PENDAHULUAN
1.1.
akan
semakin
berkurang.
Hal
ini
disebabkan
sifat kebasahan batuan yang kuat, distribusi fluida reservoir yang tidak
merata, tingginya viskositas minyak, kecilnya porositas dan permeabilitas
batuan, serta besarnya tegangan antar muka. Untuk mengatasi hal tersebut
maka perlu diterapkan tahap selanjutnya yaitu tahap tertiery recovery atau
biasa yang disebut dengan metode Enhanced Oil Recovery (EOR) yang
sesuai dengan kondisi reservoir di masing masing sumur minyak.
Pada
teknik
produksi
primer
(primary
recovery)
yaitu
1.2.
1.3.
Batasan Masalah
Dalam penulisan komprehensif ini penulis menitik beratkan pada
penjelasan secara umum tentang metode Enhanced Oil Recovery dan lebih
spesifik
pada
Waterflooding.
penjelasan
mengenai
prinsip
kerja
dari
metoda
1.4.
Sistematika Penulisan
Pada dasarnya pembaca akan melihat abstrak dari suatu laporan
sebelum membaca laporan secara keseluruhan. Untuk lebih mempermudah
para pembaca dalam memahami isi dari komprehensif yang penulis
sajikan, maka penulis memberikan suatu sistematika penulisan yang mana
ini komprehensif ini terdiri dari beberapa bab yang saling berhubungan
satu dengan yang lainnya sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, maksud dan tujuan
komprehensif, batasan masalah, serta sistematika penulisan.
BAB II
KARAKTERISTIK RESERVOIR
Bab ini berisi tentang penjelasan mengenai karakteristik
batuan reservoir, karakteristik fluida reservoir, kondisi
reservoir dan juga jenis jenis dari reservoir.
BAB III
BAB IV
WATERFLOODING
Bab ini memberikan penjelasan mengenai pengertian
Waterflooding,
prinsip
kerja
Waterflooding,
tujuan
BAB V
STUDI KASUS
Pada bab ini akan dibahas mengenai kasus lapangan dengan
penambahan beberapa sumur injeksi dengan perhitungan
menggunakan metode Buckley-Leverett.
BAB VI
PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan memberikan ulasan atau rangkuman
dari studi kasus pada bab sebelumnya.
BAB VII
KESIMPULAN
Bab ini berisi ulasan atau jawaban dari semua tujuan dari
penulisan laporan komprehensif ini.
BAB II
KARAKTERISTIK RESERVOIR
2.1.
Batu Pasir
Menurut Pettijohn, batupasir dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
Orthoquarzites, Graywacke dan Arkose.
Orthoquarzites, merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk
dari proses yang menghasilkan unsur silica yang tinggi, dengan
tidak mengalami metamorfosa dan pemadatan, terutama terdiri atas
mineral kwarsa (quartz) dan mineral lainnya yang stabil. Material
dan carbonate.
Arkose, merupakan jenis batupasir yang biasanya tersusun dari
quartz sebagai mineral yang dominan, meskipun seringkali mineral
arkose feldspar jumlahnya lebih banyak dari quartz.
b)
Batuan Karbonat
Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mempunyai
komposisi yang dominan (lebih dari 50%) terdiri dari garam-garam
karbonat. Seluruh proses pembentukan batuan karbonat tersebut terjadi
pada lingkungan laut, sehingga praktis bebas dari detritus asal darat,
yang dalam prakteknya secara umum meliputi Limestone dan Dolomit.
80%
calcium
carbonate
atau
magnesium.
Fraksi
Batuan Shale
Pada umumnya unsur penyusun shale ini terdiri dari lebih kurang
58% silicon dioxide (SiO2), 15% aluminium oxide (Al2O3), 6% iron
oxide (FeO) dan Fe2O3, 2% magnesium oxide (MgO), 3% calcium
oxide (CaO), 3% potassium oxide (K2O), 1% sodium oxide (Na2O) dan
5% air (H2O). sisanya adalah metal oxide dan anion.
(Fagan, Alphonsus,
An Introduction to The
Petroleum
Industry. 1991)
10
Vp
Vp
VbVgr
=
=
x 100 ............................................(2-1)
Vb Vgr +Vp
Vb
Dimana :
Vp
Vb
Vgr
x 100% =
gb
gf (2-3)
Dimana : e
= Porositas efektif, fraksi (%)
g = Densitas butiran, gr/cc
b = Densitas total, gr/cc
f = Densitas formasi, gr/cc
11
Porositas (%)
Kualitas
05
5 10
Dianggap Jelek
10 15
Dianggap Sedang
15 20
Dianggap Baik
Diatas 20
Sangat Baik
2) Permeabilitas ( k )
Permeabilitas didefinisikan sebagai ukuran media berpori untuk
meloloskan/melewatkan fluida. Apabila media berporinya tidak saling
12
13
Q=
k . A dP
dL .............................................................................(2-4)
Dimana : Q
14
= permeabilitas, darcy
= viskositas, cp
15
16
Krw=
K off
K abc ............................................................................(2-5)
Krw =
Kw
K abc ...........................................................................(2-6)
Kro =
Ko
K abc ............................................................................(2-7)
Krg =
Kg
K abc ............................................................................(2-8)
Dimana : Krw
Kro
Krg
17
18
3) Tegangan Permukaan
Di dalam sistem multifasa terjadi gaya tarik menarik di daerah
interface (antar muka) pada fluida yang tidak saling bercampur missal
antara minyak dan air apabila dicampurkan maka akan muncul
tegangan antar muka sehingga minyak dan air tetap dalam keadaan
terpisah.
Jadi tegangan antar muka muncul akibat adanya gaya unbalanced
dari molekul molekul fluida, sehingga diantara permukaan molekul
molekul tersebut muncul suatu membran. Dalam kata lain tegangan
antar muka adalah besarnya gaya per satuan panjang yang diperlukan
untuk memperluas permukaan interface, umunya ditulis dalam satuan
dyne/cm2.
4) Saturasi
Saturasi adalah perbandingan antara volume pori-pori batuan yang
terisi fluida formasi tertentu terhadap total volume pori-pori batuan
yang terisi fluida atau jumlah kejenuhan fluida dalam batuan reservoir
per satuan volume pori. Oleh karena didalam reservoir terdapat tiga
jenis fluida, maka saturasi dibagi menjadi tiga yaitu saturasi air (Sw),
19
saturasi minyak (So) dan saturasi gas (Sg), dimana secara matematis
dapat ditulis :
Sw =
So =
Sg =
Sw + So + Sg = 1...........................................................................(2-12)
Untuk
sistem
air-minyak,
maka
persamaan
(2-12)
dapat
disederhanakan menjadi :
Sw + So = 1....................................................................................(2-13)
20
21
Gambar 2.6. Distribusi Fluida Sepanjang injeksi Air pada Batuan Water wet
(John Lee, 1995)
22
23
Dimana: St
Swirr
Sgirr
Soirr
5) Resistiviti
Batuan reservoir terdiri atas campuran mineral-mineral, fragmen
dan
pori-pori.
Padatan-padatan
mineral
tersebut
tidak
dapat
24
rA
L ......................................................................................(2-15)
Dimana :
= Tahanan, ohm
= Panjang konduktor, m
25
F=
Ro
R w ......................................................................................(2-16)
Dimana : Ro
6) Wettabiliti
Wettabiliti didefinisikan sebagai suatu kemampuan batuan untuk
dibasahi oleh fasa fluida atau kecenderungan dari suatu fluida untuk
menyebar atau melekat ke permukaan batuan. Sebuah cairan fluida
akan bersifat membasahi bila gaya adhesi antara batuan dan partikel
cairan lebih besar dari pada gaya kohesi antara partikel cairan itu
sendiri. Tegangan adhesi merupakan fungsi tegangan permukaan setiap
fasa didalam batuan sehingga wettabiliti berhubungan dengan sifat
interaksi (gaya tarik menarik) antara batuan dengan fasa fluidanya.
Dalam sistem reservoir digambarkan sebagai air dan minyak atau gas
yang terletak diantara matrik batuan. Untuk sistem fasa fluida
pembasahnya dibedakan atas:
26
umumnya
hidrokarbon.
sangat
sukar
bergerak
ke
reservoir
27
Gambar 2.7. Sistem pembasahan batuan oleh air dan minyak (John Lee,1995)
28
A T = so sw= wo cos
Dimana : AT
so
............................................................(2-17)
permukaan
benda
padat-minyak,
dyne/cm
sw
wo
29
Pc = Pnw Pw...............................................................................(2-18)
Dimana : Pc
Pnw
Pw
30
Gambar 2.8. Proses aliran sistem imbibisi dan drainage (John Lee, 1995)
31
batuan
dengan
fluida
yang
berisi
bersifat
membasahi.
32
Pa Pw = Pc =
w . g . h
............................................................(2-19)
Pa Pw = Pc = (
Dimana :
Pa
w o . g . h
..................................................(2-20)
33
2.2.
Pw
Pc
= Tinggi kolom, m
34
akan sangat jarang dapat ditemukan di tempat lain dengan komposisi yang
sama, karena daerah pembentukkannya berbeda.
2.2.1. Sifat Sifat Fisik Fluida Reservoir
Fluida reservoir terdiri dari fluida hidrokarbon dan air formasi.
Hidrokarbon sendiri terdiri dari fasa cair (minyak bumi) maupun fasa gas,
tergantung pada kondisi (tekanan dan temperatur) reservoir yang
ditempati. Perubahan kondisi reservoir akan mengakibatkan perubahan
fasa serta sifat fisik fluida reservoir.
Fluida minyak bumi dijumpai dalam bentuk cair, sehingga sesuai
dengan sifat cairan pada umumnya. Pada fasa cair, jarak antara molekulmolekulnya relatif lebih kecil daripada gas. Sifat-sifat minyak bumi yang
akan dibahas adalah densitas dan spesifik grafiti, viskositas, faktor volume
formasi, kelarutan gas, dan kompressibilitas.
35
Dimana :
v = kecepatan efusi/difusi gas
d = densitas gas.
Hukum Avogadro mengatakan bahwa kondisi tekanan, temperatur
dan volume tertentu, massa jenis gas berbanding lurus dengan berat
molekulnya, atau secara matematis dinyatakan sebagai berikut :
d1 M 1
=
d 2 M 2 ..................................................................................(2-22)
Dimana :
d = densitas gas.
M = berat molekul gas
Didalam specific gravity gas memiliki faktor deviasi gas, biasanya
dinamakan dengan gas ideal. Suatu gas ideal adalah fluida yang :
36
1.
Memiliki
volume
dari
molekul
relatif
dapat
diabaikan
2.
3.
berada.
Semua tumbukan dari molekul elastis murni, yang berarti tidak
ada kehilangan energi dalam akibat tubrukan tadi.
Dasar untuk menggambarkan suatu gas ideal adalah hukum gas,
antara lain hukum Boyle, hukum Charles dan hukum Avogadro. Dari
gabungan antara ke tiga hukum tersebut, didapat persamaan
kesetimbangan :
P.V = n.R.T.....................................................................................(2-23)
Dimana : P
= Tekanan, psia
= Volume, cuft
= Temperatur, oR
37
Z = f (Ppr, Tpr)...............................................................................(2-25)
Dimana Persamaannya adalah :
Ppr
= P/Ppc
Tpr
= T/Tpc
Tpc
= yi. Tci,
Ppc
= yi. Pci.
Dimana :
yi
Tci
Pci
volume
formasi
gas
(Bg)
didefinisikan
sebagai
Bg =
0.0283. Z . T Ft 3
P
scf
( ) atau Bg =
0.00504 . Z . T bbl
(
)
P
scf ....(2-26)
Gas ideal :
C=
P nRT
1
=
2
nRT
P
P
......................................(2-27)
38
1
1
C=
P
Z
Gas nyata :
Z( ) ................................................(2-28)
P
dan
komposisi.
Carr-Kobayashi-Burrows
membuat
persamaan yaitu :
1=f ( M ,T )=f ( , T )
Dimana :
1 = viskositas pada tekanan 1 atm
= viskositas pada tekanan > 1 atm
e) Densitas Gas (g)
39
m PM
=
V RT ............................................................................(2-30)
Dimana :
m
= berat gas, lb
= temperatur, oR
SG Minyak =
BJ minyak
.........................................................(2-31)
BJ air
40
API =
141.5
131,5
................................................................(2-32)
SG
41
Tekanan reservoir
Bila temperatur dianggap tetap maka Rs akan naik bila tekanannya
naik.
Komposisi gas
Pada tekanan dan temperatur tertentu Rs akan berkurang dengan
berat
jenis
minyak
atau
naiknya
API
minyak.
Kelarutan gas dalam minyak sangat dipengaruhi oleh cara
bagaimana gas dibebaskan dari larutan hidrokarbon.
d) Faktor Volume Formasi Minyak (Bo)
Faktor volume formasi minyak didefinisikan sebagai volume
dalam barrel pada kondisi reservoir yang ditempati oleh satu stock
tank barrel minyak termasuk gas yang terlarut. Atau dengan kata lain
perbandingan antara volume minyak termasuk gas yang terlarut pada
kondisi reservoir dengan volume minyak pada kondisi standard (14,7
psia, 60oF). Satuan yang digunakan adalah bbl/stb. Istilah faktor
penyusutan atau shrinkage factor sering digunakan sebagai kebalikan
dari harga faktor volume formasi minyak ( Bo).
e) Kompresibilitas Minyak
Kompressibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume
minyak akibat adanya perubahan tekanan. Untuk kompressibilitas
minyak yang berada diatas tekanan gelembung dapat dinyatakan
dengan :
42
Co = -
1 dV
.
V dP ...........................................................................(2-33)
dengan
turunnya
tekanan
dan
ini
menyebabkan
43
44
Cw
45
2.2.2.2.
46
47
2.2.2.3.
48
Konstituen
Na
Ca
Mg
Fe
Cl
HCO3
SO4
CO3
Total
49
Ion ion tersebut diatas yaitu kation dan anion akan tergabung
berdasarkan beberapat sifat yaitu:
1. Salinitas Primer
Yaitu bila alkali bereaksi dengan asam kuat misalnya NaCl dan
Na2SO4-.
2. Salinitas Sekunder
Yaitu bila alkali tanah bereaksi dengan asam kuat misalnya CaCl 2,
MgCl2, CaSO4, MgSO4.
3. Alkalinitas Primer
Yaitu apabila alkali bereaksi dengan asam lemah seperti Na 2CO3 dan
Na(HCO3)2
4. Alkalinitas Sekunder
Yaitu bila alkali tanah bereaksi dengan asam lemah seperti CaCO3,
MgCO3, Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2.
2.3.
Kondisi Reservoir
Kondisi reservoir terdiri dari tekanan dan temperatur reservoir, kedua
besaran ini merupakan besaran yang sangat berpengaruh terhadap batuan
reservoir maupun fluida yang dikandungnya (air, minyak dan gas).
Kondisi reservoir berhubungan dengan kedalaman reservoir sehingga
untuk reservoir yang berbeda kondisinya juga akan berbeda tergantung
kedalamannya, pada umumnya bersifat linier walaupun sering terjadi
penyimpangan.
50
51
c) Tekanan Rekah
Tekanan rekah adalah tekanan hidrostatik maksimum yang dapat
ditahan oleh formasi tanpa menyebabkan terjadinya pecah formasi
tersebut. Besarnya gradient tekanan rekah dipengaruhi oleh tekanan
overburden, tekanan formasi dan kondisi kekuatan batuan. mengetahui
gradient tekanan rekah sangat berguna ketika meneliti kekuatan dasar
casing.
Tekanan rekah dapat diintreprestasikan pada sebuah hasil log
gradient, tekanan rekah dapat ditentukan memakai prinsip leak of
test yaitu memberikan tekanan sedikit sedikit sedemikian rupa
sampai terlihat tanda tanda formasi akan pecah dengan ditunjukkan
kenaikan tekanan terus menerus dan tiba tiba menurun drastis.
d) Tekanan Normal
Tekanan formasi normal adalah suatu tekanan formasi dimana
tekanan hidrostatik fluida formasi dalam keadaan normal sama dengan
tekanan kolom cairan yang ada dalam dasar formasi sampai ke
permukaan. Bila isi dari kolom yang terisi dengan cairan yang berbeda
maka besar tekanan hidrostatik akan berbeda.
Gradient tekanan berhubungan dengan lingkungan pengendapan
geologi. Karena pada umumnya sedimen diendapkan pada lingkungan
air garam, maka banyak tempat didunia ini mempunyai gradient
tekanan antara 0.433 psi/ft sampai 0.465 psi/ft. jadi formasi yang
mempunyai gradient tekanan formasi antara 0.433 psi/ft sampai 0.465
psi/ft merupakan tekanan normal.
52
e) Tekanan Subnormal
Tekanan formasi subnormal adalah formasi yang mempunyai
gradient tekanan dibawah 0.433 psi/ft. tekanan subnormal diakibatkan
adanya rekahan rekahan batuan atau adanya gaya diatrophisma
(penekanan batuan dan isinya oleh gaya pada kerak bumi). Mekanisme
terjadinya tekanan subnormal dapat diuraikan sebagai berikut:
Thermal Expansion
Karena batuan sedimen dan fluida dalam pori dipengaruhi oleh
adanya temperatur, jika fluida mengalami penambahan maka
melengkuh
mengembang
sehingga
kebawah
sedangkan
lapisan
tengah
dapat
menghasilkan
zona
tekanan
53
Gradien Geothermal =
T formasi T standart
Kedalaman Formasi .................................(2-35)
54
Td = Ta + Gt x D....................................................................................(2-36)
Dimana
: Td
Ta
Gt
= Gradien temperatur, oF
= Kedalaman, ratusan ft
2.4.
55
a) Perangkap Struktur
Perangkap Struktur merupakan perangkap yang paling orisinil dan
sampai dewasa ini merupakan perangkap yang paling penting.
Berbagai unsur perangkap yang membentuk lapisan penyekat dan
lapisan reservoir, sehingga dapat menjebak hidrokarbon, disebabkan
karena gejala tektonik atau struktur, misalnya pelipatan dan patahan.
Perangkap yang disebabkan perlipatan merupakan perangkap
utama. Unsur yang mempengaruhi perangkap ini adalah lapisan
penyekat dan penutup yang berada diatasnya dan dibentuk sedemikian
sehingga minyak tidak dapat lagi kemana mana. Untuk mengevaluasi
suatu perangkap lipatan terutama mengenai ada tidaknya tutupan
(batas maksimal wadah dapat diisi oleh fluida), sehingga tidak masalah
jika lipatan tersebut ketat atau landau yang terpenting adalah adanya
batuan penutup atau cap rock. Apabila suatu lipatan terbentuk tanpa
adanya batuan penutup atau cap rock tidak dapat disebut suatu
perangkap.
56
57
58
Reservoir minyak
Reservoir gas
Reservoir kondensat
59
Gambar
2.11.
Diagram
Fasa P
vs T
(McCain,
William D., Jr. The Properties Of Petroleum Fluids Second Edition. 1993)
API Gravity
Gambar 2.12. Tabel klasifikasi Fluida Reservoir (McCain, William D., Jr. The
Properties Of Petroleum Fluids Second Edition. 1993)
60
Dari tabel diatas diketahui bahwa jenis fluida reservoir adalah sebagai
berikut:
1. Black Oil
Fluida terdiri dari rantai hidrokarbon yang besar, berat dan tidak
mudah menguap. Hal ini dapat dilihat dari diagram fasanya (Gambar
1), pada diagram fasa tersebut dapat dilihat bahwa Temperatur Kritis
(Tc) lebih besar daripada Temperatur reservoir (Tr). Pada saat Pr lebih
tinggi dari Pb, fluida dalam kondisi tak jenuh (undersaturated) dimana
pada kondisi ini minyak dapat mengandung banyak gas. Ketika
tekanan reservoir (Pr) turun dan dibawah tekanan gelembung (Pb)
maka fluida akan melepaskan gas yang dikandungnya dalam reservoir
hanya saja pada separator jumlah cairan yang dihasilkan masih lebih
besar.
Gambar 2.13. Diagram Fasa Black Oil (McCain, William D., Jr. The Properties Of
Petroleum Fluids Second Edition. 1993)
2. Volatile Oil
Terdiri dari rantai hidrokarbon ringan dan intermediate sehingga
mudah menguap. Temperatur kritis (Tc) lebih kecil daripada black oil
bahkan hampir sama dengan Temperatur reservoirnya (Tr). Rentang
harga temperatur cakupannya lebih kecil dibandingkan black oil.
Penurunan sedikit tekanan selama masa produksi akan mengakibatkan
pelepasan gas cukup besar di reservoir. Jumlah liquid yang dihasilkan
pada separator lebih sedikit dibandingkan black oil. Gambar dibawah
61
menunjukan sifat dari fluida jenis Volatile Oil (minyak yang mudah
menguap).
Gambar 2.14. Diagram Fasa Volatile Oil (McCain, William D., Jr. The Properties
Of Petroleum Fluids Second Edition. 1993)
3. Retrograte Gas
Pada kondisi awal reservoir fluida berbentuk fasa gas, dengan
seiring penurunan tekanan reservoir maka gas akan mengalami
pengembunan dan terbentuklah cairan direservoir. Diagram fasa dari
retrograde gas (Gamabr 3) memiliki temperatur kritik lebih kecil dari
temperatur
reservoir dan
cricondentherm
lebih
besar
daripada
Gambar 2.15. Diagram Fasa Retrograte Gas (McCain, William D., Jr. The
Properties Of Petroleum Fluids Second Edition. 1993)
62
4. Wet Gas
Wet gas terjadi semata-mata sebagai gas di dalam reservoir
sepanjang penurunan tekanan reservoir. Jalur tekanan, garis 1-2, tidak
masuk ke dalam lengkungan fasa (Gambar dibawah). Maka dari itu,
tidak ada cairan yang terbentuk di dalam reservoir. Walaupun
demikian, kondisi separator berada pada lengkungan fasa, yang
mengakibatkan sejumlah cairan terjadi di permukaan (disebut
kondensat). Kata wet (basah) pada wet gas (gas basah) bukan berarti
gas tersebut basah oleh air, tetapi mengacu pada cairan hidrokarbon
yang terkondensasi pada kondisi permukaan.
Gambar 2.16. Diagram Fasa Wet Gas (McCain, William D., Jr. The Properties Of
Petroleum Fluids Second Edition. 1993)
5. Dry Gas
Dry
gas
terutama
merupakan
metana
dengan
sejumlah
63
Gambar 2.17. Diagram Fasa Dry Gas (McCain, William D., Jr. The Properties Of
Petroleum Fluids Second Edition. 1993)
64
65
Gambar
2.18.
Mekanisme
solution
gas drive
(Asep
Kurnia
Permadi, 2004)
66
Gambar
2.19.
Mekanisme
gas cap
drive (Asep
Kurnia
Permadi, 2004)
67
Gas oil ratio untuk reservoir jenis ini relatip lebih konstan jika
dibandingkan dengan reservoir jenis lainnya. Hal ini disebabkan
karena tekanan reservoir relatip akan konstan karena dikontrol terus
oleh pendesakan air yang hampir tidak mengalami penurunan.
Produksi air pada awal produksi sedikit, tetapi apabila permukaan air
telah mencapai lubang bor maka mulai mengalami kenaikan produksi
yang semakin lama semakin besar secara kontinyu sampai sumur
tersebut ditinggalkan karena produksi minyaknya tidak ekonomis lagi.
Untuk reservoir dengan jenis pendesakan water drive maka bagian
minyak yang terproduksi akan lebih besar jika dibandingkan dengan
jenis pendesakan lainnya, yaitu antara 35 - 75% dari volume minyak
yang ada. Sehingga minyak sisa (residual oil) yang masih tertinggal
didalam reservoir akan lebih sedikit.
Gambar
2.20.
68
suatu
program
penutupan
sumur-sumur
tersebut.
69
2.5.
Heterogenitas Reservoir
Heterogenitas
reservoir
yang
disebabkan
oleh
lingkungan
70
reservoir, dimana kondisi seperti ini paling ideal dan paling banyak
didapatkan di reservoir. Peninjauan heterogenitas reservoir meliputi
tentang klasifikasinya, faktor faktor yang mempengaruhi serta tipe tipe
heterogenitas reservoir.
Dalam studi reservoir sering digunakan anggapan bahwa formasi
bersifat homogen dengan ketebalan serba sama (uniform thickness),
lapisan produktif horizontal, distribusi porositas konstan dan permeabilitas
sama di setiap arah (isotropik). Pada kenyataannya struktur reservoir
sangat kompleks sebab mengandung heterogenitas mulai dari ukuran
(skala) beberapa milimeter, centimeter bahkan kilometer. Dari ukuran ini
batuan maupun data singkapan diketahui bahwa heterogenitas merupakan
sifat alami pada batuan reservoir. Proses-proses geologi seperti proses
sedimentasi, erosi, glasiasi, dan tektonik berperan menghasilkan batuan
reservoir tidak seragam. Jadi heterogenitas merupakan ketidakseragaman
(variasi) sifat fisik batuan dan fluida dari satu lokasi ke lokasi lainnya
dalam suatu reservoir, diakibatkan oleh proses pengendapan, patahan,
lipatan, diagenesa lithologi batuan dan perubahan jenis maupun sifat
fluida.
Sebagai contoh untuk lingkungan pengendapan marine maka batuan
sedimen yang lebih berat akan terendapkan terlebih dahulu pada bagian
dekat pantai atau zona neritik, kemudian yang lebih ringan akan
terendapkan ke tempat yang lebih dalam dan jauh, yaitu pada zona bathyal
dan abysal. Batuan yang lebih ringan berasosiasi dengan batuan yang
halus atau lembut dalam hal ini adalah silt atau clay.
Dari antar batuan yang terendapkan tersebut terbentuk porositas dan
permeabilitas yang besarnya tergantung litologi, kompaksi, dan posisi
strukturnya. Pembentukan porositas dan permeabilitas dari reservoir
karbonat berbeda dengan reservoir batupasir dalam proses lanjut
pengendapannya, dimana pada batuan karbonat terbentuk karena proses
pelarutan, rekristalisasi, dan dolomitisasi. Sehingga dengan adanya
71
heterogenitas
resevoar.
Dengan
bertambah
kompleksnya
72
73
dan
yang
tidak
ikut
terdesak,
sehingga
harus
lapisan
sehingga
menghasilkan
waktu
tembus
air
74
(breaktrough) yang
lebih
awal
terutama
pada
lapisan
yang
permeabilitasnya tinggi.
reservoir
merupakan
batuan
yang
porositas
dan
tektonik
regional
menyebabkan
terjadinya
ini
didukung
oleh
proses
diagenesa
yang
tektonik
antara
lain
patahan,
pengangkatan,
dan
75
c) Geometri Pori-pori
Geometri pori-pori dapat berupa ukuran rongga pori (pore throat
size), ukuran tubuh pori (pore body size), peretakan (fracturing) dan
permukaan butir (surface roughness) akan mempengaruhi besar
kecilnya porositas dan permeabilitas serta saturasi batuan reservoir,
dan sekaligus parameter diatas menunjukkan besarnya cadangan yang
dapat ditampung dan diproduksikan. Oleh karena itu, geometri pori
dapat digunakan sebagai pengontrol heterogenitas reservoir dalam
skala mikroskopis.
76
Source
rock
dari
material-material
sedimen
yang
77
yang
sama
akan
didapat
ketidakseragaman
yang
78
2.6.
79
Metode volumetrik jika ada data geologi, data log, dan/atau data
core
Metode volumetric probabilistic jika tidak ada data geologi, data
7758. Vb . .(1Sw)
..............................................(2-37)
Boi
Dimana : N
Vb : Jumlah
volume
hidrokarbon, cuft.
batuan
mengandung
80
Sw
Boi
43560. Vb . .(1Sw)
.............................................(2-38)
Bgi
Dimana : G
Vb
volume
batuan
mengandung
hidrokarbon, cuft.
Sw
Bgi
81
Ada 3 type decline curve yang biasa dipakai pada saat perhitungan
cadangan, yaitu:
1. Rate produksi vs. waktu
2. Rate produksi vs. kumulatif produksi
3. Prosen water cut vs. kumulatif produksi
Berdasarkan loss rationya bentuk-bentuk kurva penurunan
produksi diklasifikasikan dalam 3 type, yaitu :
1. Exponential decline curve,
2. Hyperbolic decline curve.
3. Harmonic decline curve.
c) Metode Material Balance
Metode material balance didasarkan pada kesetimbangan volume
fluida (air, minyak, dan gas) antara volume produksi kumulatif
terhadap jumlah volume penambahan fluida didalam reservoir dengan
volume air yang masuk kedalam reservoir.
Bg
NBti
1)+ N ( BtBti ) +We+
(1+ m) ( Sw
( Bgi
1Swi
........................................................................................................(2-39)
Dimana : Np
Bo
Bg
Bw
Rp
Rs
Cw
= Kompresibilitas air,psi-1
Cf
82
Swc
We
Wp
ataupun
memperkirakan
berikut :
a. Memperkirakan kinerja reservoir pada berbagai tahapan dan
metode produksi yang diterapkan, yaitu seperti:
Sembur alam
Pressure maintenance
83
d. Menentukan
pola
sumur
injeksi
dan
produksi
untuk
3. Model Simulator
Prediksi peningkatan perolehan minyak yang dilakukan
dalam studi ini, menggunakan simulasi yang diterapkan dengan
simulator yang digunakan berupa simulator Frontsim. Frontsim
adalah suatu simulator reservoir yang didasarkan pada formula
IMPES (implicit pressure explicit saturation) dan konsep
84
full
fledged
field
perhitungan
simulator
di
reservoir.
Masing-masing
streamline
akan
grid
dimensi.
Persamaan
saturasi
selanjutnya
di
Menentukan
pada
industry perminyakan.
Berdasarkan
pada
85
metode
finite
difference
untuk
memperkirakan persamaan
massa,
dengan
mengkombinasikan
suatu
saturasi.
Hal
ini
di
selesaikan
dengan
empat.
Persamaan saturasi merupakan suatu hukum kekekalan
hyperbolic yang menggambarkan suatu velocity shocks. Proses
86
penyebaran
displacement digambarkan
dengan
suatu
front
kekekalan
hyperbolic
melalui
suatu
konsep
front
saturasi
(shock)
yang berkembang
saat
grid
tidak
secara
langsung digunakan
geometri
menguntungkan,
CPU
membuat
konsep
grid
lebih
yang
efesien
dilihat
dengan menggunakan
gridsim
untuk
87
pengaruhi grid
Perbaikan grid local
Heterogen dan geologi anistropic serta data fisik batuan
Permeabilitas
Multiplay transmibiliti
Persamaan tekanan dengan control volume atau finite
difference standar
Penyelesaian persamaan tekanan dengan menggunkan suatu
metode iterative
Penyelesaian persamaan saturasi dengan suatu metode front
atau lapangan
Perhitungan streamline dan tekanan secara otomatis
Spesifikasi umum output dari tekanan dan fluida di lapangan
Input format file sesuai struktur keyword
BAB III
3.1.
88
terjadinya end-effects ).
Menghitung permeabilitas relatif. Di dalam aplikasi secara langsung,
wettability digunakan untuk menentukan teknik perolehan minyak
sekunder ataupun tersier melalui injeksi ke dalam reservoir.
Pada batuan yang bersifat water-wet seharusnya menggunakan teknik
89
90
91
3.2.
rendah
Meningkatkan areal sweep efficiency (bergantung pada karakteristik
reservoir
92
a. Waterflooding
Waterflooding adalah proses penginjeksian air untuk mendorong
minyak ke suatu sumur produksi dengan pola pola pendesakan
tertentu. Pola injeksi yang dikenal antara lain direct line drive,
staggered line drive, five-spot, seven-spot, dan nine-spot. Selain itu
injeksi air ada yang bertujuan untuk mengimbangi penurunan tekanan
reservoir yang sering disebut dengan pressure maintenance. Air
sebagai fluida injeksi mempunyai kecenderungan menuju ke tempat
yang lebih rendah sehingga jika diterapkan pada reservoir yang
memiliki kemiringan lapisan yang besar maka hasilnya tidak akan
memuaskan.
Injeksi air merupakan salah satu metode EOR yang paling banyak
dilakukan sampai saat ini. Proses penginjeksian air dari permukaan ke
dalam reservoir minyak didasarkan pada kenyataan bahwa air aquifer
berperan sebagai media pendesak disamping berperan sebagai pengisi
atau pengganti minyak yang terproduksi.
Pertimbangan lain dilakukannya injeksi air adalah bahwa sebagian
besar batuan reservoir bersifat water wet (basah air), sehingga fasa air
93
lebih banyak melekat pada batuan dan minyak akan terdesak dan
bergerak ke tempat lain (sumur).
Injeksi sir sukar dilakukan untuk reservoir minyak yang
mempunyai viskositas lebih besar dari 200 cp, karena akan cenderung
terjadi fingering yang berhubungan dengan mobilitas. Fingering juga
akan terjadi pada reservoir yang heterogen.
Gambar
3.1.
Mekanisme
94
(waterflooding).
Gas
yang
diinjeksikan
biasanya
merupakan
gas
95
bab ini akan dibahas mengenai injeksi kimia yang merupakan suatu
metoda EOR dengan menginjeksikan air yang telah dicampur dengan zat
zat kimia.
Pada metode ini, digunakan zat kimia sebagai injektan seperti sodium
hidroksida, sodium silikat atau sodium karbonat. Zat zat kimia ini
beraksi dengan asam organik yang terdapat pada minyak bumi membentuk
surfaktan ditempat. Disamping itu, beraksi dengan batuan reservoir
sehingga mengubah sifat kebasahan.
Konsentrasi yang diinjeksikan biasanya 0.2 sampai 5%. Ukuran slug
biasanya 10 sampai 50% pore volume. Kadang kadang ditambahkan pula
polimer didalam larutan yang digunakan. Kemudian air, yang juga telah
dicampur dengan polimer, diinjeksikan setelah slug tadi diinjeksikan.
Metode ini meningkatkan perolehan minyak dengan jalan :
Menurunkan tegangan permukaan
Mengubah sifat batuan dari basah minyak menjadi basah air, atau
sebaliknya.
Membentuk sistem emulsi
Memperbaiki mobilitas
96
Zat zat kimia yang digunakan dalam campuran injeksi kimia adalah
sebagai berikut:
a) Injeksi Surfactant
Injeksi Surfactant
digunakan
untuk
menurunkan
tegangan
97
98
b) Injeksi Polymer
Tujuan utama dari injeksi polimer adalah memperbaiki pendesakan
dan efisiensi penyapuan secara volumetric pada operasi injeksi air
(waterflood). Polimer ini dilarutkan dengan air injeksi sebelum air
tersebut diinjeksikan kedalam reservoir. Biopolymer (250 - 2000 mg/l)
biasanya digunakan.
Injeksi polimer pada dasarnya merupakan injeksi air yang
disempurnakan.
Penambahan
polimer
ke
dalam
air
injeksi
injeksi
air
konvensional.
Akan
tetapi
mekanisme
99
Gambar
3.3.
Chemical flooding, polymer (reprinted from Enhanced Oil Recovery and Improved
Drilling Technology, Report No.DOE/BETC-82/1,courtesy Bartlesville Energy
Technology Center, DOE)
100
Gambar 3.4.
Chemical
Flooding,
Alkaline (reprinted from Enhanced Oil Recovery and Improved Drilling
Technology, Report No.DOE/BETC-82/1,courtesy Bartlesville Energy Technology
Center, DOE)
101
102
Gambar 3.5.
Cyclic
steam
stimulation
(reprinted
103
Gambar
3.6.
b) In-situ Combustion
Metode pembakaran ditempat (In-situ Combustion) dilaksanakan
dengan jalan menyalakan api di reservoir melalui suatu sumur,
kemudian diinjeksikan udara. Sebagian minyak bumi akan terbakar di
reservoir. Yang umum dilakukan adalah proses yang disebut teknik
forward combustion, dimana reservoir dinyalakan melalui sumur
injeksi kemudian udara diinjeksikan untuk menyebarkan front api yang
terjadi ke sekelilingnya. Salah satu teknik yang dapat dilakukan adalah
metode COFCAW (Combination of Forward Combustion and Water
Flooding). Metode yang lain adalah Reverse Combustion dimana api
dinyalakan pada sumur yang nantinya akan menjadi sumur produksi.
Udara kemudian diinjeksikan dari sumur didekatnya. Akan tetapi
keberhasilan metode ini sangat kecil.
104
Gambar
3.7. In
Situ Combustion (reprinted from Enhanced Oil Recovery and Improved Drilling
Technology, Report No.DOE/BETC-82/1,courtesy Bartlesville Energy Technology
Center, DOE)
105
Gambar
3.8.
Nitrogen
flooding
(reprinted
from
c) Injeksi Karbondioksida
Metode peningkatan perolehan minyak dengan injeksi CO2 dilakukan
dengan menginjeksikan sejumlah besar gas CO2 (15% pore volume
atau lebih) kedalam reservoir. Meskipun CO2 ini benar benar dapat
baur dengan minyak bumi, namun CO 2 juga dapat mengekstrasi
komponen ringan sampai menengah dari minyak. Apabila tekanan
cukup tinggi, maka terjadi kondisi dapat baur dan minyak terdesak ke
sumur sumur produksi.
106
Gambar
3.9.
Carbon
dioxide
flooding
(reprinted
from
Enhanced
Oil
Recovery
and
Improved
Drilling
Technology, Report No.DOE/BETC-82/1,courtesy Bartlesville Energy Technology
Center, DOE)
didegradasi
dari
pada
hidrokarbon aromatk.
b. Rantai panjang mudah didegradasi sari pada rantai pendek.
c. Hidrokarbon tidak jenuh lebih mudah didegradasi dari pada
hidrokarbon jenuh.
107
3.4.........................................................................................Screening Kriteria
Saat ini dunia perminyakan sedang menghadapi permasalahan dengan
laju produksi yang terus menurun. Oleh karena itu, sekarang ini sedang
dikembangkan teknologi teknologi baru dalam usaha meningkatkan laju
produksi minyak. Salah satu diantaranya adalah Enhanced Oil Recovery
(EOR).
Penerapan metode EOR harus mempertimbangkan beberapa hal
diantaranya adalah pemilihan metode EOR yang sesuai untuk suatu
reservoir agar metode yang dipilih dapat bekerja secara optimal. Oleh
karena itu, diperlukan suatu proses yang disebut screening criteria yaitu
suatu proses pemilihan metode EOR berdasarkan karakteristik reservoir,.
Parameter yang biasa diperhitungkan antara lain : gravity, viskositas,
saturasi minyak, jenis formasi, ketebalan lapisan, permeabilitas rata rata,
transmibility, kedalaman, serta temperatur.
Seringkali salah satu karakteristik reservoir tidak sesuai dengan
kriteria aplikasinya. Namun hal ini bukan merupakan suatu hal yang
menentukan bahwa proses injeksi tidak dapat dilakukan. Dapat saja ada
parameter yang kurang menguntungkan tersebut. Selain itu, pada beberapa
metode misalnya injeksi air kedalaman tidak menjadi faktor yang penting.
BAB IV
WATERFLOODING
108
4.1.............................................................................Pengertian Waterflooding
Pada reservoir minyak, tekanan reservoir akan berkurang selama
produksi berlangsung. Penurunan tekanan reservoir di bawah tekanan
bubble point dari hidorkarbon mengakibatkan keluarnya gas dari minyak.
Gelembung gas akan membentuk fasa yang berkesinambungan dan
mengalir kea rah sumur sumur produksi, bila saturasinya melampaui
harga saturasi equilibrium. Terproduksinya gas ini akan mengurangi
energy yang tersedia secara alami dapat berkurang pula. Secara umum
dapat dikatakan bahwa penurunan tekanan yang tidak dikontrol memberi
kontribusi terhadap pengurangan recovery.
Penurunan tekanan reservoir dapat diperlambat secara alami bila
penyerapan reservoir oleh sumur sumur produksi diimbangi oleh
perembesan air kedalam reservoir dari aquifer. Air ini akan berperan
sebagai pengisi atau pengganti minyak yang terproduksi, selain itu dapat
berperan sebagai media pendesak. Produksi minyak yang mengandalkan
tenaga penambahan dari gas yang keluar dari larutan (depletion drive). Hal
inilah yang menyebabkan orang melakukan proses penginjeksian air
(waterflooding) dari permukaan bumi kedalam reservoir minyak.
Waterflooding merupakan metode tahap kedua, dimana air diinjeksikan
ke dalam reservoir untuk mendapatkan perolehan minyak agar dapat
bergerak dari reservoir menuju sumur produksi setelah reservoir tersebut
mendekati batas ekonomis produktif melalui perolehan tahap pertama.
Penginjeksian air yang dimaksud disini merupakan penambahan
energy kedalam reservoir melalui sumur sumur injeksi. Air akan
mendesak minyak mengikuti jalur jalur arus (stream line) yang dimulai
sumur dari injeksi dan berakhir pada sumur produksi.
Waterflooding (injeksi air) merupakan salah satu dari metode
perolehan
tahap
kedua
yang
banyak
digunakan
dalam
industri
109
1.
2.
3.
4.
diberikan di permukaan
5. Mudah tersebar ke daerah reservoir, sehingga efisiensi penyapuannya
cukup tinggi
6. Memiliki efisiensi pendesakan yang sangat baik
4.2..................................................................................Sejarah Waterflooding
Penemuan minyak mentah oleh Edwin L. Drake di Titusville pada
tahum 1859 menandai dimulainya era industri minyak bumi. Penggunaan
minyak bumi yang semakin meluas membuat orang mulai berpikir untuk
meningkatkan perolehan produksi minyak bumi. Maka pada awal 1880-an,
J.F. Carll mengemukakan pendapatnya bahwa kemungkinan perolehan
minyak dapat ditingkatkan melalui penginjeksian air dari suatu sumur
injeksi untuk mendorong minyak ke sumur produksi adalah sangat besar.
Eksperimen waterflood pertama tercatat dilakukan di lapangan
Bradford, Pennsylvania pada tahun 1880-an. Dari eksperimen pertama ini,
mulai terlihat bahwa program waterflood akan dapat meningkatkan
produksi minyak. Maka pada awal 1890-an, dimulailah penerapan
waterflood di lapangan-lapangan minyak di Amerika Serikat.
Pada 1907, ditemukan metoda baru dalam pengaplikasian waterflood
di Lapangan Bradford, Pennsylvania, yang disebut sebagai metoda
lingkar (circular method), yang juga tercatat sebagai pengaplikasian
flooding pattern pertama. Karena adanya regulasi pemerintah yang
melarang penerapan waterflood di masa itu, proyek ini dilakukan secara
sembunyi-sembunyi, sampai larangan itu dicabut pada 1921.
Mulai tahun 1921, penerapan waterflood mulai meningkat. Pola
pattern waterflood berubah dari circular method menjadi line method.
110
Pada 1928, pola five spot ditemukan dan diterapkan secara meluas di
lapangan-lapangan
minyak.
Selain
tahun-tahun
tersebut,
operasi
111
4.3...................................................................................Tujuan Waterflooding
Pertimbangan dilaksanakannya operasi perolehan minyak tahap kedua
(secondary recovery) dengan injeksi air adalah untuk memperoleh minyak
sisa di reservoir yang tidak dapat diambil dengan metode tahap awal. Laju
produksi yang terjadi pada suatu sumur minyak mengalami penurunan
sehingga secara ekonomis sudah tidak menguntungkan. Tekanan reservoir
yang ada semakin berkurang sehingga tidak mampu lagi mengalirkan
minyak ke permukaan.
Penginjeksian air bertujuan untuk memberikan tambahan energy
kedalam reservoir. Pada proses pendesakan, air akan mendesak minyak
mengikuti jalur kalur arus (stream line) yang dimulai dari sumur injeksi
dan berakhir pada sumur produksi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar
4.1, yang menunjukkan kedudukan partikel air yang membentuk batas airminyak sebelum breakthough (a) dan sesudah breakthough (b) pada sumur
produksi.
Gambar 4.1. Kedudukan Air Sepanjang Jalur Arus (a) Sebelum dan (b) Sesudah
Tembus Air Pada Sumur Produksi (Craft, B. C.,Hawskin, M.F,. Applied Reservoir
Engineering.1959)
112
1. Batuan reservoir lebih mudah dibasahi air dari pada gas, oleh karena
itu air dalam jumlah yang banyak mudah masuk dalam pori pori
batuan reservoir.
2. Viskositas air lebih besar daripada viskositas gas, yang mana akan
menaikkan perolehan minyak.
3. Dalam reservoir water wet, permeabilitas efektif air umunya lebih
rendah, kecuali pada saturasi yang sangat besar yang mana juga
mengurangi mobilitas fasa air.
4.4.
113
dan
porositas
dalam
reservoir
sehingga
dalam
114
2. Kedalaman Reservoir
Kedalaman reservoir merupakan salah satu faktor yang harus
dipertimbangkan dalam injeksi air. Setelah operasi primary, saturasi
minyak sisa pada daerah yang dalam kemungkinan lebih rendah
daripada daerah dangkal karena volume gas terlarut yang besar
umunya ada untuk mengeluarkan minyak dan karena faktor
penyusutan besar sehingga sisa minyaknya sedikit. Kedalaman yang
menyebabkan tekanan yang besar dan jarak sumur yang lebar,
memberikan batuan reservoir pengaruh pada derajat keseragaman
lateral. Perhatian seharusnya ditujukan pada lapangan yang dangkal
karena tekanan maksimum dapat diterapkan pada secondary recovery
yang dibatasi oleh kedalaman reservoir. Pada injeksi air terdapat
tekanan kritis (biasanya diperkirakan bahwa tekanan static kolom
batuan atau pilih 1 psi/ft dari kedalaman sand) yang jika melebihi, air
akan menembus dan memperlebar rekahan atau bidang lainnya
menjadi lemah, seperti joints dan bedding plane.
Hasilnya terjadi chanelling air yang diinjeksikan atau melewati
bagian yang luas dari matrik reservoir. Akibatnya gradient tekanan
operasi yang 0.75 psi/ft pada kedalaman normal yang biasanya
dibolehkan untuk memberikan sedikit batasan untuk keamanan agar
tekanan tidak terbagi. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan
keraguan yang ada, informasi mengenai tekanan rekah dan tekanan
breakdown pada lokasi yang diberikan seharusnya diteliti. Salah satu
tekanan seharusnya dipertimbangkan sebagai batas atas untuk injeksi.
Pertimbangan ini juga akan mempengaruhi pemilihan peralatan dan
desain plant, demikian pula jumlah dan lokasi sumur injeksi.
3. Sifat Fisik Batuan dan Fluida Reservoir
Faktor faktor sifat fisik fluida dan batuan reservoir seperti
porositas, permeabilitas, kandungan lempung dan wettability (sifat
kebasahan) juga mempengaruhi keberhasilan dari injeksi air tersebut.
Karena apabila faktor faktor tersebut tidak memenuhi syarat untuk
115
komprehensif.
Porositas
Perolehan total minyak dari reservoir merupakan fungsi langsung
dari porositas, karena porositas menentukan jumlah minyak yang
ada dalam persen saturasi minyak. Porositas batuan yang semakin
besar akan menghasilkan cadangan sisa yang semakin besar,
wettability dapat mempengaruhi effisiensi pendesakan air dan
batuan reservoir yang bersifat oil wet akan lebih sulit didesak oleh
air jika dibandingkan dengan batuan reservoir yang bersifat water
wet.
Permeabilitas
Variasi permeabilitas kea rah lateral maupun ke arah vertical
adalah sangat penting untuk diperhatikan pada operasi injeksi air.
Batuan reservoir yang uniform lebih menguntungkan untuk
dilakukan injeksi air dibandingkan dengan batuan reservoir yang
mempunyai variasi permeabilitas yang besar. Karena air yang
merupakan fluida injeksi akan cenderung mengalir pada bagian
bagian reservoir yang besar permeabilitasnya, sehingga dapat
menimbulkan penerobosan penerobosan oleh air dan hal ini akan
mengurangi effisiensi pendesakan. Injeksi air sukar dilakukan
116
sedangkan
mobilitas
relatif
adalah
perbandingan
p
t . (4-1)
117
118
119
120
Waktu yang tepat untuk injeksi air tergantung pada tujuan utama
dilakukannya injeksi air. Diantara tujuan yang mungkin antara lain :
1. Maksimum Oil Recovery
2. Keuntungan maksimum dimasa datang
3. Keuntungan maksimum dari biaya nyang diinvestasikan
4. Pengembalian biaya yang stabil
5. Potongan maksimum dengan nilai yang sekarang
Umumnya waktu yang tepat untuk injeksi air dihitung berdasarkan
oil recovery yang diinginkan, laju produksi, investasi, keuntungan
diawal operasi dan kemudian memperkirakan pengaruh faktor faktor
ini terhadap tujuan yang diinginkan.
121
4.6.
1.
injeksi.
Model Geologi yaitu diperlukan pengetahuan tentang model
geologi yang dapat diterapkannya waterflooding dengan tepat,
2.
122
3.
4.
Laboratorium
Diadakan penelitian laboratorium untuk mencari kecocokan antara
proses waterflooding dengan sifat batuan dan fluidanya.
Pilot Project
Mencoba mengaplikasikan ke dalam permasalahan di lapangan. Ada
dua jenis pola injeksi yang umum digunakan, yaitu pola five-spot dan
single injection. Kedua pola ini dapat memaksimalkan jumlah migrasi
5.
minyak.
Monitoring
Melihat dan mengevaluasi hasil yang diperoleh dari lapangan. Untuk
mengamati apakah tidak terjadi aliran minyak yang keluar dari pilot
6.
area.
Resimulasi
Hasil yang diperoleh dari lapangan dibandingkan dengan simulasi
reservoir yang dibuat, kemudian mengadakan penyesuaian antara
7.
123
Geuthrie-Grennberger
ER = 0.2719 log K + 0.25569 Sw + 0.1355 log
1.538
ER = 54.898
(1S w )
B oi
0.0422
0.0770
] [ ]
KW i
oi
Sw-0.1903
[ PiPa ]
-0.2159
..........................................................................................................(4-3)
Dimana :Sw
K
o
w
Bo
Pi
Pa
= Tebal Formasi
= Viscositas Minyak, cp
= Viskositas Air, cp
= Faktor Volume Formasi Minyak, STB/BBL
= tekanan Reservoir Mula mula, psia
= Tekanan Reservoir Saat Ditinggalkan, psia
Dimana :
E
t
S opS
BopB
......................................................(4-4)
Npf
Vsw
Sop
Sor
Bop
=
=
=
=
=
Bor
BBL/STB
= Faktor volume minyak pada akhir injeksi,
Et
BBL/STB
= Effisiensi total penginjeksian, %
124
125
ukuran.
Sumur sumur yang sudah ada (lokasi dan penyebarannya).
Topografi
Ekonomi
Pada operasi waterflooding sumur sumur injeksi dan produksi
126
127
Four Spot
Terdiri dari tiga jenis sumur injeksi yang membentuk segitiga dan
sumur produksi terletak ditengah tengahnya.
Five Spot
Pola yang paling dikenal dalam waterflooding dimana sumur
injeksi membentuk segi empat dengan sumur produksi terletak
ditengah tengahnya.
128
129
Seven Spot
Nine Spot
Pola yang terakhir yaitu nine spot dimana satu sumur injeksi yang
terletak ditengah tengah dengan dikelilingi 8 sumur produksi
dengan membentuk segi empat atau sebaliknya.
130
)
rw
0.00708 k w h( Piwf P e ) ........................................................(4-5)
w ln (
iw =
131
(M) sama dengan satu. Besarnya debit injeksi sangat tergantung pada
perbedaan tekanan injeksi di dasar sumur dan tekanan reservoirnya.
Bentuk persamaan dikembangkan dari persamaan Darcy sesuai dengan
pola sumur injeksi produksi, sebagai berikut :
Pola Direct Line Drive (d/a1)
3,541 k w P 103
i=
..........................................(4-7)
w ln
( ra )+1.57 i da 1.838 ]
..........................................(4-8)
( ra )+1.57 i da 1.838 ]
w ln
[()
w ln
.......................................................(4-9)
.......................................................(4-10)
d
0.619
rw
[()
w ln
d
0.619
rw
Dimana : i
=
kw =
h
=
P
w
rw
132
7.07 10 k w h P
i=
[()
w
o r e
r
ln
+ ( )
k rw
r w k ro r
Dimana : re
r
..........................................................(4-11)
133
kecil (<100).
Reservoir bersifat homogen.
Pendesakan torak dan aliran mantap berlaku pada proses injeksi.
Hasil percobaan diperoleh dari perekaman daerah yang didesak
Es
Vid
Vd
= Vb (1-Swc Sor)............................................................(4-15)
Untuk tiap tiap pola injeksi ada grafik tersendiri. Hasil percobaan
ini dapat digunakan untuk menentukan performance dari reservoir
yang mengalami injeksi berpola, baik untuk lapisan tunggal maupun
untuk reservoir berlapis lapis. Dalam hal ini akan untuk reservoir
lapisan tunggal.
134
Vb avg (1Swiavg )
,(STB) ...........................(4-16)
Boi
135
Dimana:
Ni
Vb
Boi
7758
136
adalah
perbandingan
antara
volume
volume
pendesakan
hidrokarbon
disebut
sebagai
seluruhnya.
Biasanya
Displacement
efisiensi
Efficiency
yang
proses
pendesakan
tak
tercampur,
selama
proses
137
Gambar 4.8. Profil Pendesakan Air-Minyak Secara Leaky Piston (Jhon Lee
W, Waterflooding industry School. 1995)
138
E Dis=
Soi S ( 1Swc ) S
=
.....................................................(4-18)
S oi
1S wc
Dimana : Soi
Sor
S
E Dis=
Swoc S wc
1Swc .........................................................................(4-19)
139
Gambar 4.10.
Effisiensi
Displacement (PT
CPI. Waterflood
Reservoir
(Management
School, 2002)
140
Gambar 4.11. (a) Areal Sweep Effisiensi, (b) Vertical Sweep Effisiensi (PT CPI.
Waterflood Reservoir Management School, 2002)
Ea =
c) Mobility Efficiency
Efisiensi mobilitas merupakan efisiensi yang dipengaruhi oleh nilai
saturasi minyak tersisa dan sifat pembasahan batuan. Didefinisikan
sebagai fraksi minyak pada awal proses yang dapat diambil pada 100%
area vertikal.
Persamaan efisiensi mobilitas adalah sebagai berikut :
EM =
S oi S orp
BO i BO i
S oi
BO i
....................................................................(4-21)
( S oiS orp )
S oi
Dimana : EM
.........................................................................(4-22)
= Efisiensi mobilitas
Soi
Sorp
141
Luas bidang tegak lurus yang mengalami kontak dengan air injeksi
Bidang tegak lurus yang tertutupi oleh water front
........................................................................................................(4-23)
Ada beberapa hal yang mempengaruhi vertical sweep efficiency,
ini :
Mobility Ratio
Term injektivitas relatif ini adalah perbandingan indeks
injekstivitas pada sembarang waktu dengan injektivitas pada saat
dimulainya waterflood. Pada M = 1, injekstivitas relatif cenderung
konstan. Pada M < 1, terlihat bahwa injektivitas menurun seiring
menaiknya radius flood front. Sedangkan untuk M > 1, injektivitas
relatif meningkat seiring naiknya radius flood front.
142
Gaya Gravitasi
Karena air merupakan fluida dengan densitas yang tinggi, maka
ia cenderung untuk bergerak di bagian bawah reservoir. Efek ini
disebut dengan gravity segregation dari fluida injeksi, merupakan
akibat dari perbedaan densitas air dan minyak.
Terlihat bahwa baik untuk sistem linear maupun untuk sistem
five spot, derajat dari gravity segeragation ini tergantung dari
Pk
Pv
Gaya kapiler
Penelitian membuktikan bahwa volume hanya menurun sedikit
walaupun laju alir injeksi dinaikkan sampai sepuluh kali lipat.
a. Crossflow antar lapisan
b. Laju alir
Perhatikan semua properties yang mempengaruhi vertical
sweep efficiency diatas. Keseluruhannya dipengaruhi oleh laju alir
143
sweep
efficiency.
4.7.
bidang.
Metode
Dykstra-Parsons
memperkirakan
144
nilai
permeabilitas
disusun
berdasarkan yang terbesar. Jika terdapat nilai yang sangat besar, nilai
tersebut dapat dikelompokkan kedalam batasan permeabilitas (range
permeability) dan total kapasitas milidarcy-foot serta footage dalam setiap
batasan (range) dapat dihitung. Pada kasus seperti ini, lebih dipilih
menyusun range yang kira kira kapasitasnya sama dalam range
permeabilitas yang sedang dan kapasitas yang kecil ke dalam range
permeabilitas yang besar dan kecil.
Nilai kapasitas kumulatif dan ketebalan kumulatif sebagaimana
permeabilitas rata - rata untuk setiap kelompok juga dihitung. Fraksi
kapasitas kumulatif diplot terhadap fraksi ketebalan kumulatif, hasilnya
berupa kurva distribusi kapasitas. Pada metode Stiles yang original, data
permeabilitas diplot terhadap nilai midpoint ketebalan kumulatif, kurva
yang smooth digambar melewati titik ini dan nilai permeabilitas yang baru
dibaca pada nilai ketebalan yang dapat digunakan untuk perhitungan akhir.
Persamaan untuk water cut , recovery dan mobility ratio adalah
sebagai berikut:
fw
kh M wo
kh M wo +( kh)1kh ...........................................................(4-25)
Npa
(kh)1kh
1
h+
h
k
..............................................................(4-26)
145
K rw
Mwo
K ro
Bo
........................................................................(4-27)
Dimana : Krw/Kro
= Perbandingan permeabilitas relatif minyak/air
o
/ w
=..................Perbandingan viskositas minyak/air
Bo
Npa
Kh
1-Kh
Mwo
=
=
=
=
=
Hasil data recovery terhadap water cut dapat digunakan sebagai titik
awal perhitungan selanjutnya dengan unit injeksi. Sebagai contoh, jika
pola injeksi adalah five spot dan diperkirakan terdapat ruang gas dalam
reservoir, perhitungan waktu kelakuan injeksi dapat membuat jadwal laju
injeksi yang diasumsikan. Perhitungan ini melibatkan perhitungan waktu
fill-up dan kurva recovery water cut
146
M=
K w o
K o w ......................................................................................(4-28)
kk o
......................................................................................(4-29)
k
147
Perbandingan Permeabilitas Vs
148
Gambar 4.14.
Grafik
Perbandingan
Permeabilitas Vs
Mobility Ratio
149
Gambar
4.15.
Grafik
Perbandingan Permeabilitas Vs
(Ahmed, Tarek H,
Reservoir
Engineering_2E.
1946)
mobilitas
menghasilkan
perubahan
injeksi
secara
150
Ec =
nBT +
( nn BT ) M
( M 1)
( M 1) i =(N + 1)
BT
M 2+
]}
ki
(1M 2) n ...(4-30)
kx
dan
nBT
ki
i=1
fwo =
i=(nBT +1)
Dimana : Ec
Fwo
N
ki
kx
M
nBT
ki
K
M 2 + i (1M 2)
Kx
=
=
=
=
=
=
=
...................................................(4-31)
mungkin
dengan
menggunakan
kalkulator.
Kinerja
151
dan
Wi = -
1
dsw
dsw
( )
Dimana : Sw
Sw2
Wi
Fo2
..............................................................................(4-63)
sw 2
=
=
=
=
152
4.8.
periode
breakthrough.
yaitu
periode
Pendesakan
sebelum
yang
breakthrough
dilakukan
dan
sesudah
menggunakan
prinsip
W i df w
A dS w | Sw.............................................................................(4-64)
Dimana : Swe
Wid
volume
pori,
dimensionless
Pada saat breakthrough, saturasi front pendesakan Swf = Sw bt mencapai
sumur produksi dan water cut reservoir bertambah dengan cepat dari nol
sampai fw bt = fw swf. Perolehan minyak untuk fasa ini dinyatakan dengan
persamaan berikut:
153
Np db Wid bt = qid bt = ( S
w bt
Swc) =
1
df w
S w bt .............................(4-66)
dS w
Swc
WidBT
grafis)
= Saturasi water connate
= Jumlah air yang diinjeksikan
NpDBT
breakthrough
= Kumulatif minyak pada saat breakthrough
qi
,
L A
pada
saat
t bt =
W id bt
i wd .......................................................................................(4-68)
Dimana : tbt
Widbt
iwd
154
1
df w
w = Swe + (1 few)
S we ....................................................(4-69)
dS w
= Swe + (1 few)Wid....................................................................(4-70)
Bila masing masing ruas dikurangi Swc maka akan diperoleh persamaan
untuk menghitung perolehan minyak, yaitu:
Npd = S
BAB V
STUDI KASUS
Studi kasus pada bab ini merupakan tahap yang bertujuan untuk mengetahui
atau melihat perilaku reservoir yang disimulasi menggunakan software ECLIPSE
100 pada masa yang akan datang berdasarkan kondisi yang diharapkan, dalam hal
ini dilakukan production run untuk waktu waktu yang diinginkan dengan
mengoptimalkan kemampuan suatu reservoir berproduksi setelah dan sebelum
dilakukannya penambahan sumur injeksi. Sedangkan untuk perhitungan
pendesakan pada saat waterflooding menggunakan metode Buckley-Leveret.
5.1.
Sejarah Lapangan
Sejarah lapangan sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi adanya
reservoir. Lapangan yang akan diteliti bernama BNP Field dengan data
yang disajikan dalam table dibawah ini:
Tabel 5.1. Karakteristik Reservoir Lapangan BNP
Petrophysis
Net Porosity
20.10%
Net Permeability
62.1 mD
155
849.7 kg/m3
124.1 kg/m3
Oil
Saturation Pressure
220 bara
Properties
Compressibility
Viscosity
1.20 cp@Psat
0.9 kg/m3
Fluid
Properties
Gas
Propesties
Viscosity
0.026 cp @220bara
Water Density
1000.5 kg/m3
Water
Compressibility
Properties
Viscosity
0.481 cP
Initial State
Initial Pressure
Date
21-Dec-02
1-Jan-03
1-Feb-03
1-Apr-03
1-Jul-03
1-Oct-03
1-Jan-04
1-Apr-04
1-Jul-04
1-Oct-04
1-Jan-05
1-Apr-05
1-Jul-05
1-Oct-05
1-Jan-06
1-Apr-06
1-Jul-06
1-Oct-06
Gas Rate
BHP Target
Oil Rate
Well Bore
(m3/day)
93075
93075
93075
95502
96410
98230
101370
106100
112540
120680
129130
136780
147430
152500
154860
150140
149330
151410
(m3/day)
230
225.2
206.1
193.1
189.4
187.1
184.8
182.6
180.3
177.7
174.7
171.2
166.5
154.5
137.7
120.6
107.2
96.7
(bar)
750
750
750
750
750
750
750
750
750
750
750
750
750
740
713
674
634
601
ID
0.333
0.333
0.333
0.333
0.333
0.333
0.333
0.333
0.333
0.333
0.333
0.333
0.333
0.333
0.333
0.333
0.333
0.333
156
5.2.
b. Grafik PVT
157
158
159
160
5.3.
161
Gambar 5.3. Model Case 1 Pada Tanggal 31 Desember 2002 (Eclipse 100)
Gambar 5.4.
Pada
scenario
base
case
merupakan
yang
telah
ada.
Terdapat
Sumur
existing
yang
diterapkan
dengan
162
Gambar
5.5.
Model Case 2 Pada Tanggal 31 Desember 2002 (Eclipse 100)
Gambar 5.6. Model Case 2 Pada Tanggal 01 Januari 2020 (Eclipse 100)
163
Gambar 5.7. Model Case 3 Pada Tanggal 31 Desember 2002 (Eclipse 100)
(Eclipse 100)
merupakan
penambahan dari
P13.
Produksi
164
dengan 2
Januari
165
(Eclipse 100)
Pada
scenario
case
merupakan
ditambahkan 4 sumur injeksi, yaitu I3; I4; I5; I6. Penentuan titiktitik koordinat pada sumur injeksi didasarkan pada zona aquifer
dan permeabilitas pada Lapangan BNP, sehingga water yang
diinjeksikan mampu mendorong minyak sebagai fungsi dari water
drive. Penambahan 4 sumur injeksi pada case 4 dapat menaikkan
nilai Recovery Factor (RF) sebesar 9.76% dari case 1 dan sebesar
8.86% dari case 4 sedangkan jumlah produksi kumulatif minyak
(Np) yang diperoleh pada scenario case 5 sebesar 3095332.7 m3.
Maka recovery factor yang dapat diperoleh berdasarkan nilai OOIP
Lapangan BNP sebesar 35.05%.
b. Jadwal Penambahan Sumur pada Lapangan BNP
Case 1
Perencanaan penambahan skenario base case pada Lapangan BNP
dengan satu sumur sebagai sumur produksi dapat dilihat pada table
dibawah ini.
166
P3
Datum
J
29
Depth (ft)
-2000
Status
Productio
n
Start
End
Production
Production
(YY-MM-DD)
(YY-MM-DD)
2002-12-31
2020-01-01
Well
Datum
J
Depth (ft)
P3
29
-2000
P4
13
-2000
P5
21
-2000
P6
21
-2000
P7
36
-2000
P8
36
-2000
Status
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Start
End
Production
Production
(YY-MM-DD)
(YY-MM-DD)
2002-12-31
2020-01-01
2007-02-01
2020-01-01
2007-06-01
2020-01-01
2007-10-01
2020-01-01
2008-02-01
2020-01-01
2008-06-01
2020-01-01
Well
Datum
J
Depth (ft)
P3
29
-2000
P4
13
-2000
Status
Productio
n
Productio
n
Start
End
Production
Production
(YY-MM-DD)
(YY-MM-DD)
2002-12-31
2020-01-01
2007-02-01
2020-01-01
167
P5
21
-2000
P6
21
-2000
P7
36
-2000
P8
36
-2000
P9
41
-2000
P10
46
-2000
P11
46
-2000
P12
52
-2000
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
2007-06-01
2020-01-01
2007-10-01
2020-01-01
2008-02-01
2020-01-01
2008-06-01
2020-01-01
2008-10-01
2020-01-01
2009-02-01
2020-01-01
2009-06-01
2020-01-01
2009-10-01
2020-01-01
168
Well
Datum
J
Depth (ft)
P3
29
-2000
P4
13
-2000
P5
21
-2000
P6
21
-2000
P7
36
-2000
P8
36
-2000
P9
41
-2000
P10
46
-2000
P11
46
-2000
P12
52
-2000
I1
25
-2000
I2
17
-2000
Status
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Start
End
Production
Production
(YY-MM-DD)
(YY-MM-DD)
2002-12-31
2020-01-01
2007-02-01
2020-01-01
2007-06-01
2020-01-01
2007-10-01
2020-01-01
2008-02-01
2020-01-01
2008-06-01
2020-01-01
2008-10-01
2020-01-01
2009-02-01
2020-01-01
2009-06-01
2020-01-01
2009-10-01
2020-01-01
2010-02-01
2020-01-01
2010-07-01
2020-01-01
169
Well
Datum
J
Depth (ft)
P3
29
-2000
P4
13
-2000
P5
21
-2000
P6
21
-2000
P7
36
-2000
P8
36
-2000
P9
41
-2000
P10
46
-2000
P11
46
-2000
P12
52
-2000
I1
25
-2000
I2
17
-2000
P3
29
-2000
I3
33
-2000
I4
38
-2000
I5
44
-2000
I6
49
-2000
Status
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Productio
n
Start
End
Production
Production
(YY-MM-DD)
(YY-MM-DD)
2002-12-31
2020-01-01
2007-02-01
2020-01-01
2007-06-01
2020-01-01
2007-10-01
2020-01-01
2008-02-01
2020-01-01
2008-06-01
2020-01-01
2008-10-01
2020-01-01
2009-02-01
2020-01-01
2009-06-01
2020-01-01
2009-10-01
2020-01-01
2010-02-01
2020-01-01
2010-07-01
2020-01-01
2010-12-01
2020-01-01
2010-12-01
2020-01-01
2011-05-01
2020-01-01
2011-10-01
2020-01-01
2012-03-01
2020-01-01
170
171
5.4.
Parameter
3
8831574.9
Case 1
2233122.3
87.186272
Plan Of Development
Case 2
Case 3
Case 4
2052674.6
2086667.7
2312830.3
41.199551
30.430599
75.280205
Case 5
3095332.7
113.32115
344.0249
155.64107
46.704975
1896.5188
30000.902
0.74656987
0.73529124
0.3484506
0.96030611
0.99622273
463.95505
117.5802
807247170
846.11108
2.1993945
68.238914
0
0
364.63055
96.520889
1032564900
843.17548
3.7962074
11.836346
0
0
112.03056
72.993446
1082959100
841.62628
4.302187
2.6937916
0
0
18.746641
0.74412709
1065038500
844.24493
4.051527
27.206266
2000
7092000
9.2423582
0.034910772
1033956400
868.55658
4.0354891
304.50897
30000
97265000
256.8386
265.7
265.5809
2080.098
4807.142
612683.8
25.29%
-
3012868.3
23.24%
-2.04%
4215938
23.63%
-1.66%
8987446
26.19%
0.90%
94288784
35.05%
9.76%
172
5.5.
= 5675336.5
= 30000 sm3/day = 188.7 bbl/day
= 8831575 sm3
= 113.32115 sm3/day
= 97265000 sm3
1
Kro o ............................................................(5-1)
(1+
)
Krw w
1
0.7524 1.2
(1+
)
0.0009 0.481
= 0.000479
173
Sw
0
0.0625
0.125
0.1875
0.25
0.3125
0.375
0.4375
0.5
0.5625
0.625
1
Krw
0
0.0009
0.0054
0.0148
0.0304
0.053
0.0837
0.123
0.1717
0.2305
0.3
1
Kro
1
0.7524
0.5474
0.3817
0.2518
0.1539
0.0842
0.0387
0.0013
0.0002
0
0
Pc (bar)
1
0.468
0.252
0.149
0.094
0.063
0.044
0.032
0.024
0.018
0.014
0
Fw
0
0.000479
0.003939
0.015304
0.046159
0.121295
0.284924
0.56024
0.981461
0.99784
1
1
2. Setelah itu membuat grafik frational flow dengan cara plot grafik Fw
dengan Sw.
Grafik 5.5. Fractional Flow
Fwbt
Tan
Swbt
3. Pengambilan Nilai dari Grafik dengan cara menarik garis linear dari
Swc sampai menyinggung kurva Fw vs Sw. dari garis singgung ini
diperoleh:
Tabel 5.11. Nilai dari Grafik Fractional Flow
Parameter
Nilai
174
Swbt
Fwbt
Swbt
Swc
Fwi
0.52
0.9985
0.61
0.33
0.01
Keterangan Tabel:
Titik singgung antara garis tersebut dengan kurva memberikan S w
= Swbt
Titik potong antara garis, yaitu pada garis Fw = 1 menghasilkan
saturasi air rata rata system pendesakan pada saat breakthrough
( Swbt )
4. Mengansumsikan nilai
Swbt
, Swbt, dan Fwbt dengan plot grafik
5.
Dari
175
Swbt
Fwbt
Swbt
0.52
0.56
0.59
0.625
0.63
0.64
0.9985
0.9988
0.9992
0.9996
0.9998
0.999
0.61
0.68
0.74
0.82
0.92
0.97
Tan
df w
dS w
( )
F wBT F wi
S wBT S wc
0.99850.01
0.520.03
Swf
....................................................................(5-2)
= 2.017347
1
QiBT
df w
dS w
( )
...................................................................(5-3)
Swf
1
2.017347
= 0.495701
Nilai yang didapatkan dari perhitungan diatas adalah sebagai berikut :
Tabel 5.13. Perhitungan Tan a dengan QiBT
Tan
2.01734
7
1.86566
1.76642
9
1.66319
3
QiBT
0.49570
1
0.53600
3
0.566114
0.60125
3
176
1.64966
7
1.621311
0.60618
3
0.61678
5
S wBT
dari permeabilitas
0.625
0.61
0.5625
Krw
0.6250.61
0.3
0.6250.5625
0.015
0.0625
0.3x 0.2305
0.30.2305
0.3x
0.0695
= x
= 0.28332
Sw
0.375
0.33
0.3125
Kro
0.1539
0.0842
177
0.3750.33
0.3750.3125
0.1539x
0.15390.0842
0.045
0.0625
0.1539x
0.0697
0.0031365 0.0096
= -0.0625 x
0.0064635
0.0625
= x
= 0.103416
Kro @Swi
Krw @ Swbt
0.103416
0.103416
0.103416
0.103416
0.103416
0.103416
0.28332
0.0000293
0.0000613
0.000104
0.000157
0.000184
Swbt
k rw / w
k ro / o ......................................................................(5-4)
0.28332/1.2
0.103416/0481
= 6.83479774
178
EaBT
0.03170817
M
0.54602036 +
= 0.54602036 +
0.30222997
eM
0.03170817
6.83479774
...(5-5)
+ 000509693. M
0.30222997
6.83479774
e
000509693 x 6.83479774
= 0.516148
Dari contoh perhitungan diatas didapatkan hasil pada tabel dibawah
ini:
Tabel 5.15. Hasil Perhitungan M dan EaBT
M
6.8347977
4
0.0007068
3
0.0014788
0.0025088
9
0.0037874
6
0.0044388
1
eM
929.8989871
EaBT
0.51614
8
1.00070708
45.7076
1.014897863
22.2856
6
1.00251204
13.4858
1.003794641
9.21897
1.004448676
7.99028
8
QiBT
= ( S wBT Swi).............................................................(5-6)
= (0.61 0.03)
= 0.58
WiBT
Qibt
0.58
0.65
Wibt
68916796.6
7
168613925.
2
179
0.71
0.79
0.89
0.94
89799808.2
4
60463806.3
7
46565475.5
7
42626720.5
7
68916796.67
30000
= 2297.23 days
Tabel 5.17. Hasil Perhitungan tBT
tBT (day)
2297.23
5620.46
2993.33
2015.46
1552.18
1420.89
tBT (year)
6.293771
15.39853
8.200896
5.521809
4.252555
3.892851
S wi
S wBT
1S wi ................................................................(5-9)
0.610.03
10.03
= 0.597938
(Np)BT
= Ns x EDBT x EABT...........................................................(5-9)
= 8831575 x 0.597938 x 0.516148
= 2725641.7 sm3
Tabel 5.18. Hasil Perhitungan EdBT dan NpBT
180
EdBT
0.59793
8
0.67010
3
0.73195
9
0.81443
3
0.91752
6
0.96907
2
NpBT (sm3)
2725641.7
270500610
144062259
96999678.
4
74703139.
4
68384351.
5
181
breakthrough
E
S wf S wi
E ABT (S wBT S wi) ....................................................(5-10)
0.520.03
0.516148(0.520.03)
= 1.636792935
W iBT
W inj
= 0.2749
( )
= 0.2749
( 68916796.67
97265000 )
.......................................................(5-11)
= 0.19477949
P
newly
= E .............................................................................
(5-12)
= 1.636792935 x 0.19477949
= 0.318813698
f wf [ 1( N p ) newly ]
WORs
Bo
Bw
( )
1f wf [ 1( N p )newly ]
0.9985 [ 10.318813698 ]
10.9985 [ 10.318813698 ]
.............................(5-13)
( 1.15
1.01 )
= 2.421385 vol/vol
WORr
f wf
(1f wf ) .................................................................(5-14)
0.9985
(10.9985)
= 665.6667 vol/vol
182
( N p ) newly
E
1.63679293
5
0.01783914
5
0.03539192
9
0.05584870
4
0.07312718
0.08121561
4
0.1947794
9
0.4765534
2
0.25380113
0.1708888
1
0.1316079
7
0.1204758
7
0.318813698
WORs
(vol/vol)
2.42138
5
WORr
(vol/vol)
665.666
7
832.333
3
0.008501306
116.352
0.008982512
115.3397
1249
0.009543919
113.4089
2499
0.00962412
114.7839
4999
0.009784522
104.535
8
999
188.7
1.15
= 164.087 bbl/day
Qw
= Qo x WORs................................................................(5-16)
= 164.087 x 2.421385
= 397.3177 bbl/day
Qo
(bbl/da
y)
164.08
7
164.08
7
164.08
7
164.08
7
164.08
7
164.08
Qw
(bbl/da
y)
397.31
77
19091.
85
18925.
75
18608.
92
18834.
55
17152.
183
96
BAB VI
PEMBAHASAN
Gambar 6.1. Penampang 2D Sumur P3 Lapangan BNP Tanggal 31 Desember 2002 (Eclipse
100)
184
water
185
Pada kelima studi kasus yang ada, studi kasus yang ke lima adalah studi kasus
yang paling berpotensi untuk menaikkan nilai recovery factor. Tidak hanya dilihat
pada kenaikan nilai recovery factor akan tetapi juga dilihat dari beberapa faktor
yang mempengaruhi yaitu seperti parameter yang mempengaruhi dan performa
dari lapangan dan sumur BNP. Penempatan sumur injeksi dan sumur produksi
juga berpengaruh dalam penurunan nilai recovery factor. Pada kasus ini pola
sumur injeksi dan sumur produksi menggunakan four spot (pola 4 titik) dengan
keberhasilan kenaikan nilai recovery factor sebesar 9.76%.
6.1.
metode
secondary
recovery
seperti
waterflooding.
186
tinggi maka tekanan yang ada di reservoir lama kelamaan dapat drop,
oleh karena itu dilakukan metode kedua yaitu waterflooding untuk
memulihkan kondisi reservoir minyak dengan cara penginjeksian air
sebagai pressure maintenance, apabila langkah tersebut tidak dapat
optimal maka dapat diterapkan metode tertiary recovery seperti
chemical flooding, thermal flooding dll.
(a)
(b)
Gambar 6.2. 2D Kondisi Tekanan Lapangan BNP : (a) Awal Produksi pada 31
Desember 2002 (b) Akhir Produksi pada 01 Januari 2020 (Eclipse 100)
187
(b)
Gambar 6.3. 2D Kondisi Saturation Gas Lapangan BNP : (a) Awal Produksi pada
31 Desember 2002 (b) Akhir Produksi pada 01 Januari 2020 (Eclipse 100)
(a)
(b)
Gambar 6.4. 2D Kondisi Saturation Oil Lapangan BNP : (a) Awal Produksi pada
31 Desember 2002 (b) Akhir Produksi pada 01 Januari 2020 (Eclipse 100)
188
189
(b)
Gambar 6.5. 2D Kondisi Saturation Water Lapangan BNP : (a) Awal Produksi pada
31 Desember 2002 (b) Akhir Produksi pada 01 Januari 2020 (Eclipse 100)
190
(a)
(b)
Gambar 6.6. 2D Kondisi Gas Oil Ratio Lapangan BNP : (a) Awal Produksi pada 31
Desember 2002 (b) Akhir Produksi pada 01 Januari 2020 (Eclipse 100)
191
192
193
menurun.
Sehingga
metode
secondary
recovery
seperti
194
195
dapat naik tiga kali lebih besar dari laju alir liquid pada saat pertama
kali produksi.
Grafik 6.4. FLPR (Field Liquid Production Rate) (Eclipse 100)
sebesar
196
meningkatkan laju alir pada sumur produksi. Lalu untuk case yang
terakhir yaitu Penambahan case 5 ditambah dengan 4 sumur injeksi
mengalami peningkatan water cut sebesar 0.99622273 m3. Air yang
ikut terproduksi ke permukaan meningkat seiring berjalannya waktu
akan tetapi mengalami penurunan pada kasus ke-3 karena jumlah
sumur produksi yang semakin banyak akan tetapi pada kasus ke-4
mengalami kenaikan water cut dikarenakan terdapat penambahan air
yang diinjeksikan melalui dua sumur injeksi. Dapat juga dilihat pada
grafik water cut terjadi pada saat pengeboran pertama kali, akan tetapi
bersamaan dengan penambahan sumur produksi water cut di reservoir
juga ikut naik.
Grafik 6.5. FWCT (Field Water cut Total) (Eclipse 100)
197
198
199
200
FWIR (Field Water Injection Rate) & FWIT (Field Water Injection
Total)
Field Water Injection Rate adalah laju alir injeksi air pada reservoir di
lapangan BNP. Dari grafik FWIR kita dapat mengetahui performa laju
alir air yang telah diinjeksikan pada reservoir sehingga kita dapat
mengetahui keakuratan posisi titik sumur injeksi yang kita pilih.
Karena apabila titik injeksi yang kita pilih terdapat zona fract atau
rekahan maka akan berbahaya dikarenakan air injeksi tersebut dapat
menjari sehingga tidak tepat sasaran pada sumur produksi dan akan
mengakibatkan rugi dengan buang buang cost yang mahal untuk
melakukan injeksi air. Pada kasus pertama sampai kasus ke-3 laju alir
air injeksi didapatkan nilai sebesar 0 sm3/day dikarenakan pemasangan
sumur injeksi dimulai pada tahun 2010 sampai tahun 2020. Pada kasus
keempat didapatkan nilai laju alir injeksi air sebesar 2000 sm3/day
sedangkan pada kasus ke-5 didpatkan kenaikan laju alir sebesar 30000
sm3/day. Setelah kita dapatkan seberapa besar nilai laju alir air yang
telah diinjeksikan ke reservoir, kita dapat mengetahui jumlah total air
201
(a)
(b)
202
Grafik 6.10. (a) Field Water Production Rate (b) Field Water Production Total
(Eclipse 100)
(a)
(b)
203
204
205
Grafik
6.11.
FPR
(Field
206
Dari
diatas
data
kita
dapat
menghitung nilai pada saat sebelum breakthrough dan pada saat
breakthrough. Perhitungan data tersebut menggunakan metode BuckleyLeverett yang mana menggunakan perhitungan fractional flow pada
perhitungan awal yaitu untuk menentukan Swbt, Fwbt dan
Swbt
.
Setelah itu menghitung QiBT yang didapatkan nilai sebesar 0.495701, lalu
menghitung keefektifan dari waterflood dengan menghitung mobilitas
ratio yang didapatkan nilai sebesar 6.83479774 dan keefektifan pada saat
breakthrough yaitu EaBT didapatkan nilai sebesar 0.516148.
Pada saat breakthrough didapatkan nilai QiBT tidak jauh dengan nilai
QiBT pada saat sebelum breakthrough yaitu sebesar 0.58 dengan WiBT
sebesar 68916796.67, lalu menghitung waktu terjadinya breakthrough (tBT)
didapatkan nilai sebesar 2297.23 days. Efisiensi displacement pada saat
breakthrough yaitu sebesar 0.597938 dan kumulaif minyak pada saat
breakthrough sebesar 2725641.7 sm3. Setelah itu didapatkan nilai water
cut di surface WORs sebesar 2.421385 vol/vol dan water cut di reservoir
WORr sebesar 665.6667 vol/vol, sedangkan untuk nilai laju alir minyak
dan air nya yaitu Qo sebesar 26086.96 bbl/day dan Qw sebesar 63166.56
bbl/day.
207
BAB VII
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas yaitu pada penambahan sumur pada lapangan BNP
1.
2.
3.
208
DAFTAR PUSTAKA
to
THE
dengan
Immisible
Waterflooding
(EOR).
209
DAFTAR PUSTAKA
(Lanjutan)
2014
http://ifham-sifaudin.blogspot.com/2014/01
/karakteristik-fluida-reservoir.html
14. Subagya, Agus. 2012. Blog Basic Enhanced Oil Recovery. 17
Oktober 2014 : http://oilgas-training.blogspot.com/2012/09/dasardasar-enhanced-oil-recovery-eor.html
15. Wirlynda, Dina. 2011. Laporan Tugas Akhir Optimasi Injeksi
Air
Dengan
Reduce
Spacing
Pola
Inverted
5-Spot