Anda di halaman 1dari 10

KRISIS HIPERTENSI

A. Pendahuluan
Perubahan gaya hidup masyarakat, seperti berkurangnya aktivitas fisik
menyebabkan munculnya berbagai penyakit kronis, salah satunya hipertensi. Pasien
hipertensi diharuskan mengonsumsi obat secara teratur, sehingga diperlukan
kepatuhan dalam mengonsumsi obat. Namun, apabila obat yang seharusnya
dikonsumsi oleh penderita tidak atau tidak teratur dalam mengonsumsinya, maka akan
dapat menjadi krisis hipertensi. Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang serius. Salah satu masalah yang timbul adalah krisis hipertensi yang
mungkin terjadi pada periode perioperatif dan turut meningkatkan morbiditas
kardiovaskuler intraoperatif dan pascaoperatif. Morbiditas kardiovaskuler dapat
mencakup iskemia dan infark miokard, stroke, serta perdarahan pascaoperasi. Maka,
prinsip penatalaksanaan krisis hipertensi preoperatif yang tepat penting diketahui.
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan
darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi
kelainan organ target. Dimana, pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien
yang tidak teratur atau tidak mengkonsumsi obat antihipertensi. 6
Dari populasi Hipertensi, ditaksir 70% menderita hipertensi ringan sebanyak
20% dan 10% HT berat. Pada setiap jenis hipertensi dapat mengakibatkan krisis
hipertensi, dimana tekanan darah diastolik sangat meningkat sampai 120 130 mmHg
yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan
tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis hipertensi menurut
laporan dari hasil penelitian di negara maju berkisar 2 7% dari populasi hipertensi,
terutama pada usia 40 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 10
tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena
kemajuan dalam pengobatan hipertensi, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1%
dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan
tentang angka kejadian terkait hal ini. 2

Dua puluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien
hipertensi krisis. Data di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan prevalensi
hipertensi dari 6,7% pada penduduk berusia 20-39 tahun, menjadi 65% pada
penduduk berusia diatas 60 tahun. Data ini dari total penduduk 30% diantaranya
menderita hipertensi dan hampir 1%-2% akan berlanjut menjadi hipertensi krisis
diser- tai kerusakan organ target. Sebagian besar pasien dengan stroke perdarahan
mengalami hipertensi krisis. 1
Disamping itu, krisis hipertensi merupakan salah satu kasus gawat darurat
dibidang neurovascular yang kerap dijumpai di instalasi gawat darurat. Adapun tandatanda yang berhubungan dengan krisis hipertensi ialah peningkatan tekanan darah
akut dan juga sering berhubungan dengan gejala sistemik, dimana merupakan
konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Hal ini merupakan komplikasi yang
sering terjadi pada penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera
untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa. 1
Krisis hipertensi dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu hipertensi
emergensi dan hipertensi urgensi. Sebagian besar ahli mendefinisikan hipertensi
emergensi sebagai suatu kondisi yang memerlukan penurunan tekanan darah segera
dengan menggunakan obat paranteral akibat terdapat ancaman adanya kerusakan
organ target yang akut serta progresif. Sedangkan, hipertensi urgensi merupakan suatu
kondisi yang terjadi karena peningkatan tekanan darah yang nyata, akan tetapi tanpa
disertai gejala klinis yang berat atau kerusakan organ target yang progresif. Namun,
pada dasarnya tekanan darah perlu diturunkan dalam hitungan jam dengan
menggunakan obat oral. Pasien dewasa muda dengan hipertensi perlu dicurigai
mengalami hipertensi renovaskular walaupun keadaannya dapat kuga disebabkan oleh
faktor yang lain. 3
Secara umum melingkupi evaluasi perioperatif menyeluruh tentang riwayat
hipertensi, riwayat pengobatan, respons pasien terhadap terapi, serta penentuan obat
antihipertensi bila tindakan operasi harus dilakukan. Keputusan pemilihan obat
dipengaruhi situasi klinis namun harus mempertimbangkan beberapa aspek terkait
karakteristik obat seperti onset kerja yang cepat, kemudahan titrasi, serta kenyamanan
pasien. 4

B. Definisi
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan
darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi
kelainan organ target. Dalam kata lain, krisis hipertensi merupakan peningkatan
tekanan darah yang mendadak dengan tekanan darah sistolik 180 mm Hg dan atau
diastolik 120 mm Hg, yang membutuhkan penanggulangan segera.
Dimana, pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien yang tidak teratur atau
tidak mengkonsumsi obat antihipertensi. 6
JNC 7 membagi krisis hipertensi berdasarkan ada atau tidaknya bukti
kerusakan organ target yang progresif (hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi).
Bukti kerusakan organ target yang dimaksud antara lain ensefalopati hipertensif,
infark miokard akut, gagal jantung kiri disertai edema paru, diseksi aneurisma aorta,
dan eklamsia. Dimana, klasifikasi ini berdampak pada tatalaksana pasien itu sendiri.
Upaya penurunan tekanan darah pada kasus hipertensi emergensi harus dilakukan
segera (< 1 jam) sedangkan pada kasus hipertensi urgensi dapat dilakukan dalam
beberapa kurun waktu beberapa jam hingga beberapa hari. 4
Krisis hipertensi terdiri dari:
1.

Hipertensi mendesak (urgency hypertension), yang apabila tekanan darah


sistolik >180 mmHg atau diastolik >120 mmHg tanpa disertai kerusakan organ
target sehingga penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat

2.

(dalam hitungan jam sampai hari).


Hipertensi darurat (emergency hypertension), yang apabila tekanan darah
sistolik >180 mmHg atau diastolik >120 mmHg, dan terdapat kelainan atau
kerusakan organ target yang progresif sehingga tekanan darah harus
diturunkan dengan segera (dalam menit sampai jam) guna untuk mencegah
kerusakan organ target yang terjadi. 6
Kedua jenis krisis hipertensi ini perlu dibedakan dengan cara

anamnesis dan pemeriksaan fisik, karena baik faktor risiko dan


penanggulangannya berbeda.
Dikenal

beberapa

hipertensi, antara lain :

istilah

yang

berkaitan

dengan

krisis

1. Hipertensi refrakter
Respon pengobatan yang tidak memuaskan dan tekanan
darah >200/110

mmHg,

walaupun

telah

pengobatan yang efektif (triple drug) pada

diberikan

penderita

dan

kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat.


2. Hipertensi akselerasi
Peningkatan tekanan darah diastolic >120 mmHg disertai
dengan kelainan fundoskopi. Apabila tidak diobati maka akan
dapat berlanjut ke fase maligna.
3. Hipertensi maligna
Penderita hipertensi akselerasi
diastolic >120

dengan

tekanan

darah

130 mmHg dan kelainan fundoskopi disertai

papil edema, peninggian

tekanan intracranial, kerusakan yang

cepat dari vascular, gagal ginjal akut,

ataupun

kematian

pendertia tidak mendapatkan pengobatan. Hipertensi


biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi

jika

maligna
esensial

ataupun sekkunder dan jarang pada penderita yang sebelumnya


mempunyai tekanan darah normal.
4. Hipertensi ensefalopati
Kenaikan tekanan darah secara mendadak dengan keluhan
sakita kepala berat, penurunan kesadaran. Keadaan ini dapat
manjadi reversible jika

tekanan darah tersebut diturunkan.

C. Etiologi
Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa
disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun, faktor penyebab krisis
hipertensi (hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi) masih belum diketahui.
Diduga karena terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan
menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi. 1

D. Epidemiologi
Prevalensi rata-rata 1-5 % penduduk dewasa tergantung dari kesadaran pasien
akan adanya hipertensi dan derajat kepatuhan makan obat.6 Secara global, angka

kejadian hipertensi primer yang mengalami progresi menjadi krisis hipertensi hanya
kurang dari 1%. Rendahnya angka tersebut tampaknya disebabkan oleh makin
terjangkaunya terapi hipertensi. Akan tetapi, kepuasaan janganlah sampai ada sebab
semua hipertensi memiliki potensi untuk berkembang menjadi krisis hipertensi. 4
Walaupun telah banyak kemajuan dalam pengobatan hipertensi, namu para
kilinisi harus tetap waspada akan kejadian krisis hipertensi, karena penderita krisis
hipertensi dapat membahayakan jiwa atau dalam kata lain dapat mengakibatkan
kematian, apabila tidak ditanggulangi dengan cepat dan tepat. Pengobatan yang cepat
dan tepat serta intensif lebih diutamakan daripada prosedur diagnostik karena
sebagian besar komplikasi krisis hipertensi bersifat reversibel. Dalam menanggulangi
krisis hipertensi dengan obat antihipertensi, diperlukan pemahaman mengenai
autoregulasi tekanan darah dan aliran darah, pengobatan yang selektif dan terarah
terhadap masalah medis, yang menyertai pengetahuan mengenai obat parenteral dan
oral antihipertensi, variasi regimen pengobatan untuk mendapatkan hasil pengobatan
yang memadai dan efek samping yang minimal. 2
E. Patogenesis
Tanda dan gejala krisis hipertensi merupakan gambaran kerusakan akut
dinding endotel vaskuler dan aktivasi platelet. Temuan klinis krisis hipertensi dapat
terlihat melalui pemeriksaan fisik umum berupa pengukuran tekanan darah serta
pemeriksaan khusus yang mencakup berbagai fungsi organ seperti mata, jantung,
ginjal, saluran cerna, serta darah. 4
Diperkirakan, krisis hipertensi diakibatkan oleh kegagalan fungsi autoregulasi
dan peningkatan resistensi vascular sistemik yang mendadak dan cepat. Peningkatan
tekanan darah dapat menyebabkan stress mekanik dan jejas pada endotel sehingga
permeabilitas pembuluh darah meningkat. Hal tersebut memicu kaskade koagulasi
dan deposisi fibrin, kemudia menyebabkan iskemia serta hipoperfusi organ yang
menyebabkan gangguan fungsi. Siklus tersebut berlangsung berkelanjutan sehingga
disfungsi organ target bersifat progresif (semakin berat). 5
F. Diagnosis
Diagnosis untuk kasus krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin,
karena hasil terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu

menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang


minimal, sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi. 2
Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi harus
dapat dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka morbiditas
dan mortalitas pasien. Penilaian awal dari pasien hipertensi harus termasuk riwayat
lengkap dan pemeriksaan fisik untuk memastikan sebuah diagnose dari hipertensi.
Kebanyakan pasien dengan hipertensi memiliki gejala yang tidak spesifik terkait
dengan kenaikan tekanan darah.Meskipun kebanyakan memikirkan bahwa timbul
sebuah gejala ketika terjadi kenaikan tekanan arterial, sakit kepala umumnya terjadi
hanya pada pasien dengan hipertensi berat.Sakit kepala karena hipertensi umunya
terjadi pada pagi dan terlokalisasi pada region oksipitalis.Gejala non spesifik lainnya
yang mungkin dapat berhubungan kenaikan tekanan darah termasuk pusing, palpitasi,
mudah lelah, dan impotensi. Berikut hal-hal yang harus dilakukan dalam menegakkan
diagnosa, meliputi :
1.

Anamnesis
Sewaktu penderita masuk, perlu dilakukan anamnesa singkat. Yang
ditanyakan pada saat anamnesis ialah adanya riwayat hipertensi dan
pengobatan hipertensi sebelumnya. Gejala organ target yang dirasakan
(serebrosvaskular, jantung, dan fungsi penglihatan).

2.

Pemeriksaan Fisik
a. Tekanan darah: tekanan darah sistolik >180 mmHg, tekanan
darah diastolic >120 mmHg.
b. Funduskopi: untuk melihat adanya spasme arteri segmental, edema
retina, perdarahan retina (superfisial, berbentuk api, atau titik), eksudat
retina, papiledema, vena membersar.
c. Pemeriksaaan

neurologis:

sakit

kepala,

bingung,

kehilangan

penglihatan, defisit fokal neurologis, kejang, koma.


d. Status kardiopulmoner
e. Pemeriksaan cairan tubuh: oliguria pada gangguan ginjal akut.
f. Pemeriksaan denyut nadi perifer
3.

Pemeriksaan Penunjang
a.

Hematokrit dan apusan darah

b.

Urinalisis: proteinuria, eritrosit pada urin.

c.

Kimia darah: peningkatan kreatinin, azotemia (ureum >200 mg/dL),


glukosa, elektrolit.

d.

Elektrokardiografi: adanya iskemia, hipertrofi ventrikel kiri.

e.

Foto thorax (jika terdapat kecurigaan gagal jantung atau diseksi aorta).
(kapita selekta)

f.

Ultrasonografi: untuk melihat struktur ginjal. 6

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan krisis hipertensi alangkah baiknya dilakukan di rumah sakit
agar mendapat perawatan secara intens, kemudian tatalaksana krisis hipertensi dapat
dilakukan di pelayanan primer dengan memberikan obat antihipertensi oral. Dimana,
pelayanan primer yang dimaksud ialah sebagai pelayanan pendahuluan sebelum ke
rumah sakit. Antihipertensi oral diberikan secara sublingual atau dihisap atau
dikunyah atau ditelan, tergantung sifat kimiawi dari obat tersebut.

Antihipertensi oral utk Krisis Hipertensi


OBAT

CARA
PEMBERIAN

FARMAKOLOGI

DOSIS

ACE-1
(Captopril)

Sublingual
Oral
(dikunyah,
dihisap)

Mulai kerja SL: 10-15 menit


Oral: 15-30 menit
Efek max.SL: 60 menit
Oral: 1-2 jam
Lama kerja: 8 jam

12,5-25 mg

Central alpha Oral

Mulai kerja: 30-60 menit

75-150 mcg/kali/jam

agonist

Efek max.: 2-4 jam

Total: 900 mcg

(Clonidin)
Calcium

Oral

Lama kerja: 3-12 jam


Mulai kerja: 5-20 menit

5-10 mg.

channel

(dikunyah,

Efek max.: 30-60 menit

Obat alternatif bila obat lain

blocker

ditelan)

Lama kerja: 2-6 jam

tidak ada. Sudah jarang

(Nifedipin)

diberikan

karena

dapat

menurunkan tekanan darah


dengan

sangat

cepat

sehingga

sulit

untuk

mengatur

respon,

meningkatkan

serta
risiko

iskemia serebral dan jantung


Sumber: Kapita Selekta Kedokteran
1. Hipertensi Urgensi
Penurunan tekanan darah dilakukan dalam beberapa jam dengan target
tekanan darah normal tercapai dalam waktu 1-2 hari menggunakan
antihipertensi oral. Setelah tekanan darah mencapai normal, maka perlu
dilakukan :
Identifikasi penyebab hipertensi urgensi
Pemberian regimen antihipertensi dalam jangka panjang untuk kontrol
tekanan darah.
2. Hipertensi Emergensi
Targert terapi untuk kasus hipertensi emergensi ialah penurunan mean
arterial pressure (MAP) <25% dengan menggunakan agen parenteral dalam
waktu kurang dari 1 jam. Dalam 2-6 jam setelah stabil, turunkan tekanan darah
diastolik hingga mencapai 160/100-110 mmHg. Apabila tetap stabil maka
turunkan tekanan darah hingga sesuai target dalam 24 48 jam. Penurunan

tekanan darah mendadak dapat menyebabkan iskemia organ target. Khusus pada
diseksi aorta tanpa syok, target tekanan sistolik 120 mmHg harus dicapai dalam
20 menit. Penurunan tekanan dan pemantauan tekanan darah sebaiknya dilakukan
di intensive care unit (ICU). 5
H. Prognosis
Penyebab kematian tersering adalah stroke (25%) , gagal ginjal (19%) dan gagal
jantun (13%). Prognosis menjadi lebih baik apabila penangannannya tepat dan segera.
1

Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita


hanya 20% dalam 1 tahun. Kematian disebabkan oleh uremia sebanyak 19%, payah
jantung kongestif sebanyak 13%, cerebro vascular accident sebanyak 20%, payah
jantung kongestif disertai uremia sebanyak 48%, infrak miocard sebanyak 1%, dan
diseksi aorta sebanyak 1%.
Prognosis menjadi lebih baik akibat ditemukannya obat yang efektif dan
penanggulangan penderita gagal ginjal dengan analisis dan transplantasi ginjal.
Whitworth melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980 bahwa survival dalam 1
tahun berkisar 94% dan survival 5 tahun sebesar 75%. Tidak dijumpai perbedaan hasil
antara retionopati KW III dan IV. Serum creatine merupakan prognostik marker yang
paling baik dan dalam studinya didapatkan bahwa 85% dari penderita dengan
creatinite <300 umol/l memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan penderita
yang mempunyai fungsi ginjal yang buruk, yaitu 9 %. 2

I. Perujukan
1. Tjandrawinata RR., Kumalasari R, editors. Medicinus Scientific Journal Of
Pharmaceutical Development And Medical Application. Vol 27. No.3. Tangerang:
Titan Center; 2014
2. Majid A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis Dan Pengobatan. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara: USU Digital Library;
2004
3. Wijaya I., Siregar P. The Indonesian Journal of Internal Medicine Hypertensive Crises in the Adolescent: Evaluation of Suspected

Renovaskular Hypertension. Vol 45. No.1. Jakarta: Departement


of Internal Medicine. Faculty of Medicine, University of Indonesia;
2013
4. Hoppert M., Storey KB, editors. Cermin Dunia Kedokteran:
Penatalaksanaan Terkini Krisis Hipertensi Preoperatif. Vol.40.
N0.10. Jakarta: Kalbe Farma; 2013
5. Tanto C., Liwang F., Hanifati S., Pradipta EA, editors. Kapita
Selekta Kedokteran. Ed.IV. Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius;
2014
6. Sudoyo AW., Setiyohadi B., Alwi I., Marcellus SK., Setiati KS,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.V. Jilid II. Jakarta:
Interna Publishing; 2009

J. Penutup
Krisis

hipertensi

merupakan

salah

satu

kegawatan

di

bidang

neurocardiovaskular yang kerap dijumpai di instalasi gawat darurat. Krisis hipertensi


terdiri dari hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi. Keduanya harus dibedakan
agar dapat memilih pengobatan yang memadai bagi penderita sehingga dapat
ditangani dengan tepat dan segera sehingga prognosisnya terhadap organ target (otak,
ginjal dan jantung) dan sistemik dapat ditanggulangi dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai