TEORI PEMBELAJARAN
Teori ialah prinsip kasar yang menjadi dasar pembentukan sesuatu ilmu
pengetahuan. Dasar teori ini yang akan di kembangkan pada ilmu pengetahuan
agar dapat di ciptakan pengetahuan baru yang lebih lengkap dan detail sehingga
dapat memperkuat pengetahuan tersebut.Teori juga merupakan satu rumusan
daripada pengetahuan sedia ada yang memberi panduan untuk menjalankan
penyelidikan dan mendapatkan maklumat baru. Sehingga ada ahli yang
mengemukakan asumsinya terhadap kebutuha adanya sebuah rumusan teori.
Menurut Snelbecker(di situs www.teknologi-pembelajaran.com) menjelaskan
sejumlah asumsi dijadikan dasar untuk menentukan gejala yang diamati dan atau
teori yang dirumuskan. Asumsi-asumsi itu adalah:
Ilmu dan pengetahuan berkembang dengan pesat
kebanyakan orang untuk mengikuti perkembangan itu.
dengan
implikasi
bagi
5. Teori Piaget
Menurut Piaget (Dahar 1996; Hasan 1996; Surya 2003), setiap individu mengalami
tingkat-tingkat perkembangan intelektual dalam pembelajaran. Tahap- tahap
tersebut berdasarkan umur seorang anak. Tahap-tahap tersebut sebagai berikut:
1. Tingkat Sensorimotor (0-2 tahun)
Anak mulai belajar dan mengendalikan lingkungannya melalui kemampuan panca
indra dan gerakannya. Perilaku bayi pada tahap ini semata-mata berdasarkan pada
stimulus yang diterimanya. Sekitar usia 8 bulan, bayi memiliki pengetahuan object
permanence yaitu walaupun objek pada suatu saat tak terlihat di depan matanya,
tak berarti objek itu tidak ada. Sebelum usia 8 bulan bayi pada umumnya
beranggapan benda yang tak mereka lihat berarti tak ada. Pada tahap ini, bayi
memiliki dunianya berdasarkan pengamatannya atas dasar gerakan/aktivitas yang
dilakukan orang-orang di sekelilingnya.
2. Tahap Preoporational (2-7 tahun)
Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir sebelum bertindak, meskipun
kemampuan berpikirnya belum sampai pada tingkat kemampuan berpikir logis.
Masa 2-7 tahun, kehidupan anak juga ditandai dengan sikap egosentris, di mana
mereka berpikir subyektif dan tidak mampu melihat obyektifitas pandangan orang
lain, sehingga mereka sukar menerima pandangan orang lain. Ciri lain dari anak
yang perkembangan kognisinya ada pada tahap preporational adalah
ketidakmampuannya membedakan bahwa 2 objek yang sama memiliki masa,
jumlah atau volume yang tetap walau bentuknya berubah-ubah. Karena belum
berpikir abstrak, maka anak-anak di usia ini lebih mudah belajar jika guru
melibatkan penggunaan benda yang konkrit daripada menggunakan hanya katakata.
3. Tahap Concrete (7-11 thn)
Pada umumnya, pada tahap ini anak-anak sudah memiliki kemampuan memahami
konsep konservasi (concept of conservacy), yaitu meskipun suatu benda berubah
bentuknya, namun masa, jumlah atau volumenya adalah tetap. Anak juga sudah
mampu melakukan observasi, menilai dan mengevaluasi sehingga mereka tidak seegosentris sebelumnya. Kemampuan berpikir anak pada tahap ini masih dalam
bentuk konkrit, mereka belum mampu berpikir abstrak, sehingga mereka juga
hanya mampu menyelesaikan soal-soal pelajaran yang bersifat konkrit. Aktifitas
pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pengalaman langsung sangat efektif
dibandingkan penjelasan guru dalam bentuk verbal (kata-kata).
4. Tahap Formal Operations (11 tahun ke atas)
Pada tahap ini, kemampuan siswa sudah berada pada tahap berpikir abstrak.
Mereka mampu mengajukan hipotesa, menghitung konsekuensi yang mungkin
terjadi serta menguji hipotesa yang mereka buat. Kalau dihadapkan pada suatu
persoalan, siswa pada tahap perkembangan formal operational mampu
memformulasikan semua kemungkinan dan menentukan kemungkinan yang mana
yang paling mungkin terjadi berdasarkan kemampuan berpikir analistis dan logis.
Sehingga pada yang terakhir inilah merupakan kesempurnaan dari penerimaan
pembelajaran yang baik dan mengembangkan potensi diri yang sempurna.
5. Teori Vygotsky
Vygotsky adalah salah seorang tokoh konstrutivisme. Hal terpenting dari teorinya
adalah pentingnya interaksi antara aspek internal dan eksternal pembelajaran
dengan menekankan aspek ling-kungan sosial pembelajaran. Vygotsky yakin bahwa
pembelajaran terjadi ketika siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum
dipelajari, namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya
atau tugas-tugas itu berada dalam zona perkembangan proksimal (zone of proximal
development).
Sumbangan teori Vigotsky adalah penekanan pada bakat sosio budaya dalam
pembelajaran. Menurutnya, pembelajaran terjadi ketika siswa bekerja dalam zona
perkembangan proksima (zone of proximal development). Zona perkembangan
proksima adalah tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan
seseorang pada ketika pembelajaran berlaku.
Astuty (2000) secara terperinci, mengemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan
zona per-kembangan proksima adalah jarak antara tingkat per-kembangan
sesungguhnya dengan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan
sesungguhnya adalah kemampuan pemecahan masalah secara mandiri sedangkan
tingkat per-kembangan potensial adalah kemampuan pemecahan masalah di bawah
bimbingan orang dewasa melalui kerja sama dengan rakan sebaya yang lebih
mampu. Oleh yang
demkian, maka tingkat perkembangan potensial dapat
disalurkan melalui model pembelajaran koperatif. Ide penting lain juga diturunkan
Vygotsky ialah konsep pemenaraan (scaffolding) (Nur 2000), yaitu memberikan
sejumlah bantuan kepada siswa pada tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian
menguranginya dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih
tanggung jawab sekadar yang mereka mampu. Bantuan tersebut berupa petunjuk,
peringatan, dorongan, menguraikan masalah pada langkah-langkah pemecahan,
memberi contoh ataupun hal-hal lain yang memungkinkan siswa tumbuh sendiri.
6. Teori Ausubel
David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Menurut Ausubel (Dahar
1996) bahan subyek yang dipelajari siswa haruslah bermakna (meaningfull).
Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur
kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah
Brooks dan Books (1993) pula menyatakan konstruktivisme berlaku apabila siswa
membina makna tentang dunia dengan mensintesis pengalaman baru pada apa
yang mereka telah faham sebelum ini. Mereka akan membentuk peraturan melalui
cerminan tentang tindak balas mereka dengan objek dan idea. Apabila mereka
bertemu dengan objek, ide atau perkaitan yang tak bermakna pada mereka, maka
mereka akan sama ada menginterpretasikan apa yang mereka lihat supaya sesuai
dengan peraturan yang telah dibentuk atau disesuaikan dengan peraturan agar
dapat menerangkan informasi baru. Dalam teori konstruktivisme, penekanan
diberikan pada siswa lebih daripada guru. Ini karena siswalah yang bertindak balas
dengan bahan dan peristiwa
dan memperoleh kepahaman tentang bahan dan
peristiwa tersebut. Justru, siswa membina sendiri konsep dan membuat
penyelesaian kepada masalah (Sushkin 1999). Pada teori menekankan pada siswa
untuk mencari cara sendiri untuk setiap penyelesaian masalah. Sehingga dapat
ditemukan cara yang sesuai dengan dirinya.
PRINSIP PEMBELAJARAN
Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson mengetengahkan tentang 7 (tujuh)
prinsip praktik pembelajaran yang baik yang dapat dijadikan sebagai panduan
dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran, baik bagi guru, siswa, kepala
sekolah, pemerintah, maupun pihak lainnya yang terkait dengan pendidikan.
( disalin dari http://arminrasyid.wordpress.com/2009/10/31/7-prinsip-pembelajaranyg-baik/). Di bawah ini akan dijelaskan mengenai prinsip pembelajaran tersebut.
1. Encourages Contact Between Students and Faculty
Frekuensi kontak antara guru dengan siswa, baik di dalam maupun di luar kelas
merupakan faktor yang amat penting untuk meningkatkan motivasi dan
keterlibatan siswa dalam belajar. Dengan seringnya kontak antara guru-siswa ini,
guru dapat lebih meningkatkan kepedulian terhadap siswanya. Guru dapat
membantu siswa ketika melewati masa-masa sulitnya. Begitu juga, guru dapat
berusaha memelihara semangat belajar, meningkatkan komitmen intelektual siswa,
mendorong mereka untuk berpikir tentang nilai-nilai mereka sendiri serta
membantu menyusun rencana masa depannya.
2. Develops Reciprocity and Cooperation Among Students
Upaya meningkatkan belajar siswa lebih baik dilakukan secara tim dibandingkan
melalui perpacuan individual (solo race). Belajar yang baik tak ubahnya seperti
bekerja yang baik, yakni kolaboratif dan sosial, bukan kompetitif dan terisolasi.
Melalui bekerja dengan orang lain, siswa dapat meningkatkan keterlibatannya
dalam belajar. Saling berbagi ide dan mereaksi atas tanggapan orang lain dapat
semakin mempertajam pemikiran dan memperdalam pemahamannya tentang
sesuatu.
3. Encourages Active Learning
Belajar bukanlah seperti sedang menonton olahraga atau pertunjukkan film. Siswa
tidak hanya sekedar duduk di kelas untuk mendengarkan penjelasan guru,
menghafal paket materi yang telah dikemas guru, atau menjawab pertanyaan guru.
Tetapi mereka harus berbicara tentang apa yang mereka pelajari dan dapat
menuliskannya, mengaitkan dengan pengalaman masa lalu, serta menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari mereka. Mereka harus menjadikan apa yang mereka
pelajari sebagai bagian dari dirinya sendiri.
4. Gives Prompt Feedback
Siswa membutuhkan umpan balik yang tepat dan memadai atas kinerjanya
sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari apa yang telah dipelajarinya.
Ketika hendak memulai belajar, siswa membutuhkan bantuan untuk menilai
pengetahuan dan kompetensi yang ada. Di kelas, siswa perlu sering diberi
kesempatan tampil dan menerima saran agar terjadi perbaikan. Dan pada bagian
akhir, siswa perlu diberikan kesempatan untuk merefleksikan apa yang telah
dipelajari, apa yang masih perlu diketahui, dan bagaimana menilai dirinya sendiri.
5. Emphasizes Time on Task
Ada pernyataan waktu + energi = belajar. Memanfaatkan waktu dengan sebaikbaiknya merupakan sesuatu yang sangat penting bagi siswa. Siswa membutuhkan
bantuan dalam mengelola waktu efektif belajarnya. Mengalokasikan jumlah waktu
yang realistis artinya sama dengan belajar yang efektif bagi siswa dan pengajaran
yang efektif bagi guru. Sekolah seyogyanya dapat mendefinisikan ekspektasi waktu
bagi para siswa, guru, kepala sekolah, dan staf lainnya untuk membangun kinerja
yang tinggi bagi semuanya
6. Communicates High Expectations
Berharap lebih dan Anda akan mendapatkan lebih. Harapan yang tinggi merupakan
hal penting bagi semua orang. Mengharapkan para siswa berkinerja atau
berprestasi baik pada gilirannya akan mendorong guru maupun sekolah bekerja
keras dan berusaha ekstra untuk dapat memenuhinya
7. Respects Diverse Talents and Ways of Learning
Ada banyak jalan untuk belajar. Para siswa datang dengan membawa bakat dan
gaya belajarnya masing-masing Ada yang kuat dalam matematika, tetapi lemah
dalam bahasa, ada yang mahir dalam praktik tetapi lemah dalam teori, dan
sebagainya. Dalam hal ini, siswa perlu diberi kesempatan untuk menunjukkan
bakatnya dan belajar dengan cara kerja mereka masing-masing. Kemudian mereka
didorong untuk belajar dengan cara-cara baru, yang mungkin ini bukanlah hal
mudah bagi guru untuk melakukannya.
Pada bagian lain, Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson mengatakan bahwa
guru dan siswa memegang peran dan tanggung jawab penting untuk meningkatkan
mutu pembelajaran, tetapi mereka tetap membutuhkan bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak untuk membentuk sebuah lingkungan belajar yang kondusif bagi
praktik pembelajaran yang baik. Adapun yang dimaksud dengan lingkungan
tersebut meliputi:
(a) adanya rasa tujuan bersama yang kuat;
(b)dukungan kongkrit dari kepala sekolah dan para administrator pendidikan untuk
mencapai tujuan ;
(c) dana yang memadai sesuai dengan tujuan;
(d) kebijakan dan prosedur yang konsisten dengan tujuan; dan
(e) evaluasi yang berkesinambungan tentang sejauh mana ketercapaian tujuan.
Dari selain prinsip diatas sebenarnya masih banyak prinsip pembelajaran yang
dikembangkan sampai saat ini. Tetapi disini penulis hanya mengambil beberapa
saja.
KONSEP PEMBELAJARAN
Ada banyak sekali konsep pembelajaran yang diterapkan khususnya di Indonesia.
Salah satunya konsep pembelajaran konstekstual yang dipandang sebagai salah
satu strategi yang memenuhi prinsip pembelajaran. Konsep pembelajaran yang
konstekstual ini merupakan pembelajaran aktif antara guru dan siswa. Dan di dalam
konsep pembelajaran konstekstual ada unsur-unsurnya. Untuk lebih jelasnya
sebagai berikut penjelasannya.
Constructivisme
Belajar adalah proses aktif mengonstruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman
alami maupun manusiawi, yang dilakukan secara pribadi dan sosial untuk mencari
makna dengan memproses informasi sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan
kerangka berpikir yang dimiliki. Belajar berarti menyediakan kondisi agar
memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya. Kegiatan
belajar dikemas menjadi proses mengonstruksi pengetahu-an, bukan menerima
pengetahuan sehingga belajar dimulai dari apa yang diketahui peserta didik.
Peserta didik menemukan ide dan pengetahuan (konsep, prinsip) baru, menerapkan
ide-ide, kemudian peserta didik mencari strategi belajar yang efektif agar mencapai
kompetensi dan memberikan kepuasan atas penemuannya itu.
Inquiry
Siklus inkuiri: observasi dimulai dengan bertanya, mengajukan hipotesis,
mengumpulkan data, dan menarik simpulan. Langkah-langkah inkuiri dengan
merumuskan masalah, melakukan
observasi, analisis data, kemudian
mengomunikasikan hasilnya. Inquiri merupakan pembelajaran untuk dapat berpikir
nyata dan kritis dalam menyikapinya. Biasanya untuk inkuiri ini berbentuk kasus
untuk dianalisis berdasarkan teori yang ada.
Questioning
Berguna bagi guru untuk: mendorong, membimbing dan menilai peserta didik;
menggali informasi tentang pemahaman, perhatian, dan pengetahuan peserta
didik. Berguna bagi peserta didik sebagai salah satu teknik dan strategi belajar. Jika
pertanyaan bagus maka akan memberikan rasa ingin tahu kepada peserta didik.
Learning Community
Dilakukan melalui pembelajaran kolaboratif. Belajar dilakukan dalam kelompokkelompok kecil sehingga kemampuan sosial dan komunikasi berkembang.
Modelling
Berguna sebagai contoh yang baik yang dapat ditiru oleh peserta didik seperti cara
menggali informasi, demonstrasi, dan lain-lain. Pemodelan ini dapat dilakukan oleh
guru (sebagai teladan), peserta didik, dan tokoh lain.
Reflection
Yaitu tentang cara berpikir apa yang baru dipelajari. Sehingga ada respon terhadap
kejadian, aktivitas/pengetahuan yang baru. Hasilnya nanti merupakan konstruksi
pengetahuan yang baru. Bentuknya dapat berupa kesan, catatan atau hasil karya
yang dapat memberikan imbal balik.
Autentic Assesment
Yaitu menilai sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Hal iuni berlangsung selama
proses pembelajaran secara terintegras. Pada unsur ini dapat dilakukan melalui
berbagai cara yaitu test dan non-test. Alternative bentuk yang dapat dilakukan
kinerja, observasi, portofolio, dan/atau jurnal
Seorang ahli yang bernama Carl R Rogers (1951) mengajukan konsep pembelajaran
laian daripada konsep pembelajaran konstektual yaitu Student Centered Learning
yang intinya yaitu :
1.
Kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanya bisa menfasilitasi
belajarnya.
2.
Seseorang akan belajar secarasignifikan hanya pada hal-hal yang dapat
memperkuat/menumbuhkan selfnya.
3.
4.
Pendidikan akan membelajarkan peserta didik secara signifkan bila tidak ada
tekanan terhadap peserta didik, dan adanya perbedaan persepsi/pendapat
difasilitasi/diakomodir.
Dari kedua konsep tersebut memang tidak ada yang salah dalam pembelajaran.
Biasanya yang terjadi kekeliruan adalah pada saat prakteknya. Banyak pengajar
yang mempraktekkan sesuka dirinya sehingga jika dikatakan seorang pengajar itu
hanya menggunakan satu konsep, itu merupakan pernyataan yang salah. Banyak
para pengajar yang menggunakan kombinasi berbagai konsep. Hal ini agar
menunjang pembelajaran yang baik dan agar bisa di mengerti oleh siswanya
dengan baik. Ketika seorang pengajar menggunakan konsep terdiri hanya satu
itupun sebenarnya tidak salah, karena banyak sekali pengajar yang mengajar
dengan konsep sama tetapi terjadi perbedaan di teknik-teknik pembelajarannya.
Maka haruslah dimengerti untuk konsep ini bebas dilakukan oleh pengajar apakah
mimilih satu atau dua konsep.
PENUTUP
Dari berbagai penjelasan mengenai Teori,prinsip dan konsep pembelajaran ternyata
merupakan hal yang beraneka ragam di pembelajaran. Sehingga hal ini perlu
dihubungkan dan dikaitkan agar bisa menjadi sebuah kesatuan pembelajaran yang
kreatif dan menyenangkan. Karena hal itulah yang menjadi cita-cita setiap
pembelajaran agar lebih mutunya daripada yang lalu.
REFERENSI
Abrari Rusyan.1989.Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar.Bandung:Remadja
Gino, Suwarni,
I.Surakarta: UNS
Suripto,
Maryanto,
Sutijan.2000.Belajar
dan
Pembelajaran