Anda di halaman 1dari 13

Pendahuluan

Angka kematian maternal masih menjadi tolok ukur untuk menilai baik buruknya keadaan
pelayanan kebidanan dan salah satu indikator tingkat kesejahteraan ibu.Angka kematian maternal
di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Menurut SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun
1992 yaitu 421 per 100.000 kelahiran hidup, SKRT tahun 1995 yaitu 373 per 100.000 kelahiran
hidup dan menurut SKRT tahun 1998 tercatat kematian maternal yaitu 295 per 100.000 kelahiran
hidup. Diharapkan PJP II (Pembangunan Jangka Panjang ke II) (2019) menjadi 60 - 80 per
100.000 kelahiran hidup. Penyebab terpenting kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan
(40- 60%), infeksi (20-30%) dan keracunan kehamilan (20-30%), sisanya sekitar 5% disebabkan
penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan.
Perdarahan sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas perdarahan antepartum dan perdarahan
postpartum. Perdarahan antepartum merupakan kasus gawat darurat yang kejadiannya berkisar
3% dari semua persalinan, penyebabnya antara lain plasenta previa, solusio plasenta, dan
perdarahan yang belum jelas. Plasenta previa adalah plasenta yang implantasinya tidak normal,
sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum; kasus ini masih menarik dipelajari
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, karena faktor predisposisi yang masih sulit
dihindari, prevalensinya masih tinggi serta punya andil besar dalam angka kematian maternal
dan perinatal yang merupakan parameter pelayanan kesehatan.
Anamnesis
Anamnesis adalah suatu bentuk wawancara dokter dan pasien guna memperoleh informasi
sebanyak-banyaknya sehingga dapat membantu dalam penegakkan diagnosa. Beberapa hal yang
perlu ditanyakan diantaranya:1
1. Identitas Pasien
2. Keluhan Utama
Ada perdarahan dengan rasa sakit atau tidak?
Jumlahnya sedikit atau banyak?
3. Keluhan Tambahan
4. Tentang Menstruasi
Kapan hari pertama haid terakhir
Menarche umur berapa?
Apakah haid teratur
Berapa lama
Nyeri haid

Perdarahan antara haid


5. Tentang Kehamilan
Berapa kali hamil
Adakah komplikasi pada kehamilan terdahulu
Apakah pernah keguguran, berapa kali, umur kehamilan
6. Tentang persalinan
Berapa kali bersalin?
Bagaimana persalinan terdahulu, komplikasi?
Berapa berat badan bayi waktu lahir?
Kalau persalinan dengan Sectio Caesarea apa alasannya
7. Riwayat Perkawinan
Berapa kali menikah
Pernikahan sekarang sudah berapa lama
8. Riwayat penyakit pasien
Penyakit berat yang pernah diderita pasien
Operasi didaerah perut dan alat kandungan.
9. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit pada anggota keluarga yang berhubungan dengan penyakit herediter
Adakah keturunan kembar
Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan umum

Pada pemeriksaan umum akan diperiksa keadaan umum, sikap,dan kesadaran pasien.
Selanjutnya dilakukan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital seperti tekanan darah, suhu tubuh,
denyut nadi, serta frekuensi pernapasan.1

Pemeriksaan Obstetri

Pemeriksaan ini terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.


1. Inspeksi
Pada tahap ini, akan diperiksa beberapa hal diantaranya bentuk perut, terdapat bekas
luka/operasi, perubahan warna kulit (linea nigra, striae gravidarum) atau tidak, serta terdapat
tumor atau tidak.1
2. Palpasi
Palpasi yang dilakukan ada Leopold 1 4.
1. Leopold 1
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan tinggi fundus serta menentukan bagian
tubuh anak apa yang terletak dibagian atas. Cara pemeriksaannya adalah pasien tidur

terlentang dengan lutut ditekuk dan pemeriksa berdiri disebelah kanan pasien menghadap
kearah kepala pasien, dengan kedua tangan menentukan bagian apa dari anak yang
terletak dalam fundus. Apabila kepala maka akan didapatkan bentuk bulat, keras dan ada
ballottement. Sedangkan apabila bokong maka akan didapatkan bentuk yang tidak begitu
bulat, konsistensinya lunak, dan tidak ada ballottement. Pada letak lintang, fundus
kosong.
2. Leopold 2
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan letak punggung anak. Cara pemeriksaannya
adalah posisi pemeriksa sama halnya dengan Leopold 1, lalu dengan kedua belah jari-jari
uterus ditekan ketengah untuk menentukan dimana letak punggung anak : kanan atu kiri.
Punggung anak memberikan tahanan besar.Pada letak lintang dipinggir kanan kiri uterus
terdapat kepala atau bokong.
3. Leopold 3
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan bagian terendah anak apakah sudah masuk
ke pintu atas panggul atau tidak. Cara pemeriksaannya adalah posisi pemeriksa tetap
sama seperti leopold 1, pemeriksa memakai satu tangan menentukan apa yang menjadi
bagian bawah (kepala atau bokong), bagian bawah coba digoyangkan apabila masih bisa,
berarti bagian tersebut belum terpegang oleh panggul.
4. Leopold 4
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan seberapa jauh bagian tubuh anak sudah
memasuki rongga panggul.Cara pemeriksaan adalah posisi pasien tetap, pemeriksa
menghadap kearah kaki pasien, dengan kedua belah tangan ditentukan seberapa jauh
bagian tubuh anak yang paling bawah sudah memasuki rongga panggul. Hal ini
ditentukan dengan cara, apabila posisi tangan konvergen, berarti baru sebagian kecil
kepala masuk panggul, apabila posisi tangan sejajar, berarti separuh dari kepala masuk
kedalam rongga panggul, sedangkan apabila posisi tangan divergen, berarti sebagian
besar kepala sudah masuk panggul.1
3. Auskultasi
Auskultasi bisa dilakukan dengan stetoskop kebidanan atau dengan fetal heart detector
(Doppler). Pada auskultasi bisa didengar bermacam bunyi dari anak akan terdengar bunyi
jantung, bising tali pusat, gerakan anak selain itu juga dapat didengar bermacam bunyi dari
ibu diantaranya bising arteri uterina, bising aorta, bising usus. Bunyi jantung anak dengan

Doppler dapat didengar sejak umur kehamilan 12 minggu sedang dengan stetoskop baru
didengar pada umur kehamilan 26 minggu. Frekuensi bunyi jantung anak antara 120 -140 per
menit. Karena letak janin normal dalam posisi kyphose, dan didepan dada terdapat tangan,
maka bunyi jantung janin paling jelas terdengar didaerah punggung anak dekat kepala. Pada
presentasi kepala, tempatnya ialah di kiri atau kanan sedikit dibawah pusat. Bila janin masih
kecil, bunyi jantung anak dicari dengan Doppler digaris tengah diatas symphisis . Bunyi
jantung anak dihitung frekuensinya dan keteraturannya.1
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang sangat penting untuk dapat memastikan diagnosis plasenta previa dan
menetapkan kondisi umum ibu, khususnya fetus. Pemeriksaan penunjang yang digunakan adalah
ultrasonografi.2 Tingkat akurasinya adalah sekitar 96-98%.Hasil positif palsu sering disebabkan
oleh distensi kandung kemih. Karena itu, ultrasonografi pada kasus yang tampaknya positif harus
diulang setelah kandung kemih dikosongkan. Sumber kesalahan yang jarang adalah identifiaksi
plasenta yang sebagian besar berimplantasi di fundus tetapi tidak disadari bahwa plasenta
tersebut besar dan meluas ke bawah sampai ke os interna serviks. Pemakaian ultrasonografi
transvaginal telah secara nyata menyempurnakan tingkat ketepatan diagnosis plasenta previa.3
Pemeriksaan laboratorium juga dibutuhkan, terutama pemeriksaan darah lengkap, yang diukur
adalah Hb, Ht, trombosit, waktu tromboplastin, leukosit.2,3
Tabel 1. Pemeriksaan laboratorium pada kasus perdarahan antepartum.1
Pemeriksaan
Darah Lengkap

Keterangan
Untuk mendapatkan gambaran keasaan darah dan persiapan untuk

Albumin

memberikan transfuse
Untuk menentukan jumlah absolute albumin yang mencerminkan
keadaan osmotic darah. Jika terlalu rendah dapat terjadi ekstravassasi

Trombosit darah
Waktu pembekuan
Waktu pendarahan

cairan darah dan menimbulkan edema


- Untuk menetapkan apakah terjadi gangguan pembekuan darah,
sekalipun hanya mungkin terjadi pada pendarahan antepartum yang
banyak
- Gangguan faktor pembekuan darah akan dapat disubstitusi sehingga
akan mengurangi perdarahan akibat gangguanfaktor pembekuan
darah

- Beberapa faktor pembekuan darah dapat diberikan, antara lain trombosit


Urine lengkap

atau fibrinogen
- Perhatikan jumlah urine setiap jam karena perdarahan banyak akan
menimbulkan oligouria bahan anuria
- Hasil lainnya akan menunjukkan kemungkinan sudah terjadinya
gangguan ginjal

Diagnosis kerja
Plasenta previa ialah plansenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen-bawah uterus
sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.Pada keadaan normal plasenta
terletak di bagian atas uterus. Plasenta previa dapat mengakibatkan pendarahan pada kehamilan
di atas 22 minggu.2,3
Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan
lahir pada waktu tertentu. Pembagiannya sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Plasenta previa totalis. Seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta


Plasenta previa parsialis. Sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta
Plasenta previa marginalis. Pinggir plasenta tepat pada pinggir pembukaan
Plasenta letak rendah. Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen-segmen bawah
uterus, akan tetapi belum samapai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggur plasenta kirakira 3-4 cm di atas pinggir pmbukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan
lahir.

Adapun keadaan lain yang disebut vasa previa, yaitu keadaan dengan pembuluh-pembuluh janin
berjalan melewati selaput ketuban dan terdapat di os. Interna.Kondisi ini merupakan penyebab
penarahn antepartum yang jarang dan memiliki angka kematian janin yang tinggi.
Karena klsifikasi ini tidak didasarkan pada keadaan anatomic melainkan fisiologik, yaitu
bergantung pada pembukaan serviks saat diperiksa, maka klasifikasinya akan berubah setiap
waktu. Sebagai contoh: plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah
menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm. Sebaliknya, plasenta yang letaknya
rendah pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa parsial pada pembukaan 8 cm
karena serviks yang berdilatasi akan memanjangkan plasenta. Pada plasenta previa totalis dan
parsial, terlepasnya plasenta secara spontan sampai tahap tertentu merupakan konsekuensi yang

tidak terhindarkan dari pembentukan segmen bawah uterus dan pembukaan serviks. Pelepasan
ini menyebabkan pendarahan akibat robeknya pembuluh darah. Tentu saja observasi seperti ini
tidak akan terjadi apabila ditangani dengan baik. Palpasi dengan jari untuk memastikan
hubungan perubahan antara tepi plasenta dan os interna sewaktu serviks membuka dapat memicu
pendarahan hebat.3

Diagnosis banding
Selain plasenta previa, solution plasenta juga memiliki gejala pendarahan. Berikut perbedaan
plasenta previa dan solution plasenta.4
1
2

Faktor perbedaan
Timbulnya
Rasa sakit

Plasenta previa
Tiba-tiba, tidak diikuti his
Tidak ada

Solution plasenta
Tiba-tiba diikuti his
Hebat
terutama

jenis

3
4

Perdarahan
Fundus uteri

Banyak, dimulai sedikit sedikit


Uterus lemas

concoaled
Banyak/sedikit
Meninggi
pada

jenis

Keadaan umum

Sesuai

6
7
8
9

Bagian terendah anak


Bagian-bagian anak
DJA
Darah yang keluar

pendarahan, pasien tegang


Masih tinggi/kelainan
Mudah diraba, biasa
Biasanya terdengar
Merah segar

dengan

concoaled dan tegang


jumlah Tidak sesuai dengan jenin
perdarahan, pasien gelisah
Sudah turun dalam inlet
Sukar diraba
Biasanya tidak terdengar
Merah kehitaman

Epidemiologi
Plasenta previa menjadi penyulit pada 0,5% persalinan. Plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 di
antara 200 persalinan. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, antara tahun 1971-1975,
terjadi 37 kasus plasenta previa di antara 4781 persalinan yang tidak terdaftar, atau kira-kira di
antara 125 persalinan terdaftar.3
Etiologi
Plasenta previa merupakan salah satu penyebab serius perdarahan pada periode trimester ketiga.
Hal ini biasanya terjadi pada wanita dengan kondisi sebagai berikut :
1. Paritas

Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup diluar rahim (28
minggu) .Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara daripada
primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan vaskularisasi yang berkurang dan
perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan masa lampau. Aliran darah ke plasenta tidak
cukup dan memperluas permukaannnya sehingga menutupi pembukaan jalan lahir. Pada paritas
tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena keadaan endomentrium kurang subur.3,4
2. Usia ibu
Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Kematian maternal pada wanita
hamil dan melahirkan pada usia< 20 dan > 35 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada
kematian maternal yang terjadi pada usia 20-35 tahun.
Prevalensi plasenta previa meningkat 3 kali pada umur ibu > 35 tahun. Plasenta previa dapat
terjadi pada umur diatas 35 tahun karena endometrium yang kurang subur, sklerosis pembuluh
darah arteri kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak
merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk
mendapatkan aliran darah yang adekuat. Plasenta previa terjadi pada umur muda karena
endometrium masih belum sempurna.
3. Riwayat pembedahan rahim, termasuk seksio sesarea (risiko meningkat seiring peningkatan
jumlah seksio sesarea).
Seksio sesarea yaitu pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan
dinding uterus.3Riwayat persalinan sesarea akan meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa
yaitu (3,9 %) lebih tinggi bila dibandingkan dengan angka (1,9 %) untuk keseluruhan populasi
obstetric. Kejadian plasenta previa meningkat pada ibu dengan riwayat seksio sesarea di
sebabkan karena endometrium yang cacat akibat bekas luka sayatan.
4. Kehamilan kembar (ukuran plasenta lebih besar).
Kehamilan kembar yaitu Kehamilan dengan 2 janin atau lebih. Pada kehamilan kembar ukuran
plasenta lebih besar dari ukuran normal dan tempat implantasinya membutuhkan ruang yang
luas, untuk mendapatkan aliran darah yang lebih kuat.3,5
Patofisiologi
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi pada trimester
ketiga karena saat itu segmen bawah uterus akan semakin melebar dan serviks mulai membuka.

Perdarahan ini terjadi apabila plasenta terletak diatas ostium uteri interna atau di bagian bawah
segmen rahim. Pembentukan segmen bawah rahim dan pembukaan ostium uteri interna akan
menyebabkan robekan plasenta pada tempat perletakannya. Darah yang berwarna merah segar,
sumber perdarahan dari plasenta previa ini ialah sinus uterus yang robek karena terlepasnya
plasenta dari dinding uterus , atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya
tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk
berkontraksi menghentikan perdarahan pada kala III pada plasenta yang letaknya normal.
Semakin rendah letak plasenta, maka semakin dini perdarahan yang terjadi. Oleh karena itu,
perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih daripada plasenta letak rendah yang
mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai.3,4,5
Gambaran klinik
Pendarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dari plasenta previa.
Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa. Pendarahan pertama biasanya
tidak banyak, sehingga tidak akan berakibat fatal. Akan tetapi, pendarahan berikutnya hampir
selalu lebih banyak daripada sebelumnya, apalagi kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan
dalam. Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak
jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen-segmen uterus telah
terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen-bawah
uterus akan melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen
bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh
plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus.Pada saat
itu mulailah terjadi pendarahan. Darahnya berwarna merah segar, berlainan dengan darah yang
disebabkan oleh solution plasenta yang berwarna kehitam-hitaman. Sumber pendarahan ialah
sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan
sinus marginalis dari plasenta. Pendarahannya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan
serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan pendarahan itu, tidak
sebagaimana serabut otot uterus menghentikan pedarahan pada kala III dengan plasenta yang
letaknya normal.Makin rendah plasenta, makin dini pendarahan terjadi. Oleh karena itu,
pendarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah,
yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai.3

Turunnya bagian terbawah janin ke dalam pintu atas panggul akan terhalang karena adanya
plasenta di bagian bawah uterus. Apabila janin dalam presetasi kepala, kepalanya akan
didapatkan belum masuk ke dalam pintu atas panggul yang mungkin karena plasenta previa
sentralis; mengolak ke samping karena plasenta previa parsialis; menonjol di atas simfisis karena
plasenta previa posterior; atau bagian terbawah janin sukar ditentukan karena plasenta previa
anterior. Tidak jarang terjadi kelainan letak, seperti letak lintang atau letak sungsang.
Nasib janin tergantung dari banyaknya pendarahan, dan tuanya kehamilan pada waktu
persalinan. Pendarahan mungkin masih dapat diatasi dengan transfuse darah, akan tetapi
persalinan yang terpaksa diselesaikan dengan janin yang masih premature tidak selalu dapat
dihindarkan.
Apabila janin telah lahir, plasenta tidak selalu mudah dilahirkan karena sering mengadakan
perlekatan yang erat dengan dinding uterus. Apabila plasenta telah lahir, pendarahan post partum
sering kali terjadi karena kekurangmampuan serabut-serabut otot segmen-bawah uterus untuk
berkontraksi menghentikan pendarahan dari bekas insersio plasenta; atau, karena perlukaan
serviks dan segmen-bawah uterus yang rapuh dan mengandung banyak pembuluh darah besar,
yang dapat terjadi bila persalinan berlangsung per vaginam.5
Penatalaksanaan
1. Terapi ekspektatif (pasif)
Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita dirawat tanpa melakukan
pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara non invasif.
Pemantauan klinis dilakukan secara ketat dan baik.
Syarat-syarat terapi ekspektatif :
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
Penanganan pasif pada kasus kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit kemudian
berhenti di maksudkan dapat memberikan kesempatan pada janin untuk tetap tumbuh dan
berkembang dalam kandungan sampai janin matur.Dengan demikian angka kesakitan dan
kematian neonatal karena kasus preterm dapat ditekan.
b. Belum ada tanda-tanda in partu.
Menunda tindakan pengakhiran kehamilan segera pada kasus plasenta previa bila tidak
terdapat tanda-tanda inpartu ditujukkan untuk mempertahankan janin dalam kandungan.Hal

ini memberikan peluang janin untuk tetap berkembang dalam kandungan lebih lama sampai
aterm, dan dengan demikian pula kemungkinan janin hidup di luar kandungan lebih besar
lagi.
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).
Selama ibu tidak memiliki riwayat anemia, terapi pasif dapat dilakukan karena kemungkinan
perdarahan berkelanjutan kecil terjadi karena kadar Hb normal bila sebelumnya tidak
dilakukan pemeriksan dalam.
d. Janin masih hidup.
Bila janin masih hidup, berarti besar kemungkinan janin masih dapat bertahan dalam
kandungan sampai janin matur. Sehingga tidak perlu mengakhiri kehamilan dengan segera
karena hanya akan memperkecil kesempatan hidup janin bila sudah berada di luar
kandungan.
2. Terapi aktif
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus
segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin. Cara menyelesaikan
persalinan dengan plasenta previa :.
a.

Seksio sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu,
sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini

b.

tetap dilakukan.
Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan tersebut dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1)

Amniotomi dan akselerasi


Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/ marginalis dengan pembukaan >
3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, plasenta akan mengikuti
segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada
atau masih lemah, akselerasi dengan infus oksitosin.

2)

Versi Braxton Hicks


Tujuan melakukan versi Baxton Hicks ialah mengadakan tamponade plasenta dengan
bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih
hidup.

3)

Traksi dengan Cunam Willet


Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri beban secukupnya
sampai perdarahan berhenti.Tindakan ini kurang efektif untuk menekan plasenta dan
seringkali menyebabkan pendarahan pada kulit kepala. Tindakan ini biasanya

dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan tidak aktif.6
Menurut Manuaba ,Plasenta previa dengan perdarahan merupakan keadaan darurat
kebidanan yang memerlukan penanganan yang baik. Bentuk pertolongan pada plasenta
previa adalah :
1) Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu dan anak untuk
mengurangi kesakitan dan kematian.
2)
Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk dapat
melakukan pertolongan lebih lanjut.
3)
Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat mengambil sikap
melakukan rujukan ke tempat pertolongan yang mempunyai fasilitas yang cukup.6
Komplikasi
Berikut ini adalah kemungkinan komplikasi plasenta previa :
1. Pertumbuhan janin lambat karena pasokan darah yang tidak mencukupi. Adanya atrofi pada
desidua dan vaskularisasi yang berkurang menyebabkan suplai darah dari ibu ke janin
berkurang. Dalam darah terdapat oksigen dan zat-zat makanan yang dibutuhkan tubuh janin
untuk berkembang. Kekurangan suplai darah menyebabkan suplai makanan berkurang.
2. Anemia janin
Tekanan yang ditimbulkan terus menerus pada plasenta akan mengurangi sirkulasi darah
antara uterus dan plasenta sehingga suplai darah ke janin berkurang.
3. Shock dan kematian ibu jika pendarahan berlebihan.
Pada kasus yang terbengkalai, bila ibu tidak mendapatkan pertolongan transfuse darah
akibat banyak kehilangan darah akibat perdarahan hebat dapat menyebabkan shock bahkan
kematian pada ibu.
4. Infeksi dan pembentukan bekuan darah
Luka pada sisa robekan plasenta rentan menimbulkan infeksi intrauterine. Ibu dengan
anemia berat karena perdarahan dan infeksi intrauterine, baik seksio sesarea maupun
persalinan pervaginam sama-sama tidak mengamankan ibu maupun janinnya.6

Prognosis
Dengan penanganan yang baik seharusnya kematian ibu karena plasenta previa rendah sekali,
atau tidak ada sama sekali. Sejak diperkenalkannya penangana ppasif pada tahu 1945, kematian
perinatal berangsur-angsur dapat diperbaiki.Walaupun demikian, hingga kini kematian perinatal
yang disebabkan prematuritas tetap memegang peranan utama.
Penanganan pasif maupun aktif memerlukan fasilitas tertentu, yang belum dicukupi pada banyak
tempat di tanah air kita, sehingga beberapa tindakan yang sudah lama ditinggalkan oleh dunia
kebidanan mutakhir mmasih terpaksa dipakai juga seperti pemasangan cunam Willet, dan versi
Braxton-Hicks. Tindakan-tindakan ini sekurang-kurangnya masih dianggap penting untuk
menghentikan pendarahan dimana fasilitas seksio sesarea belum ada. Dengan demikian tindakantindakan itu lebih banyak ditujukan demi keselamatan ibu daripada janinnya.2,3
Kesimpulan
Berdasarkan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa perdarahan antepartum adalah perdarahan yang
terjadi pada kehamilan berumur diatas 22 minggu.Penyebabnya antara lain placenta previa, solusio
placenta, dan perdarahan yang belum jelas sumbernya. Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya
abnormal, yaitu pada segmen-bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan
jalan lahir.Gejala klinis yang khas adalah perdarahan yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya rasa
sakit.Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penyakit ini terdiri dari terapi ekspektatif dan
terapi aktif.Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya anemia, pertumbuhan janin lambat, shock,
serta infeksi.Prognosis penyakit ini tergantung dari kecepatan penanganan terhadap penyakit
ini.Oleh karena itu, dengan pemaparan makalah ini diharapkan dapat memberi informasi seputar
plasenta previa sehingga dapat membantu menurunkan prevalensi penyakit ini.

Daftar pustaka
1.
2.
3.
4.

Manuaba, Ida Bagus. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC. 2007. Hal:481-96
Cunningham FG. Obstetric Williams ed. 21. Jakarta: EGC. 2005. Hal: 685-737
Sumapraja S, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka. 2007. Hal: 362-85
Oxorn, H. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia

Medika. 2003. Hal: 90-5


5. Datta, Misha. Rujukan Cepat Obstetri & Ginekologi. Jakarta: EGC. 2010. Hal: 111-2
6. Achadiat M. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC. 2003. Hal: 40-3

Anda mungkin juga menyukai