Anda di halaman 1dari 50

STEP 7

1. Bagaimana metabolism bilirubin?


Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan
bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi
oksidasi-reduksi.1 Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme,
dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari
penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti
mioglobin,

sitokrom,

Metabolisme

katalase

bilirubin

meliputi

dan

peroksidase.3,4,11,14,16,25

pembentukan

bilirubin,

transportasi

bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.1,9


Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme
dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian
besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain.3,4,9 Biliverdin yang larut
dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin
reduktase.3,9 Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta
pada pH normal bersifat tidak larut. 9,18
Pembentukan
selanjutnya

bilirubin

yang

dilepaskan

ke

terjadi

sirkulasi

di

sistem

yang

akan

retikuloendotelial,
berikatan

dengan

albumin.3,11,16 Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak


larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar.
Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat nontoksik.
Pada

saat

kompleks

bilirubin-albumin

mencapai

membran

plasma

hepatosit, albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian


bilirubin, ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin
(protein

Y),

mungkin

juga

dengan

protein

ikatan

sitotoksik

lainnya.Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak


terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis.
Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi
yang larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim
uridine diphosphate glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini
kemudian

diekskresikan

ke

dalam

kanalikulus

empedu.1,4,9,25

Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali ke


retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya.3,9,18
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke
dalam

kandung

empedu,

kemudian

memasuki

saluran

cerna

dan

diekskresikan melalui feces.1,9,25 Setelah berada dalam usus halus,


bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali
dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim betaglukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari
saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut sirkulasi
enterohepatik.

Hasan, R., Alatas, H., 2000, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak,
Jilid 3, Cetakan 9, Jakarta, hal 1102-1105
Proses pembentukan bilirubin :
i. Produksi :
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi
hemoglobin pada sistem retikuloendotelial. Tingkat penghancuran
hemoglobin ini pada neonatos lebih tinggi daripada bayi yang lebih
tua. Satu gr hemoglobin dapat menghasilkan 35mg bilirubin indirek.
Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan
zat warna diazo, yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut
dalam lemak.
ii. Transportasi :
Bilirubin indirek kemudian dicta oleh albumin. Sel parenkim hepar
mempunyai cara selektif dan efektif
mengambil bilirubin dari
plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit
sedangkan albumin tidak. Didalam sel bilirubin akan terikat pada
ligandin dan sebagian kecil pada glutation S-transferase lain dan
protein Z. Proses ini merupakan proses 2 arah, tergantung dari
konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam
hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit
dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya
sitosol hepar, ligandin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak.
Pemberian fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligandin dan
memberi tempat pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin.
iii. Konjugasi :
Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin
diglukoronide walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk
monoglukoronide. Glukoronide transferase merubah bentuk
monoglukoronide menjadi diglukoronide. Ada 2 enzim yang terlibat
dalam sntesis bilirubin diglukoronide. Pertama-tama ahila uridin
difosfat glukoronide transferase (UDPG) yang mengkatalisasi
pembentukan bilirubin monoglukoronide. Sntesis dan ekskresi
diglukoronide terjadi di membran kanlikulus. Isomer bilirubin yang
dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat
diekskresi langsung ke dalam empedu tanpa konjugasi misalnya
isomer yang terjadi sesudah terapi sinar.
iv. Ekskresi :
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi direk yang larut dalam air
dan diekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus.
Dalam usu bilirubin direk ini tidak diabsorbsi, sebagian kescil

bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorbsi.


Siklus ini disebut siklus enterohepatis.
v. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus :
Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada
kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37
minggu, pada inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam
cairan amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis.
Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus
fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnion belum diketahui
dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mucosa saluran
nafas dan saluran cerna. Produksi bilirubin
pada fetus
dan
neonatos diduga sama besarnya tetapi kesanggupan hepar
mengambil bilirubin dari sirkulasi Sangay terbatas. Demikian
kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir
semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan
mudah melalui placenta ke sirkulasi ibu dan disekresi oleh hepar
ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua
neonatos dapat terjadi kumulasi bilirubin indirek sampai 2mg%. Hal
ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan fatus mengolah bilirubin
berlanjut pada masa neonatos. Pada masa janin hal ini diselesaikan
oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini beakibat
penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru
lahir karena fungs hati belum matang atau bila terdapat gangguan
dalam fungs hepar akibat hipokasi, asidosis atau bila terdapat
kekurangan enzim glukoronil transferase atau kekurangan glucosa,
kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Bilirubin indirek
yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin
dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya
rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indirek yang
bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin
indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. Inilah
yang menjadi dasar pencegahan kernicterus dengan pemberian
albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20mg%
pada umumnya capacitas maksimal pengikatan bilirubin oleh
neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah tercapai.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Perinatologi, dalam Buku
Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3. FKUI. Jakarta. 1985.
2. Apa saja kemungkinan yang menyebabkan kulit kuning?
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:

Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak
dan berumur lebih pendek.
Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim
glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum
adekuat) -> penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.
Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim
-> glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat


disebabkan oleh faktor/keadaan:

Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus,


defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.
Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi
intra uterin.
Polisitemia.
Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.
Ibu diabetes.
Asidosis.
Hipoksia/asfiksia.
Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi
enterohepatik.

1. Peningkatan produksi :
- Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO.
- Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
- Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
- Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
- Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta) , diol (steroid).
- Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.

- Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.


2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah
seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Perinatologi, dalam Buku
Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3. FKUI. Jakarta. 1985.
3. Apakah di scenario tjd ikterus pd bayi fisiologis/patologis?
Ikterus patologis pd bayi premature?
4. Klasifikasi ikterus
Klasifikasi ikterus
Untuk mengklasifikasikannya dilihat dari gejala-gejalanya yaitu:
Ikterus Fisiologis (ringan)

Timbul kuning pada umur >24 jam sampai <14 hari

Kuning tidak sampai telapak tangan / telapak kaki


Ikterus fisiologis tidak berbahaya, penanganannya bayi dijemur setiap pagi
antara jam 7 - 9 pagi selama 30 - satu jam. Tingkatkan frekuensi
pemberian ASI, minimal 8 - 12 kali sehari. Jika dirasakan sudah cukup
menyusuinya, sebaiknya perhatikan apakah bayi benar-benar menghisap
atau hanya mengempeng saja. Bila dirasakan ada masalah dalam
menyusui segera lakukan konsultasi di klinik laktasi terdekat. Bila gejala
masih tampak hingga >14 hari segera periksakan ke dokter.
Ikterus Patologis (berat)

Timbul kuning pada hari pertama (<24 jam) setelah lahir, atau
Kuning ditemukan pada umur lebih dari 14 hari, atau
Kuning sampai telapak tangan / telapak kaki, atau
Tinja berwarna pucat

Jika tidak segera ditangani, kadar bilirubin terus meningkat sehingga dapat
meracuni otak, terjadinya kerusakan saraf yang dapat menyebabkan cacat

seperti tuli, pertumbuhan terhambat atau kelumpuhan otak besar atau


bahkan dapat menyebabkan kematian
Surjono A. Hiperbilirubinemia pada neonatus:pendekatan kadar
bilirubin bebas. Berkala Ilmu Kedokteran 1995;27:43-6.
Martin CR, Cloherty JP. Neonatal Hyperbilirubinemia. In: Cloherty
JP, Eichenwald EC, Stark AR, editors. Manual of Neonatal Care, 5th
edition.
5. Faktor Resiko ikterus (etiologi)
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
a.

b.

c.

Faktor Maternal
Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
ASI
Faktor Perinatal
Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
Faktor Neonatus
Prematuritas
Faktor genetik
Polisitemia
Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
Rendahnya asupan ASI
Hipoglikemia
Hipoalbuminemia

Surjono A. Hiperbilirubinemia pada neonatus:pendekatan kadar


bilirubin bebas. Berkala Ilmu Kedokteran 1995;27:43-6.
Martin CR, Cloherty JP. Neonatal Hyperbilirubinemia. In: Cloherty
JP, Eichenwald EC, Stark AR, editors. Manual of Neonatal Care, 5th
edition.
6. Px metode Kramer Intepretasi dari Kramer 1?

Ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Dan membagi tubuh
bayi baru lahir dalam lima bagian bawah sampai tumut, tumitpergelangan kaki dan bahu pergelanagn tangan dan kaki seta tangan
termasuk telapak kaki dan telapak tangan.
Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk ditempat yang
tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain.
Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap-tiap nomor disesuaikan
dengan angka rata-rata didalam gambar di bawah ini :
Tabel hubungan kadar bilirubin dengan ikterus
Deraj
at

Daerah Ikterus

Perkiraan kadar Bilirubin


(rata-rata)

Ikteru
s

Aterm

Prematur

Kepala sampai
leher

5,4

Kepala, badan
sampai dengan
umbilicus

8,9

9,4

Kepala, badan,
paha, sampai
dengan lutut

11,8

11,4

Kepala, badan,
ekstremitas
sampai dengan
tangan dan kaki

Kepala, badan,
semua
ekstremitas
sampai dengan
ujung jari

15,8

13,3

Penentuan derajat ikterus menurut pembagian zona tubuh (menurut


KRAMER)
Kramer I. Daerah kepala(Bilirubin total 5 7 mg)
Kramer II daerah dada pusat(Bilirubin total 7 10 mg%)
Kramer III Perut dibawah pusat s/d lutut(Bilimbin total 10 13

mg)
Kramer IV lengan s/d pergelangan tangan tungkai bawah s/d

pergelangan kaki(Bilirubin total 13 17 mg%)


Kramer V s/d telapak tangan dan telapak kaki(Bilirubin total
>17 mg%)

(Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008)


Kenapa ikterus paling ringan di mulai dari kepala lebih dulu?
7. Hubungan HbSAg ibu (-) dg imunisasi hepatitis B pd bayinya?
HBsAg: Hasil yang negatif mengindikasikan orang tersebut belum
pernah terpapar terhadap virus atau tengah pulih dari infeksi hepatitis
akut dan telah berhasil bebas dari virus (atau jika ada maka itu infeksi
yang tersembunyi). Nilai positif (reaktif) mengindikasikan sebuah
infeksi aktif namun tidak mengindikasikan apakah virus itu bisa
ditularkan atau tidak.

Bayi yang terinfeksi virus hepatitis B berisiko mengalami penyakit hati


kronis. Namun, penularan virus dapat dicegah dengan vaksinasi
segera, maksimal 12 jam setelah dilahirkan. Ibu dengan HBsAg positif
berpeluang 90 persen menularkan virus hepatitis B ke bayi. Sementara
ibu dengan HBsAg negatif (hepatitis tersamar) berpeluang menularkan
sekitar 40 persen
Pemberian imunisasi HB pada bayi berdasarkan
status HBsAg ibu pada saat melahirkan, sebagai
berikut:5,11
1. Bayi lahir dari ibu dengan status HBsAg yang tidak
diketahui.
Diberikan vaksin rekombinan (10 mg) secara
intramuskular, dalam waktu 12 jam sejak lahir.
Dosis ke dua diberikan pada umur 1-2 bulan dan
dosis ke tiga pada umur 6 bulan. Apabila pada
pemeriksaan selanjutnya diketahui HbsAg ibu
positif, segera berikan 0,5 ml imunoglobulin anti
hepatitis (HBIG) (sebelum usia 1 minggu).
2. Bayi lahir dari ibu dengan HBsAg positif.
Dalam waktu 12 jam setelah lahir, secara bersamaan
diberikan 0,5 ml HBIG dan vaksin rekombinan
secara intramuskular di sisi tubuh yang berlainan.
Dosis ke dua diberikan 1-2 bulan sesudahnya, dan
dosis ke tiga diberikan pada usia 6 bulan.
3. Bayi lahir dari ibu dengan HBsAg negatif.
Diberikan vaksin rekombinan secara intramuskular
pada umur 2-6 bulan. Dosis ke dua diberikan 1-2
bulan kemudian dan dosis ke tiga diberikan 6 bulan
setelah imunisasi pertama.
Bayi prematur, termasuk bayi berat lahir rendah,
tetap dianjurkan untuk diberikan imunisasi,6 sesuai
dengan umur kronologisnya dengan dosis dan jadwal
yang sama dengan bayi cukup bulan. 5,8,9,13 Tabel 1
memperlihatkan pola pemberian imunisasi pada bayi
prematur atau bayi berat lahir rendah.7
Pemberian vaksin HB pada bayi prematur dapat
juga dilakukan dengan cara di bawah ini:13
1. Bayi prematur dengan ibu HBsAg positif harus
diberikan imunisasi HB bersamaan dengan HBIG
pada 2 tempat yang berlainan dalam waktu 12 jam.
Dosis ke-2 diberikan 1 bulan kemudian, dosis ke3 dan ke-4 diberikan umur 6 dan 12 bulan.

2. Bayi prematur dengan ibu HBsAg negatif


pemberian imunisasi dapat dengan :
a. Dosis pertama saat lahir, ke-2 diberikan pada
umur 2 bulan, ke-3 dan ke-4 diberikan pada
umur 6 dan 12 bulan. Titer anti Hbs diperiksa
setelah imunisasi ke-4.
b. Dosis pertama diberikan saat bayi sudah
mencapai berat badan 2000 gram atau sekitar
umur 2 bulan. Vaksinasi HB pertama dapat
diberikan bersama-sama DPT, OPV (IPV)
dan Haemophylus influenzae B (Hib). Dosis
ke-2 diberikan 1 bulan kemudian dan dosis
ke-3 pada umur 8 bulan. Titer antibodi
diperiksa setelah imunisasi ke-3.
(Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008)
8. Intepretasi dari APGAR score 8-9-10?
9. Mengapa terjadi kenaikan suhu bayi pada hari ke 3?
Kekhawatiran utama akibat hiperbilirubinemia adalah potensi efek neurotoksiknya, walaupun
dapat juga terjadi jejas pada sel-sel lainnya. Hal ini masih merupakan masalah yang signifikan
meskipun telah ada kemajuan-kemajuan dalam perawatan bayi dengan hiperbilirubinemia.
Sebuah penelitian terhadap kasus-kasus ensefalopati bilirubin klasik di Amerika Serikat dan
beberapa negara lainnya, serta laporan-laporan terbaru tentang neuropati auditorik akibat
hiperbilirubinemia tanpa tanda-tanda ensefalopati bilirubin klasik, menggarisbawahi perlunya
pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana ikterus terjadi pada 60% bayi baru lahir yang
berisiko untuk terjadinya hiperbilirubinemia dan menyebabkan kerusakan otak permanen. Hal ini
penting karena dengan pemahaman yang baik dapat dilakukan tindakan pencegahan kerusakan
tersebut.Ensefalopati bilirubin terjadi pada 8%, 33% dan 73% dari bayi aterm yang memiliki
kadar bilirubin total 19-24, 25-29 dan 30-40 mg/dL, secara berurutan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat risiko ensefalopati bilirubin yang meningkat dengan meningkatnya
kadar bilirubin.18,35 Akhir-akhir ini dilaporkan ensefalopati bilirubin klasik mulai muncul lagi,
sebagian disebabkan pemulangan dari rumah sakit yang terlalu dini (sebelum tercapainya kadar
bilirubin puncak alami pada bayi) dan sebagian karena makin longgarnya kriteria terapi yang
diberikan. Hal ini mengakibatkan muncul kekhawatiran tentang berapa kadar bilirubin yang
aman. Peningkatan kadar BIS membuat bayi berisiko mengalami ensefalopati bilirubin, yang
merupakan salah satu penyebab kerusakan otak pada masa bayi. Terdapat bukti bukti bahwa
peningkatan kadar bilirubin yang moderat sekalipun tetap membuat bayi berisiko mengalami
kelainan-kelainan kognitif, persepsi, motorik dan auditorik. Penelitian-penelitian prospektif
terkontrol telah mengungkapkan adanya gangguan neurologis dan kognitif pada anak-anak yang

mengalami peningkatan kadar bilirubin pada masa bayinya. Penelitian pada bayi aterm, seperti
yang dilaporkan the National Collaborative Perinatal Project, telah mendeteksi adanya hubungan
antara hiperbilirubinemia dalam kadar yang rendah yang umumnya tidak diterapi dengan gejala
sisa neurologis dan motorik ringan. Kadar bilirubin yang dahulu dianggap aman ternyata bisa
membahayakan. Berdasarkan penelusuran pustaka, sebagian literatur menyatakan bahwa
hiperbilirubinemia derajat sedang pada bayi aterm sehat mungkin tidak aman untuk otaknya.
2.2.5. Toksisitas bilirubin pada otak
Hiperbilirubinemia dan sawar darah otak merupakan 2 faktor penting didalam
patogenesis terjadinya toksisitas bilirubin pada otak. Sejauh ini dari hasil-hasil
penelitian yang telah dilakukan, belum dapat ditetapkan dengan pasti berapa kadarbilirubin yang
dapat menyebabkan efek neurotoksik. Hansen dan Ostrow dalam penelitiannya menjelaskan
konsep toksisitas bilirubin pada neuron dengan menggunakan tikus Gunn ikterik. Toksisitas
bilirubin pada otak berhubungan dengan bilirubin indirek bebas/ tidak terikat albumin (Bf).
Bilirubin indirek bebas ini memiliki pH fisiologis, dapat berdifusi melewati sawar darah otak
utuh dan secara pasif dapat menembus membran sel otak.
Bilirubin indirek yang terikat albumin dapat masuk ke otak bila kadar bilirubin
melewati kapasitas buffer darah-jaringan, atau terjadi peningkatan permeabilitas otak terhadap
bilirubin karena terbukanya sawar darah otak. Konsep ini membantumenjelaskan mengapa tidak
semua neonatus dengan hiperbilirubinemia mengalami toksisitas otak, dan toksisitas otak dapat
juga terjadi pada konsentrasi bilirubin yang rendah. Terbukanya sawar darah otak dapat
disebabkan antara lain oleh : asfiksia, asidosis, hipoksia, hipoperfusi, hipoosmolaritas,
infeksi/sepsis, hipoglikemia, trauma kepala, prematuritas dan sebagainya.
Walaupun faktor-faktor yang menyebabkan toksisitas bilirubin pada neuron
belum sepenuhnya dimengerti, dapat dikemukakan beberapa faktor yang
mempengaruhi antara lain :
Konsentrasi albumin serum
Kapasitas albumin untuk mengikat bilirubin
Sawar darah otak
Kerentanan sel otak terhadap efek toksik bilirubin
Tingkat maturasi neonatus
Kadar bilirubin bebas dalam serum

Pengaruh beberapa obat, seperti Sulfonamid yang dapat berkompetisi


membuat ikatan dengan albumin Bilirubin yang telah masuk ke dalam otak akan menyebabkan
toksisitas neuronal
melalui mekanisme :
1. Menghambat enzim-enzim mitokondria dan fosforilasi oksidatif
Mitokondria merupakan pusat tenaga, yaitu organel sel yang berfungsi
mengubah energi dari makanan menjadi ATP (fosforilasi oksidatif) dengan
bantuan enzim-enzim seperti : Suksinat dehidrogenase, Gliserol 3-fosfat
dehidrogenase, dan lain-lain. Dengan dihambatnya aktivitas enzim-enzim ini
oleh bilirubin, menyebabkan tidak diproduksinya ATP sel yang selanjutnya
berakibat kematian sel.
2. Menghambat sintesis protein
Bilirubin merusak sintesis protein sel otak.
3. Memiliki afinitas yang tinggi terhadap membran fosfolipid
Bilirubin memiliki afinitas yang tinggi terhadap fosfolipid, yang merupakan
unsur lipid utama membran sel, sehingga akan mempengaruhi keseimbangan
air serta aliran ion sel yang selanjutnya mengganggu proses kehidupan sel.
4. Inhibisi metabolisme neurotransmiter
5. Memperlambat aktivitas ion kalsium dan CaM kinase II (Calmodulin
dependent protein kinase II)
Ion kalsium merupakan unsur regulator penting dalam berbagai proses
intrasel. Homeostasis ion kalsium merupakan mekanisme utama yang
menyebabkan kematian sel otak dan peningkatan eksitabilitas sel otak. Sel-sel
otak menggunakan protein-protein pembuffer ion kalsium untuk
mempertahankan kadar kalsium intrasel yang rendah. Calmodulin merupakan

protein pengikat ion kalsium. Interaksi ion kalsium-calmodulin terlibat dalam


pengaturan berbagai enzim kinase. Dari percobaan-percobaan terhadap tikus
Gunn yang ikterik ditunjukkan bahwa bilirubin menghambat salah satu
aktivitas enzim kinase tersebut yaitu CaM kinase II, yang merupakan salah
satu bahan yang dibutuhkan dalam proses fosforilasi, yang berakibat
terganggunya mekanisme homeostasis kalsium. CaM kinase II dianggap
berhubungan dengan berbagai fungsi neuron penting seperti : pelepasan
neurotransmiter, perubahan konduktansi ion yang diatur oleh kalsium dan juga
dinamika neuroskeletal.
Semua proses toksisitas bilirubin tersebut menyebabkan nekrosis dan apoptosis neuron. Nekrosis
neuron terjadi segera setelah adanya injury (immediately cell death), sedangkan apoptosis
terjadi lebih lambat (delayed cell death). Rodrigues dalam penelitiannya mendapatkan bahwa
toksisitas bilirubin dapat sebabkan apoptosis. Pada proses apoptosis terjadi interaksi bilirubin
dengan membran neuron, yang menyebabkan terjadinya perubahan permeabilitas sehingga
terjadi kerusakan membran akibat peningkatan polaritas lemak dan gangguan urutan protein
dalam sistesis protein. Didalam otak kerentanan terhadap efek toksisitas bilirubin bervariasi
menurut tipe sel, kematangan otak dan metabolisme otak.
Kemajuan-kemajuan dalam memahami afinitas bilirubin terhadap albumin,
agregasi bilirubin, dan efek bilirubin terhadap neuron pada tingkat molekuler sejauh ini masih
dalam tahap-tahap penelitian.41 Bilirubin yang dimurnikan dengan kadar BIS serendahrendahnya 160 mol/L (ikterus fisiologis yang memberat terjadi pada kadar bilirubin diatas
ambang ini : 104291 mol/L atau 7-17 mg/dL), dapat memicu apoptosis pada neuron otak tikus
yang dikultur, dan menghambat uptake glutamat oleh astrosit. Maka didapatkan kerusakan pada
neuron dan juga astrosit, yang terjadi pada kadar BIS yang mendekati kadar yang relevan dengan
kadar BTS yang dijumpai pada neonatus dengan ensefalopati bilirubin dini. Penelitian-penelitian
yang dilakukan pada neuron-neuron progenitor imatur juga masih dalam taraf penelitian,namun
diharapkan dapat memberikan pandangan lebih jauh ke patogenesis kelainankelainanneurologis
yang dipicu oleh bilirubin yang terjadi pada otak imatur.
2.2.6. Manifestasi Klinis Hiperbilirubinemia
I. Ensefalopati bilirubin akut
Bentuk akut ini terdiri atas 3 tahap :

Tahap I (12 hari pertama) : refleks hisap lemah, letargi, hipotonia,


kejang (terutama pada bayi yang sangat kuning).
Tahap II (pertengahan minggu pertama) : hipertonia bergantian dengan
hipotonia, opistotonus, spasme otot ekstensor, peningkatan tonus otot
punggung, dan ekstensor leher (retrocollis), demam, menangis dengan
nada tinggi (high pitch cry), mata tidak dapat bergerak ke atas
(gangguan upward gaze) dan terlihat gejala setting sun.
Tahap III (setelah minggu pertama) : hipertonia.
Pada fase akut, dapat disertai gangguan Brainstem Auditory Evoked
Response (BAER) dan kelainan pada pemeriksaan Magnetic
Resonance Imaging (MRI).
II. Ensefalopati bilirubin kronik
Gejalagejala klinis dari ensefalopati birubin kronik yang klasik (Kernicterus)
berkorelasi dengan temuantemuan patologis yang spesifik. Sekuele klasik dari
hiperbilirubinemia neonatal yang berlebihan membentuk sebuah tetrad yang terdiri
dari :18,48,51
1. gangguan ekstrapiramidal yang menyebabkan serebral palsi atetoid
dan spastisitas
2. gangguan pendengaran, baik berupa tuli total atau parsial
3. gangguan gerakan mata kearah atas (gangguan upward gaze)
4. displasia enamel dentin pada gigi susu
Yang kesemuanya berhubungan dengan lesilesi patologis pada globus palidus,
nukleus subtalamikus, nukleus auditorik, dan okulomotor pada batang otak.
IQ dapat normal pada sebagian besar anak, namun sebagian kecil dapat
mengalami retardasi mental ringan. Disamping gangguan gerak dapat pula

menyebabkan gangguan bicara, ambulasi, komunikasi dan motorik. Masalah


gangguan integrasi visualmotor, ketulian atau neuropati auditori menyebabkan
bertambahnya frustasi dan mengurangi kemampuan intelegensi yang sebenarnya.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa proses kronik ini dapat terjadi pada usia 4
bulan-14 tahun.18,48,51
III. Ensefalopati samar/ Neuropati auditorik
Anakanak ini mengalami gangguan kognitif yang lebih ringan, kelainan
neurologis yang ringan, ganggguan pendengaran dan neuropati auditori. Gejala dapat
50
pula terdeteksi beberapa tahun kemudian, sehingga sulit membuat korelasi antara
hiperbilirubinemia dan gangguan yang terlihat. Neuropati auditori bukan hanya
gangguan pendengaran sensori neural, namun disebabkan adanya disfungsi pada
tingkat batang otak atau saraf tepi. Fungsi telinga tengah tetap normal. Keadaan ini
dapat di identifikasi dengan pemeriksaan Brainstem Auditory Evoked Response
(BAER). Gangguan BAER telah dapat terlihat pada anak dengan hiperbilirubinemia
<20 mg/dL (16-20 mg/dL), dan umumnya membaik setelah di lakukan terapi sinar.
Keadaan ini membuktikan bahwa bilirubin telah masuk ke dalam otak pada kadar
yang lebih rendah dari kadar yang biasa menyebabkan ensefalopati bilirubin
akut
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapatdisebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi
ikterus neonatorumdapat dibagi :
1. Produksi yang berlebihanHal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya padahemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darahlain, defisiensi enzim G6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini


dapat

disebabkan

asidosis,

hipoksia

oleh

bilirubin,

dan

infeksi

gangguan
atau

tidak

fungsi

hepar,akibat

terdapatnya

enzim

glukoroniltransferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu


defisiensi protein.Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam
uptake bilirubin ke selhepar.
3. Gangguan transportasiBilirubin dalam darah terikat pada albumin
kemudian diangkat ke hepar.Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi

oleh

obat

misalnya

salisilat,sulfafurazole.

Defisiensi

albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang


bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresiGangguan ini dapat

terjadi

akibat

obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.Kelainan diluar hepar biasanya


disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksidalam hepar biasanya
akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
Neonatal Health Care Modules HSP
Kuliah mahasiswa tingkat IV FKUI. Ikterus Neonatorum
10.

Di ruang PERISTI bayinya di apain aja?

Foto terapinya apa?


Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada
cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorencent light
bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin
dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi
eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang
diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua
isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan
ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah
Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam
Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh

Hati. Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin


dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan
kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan
dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek
4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari
1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl.
Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi
Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat
Badan Lahir Rendah.
Fototerapi BUKAN SINAR UV
- Panjang gelombang cahaya 450 sampai 460 nm
- Gelombang sinar biru: 425 sampai 475 nm
- Gelombang sinar putih: 380 sampai 700 nm
- Spectral Irradiance: 30 W/cm2 /nm
Macam Unit Terapi Sinar:
- Fluorescent tube lights - blue F20T12/BB
- Halogen lamps: quartz or tungsten
- Fiberoptic blanket systems
- Gallium nitride light emitting diode
Fototerapi Intensif :
- Sumber cahaya: cahaya alami pagi hari, cahaya putih, cahaya biru,
neon fluoresen biru khusus, lampu halogen tungten, selimut serabut
optik, dioda yang memancarkan cahaya galium nitrida.
- Jarak dari cahaya:cahaya fluoresen harus berada sedekat mungkin
(sampai 10 cm dari bayi), sinar halogen dapat menyebabkan panas
berlebihan
- Daerah permukaan: maksimal, lepas semua pakaian kecuali popok,
popok juga dapat dilepas. Mata ditutup.

- Berkala versus kontinyu


- Hidrasi
PENGHENTIAN TERAPI SINAR :
- Bayi cukup bulan bilirubin 12 mg/dL (205 mol/dL)
- Bayi kurang bulan bilirubin 10 mg/dL (171 mol/dL)
- Bila timbul efek samping
EFEK SAMPING TERAPI SINAR :
- Enteritis
- Hipertermia
- Dehidrasi
- Kelainan kulit
- Gangguan minum
- Bronze baby syndrome
- Kerusakan retina
11.

Adakah hub. Pemberian asi pd kondisi bayi?

Ikterus dan pemberian ASI


Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI disebabkan oleh
peningkatan bilirubin indirek. Ada 2 jenis ikterus yang berhubungan
dengan pemberian ASI, yaitu (1) Jenis pertama: ikterus yang timbul
dini (hari kedua atau ketiga) dan disebabkan oleh asupan makanan
yang kurang karena produksi ASI masih kurang pada hari pertama dan
(2) Jenis kedua: ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama,
bersifat familial disebabkan oleh zat yang ada di dalam ASI.
Ikterus dini
Bayi yang mendapat ASI eksklusif dapat mengalami ikterus. Ikterus ini
disebabkan oleh produksi ASI yang belum banyak pada hari hari
pertama. Bayi mengalami kekurangan asupan makanan sehingga

bilirubin direk yang sudah mencapai usus tidak terikat oleh makanan
dan tidak dikeluarkan melalui anus bersama makanan. Di dalam usus,
bilirubin direk ini diubah menjadi bilirubin indirek yang akan diserap
kembali ke dalam darah dan mengakibatkan peningkatan sirkulasi
enterohepatik. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan dan jangan
diberi air putih atau air gula. Untuk mengurangi terjadinya ikterus dini

perlu tindakan sebagai berikut :


bayi dalam waktu 30 menit diletakkan ke dada ibunya selama 30-60

menit
posisi dan perlekatan bayi pada payudara harus benar
berikan kolostrum karena dapat membantu untuk membersihkan
mekonium dengan segera. Mekonium yang mengandung bilirubin
tinggi bila tidak segera dikeluarkan, bilirubinnya dapat diabsorbsi

kembali sehingga meningkatkan kadar bilirubin dalam darah.


bayi disusukan sesuai kemauannya tetapi paling kurang 8 kali sehari.
jangan diberikan air putih, air gula atau apapun lainnya sebelum ASI

keluar karena akan mengurangi asupan susu.


monitor kecukupan produksi ASI dengan melihat buang air kecil bayi
paling kurang 6-7 kali sehari dan buang air besar paling kurang 3-4 kali
sehari.
Ikterus karena ASI
Iketrus karena ASI pertama kali didiskripsikan pada tahun 1963.
Karakteristik ikterus karena ASI adalah kadar bilirubin indirek yang
masih meningkat setelah 4-7 hari pertama, berlangsung lebih lama
dari ikerus fisiologis yaitu sampai 3-12 minggu dan tidak ada penyebab
lainnya

yang

dapat

menyebabkan

ikterus.

Ikterus

karena

ASI

berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan


biasanya akan timbul ikterus pada setiap bayi yang disusukannya.
Selain itu, ikterus karena ASI juga bergantung kepada kemampuan bayi
mengkonjugasi bilirubin indirek (misalnya bayi prematur akan lebih
besar kemungkinan terjadi ikterus).
Penyebab ikterus karena ASI belum jelas tetapi ada beberapa faktor
yang diperkirakan memegang peran, yaitu :

terdapat hasil metabolisme hormon progesteron yaitu pregnane3- 20


betadiol di dalam ASI yang menghambat uridine diphosphoglucoronic

acid (UDPGA)
peningkatan konsentrasi asam lemak bebas yang nonesterified yang

menghambat fungsi glukoronid transferase di hati


peningkatan sirkulasi enterohepatik karena adanya

aktivitas glukoronidase di dalam ASI saat berada dalam usus bayi.


defek pada aktivitas uridine diphosphate-glucoronyl transferase

peningkatan

(UGT1A1) pada bayi homozigot atau heterozigot untuk varian sindrom


Gilbert.
Diagnosis
Semua

ikterus

penyebab

ikterus

harus

karena
disingkirkan.

ASI

Orangtua

dapat

ditanyakan apakah anak sebelumnya juga mengalami ikterus. Sekitar


70% bayi baru lahir yang saudara sebelumnya mengalami ikterus
karena ASI akan mengalami ikterus pula.
Beratnya ikterus bergantung pada
mengkonyugasi

kelebihan

bilirubin

kematangan

indirek

ini.

hati

Untuk

untuk

kepastian

diagnosis apalagi bila kadar bilirubin telah mencapai di atas 16 mg/dl


selama lebih dari 24 jam adalah dengan memeriksa kadar bilirubin 2
jam setelah menyusu dan kemudian menghentikan pemberian ASI
selama 12 jam (tentu bayi mendapat cairan dan kalori dari makanan
lain berupa ASI dari donor atau pengganti ASI dan ibu tetap diperah
agar produksi ASI tidak berkurang). Setelah 12 jam kadar bilirubin
diperiksa ulang, bila penurunannya lebih dari 2 mg/dl maka diagnosis
dapat dipastikan.
Bila kadar bilirubin telah mencapai < 15 mg/dl, maka ASI dapat
diberikan kembali. Kadar bilirubin diperiksa ulang untuk melihat
apakah ada peningkatan kembali.
Pada sebagian besar kasus penghentian ASI untuk beberapa lama akan
memberi kesempatan hati mengkonyugasi bilirubin indirek yang

berlebihan

tersebut,

sehingga

apabila

ASI

diberikan

kembali

kenaikannya tidak akan banyak dan kemudian berangsur menurun.


Apabila kadar bilirubin tidak turun maka penghentian pemberian ASI
dilanjutkan sampai 18-24 jam dengan mengukur kadar bilirubin setiap
6 jam. Apabila kadar bilirubin tetap meningkat setelah penghentian
pemberian ASI selama 24 jam maka jelas penyebabnya bukan karena
ASI. ASI boleh diberikan kembali sambil mencari penyebab ikterus
lainnya.
Masih terdapat kontroversi untuk tetap melanjutkan pemberian ASI
atau dihentikan sementara pada keadaan ikterus karena ASI. Biasanya
kadar bilirubin akan menurun drastis bila ASI dihentikan sementara
(Gambar

6).

Tata

laksana

Pada hiperbilirubinemia, bayi harus tetap diberikan ASI dan jangan


diganti dengan air putih atau air gula karena protein susu akan
melapisi mukosa usus dan menurunkan penyerapan kembali bilirubin
yang tidak terkonyugasi. Pada keadaan tertentu bayi perlu diberikan
terapi sinar. Transfusi tukar jarang dilakukan pada ikterus dini atau
ikterus karena ASI. Indikasi terapi sinar dan transfusi tukar sesuai
dengan tata laksana hiperbilirubinemia.
Yang perlu diperhatikan pada bayi yang mendapat terapi sinar adalah
sedapat mungkin ibu tetap menyusui

atau memberikan ASI yang

diperah dengan menggunakan cangkir supaya bayi tetap terbangun


dan tidak tidur terus. Bila gagal menggunakan cangkir, maka dapat
diberikan dengan pipa orogastrik atau nasogastrik, tetapi harus segera
dicabut

sehingga

tidak

mengganggu

refleks

isapnya.

Kegiatan

menyusui harus sering (1-2 jam sekali) untuk mencegah dehidrasi,


kecuali pada bayi kuning yang tidur terus, dapat diberikan ASI tiap 3
jam sekali. Jika ASI tidak cukup maka lebih baik diberikan ASI dan PASI
bersama daripada hanya PASI saja.

Ikterus dini yang menetap lebih dari 2 minggu ditemukan pada lebih
dari 30% bayi, sehingga memerlukan tata laksana sebagai berikut :
1. jika pemeriksaan fisik, urin dan feses normal hanya diperlukan
observasi saja.
2. dilakukan skrining hipotiroid
3. jika menetap sampai 3 minggu, periksa kadar bilirubin urin, bilirubin
direk dan total.
Manajemen

dan

penyimpanan

ASI

Pada ikterus dini dan ikterus karena ASI diperlukan manajemen ASI
yang benar. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan tanpa diberikan
apa-apa selain ASI. Pemberian ASI eksklusif akan berhasil bila terdapat
perlekatan yang erat. Bayi disusui segera setelah lahir, sering
menyusui dan memerah ASI.
Perlekatan yang baik bila sebagian besar areola masuk ke mulut bayi,
mulut bayi terbuka lebar, dan bibir bawah terputar ke bawah. Pada
ikterus karena ASI yang terpaksa harus menghentikan ASI untuk
sementara,

sebaiknya

diberikan

pengganti

ASI

dengan

tidak

menggunakan dot, tapi menggunakan sendok kecil atau cangkir. ASI


harus sering diperah dan disimpan dengan tepat terutama pada ibu
yang bekerja. Berikut adalah cara menyimpan ASI yang diperah:
1. ASI yang telah diperah dan belum diberikan dalam waktu 30 menit,
sebaiknya disimpan dalam lemari es.
2. ASI dapat disimpan selama 2 jam

dalam

lemari

es

dengan

menggunakan kontainer yang bersih, misalnya plastik


3. ASI yang diperah harus tetap dingin terutama selama dibawa
transportasi.
4. ASI yang tidak digunakan selama 48 jam, sebaiknya didinginkan di
freezer dan dapat disimpan selama 3 bulan.
5. Sebaiknya diberi label tanggal pada ASI yang diperah, sehingga bila
akan digunakan, ASI yang awal disimpan yang digunakan.
6. Jangan memanaskan ASI dengan direbus, cukup direndam dalam air
hangat.

Juga

jangan

mencairkan

ASI

beku

langsung

dengan

pemanasan, pindahkan dahulu ke lemari es pendingin agar mencair


baru dihangatkan
Dengan manajemen ASI yang benar diharapkan bayi dapat diberikan
ASI secara eksklusif sekalipun mengalami ikterus.
kterus yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu.Diperkirakan
1

dari

setiap

200

bayi

aterm,

yang

menyusu,

memperlihatkan peningkatan bilirubin tak terkonjugasi yang cukup


berarti antara hari ke 4-7kehidupan, mencapai konsentrasi maksimal
sebesar 10-27 mg/dl, selama mingguke 3. Jika mereka terus disusui,
hiperbilirubinemia

secara

berangsur-angsur

akanmenurun

dan

kemudian akan menetap selama 3-10 minggu dengan kadar yanglebih


rendah. Jika mereka dihentikan menyusu, kadar bilirubin serum
akanmenurun dengan cepat, biasanya kadar normal dicapai dalam
beberapa hari.Penghentian menyusu selama 2-4 hari, bilirubin serum
akan menurun dengancepat, setelah itu mereka dapat menyusu
kembali, tanpa disertai timbulnyakembali hiperbilirubinemia dengan
kadar tinggi, seperti sebelumnya. Bayi initidak memperlihatkan tanda
kesakitan lain dan kernikterus tidak pernahdilaporkan. Susu yang
berasal dari beberapa ibu mengandung 5 -diol dan asamlemak rantai
panjang, , 2-pregnan-3 tak-teresterifikasi, yang secarakompetitif
menghambat aktivitas konjugasi glukoronil transferase, pada kirakira70% bayi yang disusuinya. Pada ibu lainnya, susu yang mereka
hasilkanmengandung lipase yang mungkin bertanggung jawab atas
terjadinya ikterus.Sindroma ini harus dibedakan dari hubungan yang
sering

diakui,

tetapi

kurangdidokumentasikan,

hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi,

antara

yang diperberatyang terdapat

dalam minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu


(Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008)
Yang Disebut Breastmilk Jaundice(Sakit kuning karena ASI)

Ada suatu kondisi yang biasa disebut breastmilk jaundice (sakit kuning
karena ASI). Tak ada yang tahu pasti penyebab breastmilk jaundice. Untuk
mendiagnosa hal ini, bayi paling tidak sudah berusia satu minggu, yang
menarik adalah, banyak bayi yang mengalamibreastmilk jaundice juga
mengalami kuning fisiologis yang berlebihan. Bayi harus mengalami
kenaikan berat badan yang baik, hanya dengan menyusu, buang air
besarnya banyak dan sering, urinnya jernih, dan secara umum dalam
keadaan baik (lihat lembar informasi tentang Apakah Bayi Saya
Mendapatkan Cukup ASI? dan lihat juga video clip di website nbci.ca).
Dalam keadaan tersebut, bayi dikatakan sakit kuning karena ASI,
walaupun, kadang, infeksi pada urin atau kelenjar tiroidnya tidak
berfungsi dengan baik, seperti halnya sedikit penyakit yang lebih jarang
lainnya, dapat menunjukkan gejala yang sama. Breastmilk
jaundice mengalami puncaknya pada hari ke 10-21, namun dapat
berlanjut hingga dua sampai tiga bulan. Breastmilk jaundice merupakan
sesuatu yang normal. Jarang, kalaupun pernah, yang menyebabkan
menyusui harus dihentikan. Sangat jarang dibutuhkan perawatan
apapun, seperti fototerapi. Menyusui seharusnya tidak dihentikan untuk
menentukan diagnosis. Jika bayi benar-benar dalam keadaan baik
dengan menyusu saja, tak ada alasan apapun untuk menghentikan
menyusui atau memberi tambahan asupan, meskipun asupan tersebut
diberikan dengan alat bantu menyusui. Pemikiran bahwa ada yang salah
dengan bayi sakit kuning datang dari fakta bahwa pemberian susu
formula pada bayi adalah model yang kita anggap sebagai cara
pemberian makan yang normal pada bayi dan kita menyamaratakannya
dengan ibu menyusui dan bayi ASI. Cara berfikir ini nyaris universal di
antara para tenaga kesehatan, dan benar-benar pemikiran yang terbalik.
Jadi, bayi yang diberi susu formula jarang sakit kuning setelah minggu
pertama kehidupannya, dan kalaupun terjadi, pasti ada sesuatu yang
salah. Oleh sebab itu, bayi yang disebut mengalami breastmilk
jaundice dianggap perlu diperhatikan dan sesuatu harus dilakukan.
Bagaimanapun, menurut pengalaman kami, sebagian besar bayi yang
disusui secaraeksklusif yang benar-benar sehat dan mengalami kenaikan
berat badan yang baik masih mengalami sakit kuning pada lima sampai
enam minggu pertama dalam kehidupannya, atau bisa lebih. Sebenarnya,
seharusnya pertanyaannya adalah apakah normal atau tidak jika tidak
sakit kuning dan apakah jika tidak sakit kuning ada yang perlu kita
khawatirkan? Jangan berhenti menyusui, bagi bayi yang mengalami
breastmilk jaundice.
Breastmilk Jaundice karena Tak Cukup Mendapat ASI
Kadar bilirubin yang lebih tinggi dan lebih lama dari sakit kuning biasa
dapat terjadi karena bayi tidak mendapatkan cukup ASI. Hal ini dapat
disebabkan karena produksi ASI membutuhkan waktu lebih lama daripada
biasanya (tapi jika bayi menyusu dengan baik dalam beberapa hari

pertama seharusnya hal ini bukanlah masalah), atau karena kebiasaan di


rumah sakit yang membatasi menyusui, atau karena, biasanya, pelekatan
bayi tidak baik sehingga bayi tidak mendapatkan cukup ASI yang tersedia
(lihat lembar informasi Apakah Bayi Saya Mendapatkan Cukup ASI? Dan
juga lihat video klip di website nbci.ca). Ketika bayi mendapatkan sedikit
ASI, buang air besar cenderung menjadi sedikit dan jarang karena
bilirubin yang berada di usus bayi terserap kembali ke dalam darah dan
bukannya dibuang saat buang air besar. Sudah jelas, cara terbaik untuk
mencegah sakit kuning karena tidak mendapat cukup ASI adalah
dengan mulai menyusui dengan benar (lihat lembar informasi MenyusuiMengawali dengan Benar/Breastfeeding-Starting Out
Right).Bagaimanapun, yang pasti, pendekatan awal untuk bayi sakit
kuning karena tidak mendapatkan cukup ASI bukanlah dengan
menghentikan bayi menyusu atau dengan memberinya susu botol (lihat
lembar informasi Protokol untuk Mengatur Asupan ASI/Protocol to Manage
Breastmilk Intake). Jika bayi menyusu dengan baik, menyusu lebih sering
sudah cukup untuk menurunkan kadar bilirubin, meskipun sebenarnya tak
ada yang benar-benar perlu dilakukan. Jika bayi menyusu kurang baik,
membantu bayi melekat dengan lebih baik dapat membuat bayi menyusu
lebih efektif dan mendapatkan lebih banyak ASI. Menekan payudara agar
bayi mendapatkan lebih banyak ASI juga dapat membantu (lihat lembar
informasi Penekanan Payudara/Breast Compression). Jika pelekatan dan
penekanan payudara saja tidak berhasil, alat bantu menyusui dapat
digunakan untuk memberi tambahan asupan (lihat lembar informasi Alat
Bantu Menyusu/Lactation Aid). Lihat juga lembar informasi Protokol untuk
Mengatur Asupan ASI/Protocol to Manage Breastmilk Intake. Lihat juga
video di situs nbci.ca untuk membantu menggunakan Protokol tersebut
dengan menunjukkan bagaimana membantu pelekatan bayi, bagaimana
mengetahui apakah bayi mendapat cukup ASI, bagaimana menggunakan
penekanan, dan informasi lainnya tentang menyusui.
12.
13.

Adakah hub. Dg ketuban pecah dini dg keadaan bayi?


Komplikasi hiperubinemia?

1. Terjadi kernikterus, yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan


bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus,
nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah didasar ventrikel IV.
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif,
bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.
3. Retardasi mental - Kerusakan neurologis
Efek Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan kerusakan sel-sel saraf,
meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi. Bilirubin
dapat menghambat enzim-enzim mitokondria serta mengganggu sintesis

DNA. Bilirubin juga dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan


konduksi saraf (terutama pada nervus auditorius) sehingga menimbulkan
gejala sisa berupa tuli saraf.
4. Gangguan pendengaran dan penglihatan
5. Kematian.
(Donna L. Wong ; 2008)
14.
15.

Apa yang dimaksud Kern ikterus?


Patofisiologi infeksi

Infeksi pada bayi baru lahir sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih
seringditemukan pada bayi yang lahir dirumah sakit dibandingkan dengan
bayi yang lahir diluar rumah sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan
atau imunitas transplasenta terhadapkuman yang berasal dari ibunya.
Sesudah lahir, bayi terpapar dengan kuman yang juga berasal dari orang
lain dan terhadap kuman dari orang lain.Infeksi pada neonatus dapat
melalui beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3golongan, yaitu :
1. Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman
itumelalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya
infeksi melaluisirkulasi umbilikus dan masuk ke janin. Kuman yang dapat
menyerang janin melalui jalan ini ialah :
a). Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia,
cytomegalicinclusion ;(b). Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues ) ;
(c). Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan
listeriamonocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui
infeksi plasenta.Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan
akibatnya janin mendapattuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion
tersebut.
2. Infeksi Intranatal

Infeksi

melalui

jalan

ini

lebih

sering

terjadi

daripada

cara

yang

lain.Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion


setelah ketuban pecah. Ketubah pecah lama ( jarak waktu antara
pecahnya ketuban dan lahirnya bayilebih dari 12 jam ), mempunyai
peranan penting terhadap timbulnya plasentisitas danamnionitik. Infeksi
dapat pula

terjadi walaupun ketuban masih utuh misalnya pada

partuslama dan seringkali dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin


terjadi dengan inhalasilikuor yang septik sehingga terjadi pneumonia
kongenital selain itu infeksi dapatmenyebabkan septisemia. Infeksi
intranatal dapat juga melalui kontak langsung dengankuman yang berasal
dari vagina misalnya blenorea dan oral trush .
3. Infeksi Pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang
berakibatfatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat
penggunaan alat atauakibat perawatan yang tidak steril atau sebagai
akibat infeksi silang. Infeksi pasacanatalini sebetulnya sebagian besar
dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitassekali karena
mortalitas

infeksi

pascanatal

ini

sangat

tinggi.

Seringkali

bayi

mendapatinfeksi dengan kuman yang sudah tahan terhadap semua


antibiotika sehingga pengobatannya sulit.
Diagnosa infeksi perinatal sangat penting, yaitu disamping untuk
kepentingan bayi itusendiri tetapi lebih penting lagi untuk kamar bersalin
dan ruangan perawatan bayinya.Diagnosis infeksi perianatal tidak mudah.
Tanda khas seperti yang terdapat bayi yang lebihtua seringkali tidak
ditemukan. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan observasi
yangteliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti dan akhirnya
dengan pemeriksaan fisisdan laboratarium seringkali diagnosis didahului
oleh persangkaan adanya infeksi, kemudian berdasarkan persangkalan itu
diagnosis dapat ditegakkan dengan permeriksaan selanjutnya.Infeksi

pada nonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum, sehingga


gejalainfeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian diagnosis dini
dapat ditegakkan kalaukita cukup wasdpada terhadap kelainan tingkah
laku neonatus yang seringkali merupakantanda permulaan infeksi umum.
Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam pertama dan
bayi tersebut tidak menderita penyakit atau kelaianan kongenital
tertentu, namuntiba tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya harus
selalu diingat bahwa kelainan tersebutmungkin sekali disebabkan oleh
infeksi. Beberapa gejala yang dapat disebabkan diantaranyaialah malas,
minum, gelisah atau mungkin tampak letargis. Frekuensi pernapasan
meningkat, berat badan tiba tiba turun, pergerakan kurang, muntah dan
diare. Selain itu dapat terjadiedema, sklerna, purpura atau perdarahan,
ikterus, hepatosplehomegali dan kejang. Suhu tubuhdapat meninggi,
normal

atau

dapat

pula

kurang

dari

normal.

Pada

bayi

BBLR

seringkaliterdapat hipotermia dan sklerma. Umumnya dapat dikatakan


bila bayi itu Not Doing Well kemungkinan besar ia menderita
infeksi.Pembagian infeksi perinatal.Infeksi pada neonatus dapat dibagi
menurut berat ringannya dalam dua golongan besar, yaitu berat dan
infeksi ringan.1. Infeksi berat ( major in fections ) : sepsis neonatal,
meningitis, pneumonia, diareepidemik, plelonefritis, osteitis akut, tetanus
neonaturum.2. Infeksi ringan ( minor infection ) : infeksi pada kulit,
oftalmia neonaturum, infeksiumbilikus ( omfalitis ), moniliasis
(Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008)
16.

Manifestasi klinis infeksi

Menegakkan kemungkinan infeksi pada bayi baru lahir sangat penting,


terutama pada bayi BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan
menimbulkan angkakematian yang tinggi. Disamping itu, gejala klinis infeksi
pada bayi tidak khas. Adapungejala yang perlu mendapat perhatian yaitu :
- Malas minum

- Bayi tertidur
- Tampak gelisah
- Pernapasan cepat
- Berat badan turun drastic
- Terjadi muntah dan diare
- Panas badan bervariasi yaitu dapat meningkat, menurun atau dalam batas
normal
- Pergerakan aktivitas bayi makin menurun
- Pada pemeriksaan mungkin dijumpai : bayi berwarna kuning, pembesaran
hepar, purpura (bercak darah dibawah kulit) dan kejang-kejang
- Terjadi edema
- sklerema
(Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008)

17. Mengapa ditemukan bayi Nampak kuning pada wajah pd hari ke-2 ?
Ikterus

pada

neonatus

dapat

bersifat

fisiologis

dan

patologis.

Ikterusfisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang
tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakanatau mempunyai potensi menjadi kernicterus dan tidak
menyebabkan suatumorbiditas pada bayi. Ikterus patologis ialah ikterus
yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu
nilai yang disebuthiperbilirubinemia.
Ikterus Fisiologis
Dalam

keadaan

normal,

kadar

bilirubin

indirek

dalam serum

tali

pusatadalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan

kurang dari 5mg/dl/24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada
hari ke 2-3, biasanyamencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan
kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnyamenurun sampai kadarnya lebih rendah
dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan.Ikterus akibat perubahan ini
dinamakan ikterus fisiologis dan diduga sebagaiakibat hancurnya sel
darah merah janin yang disertai pembatasan sementara padakonjugasi
dan ekskresi bilirubin oleh hati.Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan
bilirubin serum cenderung samaatau sedikit lebih lambat daripada pada
bayi

aterm,

tetapi

berlangsung

lebih

lama, pada

umumnya

mengakibatkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antarahari ke


4-7,

pola

yang

diperlukanoleh

akan
bayi

diperlihatkan
preterm

bergantung

mencapai

pada

pematangan

waktu

yang

mekanisme

metabolisme ekskresi.
Ikterus Patologis
Ikterus

patologis

mungkin

merupakan

petunjuk

penting

untuk

diagnosisawal dari banyak penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam 36


jam pertamakehidupan biasanya disebabkan oleh kelebihan produksi
bilirubin, karena klirens bilirubin yang lambat jarang menyebabkan
peningkatan konsentrasi diatas 10mg/dl pada umur ini. Jadi, ikterus
neonatorum

dini

biasanya

disebabkan

oleh penyakit

hemolitik.Ada

beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:1.Ikterus


klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan2.Peningkatan kadar bilirubin
serum sebanyak 5mg/dL atau lebihsetiap 24 jam3.Ikterus yang disertai
proses

hemolisis

(inkompatabilitas

darah,defisiensi

G6PD,

sepsis).Ikterus yang disertai oleh:


oBerat lahir <2000 gram
oMasa gestasi 36 minggu
oAsfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN)

atau

oInfeksi
oTrauma lahir pada kepala
oHipoglikemia, hiperkarbia
oHiperosmolaritas darah5.Ikterus klinis yang menetap setelah bayi
berusia >8 hari (pada NCB) atau >14 hari (pada NKB).
Neonatal Health Care Modules HSP
Kuliah mahasiswa tingkat IV FKUI. Ikterus Neonatorum
IKTERIK NEONATORUM
Definisi
Ikterus adalah

menguningnya

sklera,

kulit

atau

jaringan

lain

akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin


dalam darah lebih dari5 mg/dl dalam 24 jam, yang menandakan
terjadinya gangguan fungsional darihepar, sistem biliary, atau sistem
hematologi. Ikterus dapat terjadi baik karena peningkatan bilirubin
indirek (unconjugated) dan direk (conjugated).
Klasifikasi
Ikterus pada neonatus dapat bersifat fisiologis

dan

patologis.

Ikterusfisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga
yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar
yang membahayakanatau mempunyai potensi menjadi kernicterus dan
tidak menyebabkan suatumorbiditas pada bayi. Ikterus patologis ialah
ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya
mencapai suatu nilai yang disebuthiperbilirubinemia.
Ikterus Fisiologis
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali
pusatadalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan
kurang dari 5mg/dl/24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada

hari ke 2-3, biasanyamencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan


kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnyamenurun sampai kadarnya lebih
rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan.Ikterus akibat
perubahan ini dinamakan ikterus fisiologis dan diduga sebagaiakibat
hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara
padakonjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.Diantara bayi-bayi
prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung samaatau sedikit lebih
lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada
umumnya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai
antarahari ke 4-7, pola yang akan diperlihatkan bergantung pada
waktu yang diperlukanoleh bayi preterm mencapai pematangan
mekanisme metabolisme ekskresi.
bilirubin. Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari
ke

5-7

dankadang-kadang

10.Diagnosis

ikterus

ikterus

fisiologik

pada

ditemukan
bayi

setelah

aterm

hari

atau

ke-

preterm,

dapatditegakkan dengan menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan


anamnesis dan penemuan klinik dan laboratorium. Pada umumnya
untuk menentukan penyebabikterus jika:1.Ikterus timbul dalam 24 jam
pertama kehidupan.2.Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan
lebih besar dari 5 mg/dl/24 jam.3.Kadar bilirubin serum lebih besar dari
12 mg/dl pada bayi aterm dan lebih besar dari 14 mg/dl pada bayi
preterm.Ikterus

persisten

sampai

melewati

minggu

pertama

kehidupan, atau5.Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl.


Ikterus Patologis
Ikterus

patologis

mungkin

merupakan

petunjuk

penting

untuk

diagnosisawal dari banyak penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam


36

jam

produksi

pertamakehidupan

biasanya

bilirubin,

klirens bilirubin

karena

disebabkan
yang

oleh

kelebihan

lambat

jarang

menyebabkan peningkatan konsentrasi diatas 10mg/dl pada umur ini.


Jadi, ikterus neonatorum dini biasanya disebabkan oleh penyakit

hemolitik.Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi


patologik:1.Ikterus

klinis

terjadi

pada

24

jam

pertama

kehidupan2.Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau


lebihsetiap

24

jam3.Ikterus

yang

disertai

proses

hemolisis

(inkompatabilitas darah,defisiensi G6PD, atau sepsis).Ikterus yang


disertai oleh:
oBerat lahir <2000 gram
oMasa gestasi 36 minggu
oAsfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN)
oInfeksi
oTrauma lahir pada kepala
oHipoglikemia, hiperkarbia
oHiperosmolaritas darah5.Ikterus klinis yang menetap setelah bayi
berusia >8 hari (pada NCB) atau >14 hari (pada NKB).
Kernicterus
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan
otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada
korpus striatum,talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus
merah dan nukleus di dasar ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya
tidak jelas, dapat berupa mata berputar,letargi, kejang, tak mau
menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan
opistotonus.

Bila

berlanjut

dapat

terjadi

spasme

otot,

opistotonus,kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat


ditemukan ketulian padanada tinggi, gangguan bicara dan retardasi
mental
Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapatdisebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi
ikterus neonatorumdapat dibagi :
1. Produksi yang berlebihanHal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya padahemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darahlain, defisiensi enzim G6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini


dapat

disebabkan

asidosis,

hipoksia

oleh

bilirubin,

dan

infeksi

gangguan
atau

tidak

fungsi

hepar,akibat

terdapatnya

enzim

glukoroniltransferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu


defisiensi protein.Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam
uptake bilirubin ke selhepar.
3. Gangguan transportasiBilirubin dalam darah terikat pada albumin
kemudian diangkat ke hepar.Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi

oleh

obat

misalnya

salisilat,sulfafurazole.

Defisiensi

albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang


bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresiGangguan ini dapat

terjadi

akibat

obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.Kelainan diluar hepar biasanya


disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksidalam hepar biasanya
akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
Ikterus yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu.
Diperkirakan

dari

setiap

200

bayi

aterm,

yang

menyusu,

memperlihatkan peningkatan bilirubin tak terkonjugasi yang cukup


berarti antara hari ke 4-7kehidupan, mencapai konsentrasi maksimal
sebesar 10-27 mg/dl, selama mingguke 3. Jika mereka terus disusui,
hiperbilirubinemia

secara

berangsur-angsur

akanmenurun

dan

kemudian akan menetap selama 3-10 minggu dengan kadar yanglebih


rendah. Jika mereka dihentikan menyusu, kadar bilirubin serum
akanmenurun dengan cepat, biasanya kadar normal dicapai dalam
beberapa hari.Penghentian menyusu selama 2-4 hari, bilirubin serum
akan menurun dengancepat, setelah itu mereka dapat menyusu
kembali, tanpa disertai timbulnyakembali hiperbilirubinemia dengan
kadar tinggi, seperti sebelumnya. Bayi initidak memperlihatkan tanda
kesakitan lain dan kernikterus tidak pernahdilaporkan. Susu yang
berasal dari beberapa ibu mengandung 5 -diol dan asamlemak rantai
panjang,, 2-pregnan-3 tak-teresterifikasi, yang secarakompetitif

menghambat aktivitas konjugasi glukoronil transferase, pada kirakira70% bayi yang disusuinya. Pada ibu lainnya, susu yang mereka
hasilkanmengandung lipase yang mungkin bertanggung jawab atas
terjadinya ikterus.Sindroma ini harus dibedakan dari hubungan yang
sering

diakui,

tetapi

kurangdidokumentasikan,

hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi,

antara

yang diperberatyang terdapat

dalam minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu


Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan.Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan.
Hal ini dapat ditemukan bilaterdapat peningkatan penghancuran
eritrosit,

polisitemia,

memendeknya

umur eritrosit

janin/bayi,

meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan


sirkulasi enterohepatik.Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat
menimbulkan peningkatankadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi
apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan proten Y dan
protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis
atau

dengan

anoksia/hipoksia.

Keadaan

lain

yang

memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan


gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase)
atau bayi yang menderita gangguanekskresi, misalnya penderita
hepatitis

neonatal

atau

sumbatan

saluran

empeduintra/ekstra

hepatik.Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan


merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada
bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut
dalam lemak. Sifat inimemungkinkan terjadinya efek patologik pada
sel otak apabila bilirubin tadi dapatmenembus sawar darah otak.
Kelainan

yang

terjadi

pada

otak

ini

disebutkernikterus

atau

ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada


susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar

bilirubinindirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui


sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar
bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri.
Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada
bayi

terdapat

keadaan

imaturitas,

berat

lahir

rendah,hipoksia,

hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang


terjadikarena trauma atau infeksi.
Manifestasi Klinis
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar
matahari.Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin
serumnya kira-kira 6mg/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg mg/dl = 17,1
mikro mol/L). salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL
secara klinis, sederhana dan mudah adalahdengan penilaian menurut
Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempattempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada, lutut dan
lain-lain.

Tempat

yang

ditekan

akan

tampak

pucat

atau

kuning.Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut


disesuaikan dengantabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.
Gejala

utamanya

adalah

kuning

di

kulit,

konjungtiva

dan

mukosa.Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:


1.Dehidrasi
-Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum,muntahmuntah)
2.Pucat
-Sering berkaitan

dengan

anemia

hemolitik

(mis.Ketidakcocokan

golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) ataukehilangan darah


ekstravaskular.
3.Trauma lahir
-Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahantertutup
lainnya.
4.Pletorik (penumpukan darah)
-Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatanmemotong tali
pusat, bayi KMK

5.Letargik dan gejala sepsis lainnya


6.Petekiae (bintik merah di kulit)
-Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis ataueritroblastosis
7.Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)
-Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksikongenital, penyakit
hati
8.Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9.Omfalitis (peradangan umbilikus)
10.Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11.Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktuskoledokus)
12.Feses dempul disertai urin warna coklat
-Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnyakonsultasikan ke bagian
hepatologi.
Diagnosis
Anamnesis

ikterus

pada

riwayat

obstetri

sebelumnya

sangat

membantudalam menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi.


Termasuk dalam halini anamnesis mengenai riwayat inkompatabilitas
darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya.
Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan
dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko
tersebut antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, persalinan
dengan

tindakan/komplikasi,

obat

yang

diberikan

pada

ibu

selamahamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes melitus, gawat


janin, malnutrisiintrauterin, infeksi intranatal, dan lain-lain.Secara klinis
ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa
hari

kemudian.

Ikterus

yang

tampak

pun

sangat

tergantung

kepada penyebab ikterus itu sendiri. Pada bayi dengan peninggian


bilirubin indirek, kulittampak berwarna kuning terang sampai jingga,
sedangkan pada penderita dengangangguan obstruksi empedu warna
kuning kulit terlihat agak kehijauan. Perbedaanini dapat terlihat pada
penderita ikterus berat, tetapi hal ini kadang-kadang sulitdipastikan
secara

klinis

karena

sangat

dipengaruhi

warna

kulit.

Penilaian

akanlebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar.


Selain kuning, penderita sering hanya memperlihatkan gejala minimal

misalnya tampak lemahdan nafsu minum berkurang. Keadaan lain


yang mungkin menyertai ikterusadalah anemia, petekie, pembesaran
lien dan hepar, perdarahan tertutup, gangguannafas, gangguan
sirkulasi, atau gangguan syaraf. Keadaan tadi biasanyaditemukan pada
ikterus berat atau hiperbilirubinemia berat
Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti

yang

penting

pula

dalamdiagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya


ikterusmempunyai kaitan yang erat dengan kemungkinan penyebab
ikterus tersebut.Ikterus yang timbul hari pertama sesudah lahir,
kemungkinan besar disebabkanoleh inkompatibilitas golongan darah
(ABO, Rh atau golongan darah lain). Infeksiintra uterin seperti rubela,
penyakit sitomegali, toksoplasmosis, atau sepsis bakterial dapat pula
memperlihatkan ikterus pada hari pertama. Pada hari keduadan ketiga
ikterus yang terjadi biasanya merupakan ikterus fisiologik, tetapi
harus pula dipikirkan penyebab lain seperti inkompatibilitas golongan
darah,

infeksikuman,

polisitemia,

hemolisis

karena

perdarahan

tertutup, kelainan morfologieritrosit (misalnya sferositosis), sindrom


gawat nafas, toksositosis obat, defisiensiG-6-PD, dan lain-lain. Ikterus
yang timbul pada hari ke 4 dan ke 5 mungkinmerupakan kuning karena
ASI atau terjadi pada bayi yang menderita Gilbert, bayidari ibu
penderita

diabetes

setelahminggu
koledokus,

melitus,

pertama

dan

biasanya

hepatitisneonatal,

lain-lain.
terjadi

stenosis

Selanjutnya
pada

atresia

pilorus,

ikterus
duktus

hipotiroidisme,

galaktosemia, infeksi post natal, danlain-lain


Penatalaksanaan
I. Pendekatan menentukan
penyebab

ikterus

membutuhkan pemeriksaan

kemungkinan

tidak
yang

penyebabMenetapkan

selamanya
banyak

dan

mudah
mahal,

dan
sehingga

dibutuhkan suatu pendekatankhusus untuk dapat memperkirakan


penyebabnya. Pendekatan yang dapatmemenuhi kebutuhan itu yaitu
menggunakan saat timbulnya ikterus seperti yangdikemukakan oleh

Harper dan Yoon 1974, yaitu :A. Ikterus yang timbul pada 24 jam
pertamaPenyebab ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama menurut
besarnyakemungkinan

dapat

disusun

sebagai

berikut

:-

Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.- Infeksi intrauterin


(oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang-kadang bakteri).- Kadangkadang oleh defisiensi G-6-PD.Pemeriksaan yang perlu diperhatikan
yaitu :
Kadar bilirubin serum berkala
Darah tepi lengkap
Golongan darah ibu dan bayi
Uji coombs
Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD, biakan darah atau
biopsihepar bila perlu.
B. Ikterus yang timbul 24- 72 jam sesudah lahir

Biasanya ikterus fisiologis

Mas ih ada ke mu ngk in an i nkomp at ib i l it as darah A BO


atau

Rh

a t a u golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau

peningkatan kadar bilirubin cepat,misalnya melebihi 5 mg%/24


jam.

Defisiensi enzim G-6-PD juga mungkin Polisitemia


Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis,

perdarahanhepar subkapsuler dan lain-lain).


Hipoksia.
Sferositosis, eliptositosis dan lain-lain.
Dehidrasi asidosis.
Defisiensi enzim eritrosit lainnya.Pe m e r i k s a a n
d i l a ku k a n

adalah

bila

ke a d a a n

yang
bayi

perlu
baik

d a n p e n i n g k a t a n i k t e r u s t i d a k c e p a t , d a p a t d i l a ku k a n
pemeriksaan
berkala,

daerah

pemeriksaan

t e p i , pemeriksaan
penyaring

kadar
enzim

bilirubin
G-6-PD

dan pemeriksaan lainnya bila perlu.C. Ikterus yang timbul sesudah

72 jam pertama sampai akhir minggu pertama- Biasanya karena


infeksi (sepsis).- Dehidrasi asidosis.- Difisiensi enzim G-6-PD.Pengaruh obat.- Sindrom Criggler-Najjar.- Sindrom Gilbert.D. Ikterus
yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya- Biasanya
karena obstruksi.- Hipotiroidisme.- breast milk jaundice
- Infeksi.- Neonatal hepatitis
.- Galaktosemia.
- Lain-lain.Pemeriksaan yang perlu dilakukan
:- Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala.
- Pemeriksaan darah tepi.
- Pemeriksaan penyaring G-6-PD.
- Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi
-

Pemeriksaan

lainnya

yang

berkaitan

dengan

kemungkinan

penyebab.Penyinaran dapat dilakukan dengan:


1 . Pe r t i m b a n g k a n t e r a p i s i n a r p a d a :
- N C B

( n e o n a t u s

S M K
bilirubin

( s e s u a i
total

>

12

c u k u p

b u l a n )

m a s a kehamilan) sehat : kadar

mg/dL- N K B

(neonatus

kurang

b u l a n ) s e h a t : k a d a r b i l i r u b i n t o t a l > 10 mg/dL
2. Pert im ba ng kan t ra nfus i t ukar bila kad ar biliru b in
i n d i r e k > 2 0 mg/dL
3 . Te r a p i

sinar

dianggap

intensif - Te r a p i
berhasil,

sinar
bila

intensif
setelah

u j i a n penyinaran kadar bilirubin minimal turun 1 mg/dL.


Dapat

diambil

dikatakan

fi siologis

pemeriksaan
dasar

kesimpulan

patologis

bahwa

sesudah

selanjutnya
dan

ikterus

tidak

observasi

tidak

mempunyai

baru

dapat
dan

menunjukkan

potensi

berkembang

menjadi kernicterus. Ikterusyang kemungkinan besar menjadi


patologis yaitu :

1.Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama.


2.Ikterus

dengan

kadar

bilirubin

melebihi

12,5

mg%

p a d a n e o n a t u s c u ku p bulan dan 10 mg% pada neonatus kurang


bulan
3.Ikterus dengan peningkatan bilirubin-lebih dari 5 mg%/hari.
4.Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.
5.Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik,
infeksi ataukeadaan patologis lain yang telah diketahui.
6.Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%

(Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008)

Infeksi Neonatorum
Definisi
Infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir ada dua yaitu:
early infection (infeksidini) dan late infection (infeksi lambat). Disebut infeksi
dini karena infeksi diperoleh darisi ibu saat masih dalam kandungan

sementara infeksi lambat adalah infeksi yangdiperoleh dari lingkungan luar,


bisa lewat udara atau tertular dari orang lain.
Adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan
ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum
tulang atau air kemih.
Etiologi
Pola kuman penyebab sepsis tidak selalu sama antara 1 RS dengan RS yang
lain. Perbedaan tersebut terdapat pula antar suatu negara dengan negara
lain. Perbedaan pola kuman ini akan berdampak terhadap pemilihan
antibiotik

yang

dipergunakan

pada

pasien.

Perbedaan

pola

kuman

mempunyai kaitan pula dengan prognosa serta komplikasi jangka panjang


yang mungkin diderita bayi baru lahir.
Hampir sebagian besar kuman penyebab di negara berkembang adalah
kuman gram negatif berupa kuman enterik seperti Enterobakter sp,
Klebsiella sp dan Coli sp. Sedangkan di Amerika utara dan eropa barat 40%
penderita terurama disebabkan oleh Streptokokus grup B. Selanjutnya
kuman lain seperti Coli sp, Listeria sp dan Enterovirus ditemukan dalam
jumlah yang lebih sedikt.
(Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008)

Patogenesis
Infeksi pada bayi baru lahir sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih
seringditemukan pada bayi yang lahir dirumah sakit dibandingkan dengan
bayi yang lahir diluar rumah sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan atau
imunitas transplasenta terhadapkuman yang berasal dari ibunya. Sesudah
lahir, bayi terpapar dengan kuman yang juga berasal dari orang lain dan

terhadap kuman dari orang lain.Infeksi pada neonatus dapat melalui


beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3golongan, yaitu :
1. Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman
itumelalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi
melaluisirkulasi

umbilikus

dan

masuk

ke

janin.

Kuman

yang

dapat

menyerang janin melalui jalan ini ialah :


a).

Virus,

yaitu

rubella,

polyomyelitis,

covsackie,

variola,

vaccinia,

cytomegalicinclusion ;(b). Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues ) ;(c).


Bakteri

jarang

sekali

dapat

melalui

plasenta

kecuali

E.

Coli

dan

listeriamonocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi


plasenta.Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya janin
mendapattuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion tersebut.
2. Infeksi Intranatal
Infeksi

melalui

jalan

ini

lebih

sering

terjadi

daripada

cara

yang

lain.Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion


setelah ketuban pecah. Ketubah pecah lama ( jarak waktu antara pecahnya
ketuban dan lahirnya bayilebih dari 12 jam ), mempunyai peranan penting
terhadap timbulnya plasentisitas danamnionitik. Infeksi dapat pula terjadi
walaupun ketuban masih utuh misalnya pada partuslama dan seringkali
dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasilikuor yang
septik

sehingga

terjadi

pneumonia

kongenital

selain

itu

infeksi

dapatmenyebabkan septisemia. Infeksi intranatal dapat juga melalui kontak


langsung dengankuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea dan
oral trush .
3. Infeksi Pascanatal

Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang
berakibatfatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat
penggunaan alat atauakibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat
infeksi silang. Infeksi pasacanatalini sebetulnya sebagian besar dapat
dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitassekali karena mortalitas
infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi mendapatinfeksi dengan
kuman

yang

sudah

tahan

terhadap

semua

antibiotika

sehingga pengobatannya sulit.


Diagnosa

infeksi

perinatal

sangat

penting,

yaitu

disamping

untuk

kepentingan bayi itusendiri tetapi lebih penting lagi untuk kamar bersalin
dan ruangan perawatan bayinya.Diagnosis infeksi perianatal tidak mudah.
Tanda khas seperti yang terdapat bayi yang lebihtua seringkali tidak
ditemukan.

Biasanya

diagnosis

dapat

ditegakkan

dengan

observasi

yangteliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti dan akhirnya


dengan pemeriksaan fisisdan laboratarium seringkali diagnosis didahului
oleh persangkaan adanya infeksi, kemudian berdasarkan persangkalan itu
diagnosis dapat ditegakkan dengan permeriksaan selanjutnya.Infeksi pada
nonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum, sehingga gejalainfeksi
lokal

tidak

menonjol

lagi.

Walaupun

demikian

diagnosis

dini

dapat

ditegakkan kalaukita cukup wasdpada terhadap kelainan tingkah laku


neonatus

yang

seringkali

merupakantanda

permulaan

infeksi

umum.

Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam pertama dan bayi
tersebut tidak menderita penyakit atau kelaianan kongenital tertentu,
namuntiba tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya harus selalu diingat
bahwa kelainan tersebutmungkin sekali disebabkan oleh infeksi. Beberapa
gejala yang dapat disebabkan diantaranyaialah malas, minum, gelisah atau
mungkin tampak letargis. Frekuensi pernapasan meningkat, berat badan tiba
tiba turun, pergerakan kurang, muntah dan diare. Selain itu dapat
terjadiedema,

sklerna,

purpura

atau

perdarahan,

ikterus,

hepatosplehomegali dan kejang. Suhu tubuhdapat meninggi, normal atau

dapat pula kurang dari normal. Pada bayi BBLR seringkaliterdapat hipotermia
dan sklerma. Umumnya dapat dikatakan bila bayi itu Not Doing Well
kemungkinan besar ia menderita infeksi.Pembagian infeksi perinatal.Infeksi
pada

neonatus

dapat

dibagi

menurut

berat

ringannya

dalam

dua

golongan besar, yaitu berat dan infeksi ringan.1. Infeksi berat ( major in
fections

sepsis

neonatal,

meningitis,

pneumonia,

diareepidemik,

plelonefritis, osteitis akut, tetanus neonaturum.2. Infeksi ringan ( minor


infection ) : infeksi pada kulit, oftalmia neonaturum, infeksiumbilikus
( omfalitis ), moniliasis
Menegakkan kemungkinan infeksi pada bayi baru lahir sangat penting,
terutama pada bayi BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan
menimbulkan angkakematian yang tinggi. Disamping itu, gejala klinis infeksi
pada bayi tidak khas. Adapungejala yang perlu mendapat perhatian yaitu :
- Malas minum
- Bayi tertidur
- Tampak gelisah
- Pernapasan cepat
- Berat badan turun drastic
- Terjadi muntah dan diare
- Panas badan bervariasi yaitu dapat meningkat, menurun atau dalam batas
normal
- Pergerakan aktivitas bayi makin menurun
- Pada pemeriksaan mungkin dijumpai : bayi berwarna kuning, pembesaran
hepar, purpura (bercak darah dibawah kulit) dan kejang-kejang
- Terjadi edema

- sklerema
2.4. Patogenesis
Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman
karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput
amnion, khorion, dan beberapa faktor anti infeksi dari cairan amnion.19
Infeksi pada neonatus dapat terjadi antenatal, intranatal dan pascanatal.
Lintas infeksi perinatal dapat digolongkan sebagai berikut:
2.4.1. Infeksi Antenatal.
Infeksi antenatal pada umumnya infeksi transplasenta, kuman berasal dari
ibu, kemudian melewati plasenta dan umbilikus dan masuk ke dalam tubuh
bayi melalui sirkulasi bayi. Infeksi bakteri antenatal antara lain oleh
Streptococcus Group B. Penyakit lain yang dapat melalui lintas ini adalah
toksoplasmosis, malaria dan sifilis. Pada dugaan infeksi tranplasenta
biasanya selain skrining untuk sifilis, juga dilakukan skrining terhadap TORCH
(Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes).
2.4.2. Infeksi Intranatal
Infeksi intranatal pada umumnya merupakan infeksi asendens yaitu infeksi
yang berasal dari vagina dan serviks. Karena ketuban pecah dini maka
kuman dari serviks dan vagina menjalar ke atas menyebabkan korionitis dan
amnionitis. Akibat korionitis, maka infeksi menjalar terus melalui umbilikus
dan akhirnya ke bayi. Selain itu korionitis menyebabkan amnionitis dan liquor
amnion yang terinfeksi ini masuk ke traktus respiratorius dan traktus
digestivus janin sehingga menyebabkan infeksi disana
Infeksi lintas jalan lahir ialah infeksi yang terjadi pada janin pada saat
melewati jalan lahir melalui kulit bayi atau tempat masuk lain. Pada
umumnya infeksi ini adalah akibat kuman Gram negatif yaitu bakteri yang
menghasilkan warna merah pada pewarnaan Gram dan kandida. Menurut

Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak
terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita
hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan.
2.4.3. Infeksi Pascanatal
Infeksi pascanatal pada umumnya akibat infeksi nosokomial yang diperoleh
bayi dari lingkungannya di luar rahim ibu, seperti kontaminasi oleh alat-alat,
sarana perawatan dan oleh yang merawatnya. Kuman penyebabnya
terutama bakteri, yang sebagian besar adalah bakteri Gram negatif. Infeksi
oleh karena kuman Gram negatif umumnya terjadi pada saat perinatal yaitu
intranatal dan pascanatal
Bila paparan kuman ini berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi
respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh.
Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam
gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan penyakit,
gambaran klinis yang terlihat akan berbeda. Oleh karena itu, pada
penatalaksanaan selain pemberian antibiotika, harus memperhatikan pula
gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit
1. penatalaksanaan
-

suportif

monitoring cairan, elektrolit dan glukosa, berikan koreksi jika tjd hipovolemia,
hiponatremia, hipoglikemia.
Bila tjd SIADH (syndrom of inappropriate antidiuretic hormone), batasi cairan
-

kausatif

antobiotik

diberikan

sebelum

kuman

peneyebab

diketahui.

Biasanya

digunakan dg golongan penisilin spt ampisilin ditambah aminoglikosida spt


gentamisin.

Setelah didapatkan hasil biakan dan uji sensitivitas, diberikan antibiotik yg


sesuai. Terapi dilakukan selama 10-14 hr. Bila terjadi meningitis antibiotik
diberikan selamA 14-21 HR DG DOSIS SESUI MENINGITIS
(Kapita Selekta kedokteran, ed 2)

Anda mungkin juga menyukai