Anda di halaman 1dari 16

REFFERAT

EMBOLI

Oleh :
Ryan Arviza F
Giska Cantika
Wilda Kamila S
Mira Azhar F W

Pembimbing :
Hari Wujoso, dr. Sp. F, MM

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Forensik


Dan Medikolegal RSUD Dr Moewardi Surakarta
PROGRAM PROFESIFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAAN
Pengertian emboli mengacu pada defek atau massa besar yang bergerak di
dalam pembuluh darah. Emboli udara adalah terperangkapnya udara didalam
struktur pembuluh darah. Emboli udara vascular telah dikenal sejak abad ke 19.
Namun ketertarikan terhadap kasus ini dan tercatatnya laporan tentang kasus
emboli vaskular baru meningkat secara signifikan selama 3 abad terakhir.1
Karena emboli udara jarang sekali ditemukan dalam autopsi rutin, maka
gambaran emboli udara membutuhkan suatu persiapan dan teknik autopsi khusus.
Emboli udara harus diperkirakan pada wanita, terutama pada wanita hamil yang
tiba-tiba tidak memberikan respon selama atau sesaat setelah melakukan seks
oral-vaginal yang disertai peniupan udara, pada kasus operasi (selama melakukan
prosedur bedah saraf, bedah toraks, atau bedah abdominal), pada kasus luka tusuk
(terutama di leher dan thoraks superior), terutama jika dilakukan pemotongan atau
perobekan pada struktur vena besar. Udara juga dapat secara sengaja atau tidak
sengaja masuk saat melakukan injeksi melalui kateter intravena.2
Emboli udara secara garis besar terbagi atas dua, yaitu arteri dan vena,
dimana dibedakan berdasarkan mekanisme masuknya udara dan lokasi udara
tertinggal.3
Emboli udara mungkin adalah emboli yang paling sering terjadi dalam
proses pembedahan. Pada pasien bedah saraf insiden terjadinya emboli udara
berbeda-beda dimulai dari 10% sampai 80%. Sedangkan insiden pada pasien
obstetri ginekologi yang dilakukan tindakan pembedahan mencapai 11% hingga
97%. Pada pasien yang menjalani laparoskopi insiden yang terjadi dilaporkan
mencapai lebih dari 69%. Pada pasien bedah orthopedi 57%, pada pemasangan
kateter kurang dari 2%, dan pada pasien dengan trauma penetrasi ke dada
diperkirakan insidennya mencapai 7%. Beberapa kasus emboli udara dilaporkan
terjadi akibat barotrauma dan penggunaan alat penekan kantung infus. Pada
penyelam yang menggunakan alat scuba, emboli udara adalah kecelakaan fatal
kedua yang paling sering terjadi, insidennya adalah 7/100,000.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Pengertian emboli mengacu pada defek atau massa besar yang bergerak di
dalam pembuluh darah. Emboli udara adalah terperangkapnya udara didalam
struktur pembuluh darah1
B. Etiologi
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, emboli udara vaskular
kemungkinan besar merupakan kejadian emboli yang sering terjadi selama
prosedur operasi. Etiologi pertama dan yang utama adalah prosedur
pembedahan yang lokasinya terletak di atas jantung, seperti prosedur bedah
saraf, Insidensi embolisme udara sekitar 10% untuk tindakan laminektomi
servical dan 80% untuk tindakan bedah fossa posterior, prosedur obstetri, dan
bedah ortopedi. Etiologi yang kedua adalah faktor iatrogenic yang
menimbulkan perbedaan tekanan sehingga udara bisa masuk ke pembuluh
darah, seperti pada pemasangan kateter vena sentral, kateter arteri pulmoner,
kateter hemodialysis, dan penggunaan kateter sentral dalam jangka panjang,
seperti kateter Hickman. Etiologi ketiga adalah insuflasi mekanik atau sistem
infus

bertekanan

seperti

pada

bedah

laparoskopi

dan

endoskopi

gastrointestinal. Etiologi keempat adalah penyelaman skuba, penerbangan,


astronot (karena adanya disbarisme atau perubahan tekanan barometric
ambien) dan ventilasi tekanan positif. 2,4,5
Harus terdapat dua kondisi agar emboli udara dapat terjadi:
1. Terdapat jalur komunikasi pada sistem pembuluh darah sehingga udara
dapat masuk.
2. Gradien tekanan membantu jalur udara masuk ke dalam sirkulasi
Pasien di Intensive Care Unit (ICU) juga mempunyai resiko tinggi untuk
menderita emboli udara, karena pasien di ICU biasanya mendapatkan prosedur
penanganan dimana dua kondisi diatas saling bertemu.6 Di ICU Penanganan
khusus harus dilakukan untuk mencegah embolisme udara melalui kateter
intravena dan arterial, kateter arteri pulmonal dan kateter balon intrathorakal.4,5

Faktor etiologi lain dari emboli udara vaskular antara lain berupa trauma
tumpul dan penetrasi pada dada dan kepala 2
Surgical Procedures
Neurosurgery (craniotomy, shunt placement)
Otolaryngological procedures
Orthopedic surgery (arthroscopy, endoprosthesis placement)
Ob-Gyn procedures (hysteroscopy/laparoscopy, cesarean section)
Cardiothoracic surgery (lung resection, YAG laser, lung transplantation, needle
biopsy of lung)
Intravenous Catheterization
Central lines
Hemodialysis
CABG/ angioplasty
Pacemaker or defibrillator placement
Radiologic Procedures
Intravenous contrast injection
Arthrography
Trauma
Head and neck injuries
Penetrating and blunt chest trauma
Blunt abdominal trauma
Positive Pressure Ventilation
Decompression Sickness
Tabel 1. Kondisi yang berhubungan dengan Emboli Udara
(Diambil dari kepustakaan 6)

C. Patofisiologi
Affecte
d
Neuron

Cell injury and


edema

Na+
Artery

Gas
Bubble

H2-

Endothelial Iritation

Flow

Inflammation & vasogenic


edema
Affected Neurons

Gambar 1. Gelembung udara mengobstruksi aliran arteri pada pembuluh


darah serebral dengan diameter 30-60 m. menyebabkan iskemik distal.
Obstruksi menyebabkan kegagalan dari proses metabolik. Sodium dan air
memasuki pembuluh darah, yang menyebabkan edema sitotoksik.
Permukaan dari gelembung udara menyebabkan tubuh mengaktifkan
mekanisme respon imun selular dan humoral. Secara mekanik, gelembung
udara juga mengiritasi dinding endotel arteri. Kedua proses ini
mengakibatkan edema vasogenik dan kegagalan perfusi. Kerusakan saraf
tersebar melewati area obstruksi. (Diambil dari kepustakaan 3)
Pada tahun 1974 , Durant meneliti embolisme udara pada anjing dan
melaporkan bahwa faktor paling penting yang menentukan mortalitas adalah
jumlah udara yang memasuki aliran darah, kecepatan udara saat memasuki
aliran darah, dan posisi tubuh saat terjadinya embolisme. Masuknya udara
secara cepat ke dalam sirkulasi dapat menyebabkan instabilitas hemodinamik.
Dosis yang dianggap fatal adalah 300-500 mL udara dalam kecepatan 100
mL/detik; suatu kecepatan yang dapat diberikan dengan jarum kaliber 14 dan
perbedaan tekanan antara udara dan darah vena yang hanya 5 cm H2O. Selain
itu, pada pasien sakit berat, maupun pasien tidak stabil, maka volume udara
yang lebih kecil juga tetap dapat berakibat fatal.

Jika udara dalam dosis besar memasuki sistem vena dalam waktu yang
cepat, maka hal tersebut dapat menyebabkan terperangkapnya udara di atrium
dan ventrikel kanan sehingga dapat menimbulkan obstruksi aliran darah keluar
dari ventrikel kanan dan akhirnya menyebabkan kematian. Jika udara masuk
secara lambat pada ventrikel kanan, maka obstruksi terjadi di tingkat
vaskularisasi pulmoner, sehingga terjadi vasokonstriksi dan hipertensi
pulmoner. Udara dalam jumlah minimal masih dapat ditoleransi, karena udara
dapat terserap dari sirkulasi, namun jika jumlah udara sudah berlebihan, maka
ventrikel kanan tidak mampu lagi mengkompensasi, sehingga menurunkan
curah jantung, syok dan kematian.4,5
1. Emboli Udara Pada Vena
Bentuk embolisme gas vena yang paling sering ditemukan adalah
aeroembolisme vena yang tersembunyi, di mana ada serangkaian
gelembung gas yang menyerupai mutiara memasuki sistem vena.
Masuknya volume gas dalam jumlah besar secara cepat dapat
menyebabkan tahanan pada ventrikel kanan karena adanya migrasi emboli
menuju sirkulasi pulmoner. Tekanan arterial pulmoner mengalami
peningkatan, dan hal tersebut akan semakin meningkatkan tahanan ke
aliran ventrikel kanan sehingga menurunkan aliran balik vena pulmoner.
Karena terjadi penurunan aliran balik pulmoner, maka terjadi pula
penurunan preload ventrikel kiri, sehingga hal tersebut akan menurunkan
curah jantung dan terakhir mengkibatkan kolaps kardiovaskuler sistemik.
Takiaritmia sering kali juga dapat terjadi, begitu juga dengan bradikardia.
Jika gas dalam jumlah besar diinjeksikan secara tiba-tiba (lebih dari 50
mL), maka akan terjadi cor pulmonale akut, asistol, atau kombinasi
keduanya.

Perubahan

dalam

resistensi

vaskuler

paru-paru

dan

ketidaksesuaian antara ventilasi dan perfusi dapat menyebabkan pintasan


aliran darah dari kanan-ke-kiri di paru-paru, meningkatkan ruang mati
alveolar, sehingga mengakibatkan hipoksia arterial dan hiperkapnia.3,7
2. Embolisme Udara Paradoksal
Embolisme paradoksal dapat terjadi ketika udara atau gas yang
telah memasuki sirkulasi vena, berhasil memasuki sirkulasi arterial

sistemik dan menyebabkan gejala-gejala obstruksi arteri. Ada beberapa


mekanisme yang dapat menyebabkan hal tersebut. Salah satunya adalah
masuknya gas melalui foramen ovale paten ke dalam sirkulasi sistemik.
Foramen ovale paten, yang dapat terdeteksi pada sekitar 30 persen
populasi umum, memungkinkan timbulnya pintasan gelembung gas dari
kanan-ke-kiri atrium. Jika ada foramen ovale paten dan jika tekanan atrium
kanan melebihi tekanan di atrium kiri, maka pintasan dari kanan-ke-kiri
melalui foramen ovale dapat terjadi. Selain itu, penurunan tekanan atrium
kanan yang disebabkan ventilasi terkontrol dan penggunaan positive endexpiratory pressure (PEEP) dapat menimbulkan perbedaan tekanan yang
melalui foramen ovale, sehingga gas dapat masuk ke dalam sirkulasi
sistemik.3

Gambar 2. Ekokardiogram transesofageal dari pasien dengan


paten foramen ovale. Cairan saline disuntikkan dengan cepat
melalui kateter vena sentral. Gelembung udara terlihat sebagai area

echodense pada atrium kanan (panah ganda). Jika pasien memiliki


paten foramen ovale, gelembung udara akan terlihat menyebrangi
septum intraatrial (panah pendek) dan memasuki atrium kiri (panah
merah). (Echocar- diogram provided courtesy of S. Streckenbach.)
(Diambil dari kepustakaan 3)
Pada situasi lain, gas vena dapat memasuki sirkulasi arterial
dengan cara memintasi mekanisme yang normalnya dapat mencegah
embolisme gas arterial. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa bolus
gas dalam jumlah besar (20 mL atau lebih) atau gas dalam jumlah kecil
yang diberikan secara terus-menerus (11 mL per menit) ke dalam sistem
vena dapat menimbulkan gelembung intraarterial. Bahkan ada laporan
yang menyebutkan embolisme gas arterial serebral fatal yang disebabkan
oleh emboli gas vena dalam jumlah besar, meskipun tidak ada defek
intrakardial atau mekanisme pintasan yang ditemukan pada pasien
tersebut. Beberapa agen anestetik dapat menurunkan kemampuan sirkulasi
pulmoner untuk menyaring emboli gas. Beberapa penelitian pada hewan
menunjukkan bahwa anestetik volatil, dapat meningkatkan ambang batas
kebocoran gelembung vena ke dalam arteri sistemik. Temuan ini memiliki
relevansi dengan prosedur pembedahan yang beresiko menimbulkan
3.

emboli gas vena.3


Embolisme Udara Pada Arteri
Masuknya gas ke dalam aorta menyebabkan distribusi gelembung
gas ke hampir semua organ. Emboli yang berukuran kecil di vaskuler otot
rangka atau organ dalam masih bisa ditoleransi, namun embolisasi di otak
atau koroner dapat menyebabkan morbiditas berat dan bahkan kematian.
Embolisasi ke dalam arteri koronaria dapat menginduksi perubahan
elektrokardiografi yang menyerupai iskemia dan infark; disaritmia, supresi
miokardial, gagal jantung, dan henti jantung, tergantung jumlah gas yang
terembolisasi. Respon sirkulasi juga dapat ditemukan pada embolisasi di
vaskuler serebral.

Embolisasi gas arterial serebral pada umumnya melibatkan proses


migrasi gas ke arteri kecil (diameter rata-rata 30 hingga 60 m). Emboli
menyebabkan perubahan patologi melalui dua mekanisme yakni:
penurunan perfusi distal akibat obstruksi dan respon inflamasi terhadap
gelembung.3
D. Kasus Emboli Udara
Seorang wanita berumur 54 tahun dibawa ke unit gawat darurat dengan
ulcer nekrotik pada tangan sebelah kanan disertai demam tinggi. Pasien telah
menjalani hemodialysis melalui shunting pada pembuluh darah lengan
kanannya, karena lupus nefritis yang telah ia derita selama 34 tahun. Pasien
juga menerima perawatan untuk gangren pada tangan kanannya, yang telah
diderita selama dua minggu terakhir. Namun setelah 1 hari pengobatan, pasien
datang kembali dengan keluhan gangren yang lebih buruk. Segera dilakukan
tindakan amputasi pada tangan kanannya, dan dilakukan perawatan intensif
akibat shock sepsis yang disebabkan oleh hipotensi (68/37 mmHg). Double
lumen kateter ukuran 7f dimasukkan pada vena jugularis interna sebelah
kanan sebagai tindakan managemen operatif hemodinamik. Kondisi pasien
meningkat setelah dilakukan tindakan ini.7
Pada post-operatif hari ke-6, pasien melepas kateter vena sentralnya
sendiri dalam posisi duduk. Setelah kateter dilepas, pasien kemudian hilang
kesadarannya selama lima menit, diikuti ketidakseimbangan kardiopulmoner,
dan henti jantung. Pasien dilaporkan meninggal segera setelah tindakan
resusitasi dianggap gagal.7
1. Postmortem Imaging Findings
Sebelum autopsi, pemeriksaan radiologi postmortem dengan
menggunakan CT-Scan dilakukan satu jam setelah pasien meninggal. CTscan pada otak memperlihatkan udara pada arteri cerebral dengan area
yang luas. CT-scan thoraks memperlihatkan udara yang tampak pada arteri
pulmoner, atrium, dan ventrikel kanan, ventrikel kiri, aorta, arteri koroner,
dengan udara yang tertinggal di aorta. Temuan ini menyimpulkan iskemia

akut dari otak dan jantung yang disebabkan oleh inflow udara massive dari
kanan ke kiri jantung menuju arteri serebral dan koroner.7
2. Hasil Autopsi
Autopsi dilakukan di hari yang sama dengan kematian pasien.
Dikonfirmasi terdapat paten foramen ovale, yang diketahui menyebabkan
terjadinya

embolisme

udara

paradoksikal.

Secara

mikroskopik,

amioloidosis dengan jumlah yang tinggi yang berhubungan denga


hemodialisis dapat terlihat pada arteri pulmoner, paru-paru, jantung, hati
dan kedua ginjal. Hasil ini mengindikasikan bahwa pasien meninggal
akibat emboli udara paradox pada arterti koroner melalui paten foramen
ovale.7

3. Prosedur Autopsi
Jika kita sudah mengantisipasi akan adanya suatu embolus udara,
maka kita harus melakukan suatu pemeriksaan foto thoraks sebelum
autopsy dilakukan. Suatu embolus udara akan nampak sebagai suatu
distensi radiolusen pada ruang kanan jantung (gambar 3).2

10

Gambar 3. Foto thoraks dengan gambaran distensi radiolusen pada


ruang kanan jantung yang menandakan emboli udara
Emboli udara, baik yang sistemik maupun emboli udara pulmoner,
tidak jarang terjadi. Pada emboli sistemik udara masuk melalui pembuluh
vena yang ada di paru-paru.
Emboli pulmoner adalah emboli yang tersering, udara masuk
melalui pembuluh-pembuluh vena besar yang terfiksasi, misalnya pada
daerah leher bagian bawah, lipat paha atau daerah sekitar rahim (yang
sedang hamil), dapat pula pada daerah lain, misalnya pembuluh vena
pergelangan tangan sewaktu diinfus, dan udara masuk melalui jarum infus
tadi. Fiksasi ini penting, mengingat bahwa tekanan vena lebih kecil dari
tekanan udara luar, sehingga jika ada robekan pada vena, vena tersebut
akan menguncup, hal ini ditambah lagi dengan pergerakan pernapasan,
yang menyedot.
a. Buat sayatan I, dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah sampai
ke simphisis pubis,

11

b. Potong rawan iga mulai dari iga ke-3 kiri dan kanan, pisahkan rawan
iga dan tulang dada ke atas sampai ke perbatasan antara iga ke-2 dan
iga ke-3,
c. Potong tulang dada setinggi perbatasan tulang iga ke-2 dan ke-3,
d. Setelah kandung jantung tampak, buat insisi pada bagian depan
kandung jantung dengan insisi I, sepanjang kira-kira 5-7 sentimeter,
kedua ujung sayatan tersebut dijepit dan diangkat dengan pinset (untuk
mencegah air yang keluar),
e. Masukkan air ke dalam kandung jantung, melalui insisi yang telah
dibuat tadi, sampai jantung terbenam, akan tetapi bila jantung tetap
terapung, maka hal ini merupakan pertanda adanya udara dalam bilik
jantung,
f. Tusuk dengan pisau organ yang runcing, tepat di daerah bilik jantung
kanan, yang berbatasan dengan pangkal a.Pulmonalis, kemudian putar
pisau itu 90 derajat, gelembung-gelembung udara yang keluar
menandakan tes emboli hasilnya positif,
g. Bila tidak jelas atau ragu-ragu, lakukan pengurutan pada a.Pulmonalis,
ke arah bilik jantung, untuk melihat keluarnya gelembung udara,
h. Bila kasus yang dihadapi adalah kasus abortus, maka pemeriksaan
dengan prinsip yang sama, dilakukan mulai dari rahim dan berakhir
pada jantung,
i. Semua yang disebut di atas adalah untuk melakukan tes emboli
pulmoner, untuk tes emboli sistemik, pada prinsipnya sama, letak
perbedaannya adalah: pada tes emboli sistemik tidak dilakukan
penusukan ventrikel, tetapi sayatan melintang pada a.Coronaria sinistra
ramus desenden, secara serial beberapa tempat, dan diadakan
pengurutan atas nadi tersebut, agar tampak gelembung kecil yang
keluar,
j. Dosis fatal untuk emboli udara pulmoner 150-130 ml, sedangkan untuk
emboli sistemik hanya beberapa ml.8

12

BAB III
KESIMPULAN
Emboli udara vaskuler merupakan suatu kondisi kegawatdaruratan medis
yang dapat dicegah. Selain dengan prosedur bedah saraf dalam posisi duduk,
emboli udara vaskuler juga sering ditemukan pada pembedahan obstetrik dan
laparoskopik. Emboli udara vaskuler merupakan salah satu komplikasi yang
paling ditakutkan pada para penyelam skuba. Udara dalam jumlah yang sedikit
pada sirkulasi akan segera terserap namun udara dalam bolus yang lebih besar
dapat menyebabkan penyumbatan udara sehingga mengakibatkan kematian tibatiba. Manifestasi klinis emboli udara vaskuler pada umumnya menyerang sistem
respirasi, kardiovaskuler, dan sistem vena sentral. Pada penyelam skuba,
perubahan tekanan barometrik dapat mengakibatkan perubahan dalam kelarutan
gas dan ekspansi pernapasan sehingga menimbulkan pembentukan gelembung
pada jaringan tubuh dan sirkulasi.
Kebanyakan embolisme udara kecil yang masuk ke dalam vena setelah
tindakan manipulasi intravena minimal menjadi perhatian kecil, karena emboli

13

udara kecil pada vena, atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, dan vena
pulmoner didapatkan tidak mempunyai gejala.
Saat udara yang masuk dalam jumlah besar memblok sistem
kardiovaskular, akan terjadi kolaps kardiovaskular pada pasien , bahkan dapat
menyebabkan kematian. Pada embolisme udara yang parah seperti itu, bahkan
pemeriksaan foto polos x-ray thoraks dapat memperlihatkan gambaran air fluid
level pada ventrikel jantung, atau kumpulan gas pada vena jugularis. Di sisi lain,
gas pada arteri lebih berbahaya karena udara dalam jumlah kecil pada arteri dapat
menyebabkan kolaps kardiovaskuler, sekuele neurologik, bahkan kematian.
Meskipun begitu, pada proses autopsi tradisional dan X-ray normal, emboli udara
pada arteri sulit ditemukan. Emboli udara di arteri koroner dapat luput ditemukan
saat autopsi meskipun pemeriksaan jantung telah dilakukan dibawah air. Jika
emboli udara ditemukan pada bagian tubuh lainnya, emboli ini tidak bisa
ditemukan pada autopsi karena tidak ada teknik yang dapat digunakan untuk
menemukan udara di dalam vaskular.
Embolisme arterial paradoks terjadi melalui foramen ovale paten yang
mana hal ini dapat mengakibatkan kerusakan organ yang signifikan.
Ultrasonografi doppler prekordial merupakan metode yang paling sensitif untuk
mendeteksi embolisme udara, namun upaya meningkatkan indeks kecurigaan pada
pasien yang beresiko tinggi dan pengetahuan mengenai emboli udara vaskuler
merupakan pilar utama dalam mendiagnosis embolisme udara vaskuler. Tujuan
penatalaksanaan emboli udara vaskuler adalah untuk mencegah masuknya lebih
banyak udara ke dalam sirkulasi, mengurangi volume udara yang terjebak dalam
sirkulasi dan memberi dukungan hemodinamik. Aspirasi udara dari jantung akan
langsung meningkatkan parameter hemodinamik, namun penggunaan posisi
Trendeleburg hingga saat ini masih menjadi kontroversi. Penggunaan terapi
oksigen hiperbarik secara dini merupakan penatalaksanaan yang vital untuk
emboli udara vaskuler. Untuk mencegah terjadinya emboli udara vaskuler maka
hal yang dapat dilakukan antara lain dengan cara memberikan posisi yang tepat
pada pasien selama operasi berlangsung, hidrasi yang optimal, dan melakukan
tindakan yang hati-hati selama pemasangan dan pelepasan kateter vena sentral.

14

Penggunaan komputer penyelam, latihan yang tepat dan pengetahuan akan


mencegah terjadinya sindrom dekompresi pada para penyelam scuba.

DAFTAR PUSTAKA

1. Shaikh, N. Ummunisa, F. (2009). Acute management of vascular air


embolism.
[Online].Tersedia:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2776366
/.
2. Dolinak. D. M.D, Evan. W. M.D, Emma. O. Forensic Patholog Principles
and Practice. (2005). Burlington: Elsevier. p: 667-668
3. Muth, C, M.D. Erik, S. Shank, M.D. (2000). Gas Embolism. The New
England Journal of Medicine. 342: 476-482. [Online]. Tersedia:
www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM200002173420706
4. Mirshki. A. M.D, et.al. (2007). Diagnosis and Treatment of Vascular Air
Embolism. The American Society of Anesthesiologist. 106: 164-177.
5. Knight. B. Simpsons Forensics Medicine. New York: Arnold. (2001). p:
102
6. ODowd, L, M.D. Mark, K, M.D. (2004). Air Embolism. UpToDate.
12.3:

2-13.

[Online].

Tersedia:

http://www.sassit.co.za/Journals/Physiology/Haematology/air
%20embolismUPTODATE.pdf

15

7. Fujioka, M, M.D. et.al. (2012). Fatal Paradoxical Air Embolism


Diagnosed by Postmortem Imaging and Autopsy. Journal of Forensic
Science. 57:1118-1119. [Online]. Tersedia: onelibrary.wiley.com
8. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Abdul Mun'im, Sidhi,
dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997

16

Anda mungkin juga menyukai