Pembahasan
2.1 Anamnesis
1
Kasus adalah tentang Tn A berusia 55 thn datang ke poliklinik untuk konsultasi karena merasa
terlalu gemuk dan sulit menurunkan berat badannya sejak usia 38 tahun. Pekerjaan pasien adalah
sebagai karyawan suatu kantor swasta. Sebelumnya pasien sangat jarang memeriksakan dirinya
ke fasilitas kesehatan karena dirasakan dirinya tidak memiliki keluhan seputar kesehatannya.
Ayahnya menderita hipertensi dan ibunya sudah 10 tahun mengidap penyakit kencing manis.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, BB 88 kg,
TB 169 cm (IMT 30.8), lingkar perut 135cm, lingkar pinggang 115cm (waist-hip ratio 1.17),
tekanan darah 150/90 mmHg, denyut nadi 80x/menit, frekuensi napas 16x/menit,suhu 36.5
derajat. Hasil pemeriksaan laboratorium: GDP 110mg/dL, GD 2 jam pp 160 mg/dL, kolesterol
total 362 mg/dL, TG 300 mg/dL.
Keluhan utama yang menyebabkan pasien datang ke dokter adalah sejak 38 tahun yang lalu ia
merasa terlalu gemuk dan susah untuk menurunkan berat badan. Pasien berasa tidak enak dengan
keadaan ini dan terus ke dokter. Selain itu, pasien ada mengatakan bahwa dia agak sering lelah
dan mudah haus 1 tahun kebelakangan ini. Dengan adanya riwayat hipertensi dan kencing manis
pada bapa dan ibunya dengan beberapa hasil pemeriksaan, pasien ini lebih menunjukkan
kumpulan gejala yang dipanggil sindrom metabolik.
2.2 Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Inspeksi merupakan pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan hanya melihat sama ada terdapat
kelainan atau tidak pada badan pasien. Hal-hal yang dilihat adalah sama ada terdapat striae pada
abdomen pasien yang biasanya ada pada orang kegemukan. Selain itu diperhatikan juga cara
pasien berjalan adalah dia mengalami kesukaran berjalan atau dia cepat lelah apabila sesudah
melakukan sesuatu aktivitas. Lihat juga jika pada pasien terdapat luka-luka pada kaki yang
lambat sembuh yg biasanya pada orang-orang diabetes mellitus.2
Palpasi
Palpasi adalah teknik perabaan untuk mengetahui sama ada terdapat kawasan yang nyeri atau
kawasan yang mempunyai massa. Palpasi pada kaki pasien yang diabetik dilakukan dengan
2
melakukan pemeriksaan suhu dengan memakai bagian dorsum tangan, memeriksa pulsasi
A.dorsalis pedis dan A.tibialis posterior dan melakukan pemeriksaan sensibilitas dengan
monofilament.2
Perkusi
Perkusi dilakukan dengan cara mengetuk tempat-tempat tertentu untuk mengetahui kelainan pada
organ-organ dalaman pasien. Kita bisa memeriksan dan mencari batas paru-hati, pembesaran
hati, pemeriksaan nyeri ketuk di CVA dan melakukan pemeriksaan ketuk sama ada terdapat nyeri
atau tidak pada kawasan tubuh pasien.
Auskultasi
Auskultasi adalah bertujuan untuk mendengar bunyi jantung pasien yang tidak teratur atau cepat
pada takikardi.2
2.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Urinalisis
I.
II.
Pemeriksaan darah
a. Glukosa Darah (gula darah sewaktu): pemeriksaan kadar glukosa plasma yang tidak
terikat waktu/kapan saja. Hasil normal < 110 mg/dL. Pengisian darah karena jika pasien
baru mengambil makanan, maka hasilnya dapat tinggi walaupun pasien tersebut normal.2
b. OGTT (oral glucose tolerance test): melihat jumlah glukosa dalam tubuh yang merupakan
sisa pemecahan oleh insulin terhadap pemberian glukosa dari waktu ke waktu.2
Fasting glukosa: pemeriksaan level glukosa plasma 8-12 jam setelah pemberian
hidup yang ketat. Seseorang individu dikatakan dengan sindrom metabolik jika memiliki 3 dari 5
kriteria berikut:1
I.
II.
III.
IV.
V.
Resistensi insulin
Obesitas sentral
Hipertensi
Dispilidemia(peningkatan kadar trigliserida dan penurunan HDL)
Hiperglikemia
Pada tahun 2005, International Diabetes Federation (IDF) kembali memodifikasikan kriteria
NCEP-ATP 3, yang menganggap obesitas sentral sangat berkorelasi dengan resistensi insulin,
sehingga memakai obesitas sentral sebagai kriteria utama. IDF medefinisikan sindrom metabolik
dengan sentral obesitas (IMT > 30, atau peningkatan lingkar perut), ditambah 2 dari kriteria
berikut ini;3
I.
II.
III.
IV.
Namun criteria yang diajukan oleh NCEP-ATP 3 lebih banyak digunakan atas alas an lebih
memudahkan untuk mengindentifikasi seseorang dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolic
dapat ditegakkan apabila seseorang itu memiliki paling kurang tiga kriteria.
2.5 Epidemiologi
Di US, peningkatan kejadian obesitas mengiringi peningkatan prevalensi sindrom metabolik.
Prevalensi sindrom metabolik pada populasi usia > 20 tahun sebesar 25% dan pada usia > 50
tahun sebesar 45%. Pandemic sindrom ini juga berkembang seiring dengan peningkatan
prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia, termasuk Indonesia. 1 Berdasarkan data dari
the Third National Health and Nutrition Examination Survey ( 1988 sampai 1994), prevalensi
sindrom metabolik ( engan menggunakan criteria NCEP-ATP 3) bervariasi dari 16% pada lakilaki kulit hitam sampai 37% pada wanita Hispanik. Prevalensi meningkat dengan bertambahnya
usia dan berat badan. Karena populasi penduduk Amerika yang berusia lanjut makin bertambah
dan lebih dari separuh mempunyai berat badan lebih atau gemuk, diperkirakan sindrom
5
metabolik melebihi merokok sebagai faktor risiko primer terhadap penyakit kardiovaskular.
Sindroma metabolik juga merupakan prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe 2 dikemudian hari.
2.6 Etiologi
Etiologi sindrom metabolik belum dapat diketahui secara pasti. Suatu hipotesis menyatakan
bahwa penyebab primer dari sindrom metabolik adalah resistensi insulin. Resistensi insulin
mempunyai korelasi dengan timbunan lemak visceral yang dapat ditentukan dengan pengukuran
lingkar pinggang atau waist to hip ratio.4 Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit
kardiovaskular diduga dimediasi oleh terjadinya stress oksidif yang menimbulkan disfungsi
endotel yang akan menyebabkan kerusakan vascular dan pembentukan atheroma. Hipotesis lain
menyatakan bahwa terjadi perubahan hormonal yang mendasari terjadinya obesitas abdominal.
Suatu studi membuktikan bahwa pada individu yang mengalami peningkatan kadar kortisol
didalam serum ( yang disebabkan oleh stress kronik) mengalami obesitas abdominal, resistensi
insulin dan dislipidemia. Para peneliti juga mendapatkan bahwa ketidakseimbangan aksis
hipotalamus-hipofisis-adrenal juga terjadi akibat faktor risiko.1
2.7 Patofisiologi
Resistensi Insulin
Resistensi insulin mendasari kelompok kelainan pada sindrom metabolik. Sejauh ini belum
disepakati pengukuran yang ideal dan praktis untuk resistensi insulin. Teknik clamp merupakan
teknik yang ideal namun tidak praktis untuk klinis sehari-hari. Pemeriksaan glukosa plasma
puasa juga tidak ideal mengingat gangguan toleransi glukosa puasa hanya dijumpai pada 10%
sindrom metabolik. Pengukuran homeostasis Model Asessment (HOMA) dan Quantititive
Insulin Sensitivity Check Index (QUICKI) dibuktikan berkorelasi erat dengan pemeriksaan
standar, sehingga dapat disarankan untuk mengukur resistensi insulin. 1 Bila melihat dari
patofisiologi resistensi insulin yang melibatkan jaringan adipose dan sistem kekebalan tubuh,
maka pengukuran resistensi insulin hanya dari pengukuran glukosa dan insulin perlu ditinjau
lagi. Oleh karenanya, penggunaan rumus ini secara rutin di klinis belum disarankan maupun
disepakati.
Obesitas sentral
6
Obesitas sentral yang digambarkan dengan indeks massa tubuh tidak begitu sensitive dalam
menggambarkan risiko kardiovaskular dan gangguan metabolik yang terjadi. Studi menunjukkan
bahwa obesitas sentral yang digambarkan oleh lingkar perut (dengan cut-off yang berbeda antara
jenis kelamin) lebih sensitive dalam memprediksi gangguan metabolik dan risiko kardiovaskular.
Lingkar perut menggambarkan baik jaringan adipose subkutan dan visceral. 4 Meski dikatakan
bahwa lemak visceral lebih berhubung dengan komplikasi metabolik dan kardiovaskular, hal ini
masih controversial. Peningkatan obesitas berisiko pada peningkatan kejadian kardiovaskular.
Variasi faktor genetic membuat perbedaan dampak metabolik maupun kardiovaskular dari suatu
obesitas. Seorang dengan obesitas dapat tidak berkembang menjadi resistensi insulin dan
sebaliknya resistensi insulin dapat ditemukan pada individu tanpa obes (lean subjects). Interaksi
faktor genetik dan lingkungan akan memodifikasi tampilan metabolik dari suatu resistensi
insulin maupun obesitas.1
Jaringan adipose merupakan sebuah organ endokrin yang aktif mensekresi berbagai faktor pro
dan anti inflamasi seperti leptin, adiponektin, tumor nekrosis faktor alfa ( TNF-alfa), Interleukin6( IL-6) dan resistensi. Konsentrasi adiponektin plasma menurun pada kondisi DM tipe 2 dan
obesitas. Senyawa ini dipercayai memiliki efek antiaterogenik pada hewan coba dan manusia.
Sebaliknya, konsentrasi leptin meningkat pada kondisi resistensi insulin dan obesitas dan
berhubungan dengan risiko kejadian kardiovaskular tidak tergantung dari faktor risiko tradisional
kardiovaskular, IMT dan konsentrasi CRP. Sejauh ini belum diketahui apakah pengukuran
pengukuran marker hormonal dari jaringan adipose lebih baik daripada pengukuran secara
anatomi dalam memprediksi risiko kejadian kardiovaskular dan kelainan metabolic yang terkait.1
Dislipidemia
Dislipidemia yang khas pada sindrom metabolik ditandai dengan peningkatan trigliserida dan
penurunan kolesterol HDL. Kolesterol HDL biasanya normal, namun mengalami perubahan
struktur berupa peningkatan LDL. Peningkatan konsentrasi trigliserida plasma difikirkan akibat
peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati sehingga terjadi peningkatan produksi
trigliserida. Namun studi pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa peningkatan trigliserida
tersebut bersifat multifaktorial dan tidak hanya diakibatkan oleh peningkatan masukan asam
lemak bebas ke hati.
masih
merupakan
penatalaksanaan
dari
masing-masing
komponennya.
Demikian pula dengan efek metabolik, sebagai efek dari penurunan berat badan pemberian
sibutramin setelah 24 minggu yang disertai dengan diet dan aktivitas fisik, memperbaiki
konsentrasi trigliserida dan kolesterol HDL. Terapi pembedahan dapat dipertimbangkan pada
pasien-pasien yang berisiko serius akibat obesitasnya.1
Terapi buat hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular. Hipertensi juga mengakibatkan
microalbuminuria yang dipakai sebagai indicator independen morbiditas kadiovaskular pada
pasien tanpa diabetes atau hipertensi. Target tekanan darah berbeda antara subyek dengan DM
dan tanpa DM. Pada subyek dengan DM dan penyakit ginjal, target tekanan darah darah adalah <
130/80 mmHg, sedangkan pada bukan DM targetnya < 140/90 mmHg. 1 Untuk mencapai target
tekanan darah, penatalaksanaan tetap diawali dengan pengaturan diet dan aktivitas fisik.
Peningkatan tekanan darah ringan dapat diatasi dulu dengan upaya penurunan berat badan,
berolah raga, menghentikan rokok dan konsumsi alkohol serta banyak mengkonsumsi serat.
Namun apabila modifikasi gaya hidup sendiri tidak mampu mengendalikan tekanan darah maka
dibutuhkan pendekatan medikamentosa untuk mencegah komplikasi seperti infard miocard,
gagal ginjal kronik dan stroke.
Dalam suatu penelitian meta-analisis didapatkan bahwa enzim pengkonversi angiotensin dan
penghambat reseptor angiotensin mempunyai manfaat yang bermakna dalam meregresi hipertrofi
ventrikel kiri dibandingkan denagn penghambat beta adrenegik, diuretic dan antagonis kalsium.
Valsartan, suatu penghambat reseptor angiotensin, dapat mengurangi mikroaluminuria yang
diketahui sebagai faktor risiko independen kardiovaskular. Beberapa studi menyarankan
pemakian ACE inhibitor sebagai lini pertama pada penyandang hipertensi dengan sindrom
metabolik terutama bila ada DM. angiotensin reseptor bloker (ARB) dapat dugunakan apabila
tidak tolerans terhadap ACE inhibitor. Meski pemakian diuretic tidak dianjurkan pada subyek
dengan gangguan toleransi glukosa, namun pemakaian diuretic dosis rendah yang dikombinasi
dengan regimen lain dapat lebih bermanfaat dibandingkan efek sampingnya.1
Terapi gangguan toleransi glukosa
Intoleransi glukosa merupakan salah satu manifestasi sindrom metabolik yang dapat menjadi
awal suatu diabetes mellitus. Penelitian- penelitian yang ada menunjukkan adanya hubungan
10
yang kuat antara toleransi glukosa terganggu (TGT) dan risiko kardiovaskular pada sindrom
metabolik dan diabetes. Perubahan gaya hidup dan aktivitas yang teratur terbukti efektif dapat
menurunkan berat badan dan TGT. Modifikasi diet secara bermakna memperbaiki glukosa darah
2 jam pasca prandial dan konsentrasi insulin.1
Tiazolindion memiliki pengaruh yang ringan tetapi persisten dalam menurunkan tekanan darah
sistolik dan diastolic. Tiazolindion dan metformin juga dapat menurunkan konsentrasi asam
lemak bebas. Pada diabetes prevention program, penggunaan metformin dapat mengurangi
progresi diabetes sebesar 31 % dan efektif pada pasien muda dengan obesitas.1
Terapi untuk dislipidemia
Pilihan terapi untuk dislipidemia adalah perubahan gaya hidup yang diikuti dengan medika
mentosa. Namun demikian, perubahan diet dan latihan jasmani saja tidak cukup berhasil
mencapai target. Oleh karena itu, disarankan untuk memberikan obat berbarengan dengan
perubahan gaya hidup. Menurut ATP 3, setelah kolesterol LDL sudah mencapai target, sasaran
berikutnya adalah dislipidemia aterogenik. Pada konsentrasi trigliserida 200 mg/dl, maka target
terapi adalah non kolesterol HDL setelah kolesterol LDL terkoreksi. Terapi dengan gemfibrozil
tidak hanya memperbaiki profil lipid tetapi jugak secara bermakna dapat menurunkan risiko
kardiovaskular. Fenofibrat juga dapat menurunkan konsentrasi fibrinogen. Kombinasi fenofibrat
dan statin memperbaiki konsentrasi trigliserida, kolesterol HDL dan LDL.1
Target terapi berikutnya adalah peningkatan apoB. Beberapa studi menunjukkan apoB lebih baik
dalam menggambarkan dislipidemia aterogenik yang terjadi dibandingkan dengan kolesterol nin
HDL sehingga menyarankan apoB sebagai target terapi. Meskipun demikian, ATP 3 tetap
menyarankan pemakaian kolesterol non HDL sebagai target terapi mengingat di beberapa
tempat, sarana pemeriksaan apoB belum tersedia. Apabila konsentrasi trigliserida 500 mg/dL,
maka target terapi pertama adalah penurunan trigliserida untuk mencegah timbulnya pancreatitis
akut. Pada konsentrasi trigliserida < 500 mg/dL , terapi kombinasi untuk menurunkan trigliserida
dan kolesterol LDL, untuk kolesterol HDL tidak ada target terapi tertentu, hanya dinaikkan saja.1
2.10 Pencegahan
Pencegahan pada pasien Sindrom metabolik
11
2.11 Komplikasi
Antara penyakit-penyakit yang menyertai sindrom metabolik adalah;
1. Penyakit kardiovaskular
Risiko relatif onset baru CVD pada pasien dengan sindrom metabolik, pada pasien tanpa
diabetes, rata-rata 1.5 dan tiga kali lipat. Dalam sebuah penelitian, risiko penduduk yang
timbul pada pasien dengan sindrom metabolic untuk mengembangkan CVD adalah 34%
pada pria dan 16% pada wanita. Dalam studi yang sama, baik sinrom metabolic dan
diabetes stroke iskemik diprediksi dengan risiko lebih besar untuk pasien dengan sindrom
metabolic daripada untuk diabetes sendiri
2. DM tipe 2
Secara kesluruhan, risiko diabetes tipe 2 pada pasien dengan sindrom metabolik adalah
meningkat 3 sampai 5 kali lipat.
2.12 Prognosis
Penanganan adalah bersifat lebih kepada untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih
memperparah kondisi, jadi jika penangan baik maka prognosis juga baik. Jika tidak ditangani
dengan baik mungkin akan mengalami, penyakit kardiovaskular, DM, stroke, gagal ginjal kronis
dan meningkatnya mortilitas. Pencegahan dengan pendedahan sejak usia muda lagi dengan
melakukan aktivitas fisik yang teratur, pengontrolan gula darah dan tekanan darah.
Penutup
Kesimpulan
Sindrom metabolik merupakan kumpulan kelainan metabolik tubuh yang ditandai dengan 3 dari
kriteria berikut; obesitas sentral, dislipidemia, hipertensi, kadar gula darah yang abnormal, dan
resistensi insulin. Jika tidak ditangani dengan serious, berkomplikasi untuk terjadinya penyakit
12
kardiovaskular dan diabetes mellitus. Kumpulan penyakit ini bisa dicegah dari awal supaya
kehidupan sehari-harian kita akan lebih bermakna dan tidak bermasalah.
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata K M, Setiati S etc. Ilmu penyakit dalam.
In: Metabolik Endokrin. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit Interna Publishing; 2009. Hal
1865-76.
2. Santoso M, Pulunggono, Bara, Naland H, Winaktu G, Yasavati etc. Blok 21 Metabolik
endokrin 2. In: Ilmu Penyakit dalam - diabetus mellitus. Jakarta: Penerbit UKRIDA;
2014.
3. Longmore M, Wilkinson IB, Baldwin A, Wallin E. Oxford handbook of clinical medicine.
In: Endocrinology. 9th edi. Oxford: Oxford University Press; 2014. Page 199.
4. Walker BR, Colledge NR, Ralston SH, Penman ID. Davidsons principles and practice of
medicine. In: Diabetes mellitus. 22nd edi. China: Elsevier Limited; 2014. Page 805-6
5. Hammer GD, McPhee SJ. Pathophysiology of disease an introduction to clinical
medicine. In: Disorders of the endocrine pancreas. 7th Edi. China: Mc-Graw Hill
Education; 2014. Page 539.
13