Nama
NIM
: 01.210.6225
Fakultas
: Kedokteran
Universitas
Tingkat
Bidang pendidikan
Judul Makalah
: Patofisiologi Nyeri
Diajukan
: Mei 2015
Pembimbing
Mengetahui :
Ketua SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif
PEMBIMBING
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga makalah dengan judul Patofisiologi
Nyeri dan Penatalaksanaannya ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik Bidang
Anestesiologi dan Terapi intensif Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang periode 27 April 2015 23 Mei 2015
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas
bantuan dan kerja sama yang telah diberikan selama penyusunan referat ini, kepada :
1.
Dr. Purwito Nugroho, Sp.An, M.M , selaku Ka. SMF dan pembimbing
Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota semarang.
2.
Dr. Donni Indra Kusuma, Sp. An, Msi. Med, selaku pembimbing Kepaniteraan
klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota Semarang,
3.
Dr. Taufik, Sp. An, Msi. Med, selaku pembimbing Kepaniteraan klinik
Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota Semarang,
Penulis menyadari masih banyak kekurangan, maka penulis sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari semua pihak, supaya referat ini dapat menjadi
lebih baik, dan dapat berguna bagi semua yang membacanya. Penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun kekurangan dalam
makalah ini.
Semarang, Mei 2015
Penulis
2
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN.........................................................................
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................
A.
B.
C.
D.
E.
BAB
5
5
8
9
9
III KESIMPULAN..............................................................................
17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
3
PENDAHULUAN
Nyeri merupakan fenomena yang universal dan kebebasan dari nyeri merupakan
hak dasar setiap orang . Nyeri berdasarkan International Association for the Study of Pain
(IASP, 1979) adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan dimana
berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan jaringan.
Nyeri merupakan keluhan yang paling sering dijumpai, baik dalam praktek umum
maupun dokter spesialis khususnya spesialis saraf .Nyeri terjadi bersama dengan berbagai
proses penyakit atau bersamaan dengan pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri
sangat penting sebagai mekanisme proteksi tubuh yang timbul bilamana jaringan sedang
dirusak dan menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rangsang nyeri ini.
Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang sama
menghasilkan respon atau perasaan yang identik pada individu. Oleh karena itu, tingkatan
nyeri dapat dikaji dengan mengobservasi reaksi yang muncul akibat nyeri tersebut
Perilaku nyeri dapat dimanifestasikan dengan berbagai cara yang meliputi mengeluh,
merintih, menggosok bagian yang nyeri, meringis, dan berubah posisi
Praktek pengelolaan nyeri tidak hanya terbatas pada seorang ahli anestesi tetapi
juga meliputi dokter lain seperti dokter praktek dan selain dokter (psikolog, ahli urut,
akupuntur, hipnosis). Secara jelas, pendekatan yang paling efektif adalah secara
multidisiplin. Untuk dapat memberikan terapi yang tepat, maka perlu dipahami mengenai
patofisioiogi / neurofisiologi nyeri, dari transmisi nosisepsi yang lebih kompleks daripada
sistem transmisi langsung, disamping anatomi jalur nyeri.
BAB II
4
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Definisi nyeri berdasarkan International Association for the Study of Pain (IASP,
1979) adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan dimana
berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan jaringan 1,2.
Sebagai mana diketahui bahwa nyeri tidaklah selalu berhubungan dengan derajat
kerusakan jaringan yang dijumpai. Namun nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh
genetik, latar belakang kultural, umur dan jenis kelamin. Kegagalan dalam menilai faktor
kompleks nyeri dan hanya bergantung pada pemeriksaan fisik sepenuhnya serta tes
laboratorium mengarahkan kita pada kesalahpahaman dan terapi yang tidak adekuat
terhadap nyeri, terutama pada pasien-pasien dengan resiko tinggi seperti orang tua, anakanak dan pasien dengan gangguan komunikasi2,3,.
saraf
nosiseptif
polimodal
(nociceptor,
thermoreceptor
dan
mecahnoreseptor) akhir serat aferen di lamina II, untuk nyeri tumpul / terbakar,
tidak terlokasi.
Gambar
2. serat saraf sensoris aferen
Satu neuron terdiri atas : ujung saraf, axon yang terbungkus mielin dan inti
neuron / sel saraf. Antara satu neuron dengan neuron yang lain dibatasi oleh celah /
sambungan serabut saraf yang disebut sinaps.6
Ada tiga neuron yang terlibat dalam jalur nyeri:
1. First order neuron; menghantarkan nyeri dari perifer ke medula spinalis
2. Second order neuron; menghantarkan nyeri dari medula spinals ke thalamus
3. Third order neuron; menghantarkan nyeri dari thalamus ke korteks7
Rangsangan yang datang (impuls) dibawa dari reseptor-reseptor perifer yang ada
di permukaan tubuh melalui tractus dorsolateral Lissauer ke substansia grisea posterior. Di
substansia grisea posterior, impuls akan dibawa secara menyilang ke arah substansia alba
lateral melalui tractus spinothalamicus lateral. Tractus spinothalamicus lateral akan
membawa impuls ke arah thalamus. Selanjutnya dari thalamus impuls dibawa ke gyrus
postcentralis pada korteks somatosensoris cerebral melalui kapsula interna dan korona
radiata (tractus thalamocorticalis). Perhatikan persilangan yang dilakukan oleh tractus
spinothalamicus lateral menyebabkan rangsangan yang datang akan diterima di sisi yang
berlawanan pada sistem saraf pusat.8
Perubahan kognitif (sentral) : kecemasan, ketakutan, gangguan tidur dan putus asa
Gambar 3. Efek fisiologis dan psikologis yang berhubungan dengan nyeri akut
akibat kerusakan jaringan yang disebabkan oleh proses pembedahan atau trauma 1
Nyeri pembedahan sedikitnya mengalami dua perubahan, pertama akibat pembedahan
itu sendiri yang menyebabkan rangsangan nosiseptif dan yang kedua setelah proses
pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah sekitar operasi, dimana terjadi pelepasan
zat-zat kimia (prostaglandin, histamin, serotonin, bradikinin, substansi P dan lekotrein)
oleh jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi. Zat-zat kimia yang dilepaskan inilah yang
berperan pada proses transduksi dari nyeri2.
2.4 Klasifikasi Nyeri
Nyeri
Nyeri Nosiseptif
Nyeri Somatik
Nyeri Viseral
Nyeri Non-Nosiseptif
Nyeri Neuropatik
Nyeri Psikogenik
Tabel 1. Klasifikasi nyeri
Nyeri dibedakan antara nyeri nosiseptif (somatic pain) dan nyeri non nosiseptif
(neuropathic pain), dimana nyeri nosiseptif berhubungan dengan kerusakan jaringan
perifer. Rangsangan nosiseptif ditimbulkan oleh mediator nyeri yang dilepas pada
kerusakan jaringan perifer, misalnya nyeri pasca bedah karena sayatan operasi, luka bakar,
luka kecelakaan dll.4
Sedangkan nyeri non nosiseptif tidak berhubungan dengan kerusakan jaringan
perifer, rangsangan timbul pada disfungsi atau kerusakan pada neuron nosiseptif itu
sendiri, misalnya nyeri pada kerusakan jaringan saraf perifer, misalnya neuropathia
diabetica atau herpes zoster.4,7
jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser fungsinya dari fungsi protektif menjadi
fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang rusak 2,3 .
Sensitisasi Perifer
Cidera atau inflamasi jaringan akan menyebabkan munculnya perubahan
lingkungan kimiawi pada akhir nosiseptor. Sel yang rusak akan melepaskan komponen
intraselulernya seperti adenosine trifosfat, ion K+, pH menurun, sel inflamasi akan
menghasilkan sitokin, chemokine dan growth factor. Beberapa komponen diatas akan
langsung merangsang nosiseptor (nociceptor activators) dan komponen lainnya akan
menyebabkan nosiseptor menjadi lebih hipersensitif terhadap rangsangan berikutnya
(nociceptor sensitizers)4,5 .
Komponen sensitisasi, misalnya prostaglandin E2 akan mereduksi ambang aktivasi
nosiseptor dan meningkatkan kepekaan ujung saraf dengan cara berikatan pada reseptor
spesifik di nosiseptor. Berbagai komponen yang menyebabkan sensitisasi akan muncul
secara bersamaan, penghambatan hanya pada salah satu substansi kimia tersebut tidak
akan menghilangkan sensitisasi perifer. Sensitisasi perifer akan menurunkan ambang
rangsang dan berperan dalam meningkatkan sensitifitas nyeri di tempat cedera atau
inflamasi3,4
Sensitisasi Sentral
Sama halnya dengan sistem nosiseptor perifer, maka transmisi nosiseptor di sentral
juga dapat mengalami sensitisasi. Sensitisasi sentral dan perifer bertanggung jawab
terhadap munculnya hipersensitivitas nyeri setelah cidera. Sensitisasi sentral memfasilitasi
dan memperkuat transfer sinaptik dari nosiseptor ke neuron kornu dorsalis. Pada awalnya
proses ini dipacu oleh input nosiseptor ke medulla spinalis (activity dependent), kemudian
terjadi perubahan molekuler neuron (transcription dependent) 3 .
Sensitisasi sentral dan perifer merupakan contoh plastisitas sistem saraf, dimana
terjadi perubahan fungsi sebagai respon perubahan input (kerusakan jaringan). Dalam
beberapa detik setelah kerusakan jaringan yang hebat akan terjadi aliran sensoris yang
masif kedalam medulla spinalis, ini akan menyebabkan jaringan saraf didalam medulla
spinalis menjadi hiperresponsif. Reaksi ini akan menyebabkan munculnya rangsangan
10
nyeri akibat stimulus non noksius dan pada daerah yang jauh dari jaringan cedera juga
akan menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri3.
A-beta
mempunyai
aktivitas
nociceptor-like.
11
Serat
serat
sensorik
mekanoreseptor bisa diikutkan untuk transmisi sinyal yang akan menginterpretasi nyeri
ketika daerah sekitar terjadi inflamasi dan produk-produknya. Allodynia mekanikal (nyeri
atau sensasi terbakar karena sentuhan ringan) dihasilkan mekanoreseptor A-beta3.
Nosiseptor viseral, tidak seperti nosiseptor kutaneus, tidak didesain hanya sebagai
reseptor nyeri karena organ dalam jarang terpapar pada keadaan yang potensial merusak.
Banyak stimulus yang sifatnya merusak (memotong, membakar, kepitan) tidak
menghasilkan nyeri bila dilakukan pada struktur viseralis. Selain itu inflamasi, iskemia,
regangan mesenterik, dilatasi, atau spasme viseralis bisa menyebabkan spasme berat.
Stimulus ini biasanya dihubungkan dengan proses patologis, dan nyeri yang dicetuskan
untuk mempertahankan fungsi
Perjalanan Nyeri (Nociceptive Pathway)
Perjalanan nyeri termasuk suatu rangkaian proses neurofisiologis kompleks yang
disebut sebagai nosiseptif (nociception) yang merefleksikan empat proses komponen yang
nyata yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi, dimana terjadinya stimuli yang
kuat diperifer sampai dirasakannya nyeri di susunan saraf pusat (cortex cerebri)1,3,7.
Proses Transduksi
Proses dimana stimulus noksius diubah ke impuls elektrikal pada ujung saraf.
Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia, suhu dirubah menjadi suatu
aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf perifer (nerve ending) atau organorgan tubuh (reseptor meisneri, merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni). Kerusakan
jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya menyebabkan
sintesa prostaglandin, dimana prostaglandin inilah yang akan menyebabkan sensitisasi dari
reseptor-reseptor nosiseptif dan dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti histamin,
serotonin yang akan menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi
perifer1,3,
Pada nyeri nosiseptif, fase pertamanya adalah transduksi, konversi stimulus yang
intens apakah itu stimuli kimiawi seperti pH rendah yang terjadi pada jaringan yang
meradang , stimulus panas diatas 420C, atau kekuatan mekanis. Disini didapati adanya
protein transducer spesifik yang diekspresikan dalam neuron nosiseptif ini dan
mengkonversi stimulus noksious menjadi aliran yang menembus membran, membuat
depolarisasi membran dan mengaktifkan terminal perifer.
12
Proses ini tidak melibatkan prostanoid atau produksi prostaglandin oleh siklooksigenase, sehingga nyeri ini, atau proses ini, tidak dipengaruhi oleh penghambat enzim
COX-2.9
Neuron transduksi diperankan oleh suatu nosiseptor berupa serabut A- dan
serabut C yang menerima langsung suatu stimulus noksius.10
Serabut A- dan serabut C tidak hanya berbeda dalam struktur dan kecepatan
transmisinya namun mereka juga mempunyai kemampuan yang berbeda dalam
mendeteksi suatu stimulus. Serabut A- mentransmisikan nyeri tajam dan tusukan. dan
serabut C menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran, suhu, dan tekanan halus.
Walaupun dengan adanya perbedaan ini, kedua tipe serabut ini memiliki jalur yang sama
dalam menghantarkan stimulus yang terdeteksi. Rute dari impuls saraf ini biasanya disebut
dengan jalur nyeri.11,12
Selain dari peran serabut A- dan serabut C, disebutkan juga terdapat peran dari
neuroregulator yang merupakan suatu substansi yang memberikan efek pada transmisi
stimulus saraf, biasanya substansi ini ditemukan pada nosiseptor yaitu akhir saraf dalam
kornu dorsalis medulla spinalis dan pada tempat reseptor dalam saluran spinotalamik.
Neuroregulator
ada
dua
macam,
yaitu
neurotransmitter
dan
neuromodulator.
nosiseptif
sentripetal
memicu
berbagai
jalur
spinoreticular,
- Serotonergik
- Noradrenergik (Norepinephric)
Sistem analgesik endogen ini memiliki kemampuan menekan input nyeri di kornu
posterior dan proses desendern yang dikontrol oleh otak seseorang, kornu posterior
diibaratkan sebagai pintu gerbang yang dapat tertutup adalah terbuka dalam menyalurkan
input nyeri. Proses modulasi ini dipengaruhi oleh kepribadian, motivasi, pendidikan, status
emosional & kultur seseorang. Secara skematik proses modulasi dapat dilihat pada skema
dibawah ini.
mengatur emosi. Area ini yang akan memproses reaksi emosi terhadap suatu nyeri. Proses
ini berlangsung sangat cepat sehingga suatu stimulus nyeri dapat segera menghasilkan
emosi.9,12
Gambar
6. Skema proses terjadinya nyeri nosiseptif
16
BAB III
KESIMPULAN
Nyeri adalah pengalaman yang bersifat personal dan subyektif yang meliputi
faktor sensoris, emosional, perilaku yang berhubungan dengan trauma jaringan yang
aktual dan potensial. Nyeri tidaklah selalu berhubungan dengan derajat kerusakan jaringan
yang dijumpai. Namun nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetik, latar
belakang kultural, umur dan jenis kelamin.
Nyeri berdasarkan asal timbulnya dapat dibagi menjadi nyeri perseptif dan nyeri
nosiseptif. Jalur nyeri dimulai dari jalur saraf perifer, dari kulit / viscera melewati dorsal
root ganglion menuju ke dorsal horn, selanjutnya menjadi tractus spraotoalamicus. Saraf
aferen primer yang mengandung serat A , A dan C akan berakhir di Cornu dorsalis pada
lamina-lamina tertentu. Anatomi jalur nyeri dibagi menjadi jalur nyeri asendens dan jalur
modulasi desendens, dimana terjadi proses tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Mekzack R. Labour Pain As A Model Of Acute Pain. Mosby. Philadelphia. 1993; 117120.
2. Pemeriksaan Fisik. Available from : http://id.wikipedia.org/wiki/Pemeriksaan_fisik.
Diunduh pada tanggal 30 September 2011.
3. Panmedical. Nyeri. Available from: http://panmedical.wordpress.com/. Diunduh pada
tanggal 30 September 2011.
4. Rasa Nyeri. Available from: http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=560. Diunduh pada
tanggal 1 Oktober 2011.
5. Hadinoto H, Setiawan, Soetedjo. Nyeri: Pengenalan dan Tatalaksana. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang. 1996; 1-20.
6. Sidharta P. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Dian Rakyat. Jakarta. 2009; 2560.
7. Murdiyanto J. Manajemen Nyeri Akut dan Nyeri Refrakter. Available from:
http://perawattegal.wordpress.com/2009/08/29/manajemen-nyeri-akut-dan-nyerirefrakter/. Diunduh pada tanggal 30 September 2011.
8. Budiman G. Basic Neuroanatomical Pathway. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2005; 5-11.
9. Soenarjo, Jattmiko D,S: Anestesiologi. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Semarang. 2010; 295-310.
10. Anonymous. Pain Outline. Available from :
http://library.med.utah.edu/pain_center/education/outlines/toc.html.
Diunduh
pada
18
http://en.wikipedia.org/wiki/Pain_and_nociception.
Diunduh
pada
tanggal
30
September 2011.
15. Soenarjo, Jatmiko H. Anestesiologi. Ikatan Dokter Spesialis Anestesi dan Reanimasi.
Semarang. 2010; 171-183.
16. Muhiman M, Thaib R, Sunatrio S, Dahlan R. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif FKUI. Jakarta. 2004; 27-33.
19