PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
OTONOMI DAERAH
Disusun oleh:
Deni Aditya C hristianto
148114053
Maria Clara
148114056
148114057
Robertus Abraham
148114069
Chritio Rafelix
1481140
148114081
148114085
Latar belakang otonomi daerah secara internal, timbul sebagai tuntutan atas
buruknya pelaksanaan mesin pemerintahan yang dilaksanakan secara sentralistik.Terdapat
kesenjangan dan ketimpangan yang cukup besar antara pembangunan yang terjadi di
daerah dengan pembangunan yang dilaksanakan di kota-kota besar, khususnya Ibukota
Jakarta. Kesenjangan ini pada gilirannya meningkatkan arus urbanisasi yang di kemudian
hari justru telah melahirkan sejumlah masalah termasuk tingginya angka kriminalitas dan
sulitnya penataan kota di daerah Ibukota.
Ketidakpuasan daerah terhadap pemerintahan yang sentralistik juga didorong oleh
massifnya eksploitasi sumber daya alam yang terjadi di daerah-daerah yang kaya akan
sumber daya alam. Eksploitasi kekayaan alam di daerah kemudian tidak berbanding lurus
dengan optimalisasi pelaksanaan pembangunan di daerah tersebut. Bahkan pernah
mencuat adanya dampak negatif dari proses eksploitasi sumber daya alam terhadap
masyarakat lokal. Hal inilah yang mendorong lahirnya tuntutan masyarakat yang
mengingingkan kewenangan untuk mengatur dan mengurus daerah sendiri dan menjadi
salah satu latar belakang otonomidaerah di Indonesia.
B. Tujuan
1. Memahami pengertian dan hakikat otonomi daerah menurut hukum dan
perundang-undangan Indonesia
2. Mengetahui pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang sebenarnya.
3. Mengetahui peran pemerintah dan upaya upaya pemerintah menghadapi serta
menyelesaikan permasalahan otonomi daerah yang terjadi di Indonesia.
4. Menentukan sikap generasi muda untuk bersama menjadi pengawas pemerintahan
termasuk mengawasi sistem otonomi daerah.
C. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dan hakikat otonomi daerah?
2. Bagaimanakah pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia?
yang melimpahkan kewenangan dapa tmemberikan perintah kepada pejabat yang telah
dilimpahi kewenangan itu mengenai pengambilan atau pembuatan keputusan.
E. Pembahasan
Negara Indonesia merupakan Negara yang besar dan sungguh kaya akan daerahdaerah yang beragam. Maka dari itu pemerintah daerah memberikan kesempatan pada
masing-masing daerah tersebut untuk mengatur urusan rumah tangga nyasendiri yang
dikenal dengan system otonomi daerah. Otonomi berasal dari kata autos yang berarti
sendiri dan namos yang berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat dikatakan
sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan
guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah merupakan kesatuan masyarakat
yang mempunyai batas wilayah tertentu. BerdasarkanUndang-Undang No. 32 tahun2004
pasal 1 ayat 5, otonomi derah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksaaan otonomi daerah pada
hakekatnya merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan yang sesuai dengan kehedak dan
kepentingan masyarakat.
Pelaksanaan otonomi daerah dilaksanakan dengan aspek demokrasi, keadilan,
pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah. Pelaksaan otonomi harus sesuai
dengan konstitusi Negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah
kabupaten dan daerah kota tidak lagi wilayah administrasi. Demikian pula di kawasankawasan khusus yang dibina oleh pemerintah. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih
meningkatkan peranan dan fungsi badan legislative daerah baik sebagai fungsi legislatif,
fungsi pengawasan, mempunyai fungsi anggaran atas penyelenggaraan otonomi daerah.
Berikut ini adalah beberapa contoh kasus penyelewengan otonomi daerah.
1. Kasus di Jawa Tengah
Daerah
(DPD)
asal
Papua
Barat,
berpendapat,
ada
kekosongan
dalam mengatur tiap-tiap daerah di Indonesia. Namun ternyata sistem sentralistik ini
dianggap merugikan pihak daerah.
Pada masa orde baru di mana sistem pemerintahan sentralistik diberlakukan,
pengerukan potensi dari daerah ke pusat terus dilakukan dengan alasan pemerataan
pembangunan. Bukannya mendapat untung, tapi daerah justru mengalami pemiskinan
yang sangat luar biasa. Sehingga pemberlakuan otonomi daerah dianggap sebagai sebuah
solusi yang tepat.
Otonomi daerah memberikan hak, wewenang, dan kewajiban bagi daerah. Antara
lain untuk mengatur pemerintahan sendiri dan mengelola kekayaan serta potensi yang
dimiliki oleh daerahnya masing-masing. Otonomi daerah secara otomatis melenyapkan
sistem sentralistik yang pada saat itu dianut oleh rezim orde baru.
Pada awal dicanangkan, otonomi daerah disambut dengan positif oleh masyarakat
dan
digunakan
semaksimal
mungkin.
Tetapi
setelah
hampir
sepuluh
tahun
diberlakukannya otonomi daerah, kini justru muncul berbagai penyimpangan. Hak dan
kewenangan yang seharusnya dilaksanakan dengan lurus ini ternyata telah berbenturan
dengan kepentingan pribadi. Saat ini, bukan hanya pemerintah pusat saja yang dapat
melakukan tindak pidana KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), namun juga pemerintahpemerintah daerah. Praktik korupsi telah bergeser dari pusat ke daerah.
Adanya kewenangan penuh dalam mengelola wilayah, keuangan, dan lain-lain
malah dijadikan kesempatan untuk melakukan korupsi, dan tindakan-tindakan yang tidak
bijak lainnya. Contohnya seperti bagi-bagi hasil sisa anggaran daerah untuk anggota
DPRD, menghamburkan uang rakyat untuk piknik ke luar negeri dengan alasan studi
banding, dan isu yang terhangat saat ini adalah tentang pidato Seno Samodro, Bupati
Boyolali, Jawa Tengah menyoal rencana pembuatan efisiensi anggaran daerah. Yang
nantinya hasil efisiensi anggaran daerah tersebut akan digunakan untuk menghapus bunga
kredit motor dan rumah bagi para Pegawai Negeri Sipil (PNS) bawahannya.
Pidato Bupati Boyolali yang mengundang kontroversi tersebut tentu saja langsung
menjadi sorotan di berbagai media massa. Bahkan anggota DPRD Boyolali pun ikut
angkat bicara menolak rencana tersebut dalam sebuah media cetak. Banyak yang kontra
terhadap rencana Bupati tersebut. Beberapa pihak menilai rencana tersebut sebagai upaya
politisasi PNS dalam rangka menjelang tahun pemilu 2014.
Untuk mengatasi masalah ini, seharusnya Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo
turut serta memberi masukan kepada Bupati Boyolali agar membatalkan rencana tersebut
dan mengalokasikan hasil efisiensi anggaran daerah tadi untuk kepentingan rakyat
Boyolali. Jangan mentang-mentang Gubernur Jawa Tengah dan Bupati Boyolali-nya
berasal dari partai yang sama lantas Gubernur terkesan selalu pro terhadap rencana yang
dikeluarkan Bupati Boyolali.
Otonomi daerah dewasa ini justru dimanfaatkan oleh oknum pejabat untuk
melakukan penyelewengan karena minimnya pengawasan dari pemerintah pusat. Hal ini
merupakan salah satu kelemahan dari sistem otonomi daerah. Kebebasan yang diberikan
ternyata tidak disertai rasa tanggung jawab pemegang kekuasaan daerah. Banyak dari
mereka yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan rakyat.
(Ipmvisi.com)
4. Kasus Dinasti Atut di Banten
Contoh konkret lainnya adalah kasus Gubernur Banten Ratu Atut yang tersandung
perkara nepotisme. Ia membangun dinasti politik di provinsi Banten. Beberapa kerabatnya
menduduki posisi strategis di pemerintahan provinsi Banten. Namun, kerabat-kerabat
Ratu Atut diduga menggunakan cara yang curang, yaitu dengan memanfaatkan kekuasaan
dari Sang Gubernur untuk mendapatkan jabatan di pemerintahan provinsi Banten.
Pelaksanaan otonomi daerah semestinya bisa membawa manfaat yang besar dan
kemajuan bagi daerah. Karena dengan kewenangan itu, pemerintah daerah bisa dengan
leluasa mengatur beragam aspek dari seluruh sektor wilayahnya tanpa banyak campur
tangan dari pemerintah pusat. Tapi entah mengapa, kewenangan yang diberikan justru
kerap disalahgunakan. Kalau sudah begini, pemerintah pusat memang harus segera turun
tangan untuk mengatasinya. (Ipmvisi.com)
Dari contoh-contoh kasus di atas dapat kita telaah bahwa pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia belum sepenuhnya mendapatkan perhatian dari pemerintah baik pusat
maupun daerah. Pemerintah pusat yang memberikan kepercayaan kepada pemerintah
daerah tidak sepenuhnya mengawasi program ini. Sedangkan pemerintah daerha juga
tidak sepenuhnya menjalankan apa yang seharusnya dijalankan. Kebanyakan kasus-kasus
yang terjadi adalah penyelewengan dana dan penyalahgunaan kekuasaan. Para pejabat
daerah yang haus akan kekuasaan akan menggunakan wewenang yang didapatnya dari
pusat untuk terus mencari kekuasaan lebih dan lebih. Selain itu pemerintah daerah juga
seringkali tidak mengindahkan dana yang dikucurkan oleh pemerintah pusat untuk
pengembangan potensi daerah. Tanpa rasa malu dan tidak tahu diri mereka menggunakan
dana bantuan itu untuk mencari kepuasan pribadi. Peran pemerintah yang nampak adalah
melalui badan KPK. Untuk kepala-kepala daerah nampaknya masih takut atau bahkan
mungkin cenderung tidak kuat menahan godaan dan akhirnya jud\stru ikut serta dalam
penyelewengan yang terjadi. Sampai saat ini Gubernur yang sungguh amat terlihat jelas
mengawasi system otonomi dan menyelamatkan dari para koruptor adalah Gubernur DKI
Jakarta, Pak Ahok. Selebihnya mungkin masih malu berteriak.
Sungguh ironis keadaan pemerintahan di Negara tercinta kita Indonesia ini.
Kepercayaan dan kejujuran nampaknya sudah menjadi hal yang mahal harganya. Penulis
mengajak para kaum muda untuk mulai peduli dengan bangsa dari hal yang paling kecil.
Mengawasi jalannya pemerintahan, termasuk jalannya system otonomi daerah. Minimal
otonomi daerah di daerahnya masing-masing. Menyelamatkan bangsa juga bisa dimulai
dari membangun diri sendiri hidup dalam kejujuran. Mari generasi muda menyelamatkan
bangsa kita dari perkara kecil hingga suatu saat nanti perkara besar akan dipercayakan
kepada kita.
F. Kesimpulan
1. Otonomi berasal dari kata autos yang berarti sendiri dan namos yang
berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat dikatakan sebagai
pemerintah
Indonesia
harus
benar-benar
peduli
dengan