Disusun oleh:
H1A010057
Nurul hidayati
H1A010053
Ela noviana
H1A009012
Laila nurmala
H1A010058
Rian azhadi
H1A009003
H1A010036
H1A010055
H1A010056
Nabila wahida
H1A009007
H1A010059
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau perilaku yang penting
secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress (misalnya,
gejala nyeri) atau disabilitas (yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting)
atau disertai peningkatan risiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat
kehilangan
kebebasan
(American
Psychiatric
Association,1994).
Gangguan
jiwa
menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi
menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain atau merusak/menyakiti dirinya
sendiri (Baihaqi, 2005). Gangguan jiwa sesungguhnya sama dengan gangguan jasmaniah
lainnya. Hanya saja gangguan jiwa bersifat lebih kompleks, mulai dari yang ringan seperti
rasa cemas, takut hingga yang tingkat berat berupa sakit jiwa atau kita kenal sebagai gila
(Hardianto, 2009).
Kecendrungan gangguan jiwa akan semakin meningkat seiring dengan terus
berubahnya situasi ekonomi dan politik kearah tidak menentu, prevalensinya bukan saja pada
kalangan menengah kebawah sebagai dampak langsung dari kesulitan ekonomi, tetapi juga
kalangan menengah keatas sebagai dampak langsung atau tidak langsung ketidakmampuan
individu dalam penyesuaian diri terhadap perubahan sosial yang terus berubah (Rasmun,
2001).
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita gangguan jiwa di dunia
pada 2001 adalah 450 juta jiwa. Dengan mengacu data tersebut, kini jumlah itu diperkirakan
sudah meningkat. Diperkirakan dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia, ada sekitar 50 juta
atau 22 persennya, mengidap gangguan kejiwaan (Hawari, 2001). Peningkatan jumlah
penderita gangguan jiwa juga terjadi di Sumatera Utara, jumlah pasien meningkat 100 persen
dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya.Pada awal 2008, RSJ Sumut menerima sekitar 50
penderita per hari untuk menjalani rawat inap dan sekitar 70-80 penderita untuk rawat
jalan.Sementara pada 2006-2007, RSJ hanya menerima 25-30 penderita per hari (Sitompul,
2008).
Pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa di Indonesia mempunyai rata-rata lama hari
rawat yang tinggi yaitu 54 hari, dan yang paling lama dirawat adalah pasien dengan diagnosa
skizofrenia. Data rumah sakit jiwa pusat Bogor 2001, menunjukkan rata-rata lama hari rawat
adalah 115 hari dan untuk pasien perilaku kekerasan 42 hari (Keliat, 1992).
yang
menyerahkan
sepenuhnya
penyembuhan
penderita
kepada
petugas
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gangguan kejiwaan
2.1.1. Definisi gangguan jiwa
Gangguan jiwa atau mental illness adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh
seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya tentang
kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri (Djamaludin, 2001).
Gangguan jiwa adalah gangguandalam cara berpikir (cognitive), kemauan
(volition),emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007).
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahanpada fungsi jiwa
yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada
individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran social.
Konsep gangguan jiwa dari PPDGJ II yang merujuk ke DSM-III adalah sindrom atau
pola perilaku, atau psikologi seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara
khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability)
di dalamsatu atau lebih fungsi yang penting dari manusia (Maslim, 2002).
2.1.2. Penyebab umum ganguan kejiwaan
Biarpun gejala utama atau gejala yang menonjol terdapat pada unsure kejiwaan tetapi
penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik),dilingkungan sosial (sosiogenik , di
psike(psikogenik) ataupun cultural atau tekanan kebudayaan dan spiritualatau tekanan
keagamaan. Mungkin dari salah satu
biasannya tidak terdapat penyebab tunggal, tetapi beberapa penyebab-penyebab dari badan,
jiwa dan lingkungan serta cultural spiritual sekaligus timbul atau kebetulan terjadi
bersamaaan.Lalu timbullah gangguan badan atau jiwa. Berikut ini akan dijelaskan 2 faktor
utama yang menyebabkan terjadinya gangguan kejiwaan
A. Perkembangan badani yang salah
Prilaku kita berdasarkan juga pada kualitas dan keutuhan fungsi susunan saraf dan
perlengkapan badani yang lain. Setiap faktor yang menggangu perkembangan badani yang
normal dianggap sebagai suatu faktor yang dapat menjadi penyebab prilaku yang abnormal.
Faktor faktor ini mungkin dari keturunan ataupun dari lingkungan
1. Faktor keturunan
- Pada mongolisme atau sindrom down (retardasi mental dengan mata sipit, muka
datar, telinga kecil dan jari-jari pendek. Terdapat trisomi (yaitu tiga buah ,normal dua
-
Ketidakmatangan atau fixasi yaitu individu gagal berkembang lebih lanjut ke fase
berikutnya
Titik-titik lemah yang ditinggalkan oleh epengalaman traumatik menjadi kepekaan
Makin lama makin nyata bahwa deprivasi diri (ketidakperolehan biologis atau
psikologis pada waktu bayi dapat mengakibatkan kerusakan yang tidak dapat
diperbaiki lagi. Deprivasi maternal atau asuhan ibu di rumah sendiri,terpisah dengan
ibu atau tinggal di asrama, dapat menimbulkan perkembangan yang abnormal.
Deprivasi rangsangan umum dari lingkungan, bila sangat berat ternyata berhubungan
dengan retardasi mental.Deprivasi atau frustasi diri ini dapat menimbulkan titik-titik
lemah pada jiwa juga dapat mengakibatkan perkembangan yang salah ataupun
perkembangan yang berhenti.
b. Pola keluarga yang patogenik
Dalam masa kanak-kanak keluarga memegang peranan penting dalam
pembentukan kepribadian. Hubungan orang tua dan anak yang salah atau interaksi
yang patogenik dalam keluarga sering merupakan sumber gangguan penyesuaian diri
c. Masa remaja
Masa remaja dikenal sebagai mas gawat atau masa badai dan stress dalam
perkembangan kepribadian. Dalam masa ini individu dihadapi dengan pertumbuhan
bertambah besar dan perkembanagn ( perubahan-perubahan badani dan pematangan
sexual yang cepat. Pada waktu yang sama status sosialnya juga mengalami perubahan.
Bila dahulu ia sangat tergantung pada orangtuanya / orang lain sekarang ia harus
belaar berdiri sendiri dan belajar bertanggungjawab atas perbuatannya sampai dengan
pernikahan. Perubahan-perubahan ini akan mengakibatkan bhwa ia harus mengubah
konsep tentang dirinya. Tidak jarang terjadi krisis idenditas
C. Faktor Sosiologi perkembangan yang salah
Telah diketahui bahwa bila seseorang berada di tengah-tengah kebudayaan asing.Ia
dapat mengalami gangguan jiwa karena pengaruh kebudayaanyang serba baru dan asing
baginya. Hal ini dinamakan shock kebudayaan.
Dari berbagai penelitian terdapat perbedaan antara gejala-gejala gangguan kejiwaan
yang disebabkan oleh perbedaan budaya dan lingkungan sosial. Biarpun faktor-faktor
patogenetik (yang apat juga berkembang ke arah menyebabkan ) mungkin sama akan tetapi
faktor patoplastik ( yang membentuk, memberirupaatau warna ) berbeda-beda.
spiritual misalnya
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Objek dalam
penelitian ini terdiri dari 7 pasien yang mengalami gangguan jiwa yang diambil dengan
cara purposive sampling.Responden diperoleh dengan cara melakukan pertanyaan skrening
pada sejumlah pasien yang mengalami gangguan jiwa dan keluarga pasien sendiri hingga
diperoleh 7 pasien yang mengalami gangguan jiwa dan sesuai kriteria yang ditentukan.
3.2.
3.3.1
Populasi
Populasi penelitian adalah warga yang mengalami gangguan psikiatri di Lingkungan
Pesinggahan Barat.
3.3.2
Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini terdiri semua pasien yang ditemui dan mengalami gangguan
Tahap Penelitian
1
2
3.5
Tahap Persiapan
a Pendekatan pada instansi yang berwenang.
b Peninjauan lokasi penelitian.
Tahap Pelaksanaan
a Pengambilan data sekunder di Puskesmas Pagesangan
b Pendataan ke rumah warga dengan wawancara menggunakan kuesioner
c Analisis data
Alat, Sumber dan Metode Pengumpulan Data
sekitarnya.
b Jenis dan Sumber Data
Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara mendalam (indepth
interview) terhadap responden baik pasien yang bersangkutan, ataupun keluarga
pasien. Selain itu, informasi tambahan didapat dari informan yaitu Puskesmas
Pagesangan, Ketua RT Desa Pesinggahan Barat.
c
Jadwal Pelaksanaan
Desember 2013
10
14
18
21
28
Proposal
Penelitian
Analisis hasil
Presentasi hasil
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Kasus gangguan jiwa yang tercatat pada puskesmas ini ialah 35 orang, dengan
kejadian kasus sebagai berikut:
14
12
10
8
6
4
2
Jumlah
Gambar 4.1. Diagram jumlah penyakit gangguan jiwa yang terdata di Puskesmas Pagesangan
Barat.
Dari grafik di atas didapatkan penderita skizofrenia, anxietas, psikosomatis, gangguan
tidur, dan penyalahgunaan obat/zat berturut turut ialah 13, 9, 4, 5, dan 4 orang (Data
Puskesmas Pagesangan, 2013). Kejadian tersebut tersebar dari beberapa daerah yang pernah
berobat ke Puskesmas Pagesangan, dari kunjungan tersebut, kami menemukan 4 kasus
gangguan jiwa di desa pesinggahan barat. Angka ini memang tidak cukup tinggi, namun
menurut Kepala Puskesmas Pagesangangan Barat, masih banyak kasus gangguan jiwa yang
belum terdata, sebab masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam melaporkan kejadian
gangguan jiwa ke Puskesmas.
Dalam penelitian yang kami lakukan di desa Pesinggahan Barat, kami menemukan 10
kasus gangguan jiwa, namun yang berhasil kami temui ialah sebanyak 7 orang, sedangkan 3
lainnya sedang mendapatkan perwatan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTB.
Dari ketujuh pasien tersebut, kami melakukan wawancara langsung untuk menentukan
faktor-faktor yang paling berperan dalam menyebabkan kejadian gangguan jiwa di Desa
Pesinggahan Barat. Berikut karakteristik pasien yang mengalami gangguan jiwa:
Tabel 4.1. Karakteristik pasien gangguan jiwa Desa Pesinggahan Barat.
Variabel
Jumlah (n=7)
Jenis Kelamin
a. Pria
b. Wanita
Umur
a. Usia muda (18-50 tahun)
b. Usia Tua (>50 tahun)
Pendidikan Terakhir
a. SD
b. SMP
c. SMA
Sumber: Data Primer
6 (85%)
1 (15%)
6 (85%)
1 (15%)
3 (42%)
1 (16%)
3 (42%)
Berdasarkan karakteristik pasien di atas, kejadian gangguan jiwa lebih banyak terjadi
pada pria yaitu 85% dibandingkan dengan wanita 15%, dengan kelompok usia yang lebih
banyak mengalami gangguan jiwa ialah kelompok usia muda yaitu 18-50 tahun dengan
presentase 85%.
Untuk keadaan lingkungan tempat tinggal pasien, pasien rata-rata tinggal dalam
lingkungan yang sangat padat, terlebih dalam 1 keluarga, terdiri atas beberapa anggota
keluarga. Pasien yang kami temui juga, rata-rata hampir memiliki banyak saudara, berikut
data kepemilikan jumlah saudara:
29%
4 saudara
71%
<4 saudara
Gambar 4.2.Presentase jumlah saudara yang dimiliki oleh pasien gangguan jiwa.
Dari data tersebut terlihat, 71% pasien yang memiliki gangguan jiwa memiliki saudara
4 orang, sedangkan 29% memiliki jumlah saudara <4 orang. Selain itu, dari hasil
pemeriksaan yang kami lakukan melalui anamnesis dan hetero anamnesis, kami mendapatkan
data-data sebagai berikut:
4.5
4
3.5
3
2.5
Ada
Tidak
1.5
1
0.5
0
Stressor
Faktor Organik
Gambar 4.3.Diagram jumlah pasien gangguan jiwa Desa Pesinggahan Barat yang mengalami
stressor dan riwayat gangguan organik.
Dari data di atas didapatkan dari ketujuh pasien yang berhasil di temui, pasien pasien
tersebur hampir sebagian besar mengalami stressor yang cukup tinggi (4:3) dan memiliki
riwayat penyakit organik (4:3) sebelumnya, baik seperti riwayat kejang, demam tinggi, dan
trauma. Sedangkan untuk pola asuh sendiri, didapatkan:
29%
Permisif
57%
Demokratis
Otoriter
14%
Gambar 4.4.Diagram jumlah presentase tipe pola asuh yang pernah di alami oleh pasien
gangguan jiwa desa Pesinggahan Barat.
Dari pola asuh sendiri, didapatkan 4 orang mengalami pola asuh permisif atau sekitar
57%, 2 orang mengalami pola asuh otoriter atau 29%, dan 1 orang diasuh dengan pola asuh
demokratis atau sekitar 14%. Sedangkan, untuk kepribadian pasien sendiri yang kami
dapatkan dari hasil heteroanamnesis pada keluarga pasien, kami mendapatkan:
43%
57%
Introvert
Ekstrovert
Gambar 4.5. Diagram gambaran kepribadian pasien gangguan jiwa Desa Pesinggahan Barat.
Dari diagram di atas terlihat, pasien dengan kepribadian terbuka/ekstrovert ialah 4
orang atau 57%, sedangkan dengan kepribadian tertutup ialah 3 orang atau sekitar 43%.
Dari data-data yang di sajikan di atas, kami mengelompokkannya menjadi 3 faktor
utama, yaitu keluarga, lingkungan, dan diri pasien sendiri, adapun pertanyaan-pertanyaan
yang kami berikan saat wawancara ialah sebagai berikut:
Tabel 4.2. Daftar pertanyaan yang digunakan untuk menentukan faktor penyebab gangguan
jiwa di Desa Pesinggahan Barat.
Pertanyaan
Lingkungan
Apakah pasien terbuka dengan lingkungan tempat tinggal
Apakah pasien musuh dengan masyarkat sekitar
Apakah pasien senang dengan lingkungan tempat tinggal
Pasien
Apakah pasien mengalami gangguan organik
Apkah pasien pernah mengalami stress/tekanan tinggi ditandai
dengan pasien berdiam diri, mengamuk / berteriak
Apakah pasien suka berdiam diri
Bagaimana pendapat pasien terhadap diri sendiri,apakah percaya diri
dalam menghadapi sesuatu
Apakah pasien pernah ditinggal oleh keluarga yang dekat
Apakah pasien memiliki keinginan yang belum tercapai
Keluarga
Apakah pasien memiliki hubungan bak dengan saudara/keluarga lain
Apakah pasien pernah mengalami masalah dengan keluarga
Apakah hubungan pasien dengan keluarga harmonis
Ya
Tidak
5
0
7
2
7
0
4
2
3
5
3
5
4
2
4
5
3
2
6
3
5
1
4
2
Dari hasil anamnesis berdasarkan kuisioner tersebut, kami mendapatkan hasil bahwa
dari ketujuh pasien, tidak ada yang memiliki masalah dengan lingkungan tempat tinggal
sebelumnya, namun disini terlihat, pasien lebih banyak mengalami gangguan berasal dari
faktor diri pasien itu sendiri, dibuktikan dengan adanya riwayat gangguan organic dan riwayat
ditinggal oleh keluarga/kerabat yang dekat sehingga menyebabkan terjadinya gangguan jiwa.
Sedangkan dari faktor keluarga ini, merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan jiwa,
ditandai dengan pola asuh permisif dan diktator memiliki nilai yang sama dari hasil anamnesis
baik dengan pasien ataupun dengan keluarga pasien.
Sehingga, kami berkesimpulan, faktor pribadi menjadi faktor resiko utama dalam
kejadian gangguan jiwa di Desa Pesinggahan Barat, disusul dengan faktor keluarga, dan
faktor lingkungan.
BAB 5
PEMBAHASAN
Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau perilaku yang penting
secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress (misalnya,
gejala nyeri) atau disabilitas (yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting)
atau disertai peningkatan risiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat
kehilangan kebebasan (American Psychiatric Association,1994).
Konsep gangguan jiwa dari PPDGJ II yang merujuk ke DSM-III adalah sindrom atau
pola perilaku, atau psikologi seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara
khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability)
didalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia (PPDGJ, 2003).
Kecendrungan gangguan jiwa akan semakin meningkat seiring dengan terus
berubahnya situasi ekonomi dan politik kearah tidak menentu, prevalensinya bukan saja pada
kalangan menengah kebawah sebagai dampak langsung dari kesulitan ekonomi, tetapi juga
kalangan menengah keatas sebagai dampak langsung atau tidak langsung ketidakmampuan
individu dalam penyesuaian diri terhadap perubahan sosial yang terus berubah (Rasmun,
2001).
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita gangguan jiwa di dunia
pada 2001 adalah 450 juta jiwa. Dengan mengacu data tersebut, kini jumlah itu diperkirakan
sudah meningkat. Diperkirakan dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia, ada sekitar 50 juta
atau 22 persennya, mengidap gangguan kejiwaan (Hawari, 2001).
Dari data yang kami dapatkan pada kunjungan di daerah Pesinggahan Barat, kami
menemukan 10 kasus gangguan jiwa, namun yang berhasil kami temui ialah sebanyak 7
orang, sedangkan 3 lainnya sedang mendapatkan perwatan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi
NTB., hal tersebut menunjukan tingkat kejadian gangguan jiwa yang cukup tinggi yang
ditangani oleh Puskesmas Pagesangan dengan jenis gangguan jiwa seperti skizofrenia,
anxietas, psikosomatis, gangguan tidur, dan penyalahgunaan obat. Namun menurut Kepala
Puskesmas Pagesangangan Barat, masih banyak kasus gangguan jiwa yang belum terdata,
sebab masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam melaporkan kejadian gangguan jiwa ke
Puskesmas (Data Puskesmas Pagesangan, 2013).
Hasil penelitian menunjukkan beberapa temuan yaitu penyebab gangguan jiwa adalah
adanya riwayat gangguan organik dan riwayat ditinggal oleh keluarga/kerabat yang dekat
sehingga menyebabkan terjadinya gangguan jiwa. Sedangkan dari faktor keluarga ini,
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan jiwa, ditandai dengan pola asuh permisif
dan diktator memiliki nilai yang sama dari hasil anamnesis baik dengan pasien ataupun
dengan keluarga pasien. Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa
penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi
bersamaan, lalu timbulah gangguan badan ataupun jiwa.
Karakteristik pasien berdasarkan data di atas yaitu kejadian gangguan jiwa lebih
banyak terjadi pada pria yaitu 85% dibandingkan dengan wanita 15%, dengan kelompok usia
yang lebih banyak mengalami gangguan jiwa ialah kelompok usia muda yaitu 18-50 tahun
dengan presentase 85% hal ini sesuia dengan data yang didapatkan pada American Psychiatric
Association tahun 1994, menunjukan persentase kejadian gangguan jiwa lebih tinggi pada
laki-laki dibandingkam wanita.
Untuk tingkat pendidikan, tingkat pendidikan pasien rata-rata adalah maksimal tamat
SMA (42%), SMP (16%), dan SD (42%). Hal ini menyebabkan tingkat penderita gangguan
jiwa yang rendah, menyebabkan adanya kontribusi perilaku pada pasien yang masih
menganggap dirinya seperti anak-anak. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Sulaemana (2013) yang mendapati dari 106 responden gangguan jiwa, 54% diantaranya
tamat SMA, dan sisanya memiliki pendidikan yang lebih rendah.
Dari pola asuh sendiri, didapatkan 4 orang mengalami pola asuh permisif atau sekitar
57%, 2 orang mengalami pola asuh otoriter atau 29%, dan 1 orang diasuh dengan pola asuh
demokratis atau sekitar 14%. Anak yang tidak mendapat kasih sayang dari orang tua mereka
cendrung tidak memiliki panutan, pertengkaran dan keributan orang tua akan menimbulkan
rasa cemas serta rasa tidak aman atau tidak nyaman bagi anak, hal-hal ini merupakan dasar
yang kuat untuk timbulnya tuntutan tingkah laku dan gangguan kepribadian pada anak
dikemudian hari (American Psychiatric Association,1994).
Cinta dan kasih sayang orang tua akan memberikan rasa hangat/ aman bagi anak dan
dikemudian hari menyebabkan kepribadian yang hangat, terbuka dan bersahabat. Sebaliknya,
sikap orang tua yang dingin acuh tak acuh bahkan menolak, maka dikemudian hari anak akan
berkembang menjadi kepribadian yang bersifat menolak dan menentang terhadap lingkungan
(American Psychiatric Association,1994). Sebab, tingkat stress/tekanan yang diberikan orang
tua kepada anak, memainkan pola sangat penting dalam pembentukkan karakter dari individu
tersebut.
Dari berbagai pendapat mengenai penyebab terjadinya gangguan jiwa seperti yang
dikemukakan diatas disimpulkan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh karena ketidak
mampuan manusia untuk mengatasi konflik dalam diri, tidak terpenuhinya kebutuhan hidup,
perasaan kurang diperhatikan (kurang dicintai) dan perasaan rendah diri.
Menurut Henuli (2013) banyak faktor yang mempengaruhi seseorang mengalami
gangguan jiwa. Hingga saat ini diyakini terdapat tiga faktor utama sebagai penyebabnya.
Pertama, faktor organobiologi seperti faktor keturunan (genetik), adanya ketidakseimbangan
zat zat neurokimia di dalam otak. Kedua, faktor psikologis seperti adanya mood yang labil,
rasa cemas berlebihan, gangguan persepsi yang ditangkap oleh panca indera kita (halusinasi).
Dan yang ketiga adalah faktor lingkungan (sosial) baik itu di lingkungan terdekat kita
(keluarga) maupun yang ada diluar lingkungan keluarga seperti lingkungan kerja, sekolah.
Lingkungan sebenarnya memiliki peran yang cukup tinggi, sebab lingkungan
memainkan peran dalam pembentukkan karakter seseorang. Lingkungan yang padat
penduduk, bising, dan tidak sehat dapat memberikan dampak bagi kesehatan jiwa seseorang
(Sulaemana, 2013). Lingkungan dapat memberikan kontribusi gangguan jiwa kurang dari
50% (Charles, 2013), hal ini sesuai dengan hasil penelitian kami, bahwa dari ke-7 responden,
hanya 2 orang yang tidak terbuka dengan lingkungannya.
Yang sangat berperan penting dalam menyebabkan gangguan jiwa ialah dari faktor
individu tersebut, baik faktor genentik yang dimiliki, ataupun akibat kehilangan seseorang
(sensation of feeling loss). Hal ini sesuai dengan penelitian bahwa, ditemuka 4 orang atau
57% pasien yang mengalami gangguan jiwa di desa ini, memiliki riwayat ditinggal oleh
keluarga/kerabat yang sangat dekat. Ini dapat menyebabkan keadaan depresi atau stress berat
yang mengakibatkan seseorang tersebut menarik diri dari lingkungan, akibat tidak ada lagi
sosok kerabat/keluarga yang dapat dipercaya. Sehingga menimbulkan rasa cemas yang
berlebihan, rasa tidak aman, yang menyebabkan keadaan gangguan jiwa pada seseorang
(Charles, 2013).
Sehingga, tidak ada 1 faktor tunggal yang dapat menyebabkan kejadian gangguan
jiwa, semua faktor dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan kejadian gangguan
jiwa. Dalam penelitian ini juga didapatkan adanya hubungan yang cukup berpengaruh antara
faktor individu yang memiliki kontribusi paling tinggi, kemudian disusul oleh keluarga, dan
lingkungan. Seperti yang disebutkan oleh Sun Meilan (2013) dalam penelitiannya, bahwa
dalam faktor individu (56%) yang terdiri atas Childhood experiences, traumatic experiences,
self confidence, genetics yang tidak bisa dipisahkan oleh family treatment (29%), dan
Enviornment treatment (15%). Maka, dalam upaya menurunkan angka kejadian jiwa tersebut,
dapat dilakukan intervensi kepada 3 faktor (Individu, Keluarga, dan Lingkungan) tersebut.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap pasien gangguan jiwa di desa
Pesinggahan Barat dapat diidentifikasi beberapa faktor penyebab terkait gangguan jiwa yang
dialami tersebut. Tingginya kejadian gangguan jiwa di desa Pesinggahan Barat dapat
dipengaruhi beberapa faktor terutama meliputi faktor keluarga dan faktor lingkungan tempat
tinggal. Banyak pasien mengalami gangguan jiwa yang awalnya disebabkan karena kondisi
psikologis pasca ditinggal meninggal oleh orang terdekat terutama orang tua mereka. Banyak
dari mereka juga mengalami gangguan jiwa akibat adanya keinginan atau harapan yang tidak
bisa tercapai salah satunya karena pola didikan keluarga atau masalah keluarga. Dari hasil
pengamatan yang telah dilakukan diperoleh bahwa keluarga pasien cenderung hanya
membiarkan kondisi pasien yang mengalami gangguan jiwa tersebut. Kurangnya perhatian
keluarga terhadap kondisi pasien mungkin terkait dengan jumlah anggota keluarga yang
banyak, status pendidikan serta sosialekonomi yang rendah pula. Sedangkan dari segi
lingkungan didapatkan bahwa lingkungan desa Pesinggahan Barat adalah lingkungan dengan
penduduk yang sangat padat dilihat dari rumah yang sempit namun dihuni oleh banyak
anggota keluarga. Lingkungan yang padat juga dapat menjadi sumber stressor bagi pasien.
Selain itu, terdapat juga faktor organik yang menyebabkan gangguan jiwa seperti yang
dialami salah satu pasien di daerah pesinggahan. Pasien tersebut mengalami gangguan jiwa
akibat cidera pada kepalanya.
Saran
Saran penelitian :
a. Diharapkan penelitian yang lebih lanjut untuk mengetahui faktor lain yang
menyebabkan tingginya kejadian gangguan jiwa di desa Pesinggahan Barat.
b. Diharapkan penelitian lebih lanjut mengenai faktor yang mempengaruhi tingkat
kesembuhan pasien gangguan jiwa di desa Pesinggahan Barat.
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Assiciation. 1994. Diagnostic and statistical manual of mental
disorders. 4th Ed. Washington DC : American Psychiatric Assiciation. Dilihat di
http://upetd.up.ac.za/thesis/submitted/etd07252005115242/unrestricted/03back.pdf.
.(diakses : 27 Desember 2013).
Baihaqi MIF, dkk. 2005. Psikiatri : Konsep Dasar Dan Gangguan- Gangguan. Bandung : PT
Refika aditama.
Charles. 2013. Enviornmental Connections: A Deeper Look into Mental Illness. National
Institute of Enviornmental Health Science, Vol. 115, No. 8. Pubmed: US.
Friedman, Marlyn M. 1998. Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik/ Marilyn M. Friedman;
alih bahasa, Ina Debora R.L.,Yoakim Asy; Editor, Yasmin Asih, Setiawan, Monica
Ester.Ed 3.-Jakarta : EGC Marramis Willy,F.2009.Ilmu Kedokteran Jiwa edisi 2.
Henuhili ,Supiyani. 2013. Mari Kenali Kesehatan Jiwa! . medistra Hospital. Dilihat di
http://www.medistra.com/index.php?option=com_content&view=article&id=177.
(diakses : 26 Desember 2013.
Keliat, Budi Ana. 1992. Peran Serta Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa
.Jakarta: EGC.
Maslim, Rusdi. 2003. Diagnosis gangguan jiwa PPDGJ III. Jakarta : bagian ilmu kedokteran
jiwa FK-unika Atmajaya.
Meilan. 2013. The Factors that Influences Mental Health Problems. Living Healthy.
(Available on: www.livinghealthy360.com/index.php/what-influences-mentalhealth-problems-79982/ diakses pada 24 Desember 2013).
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Editor: Aep Gunarsa. Bandung. PT. Refika Aditama.