif. Langkah-langkah
apa saja yang perlu dilakukan, bagaimana langkah selanjutnya, dan kapan
transfusi darah diperlukan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pria
600 mL/kg
66 mL/kg
40 mL/kg
26 mL/kg
Wanita
500 mL/kg
60 mL/kg
36 mL/kg
24 mL/kg
Respons Kompensasi
Hilangnya darah memicu respons kompensasi tertentu yang membantu
untuk mempertahankan volume darah dan perfusi jaringan. Respons yang paling
awal meliputi perpindahan cairan interstisial ke dalam kapiler. Pengisian
transkapiler ini dapat menggantikan sekitar 15% dari volume darah, namun hal ini
menyebabkan terjadinya kekurangan cairan interstisial.
Kehilangan darah yang akut juga memicu aktivasisistem reninangiotensin-aldosteron oleh ginjal, untuk mempertahankan kadar natrium.Natrium
yang dipertahankan berdistribusi dalam cairan ekstraseluler. Karena cairan
Kelas 1
Sampai 750
Kelas 2
750-1500
Kelas 3
1500-2000
Kelas 4
>2000
(ml)
Kehilangan darah
Sampai 15%
15-30%
30-40%
>40%
(%BV)
Nadi
Tekanan darah
Tekanan nadi
<100
Normal
Normal atau
>100
Normal
Menurun
>120
Menurun
Menurun
>140
Menurun
Menurun
Frekuensi napas
Urin (ml/jam)
Status mental
meningkat
14-20
>30
Gelisah ringan
20-30
20-30
Gelisah
30-40
5-15
Gelisah dan
>35
Tidak ada
Gelisah dan
Cairan pengganti
kristaloid
sedang
kristaloid
bingung
Kristaloid
letargi
Kristaloid
dan darah
dan darah
B. Evaluasi Klinis
Evaluasi klinis pada pasien-pasien yang mengalami perdarahan bertujuan
untuk menentukan seberapa besar kekurangan volume darah dan pengaruhnya
terhadap aliran sirkulasi dan fungsi organ.1,3,4
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
3. Abdomen
a. Perlukaan terhadap hati atau limpa adalah penyebab umum syok
perdarahan. Ruptur spontan aneurisma aorta abdominal dapat juga
menyebabkan perdarahan intraabdominal berat dan syok
organ. Di bawah ini dibahas mengenai resusitasi cairan dan hal-hal yang
berhubungan.4
1. Kanulasi Vena
Hal yang perlu dipikirkan dalam resusitasi cairan adalah akses
pemberian cairan. Pada pasien dengan trauma multipel berat syok
hemoragik, akses vena diperlukan untuk mengembalikan cairan yang
hilang. Faktor yang mempengaruhi akses vena adalah letak anatomis vena,
beratnya cedera pada tubuh serta kemampuan dan pengalaman dokter yang
menolong. Akses vena tidak boleh diberikan pada ekstremitas yang
terluka.
Menurut acuan dari ATLS, pada kasus syok hemoragik, akses vena
yang disarankan adalah dua infus vena dengan diameter besar. Pilihan
pertama adalah infus perifer seperti vena pergelangan tangan dan
punggung tangan, pada fosa antekubiti dan vena savena. Tempat lain yang
jarang dipilih adalah vena femoralis dan jugularis. Vena subklavia dan
jugular interna sebaiknya tidak secara rutin diberikan pada syok
hipovolemik. Komplikasinya tinggi dan keberhasilannya rendah karena
vena sering kolaps. Akses cairan melalui vena perifer dapat menjadi sulit
pada pasien syok hipovolemik dengan vena yang sudah kolaps, edema,
kegemukan, jaringan parut, riwayat penggunaan obat intravena dan luka
bakar. Pada keadaan tertentu akses vena sentral dengan kateter diameter
besar dapat dicoba pada vena femoral secara perkutan atau vena seksi.
Akses vena subklavia menyediakan akses cepat dan aman di tangan ahli.
10
yang
mengandung
molekul-molekul
besar
yang
11
12
13
Pada saat resusitasi fase lambat ini dilakukan, pemberian cairan tetap
dilakukan sampai diyakini sudah terjadi perfusi sistemik yang adekuat.
Tujuan utama penggantian cairan pada kehilangan darah akut adalah
mempertahankan ambilan oksigen (VO2) oleh jaringan dan mempertahankan
kelangsungan metabolisme aerobik.4 Cairan pengganti logikanya sesuai
dengan cairan yang keluar atau yang mendekati. Kontroversi masih terjadi
seputar penggunaan cairan kristaloid maupun koloid sebagai pengembang
plasma. Pendukung koloid berpendapat bahwa resusitasi menggunakan koloid
lebih cepat dan aman bagi paru-paru. Sementara pengguna kristaloid
berpendapat
bahwa
kristaloid
lebih
tepat
menangani
syok
karena
14
Konsekuensi
dari
curah
jantung
yang
menurun
jauh
lebih
15
Cairan koloid lebih efektif dari whole blood, packed cells dan cairan
kristaloid untuk meningkatkan curah jantung
Untuk mendapatkan efek yang sama pada curah jantung, volume infus
cairan kristaloid setidaknya tiga kali lebih banyak dari volume infus cairan
koloid
16
Memperkirakan jumlah darah yang keluar. Kelas I bila kehilangan darah <
15% volume darah, kelas II bila kehilangan darah 15-30% volume darah,
kelas III bila kehilangan darah 30-40% dan kelas IV bila kehilangan darah
lebih dari 40% volume darah.
17
Jumlah Volume
BV = 70mL/kg ()
= 65 mL/kg ()
2. Estimasi % volume darah yang Kelas I: < 15%
hilang
= VD x 3 (kristaloid)
Setelah volume penggantian total dihitung, kecepatan penggantian cairan dihitung
berdasarkan kondisi klinis pasien.
G. Pemantauan Resusitasi
Selama resusitasi perlu dipantau laju jantung, tekanan darah, frekuensi
napas, urin yang keluar, status mental dan suhu tubuh. Vena sentral dapat
digunakan untuk memantau preload pada ventrikel kanan. Pemeriksaan
laboratorium
rutin
termasuk
diantaranya
gas
darah,
elektrolit
dan
keseimbangan asam basa, fungsi hati dan ginjal, gula darah, hematologi dan
koagulasi rutin. Kadar laktat cukup sering digunakan untuk mengetahui
efektivitas dukungan kardiovaskular.
18
BAB III
STATUS PASIEN
1. IDENTITAS PENDERITA
Nama
Umur
Alamat
Pekerjaan
Agama
Ruangan
Tanggal Masuk
Tanggal Pemeriksaan
No.Rek.Medis
2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari RSUD
: Nn. Selvian
: 21 Tahun
: Desa Lombogia Poso
: Honorer
: Islam
:Intensive Care Unit RSUD Undata Palu
: 21Maret 2014
: 21Maret 2015
: 567387
: robek pada kelamin dan paha
:
Poso dengan diagnosa Vulnus Laseratum
Regio Inguinal-Genital Eksterna-Femoralisdan Close Fracture TibiaFibula setelah kecelakaan lalu lintas menabrak truk tronton. Pasien
mengeluhkan nyeri pada vagina, yang dirasakan setelah kecelakaan.
Dalam perjalanan, pasien mengalami pendarahan yang cukup banyak,
mulai gelisah, akral dingin dan penurunan tekanan darah berulang,
pernapasan cepat dan nadi cepat
Riwayat Penyakit Sebelumnya
o Riwayat pendarahan sebelumnya (-)
o Riwayat alergi (-)
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum
: Sakit Berat
Kesadaran
: Composmentis (GCS E4 V5 M6)
Berat Badan
: 51 kg
19
Status Gizi
: Gizi Baik
Primary Survey
Airway
: Paten
Breathing
: Respirasi23 kali/menit
Circulation
: Tekanan darah
:70mmhg/ palpasi
Nadi
: 126kali/menit, ireguler, lemah,tidak
Secondary Survey
kuatangkat
Kepala
Bentuk
Rambut
Kulit kepala
Wajah
Kulit
: Normocephal
: Warna hitam distribusi padat
: Psoriasis (-), lesi (-)
:Simetris, paralisis facial (-), afek ekspresi serasi,
deformitas (-)
:Keriput (-), pucat (+), sianosis (-), turgor 3 detik.
Leher
tremor (-)
: jaringan parut (-), massa (-)
:pembengkakan kelenjar limfe (-),
Palpasi
20
Perkusi
VI dextra.
Auskultasi : vesicular +/+, bunyi tambahan (-).
Jantung
Inspeksi
Palpasi
thrill (-)
: Batas atas : SIC II linea parasternal dextra et sinistra
Batas kanan : SIC V linea parasternal dextra
Batas kiri : SIC V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar terhadap thorax dan symphisis pubis,
Perkusi
massa (-).
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal ( 20 kali/menit) diseluruh
Perkusi
Palpasi
Genitalia
Ekstremitas
21
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 21 Maret 2015
Hematologi Rutin
Parameter
RBC
Hemoglobin (Hb)
Hematokrit
PLT
WBC
Hasil
2,09
6,2
18,5
105
4,6
Satuan
106/mm3
gr/dl
%
103/mm3
103/mm3
Range Normal
3,80-5,80
11,5-16,0
37,0-47,0
150-500
4,0-10,0
5. RESUME
Pasien usia21 tahun. Masuk dengan vulnus laseratum regio genitalia
eksterna-inguinal-femoralis dan close fracture tibia fibula setelah kecelakaan
lalu lintas. Setelah kecelakaan, pasien mengalami pendarahan yang cukup
banyakm diikuti dengan hipotensi, takipnoe, gelisah, dan takikardi.
Pemeriksaan Fisik
Airway
: Paten
Breathing
: Respirasi32 kali/menit
Circulation
: Tekanan darah
:60mmhg/ palpasi
Nadi
: 126kali/menit, ireguler, lemah,tidak
kuatangkat
6. Diagnosis Kerja :
Vulnus Laseratum regio Inguinal-Genitalia Eksterna-Femoralis + Hipotensi
e.c Syok Hipovolemik Post KLL
7. Penatalaksanaan :
22
Airway
Breathing : Spontan
Circulation
Drug
8. Anjuran Pemeriksaan
FOLLOW UP
Tanggal 22Maret 2014 (Perawatan Hari 1)
S
: Lemah (+), gelisah (+), nyeri kaki kiri (+), nyeri paha (+), pendarahan (-)
: Tek.Darah
Nadi
: 82/40 mmHg
: 107 kali/menit
Pernapasan : 24 kali/menit
Suhu
: 370C
Output
Urine 200/12 jam
23
Minum : 200ml
Total 1730
IWL 372
Total572
Hematologi Rutin
Parameter
RBC
Hemoglobin (Hb)
Hematokrit
PLT
WBC
Hasil
3,59
9,1
27,7
115
10,9
Satuan
106/mm3
gr/dl
%
103/mm3
103/mm3
Range Normal
3,80-5,80
11,5-16,0
37,0-47,0
150-500
4,0-10,0
24
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini seorang wanita usia 21tahun dengan vulnus laseratum
regio ingunal-genitalia eksterna-femoralis dan close fracture tibia-fibula, tindakan
yang sudah dilakukan adalah resusitasi cairan dan immobilisasi daerah fraktur.
Berdasarkan klasifikasi perdarahan, pasien dalam kasus ini mengalami
perdarahan kelas III (kehilangan volume darah sekitar 30% - 40%), dimana pasien
menunjukkan tanda klasik perfusi yang tidak adekuat, yaitu takikardi ringan,
takipnoe yang jelas, gelisah, dan penurunan tekanan darah sistolik. pasien dalam
kasus ini kehilangan darah sebesar 1500-2000 cc (pada pasien ini 1500cc)
Penatalaksanaan awal pasien dengan syok hipovolemik atau syok
hemoragik adalah dengan memperhatikan Airway (A), breathing (B), Circulation
(C), Disability (D), Exposure (E). pada pasien ini untuk pengelolan jalan nafas
(Airway) dilakukan pemberian terapi oksigen melalui nasal kanul 5 lpm,
sedangkan untuk pernapasan (Breathing) masih secara spontan. Untuk sikulasi (C)
pasien dilakukan resusitasi cairan berupa pemberian cairan kristaloid yaitu Ringer
Lactat 2000ml dalam waktu 2jam dan transfusi WB 700cc, posisi syok
(Trendelenbergs position) tidak bisa dilakukan karena fraktur pada kaki kiri
pasien dan nyeri pada regio femoralis saat digerakkan. Untuk disability (D),
pasien dilakukan pemeriksaan neurologis tetapi pemeriksaan neurologis tidak bisa
dilakukan pada ekstremitas bawah karena fraktur tibia fibula sinistradan vulnus
25
laseratum regio femoralis dextra dan semua masih dalam batas normal, hanya saja
pasien terlihat gelisah.selanjutnya pasien diperiksa dari ujung kepala sampai ujung
kaki, dan memperhatikan volume urine dalam urine bag. Volume urine
200cc/12jam.
Berdasarkan hasil laboratorium darah lengkap menunjukkan kadar
hemoglobin pasien adalah 6,2 gr/dl saat masuk rumah sakit, yang diikuti oleh
terjadinya perdarahan terus menerus, maka pasien ini diberikan transfuse darah
sebesar 350cc sebanyak 2 kali dan dilakukan pemeriksaan darah rutin
posttransfusi terjadi perbaikan dengan hasil hemoglobin 9,1gr/dl. Dari tanda-tanda
vital juga demikian, ketika masuk rumah sakit, tekanan darah pasien
70mmhg/palpasi, berikan terapi cairan 2000cc dalam 2 jam pertama, dan
menujukkan kemajuan yaitu 82/40mmhg.
Jika dilihat dari teori, terapi cairan yang diberikan seharusnya sebagai
berikut:
1. Estimasi volume darah normal (BV)
BV = 70mL/kg ()
= 65 mL/kg ()
2. Estimasi % volume darah yang Kelas I: < 15%
hilang
26
pertama (1950cc dikurangi 1000cc dari resusitasi cepat = 950 dalam 7 jam
berikutnya)
Lalu dilanjutkan 50% pada 16 jam berikutnya yaitu 1950cc dalam 16 jam.
Berdasarkan teori, setelah terjadi perdarahan tanpa pertolongan, akan
terjadi mekanisme kompensasi dalam tubuh menurut pola tertentu yang
merupakan upaya tubuh mempertahankan hemodinamiknya agar tetap stabil guna
mempertahankan hidupnya. Apabila seseorang mengalami perdarahan, berarti
volume darahnya berkurang, ini menyebabkan curah jantung menurun, seterusnya
tekanan darah akan menurun. Dengan turunnya tekanan darah, baroreseptor yang
27
terletak pada arteri karotis akan mengirim impuls ke hipotalamus yang selanjutnya
akan terjadi reflex berupa timbulnya pacuan saraf simpatis yang selanjutnya akan
merangsang pengeluaran katekolamin berupa adrenalin dan noradrenalin baik
neural maupun hormonal. Katekolamin tersebut menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi pada sistem pembuluh darah akibat terangsangnya reseptor
alfa.Sedangkan pada jantung menyebabkan takikardi disertai dengan naiknya
kontraksi jantung akibat terangsangnya reseptor beta yang ada pada jantung
(chronotropic dan inotropic effect). Vasokonstriksi ini pada berbagai pembulu
darah yag mempunyai akibat yang berbeda.
Pada sistem vena, vasokonstriksi ini menyebabkan terjadinya penyesuaian
yang paling besar antara kapasitas pembuluh darah dan volume darah yang sisa,
seolah darah diperas dari sistem vena ke jantung agar curah jantung tidak banyak
menurun. Sistem darah vena disebut juga sebagai capacitance Vessels karena
memiliki kapasitas yang besar dalam menampung darah yang beredar dalam
tubuh, 75% darah beredar dalam tubuh berada pada sistem vena, 20% pada sistem
arteri, dan 5% berada ada kapiler.
Pada sistem arteri, vasokonstriksi ini tidak merata tergantung pada
organya. Sistem arteri ke jantung dan otak kurang peka terhadap pengaruh
katekolamin, di lain pihak sistem arteri untuk daerah ginjal, usus, hati, otot, dan
kulit sangat peka terhadap pengaruh katekolamin sehingga mengalami
vasokonstriksi yang lebih hebat. Sistem arteri ini disebut resistance vessels oleh
karena sistem arteri inilah yang menentukan tahanan perifer.Hasiil akhir dari
28
mekanisme inni menyebabkan perfusi jantung dan otak relative tidak berkurang,
sedangkan perfusi ginjal, usus, hati, dan lain-lain sudah banyak berkurang.
Akibat vasokonstriksi arteriole mengakibatkan naiknya tahanan perifer
sehingga walaupun curah jantung sedikit turun, tekanan darah tidak banyak turun,
erfusi otak dan jantung tetap terjamin.Tahap vasokonstriksi ini merupakan upaya
kompensasi tubuh untuk mempertahanka organ-organ vital kelassatu yaitu otak
dan jantung dengan mengorbankan organ-organ kkelas dua yaitu ginjal, usus, hati,
otot, kulit, dan lain-lain. Apabila syok tersebut berkelanjutan tanpa pertolongan
maka vasokontriksi pembuluh darah arteri dan vena akan bertambah hebat,
menyebabkan jaringan tubuh semakin hipoksia sampai anoksia. Hal ini akan
membawa akibat berupa gangguan metabolism aerob (Siklus Krebs) macet,
menyebabkan terjadinnya penimbunan asam laktat yang pada gilirannya
membawa suasana asam yang disebut asidosis metabolic. Suasana asam pada
jaringan tersebut menyebabkan arteriola tidak mampu mempertahankan tonusnya
lagi sehingga berelaksasi, pada saat yang sama venula tonusnya menetap.
Akibatnya darah dapat mengalir masuk ke dalam kapiler tetapi tertahan keluar
oleh tonus venula yang menetap, sehingga darah akan tertimbun dalam kapiler,
terjadi Congested Capillares akibatnya tekanan hidrostatik dalam kapier
meninggi sehingga cairan berbalik keluar dari ruang intravascular. Jika proses
stagnansi ini berlangsung terus, dinding kapiler akan hilang integritasnya
menyebabkan darah dan plasma dapat keluar ke dalam jaringan yang
menyebabkan komplikasi yaitu irreversible shock.
29
30
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
504-11
Stern SA. Low-volume fluid resuscitation for presumed hemorrhagic
4.
5.
6.
119-24
Udeani J. Shock, Hemorrhagic. 2008 [cited November 26th 2011
Brandler ES, editor. Cardiogenic shock in emergency medicine
[monograph onthe Internet]. 7.Washington:Medscape reference; 2010
7.
8.
9.
31
32
33
34