ABORTUS
Disusun Oleh :
Amelia Lestari
1410221037
Pembimbing :
dr. Harry Purwoko, SpOG, KFER
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................
DAFTAR
ISI ................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................
1
2
Definisi ................................................................................................... 2
Klasifikasi ............................................................................................... 2
Etiologi ................................................................................................... 3
Patogenesis .............................................................................................. 9
Gambaran Klinis ..................................................................................... 9
Diagnosis ............................................................................................... 10
Diagnosis Banding ................................................................................ 12
Penatalaksanaan ................................................................................... 12
Pemantauan Pascaabortus ..................................................................... 14
Komplikasi ........................................................................................... 14
Prognosis ............................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
Aborsi di dunia dan di Indonesia khususnya tetap menimbulkan banyak
persepsi dan bermacam interpretasi, tidak saja dari sudut pandang kesehatan,
tetapi juga dari sudut pandang hukum dan agama. Aborsi merupakan masalah
kesehatan masyarakat karena memberi dampak pada kesakitan dan kematian ibu.
Sebagaimana diketahui penyebab kematian ibu yang utama adalah perdarahan,
infeksi dan eklampsia.(9,10)
Diperkirakan diseluruh dunia setiap tahun terjadi 20 juta kasus aborsi tidak
aman, 70 ribu perempuan meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8
kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. 95% (19 dari 20 kasus aborsi
tidak aman) dintaranya bahkan terjadi di negara berkembang. (9,10)
Di Indonesia setiap tahunnya terjadi kurang lebih 2 juta kasus aborsi,
artinya 43 kasus/100 kelahiran hidup (sensus 2000). Angka tersebut memberikan
gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar (Wijono 2000).
Suatu hal yang dapat kita tengarai, kematian akibat infeksi aborsi ini justru
banyak terjadi di negara-negara dimana aborsi dilarang keras oleh undangundang. (9,10)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Definisi
Klasifikasi
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu menurut terjadinya abortus
atau
tidak
berdasarkan
indikasi
medis.6
Etiologi
hemosistenuri
dan
pseusoxantoma
elasticum
merupakan
spontan.1 Pada kelainan ini, dilatasi serviks yang silent dapat terjadi
antara minggu gestasi 16-28 minggu.1 Wanita dengan serviks inkompeten
selalu memiliki dilatasi serviks yang signifikan yaitu 2cm atau lebih
dengan memperlihatkan gejala yang minimal. 1 Apabila dilatasi mencapai
4 cm atau lebih, maka kontraksi uterus yang aktif dan pecahnya membran
amnion akan terjadi dan mengakibatkan ekspulsi konsepsi dalam rahim. 1
faktor-faktor yang mengakibatkan serviks inkompeten adalah kehamilan
berulang, operasi serviks sebelumnya, riwayat cedera serviks, pajanan
pada dietilstilbestrol, dan abnormalitas anatomi pada serviks.1
Sebelum kehamilan atau pada kehamilan trimester pertama, tidak
ada metoda yang bisa digunakan untuk mengetahui bila serviks akan
inkompeten namun, setelah 14-16 minggu, USG baru dapat digunakan
untuk menilai anatomi segmen uterus bahagian bawah dan serviks untuk
melihat pendataran dan pemendekan abnormal serviks yang sesuai
dengan inkompeten serviks.1
c. Faktor endokrin
Ovulasi, implantasi dan kehamilan dini sangat bergantung pada
koordinasi sistem pengaturan hormonal martenal yang baik. Perhatian
langsung pada sistem humoral secara keseluruhan, fase luteal, dan
gambaran hormon setelah konsepsi terutamanya kadar progesteron sangat
penting dalam mengantisipasi abortus.3
Pada diabetes mellitus, perempuan dengan kadar HbA1c yang
tinggi pada trimester yang pertama akan berisiko untuk mengalami
abortus dan malformasi janin. IDDM dengan kontrol yang tidak adekuat
berisiko 2-3 kali lipat untuk abortus.3
Kadar progesteron yang rendah juga mempengaruhi resptivitas
endometrium terhadap implantasi embrio. Kadar progenteron yang rendah
diketahui dapat mengakibatkan abortus terutamanya pada kehamilan 7
minggu di mana trofoblast harus menghasilkan cukup steroid untuk
menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum pada usia 7 minggu
8
akan berakibat abortus dan jika diberikan progesteron pada pada pasien
ini, maka kehamilan dapat diselamatkan.3
Penelitian pada perempuan yang mengalami abortus berulang,
didapatkan 17% kejadian defek luteal iaitu kurangnya progesteron pada
fase luteal. Namum pada saat ini, masih blum ada metode yang bisa
terpercaya untuk mendiagnosa kelainan ini.3
Faktor humoral terhadap imunitas desidua juga berperan pada
kelangsungan kehamilan. Perubahan endometrium menjadi desidua
mengubah semua sel pada mukosa uterus.3 Perubahan morfologi dan
fungsional ini mendukung proses implantasi, proses migrasi trofoblas,
dan mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu. 3 Di sini interaksi
antara trofoblas ekstravillus dan infiltrasi leukosit pada mukosa uterus
berperan penting di mana sebahagian besar leukosit adalah large granular
cell, dan makrofag dengan sedikit sel T dan sel B. 3 Sel NK dijumpai
dalam jumlah yang banyak terutama pada endometrium yang terpapar
progesteron.3 Perannya adalah pada trimester 1 adalah akan terjadi
peningkatan sel NK untuk membunuh sel target dengan sedikit atau tiada
ekspresi HLA.3 Trofoblast ekstravillous tidak bisa dihancurkan oleh sel
NK kerana sifatnya yang cepat menghasilkan HLA1 sehingga terjadinya
invasi optimal untuk plasentasi yang optimal oleh trofoblas extravillous.3
Maka, gangguan pada sistem ini akan berpengaruh pada kelangsungan
kehamilan.
Selain itu, hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, dan sindrom
polikistik ovarium dapat merupakan faktor kontribusi pada keguguran
dengan menggangu balans humoral yang penting pada kelangsungan
kehamilan.6
d. Faktor infeksi
Ada pelbagai teori untuk menjelaskan keterkaitan infeksi dengan
kejadian abortus. Antaranya adalah adanya metabolik toksik, endotoksin,
eksotoksin, dan sitokin yang berdampak langsung pada janin dan unit
9
fetoplasenta.3 Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin dan cacat
berat sehingga janin sulit untuk bertahan hidup.3
Infeksi plasenta akan berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut
kematian janin.3 Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman
genetalia bawah yang bisa mengganggu proses implantasi. Amnionitis
oleh kuman gram positif dan gram negatif juga bisa mengakibatkan
abortus.3 Infeki virus pada kehamilan awal dapat mengakibatkan
perubahan genetik dan anatomik embrio misalnya pada infeksi rubela,
parvovirus, CMV, HSV, koksakie virus, dan varisella zoster.3
Di sini adalah beberapa jenis organisme yang bisa berdampak pada
kejadian abortus:
1) Bakteria: listeria monositogenes, klamidia trakomatis, ureaplasma
urealitikum, mikoplasma hominis, bakterial vaginosis.3
2) Virus: CMV, HSV, HIV dan parvovirus.3
3) Parasit: toksoplasma gondii, plasmodium falsifarum.3
4) Spirokaeta: treponema pallidum.3
e. Faktor imunologi
Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian abortus.
Antaranya adalah SLE dan Antiphospholipid Antibodies (aPA).3 ApA
adalah antibodi spesifik yang ditemukan pada ibu yang menderita SLE. 3
Peluang terjadinya pengakhiran kehamilan pada trimester 2 dan 3 pada
SLE adalah 75%.3 Menurut penelitian, sebagian besar abortus
berhubungan dengan adanya aPA yang merupakan antibodi yang akan
berikatan
dengan
sisi
negatif
dari
phosfolipid. 3
Selain
SLE,
10
perdarahan, gangguan
Patogenesis
Abortus dimulai dari perdarahan ke dalam decidua basalis yang diikuti
dengan nekrosis jaringan disekitar perdarahan.1 Jika terjadi lebih awal, maka
ovum akan tertinggal dan mengakibatkan kontraksi uterin yang akan berakir
dengan ekpulsi karena dianggap sebagai benda asing oleh tubuh. 1 Apabila
kandung gestasi dibuka, biasanya ditemukan fetus maserasi yang kecil atau tidak
adanya fetus sama sekali dan hal ini disebut blighted ovum.1
Pada abortus yang terjadi lama, beberapa kemungkinan boleh terjadi. Jika
fetus yang tertinggal mengalami maserasi, yang mana tulang kranial kolaps,
abdomen dipenuhi dengan cairan yang mengandung darah, dan degenarasi organ
internal.1 Kulit akan tertanggal di dalam uterus atau dengan sentuhan yang sangat
minimal.1 Bisa juga apabila cairan amniotik diserap, fetus akan dikompress dan
mengalami desikasi, yang akan membentuk fetus compressus.1 Kadang-kadang,
fetus boleh juga menjadi sangat kering dan dikompres sehingga menyerupai
kertas yang disebut fetus papyraceous.1
12
II.4
Gambaran klinis
Gejala abortus berupa amenorea, sakit perut kram, dan mules-mules.1,2,3,4
Perdarahan pervaginam bisa sedikit atau banyak dilihat dari pads atau tampon
yang telah dipakai, dan biasanya berupa darah beku tanpa atau desertai dengan
keluarnya fetus atau jaringan.6 Ini penting untuk melihat progress abortus.6 Pada
abortus yang sudah lama terjadi atau pada abortus provokatus sering terjadi
infeksi yang dilihat dari demam, nadi cepat, perdarahan, berbau, uterus
membesar dan lembek, nyeri tekan,dan luekositosis.6 Pada pemeriksaan dalam
untuk abortus yang baru saja terjadi didapati serviks terbuka, kadang-kadang
dapat diraba sisa-sisa jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri, serta
uterus berukuran kecil dari seharusnya.6 Pada pemeriksaan USG, ditemukan
kantung gestasional yang tidak utuh lagi dan tiada tanda-tanda kehidupan dari
janin.6
II.5
Diagnosis
a. Anamnesis
Tiga gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di perut
bagian bawah terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke
punggung,bokong dan perineum, perdarahan pervaginam dan demam
yang tidak tinggi.7 Gejala ini terutamanya khas pada abortus dengan hasil
konsepsi yang masih tertingal di dalam rahim.7 Selain itu, ditanyakan
adanya amenore pada masa reproduksi kurang 20 minggu dari HPHT.6
Perdarahan pervaginam dapat tanpa atau disertai jaringan hasil konsepsi.
Bentuk jaringan yang keluar juga ditanya apakah berupa jaringan yang
lengkap seperti janin atau tidak atau seperti anggur. Rasa sakit atau keram
bawah perut biasanya di daerah atas simpisis.6
13
Pemeriksaan fisik pada kehamilan muda dapat dilihat dari table di bawah ini:4
Perdarahan
Serviks
Tertutup
Uterus
Sesuai dengan
usia gestasi
Bercak sedikit
Diagnosis
Kram
perut
bawah,
uterus
lunak
Abortus
immines
Sedikit/tanpa
hingga sedang
Tertutup/terbuka
nyeri
bawah,
ekspulsi
perut
riwayat
hasil
konsepsi
14
Abortus
komplit
bawah,
belum
terjadi
ekspulsi
Terbuka
Sesuai dengan
usia kehamilan
hasil
ekspulsi
sebahagian
masif
insipien
konsepsi
perut
Sedang hingga
Abortus
hasil
Abortus
incomplit
konsepsi
Mual/muntah,
kram
Terbuka
perut
Lunak dan
bawah, sindroma
usia gestasi
seperti
anggur
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit,
waktu bekuan, waktu perdarahan, trombosit, dan GDS. Pada pemeriksaan
USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil konsepsi dalam
uterus.6
II.6
Diagnosis banding.2
1) kehamilan ektopik tertanggu
15
Abortus mola
2)
3)
4)
5)
II.7
Penatalaksanaan
a. Abortus Imminens.4
Pada abortus imminens, tidak perlu pengobatan khusus atau tirah
baring total dan pasien dilarang dari melakukan aktivitas fisik
berlebihan ataupun hubungan seksual. Jika terjadi perdarahan
berhenti, asuhan antenatal diteruskan seperti biasa dan penilaian
lanjutan dilakukan jika perdarahan terjadi lagi. Pada kasus yang
perdarahan terus berlansung, kondisi janin dinilai dan konfirmasi
kemungkinan adanya penyebab lain dilakukan dengan segera. Pada
perdarahan berlanjut khususnya pada uterus yang lebih besar dari
yang diharapkan, harus dicurigai kehamilan ganda atau mola.
b. Abortus insipiens.4
Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus
dilakukan dengan aspirasi vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat
segera dilakukan maka, Ergometrin 0,2 mg IM atau Misopristol
400mcg per oral dapat diberikan. Kemudian persediaan untuk
pengeluaran hasil konsepsi dari uterus dilakukan dengan segera.
Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil
konsepsi ditunggu, kemudian sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika
perlu, infus 20 unit oxytoxin dalam 500cc cairan IV (garam fisiologik
atau larutan Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit
diberikan
untuk
membantu
ekspulsi
hasil
konsepsi.
Setelah
Pemantauan Pascaabortus.4
17
Komplikasi
1) Perdarahan.6
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan. Perdarahan
yang berlebihan sewaktu atau sesudah abortus bisa disebabkan oleh atoni
uterus, laserasi cervikal, perforasi uterus, kehamilan serviks, dan juga
koagulopati.
2) Perforasi.6
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus
provokatus kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya
perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien
biasanya datang dengan syok hemoragik.
3) Syok.6
18
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
karena infeksi berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi
canalis sevikalis sewaktu dilatasi juga boleh terjadi namum pasien
sembuh dengan segera.
4) Infeksi.6
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang
merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu
staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma,
Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas
vaginalis,
sedangkan
pada
vagina
ada
lactobacili,streptococci,
gonorrhoeae,
Streptococcus
pyogenes
Pneumococcus
potensial
dan
berbahaya
Clostridium
oleh
tetani.
karena
dapat
membentuk gas.
5) Efek anesthesia.7
Pada penggunaan general anestesia, komplikasi atoni uterus bisa terjadi
yang
berakibatkan
perdarahan.
Pada
kasus
therapeutic
abortus,
19
II.10 Prognosis.6
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan
sebelumnya. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus
yang rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %. Pada wanita
keguguran dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan
kehamilan sekitar 40-80 %. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah
pemeriksaan aktivitas jantung janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada
wanita dengan 2 atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. F. G Cunningham, KJ. Leveno, SL. Bloom. Abortion in William
Obstetrics, 22nd edition. Mc-Graw Hill, 2005
2. McPhee S, Obsterics and obstretrics disoders,Current medical diagnosis
and treatment, 2009 edition, Mc Graw Hill, 2008
3. Sarwono prawiroharhdjo.Perdarahan pada kehamilan muda dalam Ilmu
Kandungan, edisi 2008
4. Saifuddin A. Perdarahan pada kehamilan muda dalam Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,2006 Hal M9-M17
5. Standard Pelayanan Medis Ilmu Kebidanan dan Kandungan, RS Efarina
Etaham, 2008, ms 33-35
6. Abortus
Incomplete.
Available
at
http://www.jevuska.com/2007/04/11/abortus-inkomplit
7. Gaufberg
F,
Abortion
Treatened,
Available
at
http://emedicine.medscape.com/article/795359-overview
8. Gaufberg
F,
Abortion
Septic,
Available
at
http://emedicine.medscape.com/article/795439-overview
9. Kontroversi
Seputar
Aborsi,
available
at
http
21