Identitas Pasien bertujuan: mengetahui dan memastikan bahwa yang diperiksa benarbenar pasien yang dimaksud dan tidak keliru dengan pasien lain. Identitas terdiri dari
nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, agama dan suku bangsa.
1
Universitas Kristen Krida Wacana-Fakultas Kedokteran
Riwayat Penyakit
- Keluhan utama, keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat.
Keluhan utama tidak selalu merupakan keluhan yang pertama disampaikan oleh
-
Pemeriksaan Fisik
Bila pasien dating dengan nyeri abdomen, maka anamnesis adalah suatu basis data
pembahasan kemungkinan diagnostic, tetapi keputusan tentang apakah dioperasi atau tidak,
dibuat atas dasar pemeriksaan fisik yang harus dilakukan dalama cara tertib dan sistematik.
Enam gambaran utama pemeriksaan fisik mencakup (1) inspeksi, (2) auskultasi, (3) palpasi,
(4) perkusi.
Inspeksi
Penampilan umum pasien bisa memberikan petunjuk tentang sifat penyakit.
Perubahan dalam keadaan mental, warna dan turgor kulit serta mata yang cekung bisa
manifestasi hipovolemia parah dan kolaps kardiovaskular mengancam. Pasien nyeri visera
terisolasi seperti yang ditemukan dalam obstruksi usus, bila sering mengubah posisi, tetapi
jika nyeri terlokalisasi atau ada iritasii peritoneum generalisata, maka sering pasien
menghindari gerakan. Posisi anatomi pasien sering diranjang patut diperhatikan. Pasisen
peritonitis yang luas sering membawa lututnya ke atas untuk merelaksasikan tegangan
abdomen. Pasien keadaan peradangan yang berkontak dengan muskulus psoas bisa
memfleksikan paha yang berhubungan.
2
Universitas Kristen Krida Wacana-Fakultas Kedokteran
Auskultasi
Auskulatsi dilakukan sebelum palpasi karena bisa mengubah arah bising usus. Teknik
auskultasi memerlukan penempatan lonceng stetoskop dengan lambat diatas dinding
abdomen anterior yang dimulai denga kuadran kiri bawah, kemudian dalam empat kuadran.
Masa auskultasi 2 samapi 3 menit diperlukan unutk menentukan bahwa tidak ada bising usu
pasien. Waktu ini juga kemungkinan observasi wajah dan sikap pasien secara tak terputus.
Bila bising usus bernada tinggi yang timbul dalam dorongan yang bersamaan nyeri
menunjukkan obstruski usus halus.
Palpasi
Palpasi seharusnya dimulai sejauh mungkin dari pusat nyeri. Kemudian perlu
menentukan adanya defense muscular, atau spasme. Tempatkan tangan dengan lembut diatas
muskulair rectus dan tekan sedikit serta minta pasien menarik nafas dalam. Jika spasme
volunter, maka ahli bedah akan merasakan musculus rectus yang mendasari relaksasi. Tetapi
jika ada spasme sejati, maka ahli bedah akan merasakan otot kaku tegang di otot-otot
pernapasan.
Perkusi
Perkusi abdomen harus selalu dilakukan dengan sangat lembut. Ia bermanfaat dalam
menilai jumlah distensi yang menyertai obstruksi usus dan dapat digunakan untuk
menyingkirkan adanya vesica urinarius terdistensi sebagai penyebab nyeri abdomen akuta.
Mungkin yang terpenting, perkusi bermanfaat dalam menimbulkan rasa nyeri tekan angulus
costovertebralis menyertai infeksi tractus urinarius.
Manifestasi klinis
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda tanda
rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans
muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik
usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. 1 Bila telah terjadi peritonitis
bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita
tampak letargik dan syok.1 Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang
menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu
3
Universitas Kristen Krida Wacana-Fakultas Kedokteran
penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri
jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.1,7
Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis dan jenis
organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat lokal, menyebar, atau umum, gambaran
klinis pada peritonitis bakterial sekunder yaitu adanya nyeri abdominal yang akut. Nyeri ini
tiba-tiba, hebat, dan pada penderita perforasi (misal perforasi ulkus), nyerinya menjadi
menyebar keseluruh bagian abdomen. Pada keadaan lain (misal apendisitis), nyerinya mulamula dikarenakan penyebab utamanya, dan kemudian menyebar secara gradual dari fokus
infeksi. Selain nyeri, pasien biasanya menunjukkan gejala dan tanda lain yaitu nausea,
vomitus, syok (hipovolemik, septik, dan neurogenik), demam, distensi abdominal, nyeri tekan
abdomen dan rigiditas yang lokal, difus atau umum, dan secara klasik bising usus melemah
atau menghilang. Gambaran klinis untuk peritonitis non bakterial akut sama dengan
peritonitis bakterial. 1,3
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya leukositosis, hematokrit yang
meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal
mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil
tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara
laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar
diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat. 3
2. Barium Meal
Pasien dipuasakan sepanajng malam sebelum pemeriksaan. Kontras ganda didapatkan
dengan cara memasukkan gas kedalam lambung dengan menggunakan bubuk
effervescen. Pemberian glukagon atau buscopan secara intravena akan menekan
motilitas dan memperbaiki kualitas film. Pemeriksaan dilakukan dibaeah panduan
fluroskopi, kemudian beberapa film diambil pada berbagai proyeksi lambung yang
terisi gas dan barium. Sambbungan gastroesofageal diobservasi untuk mengetahui
apakah terdapat refluks.
3. Gambaran Radiologi
4
Universitas Kristen Krida Wacana-Fakultas Kedokteran
5
Universitas Kristen Krida Wacana-Fakultas Kedokteran
Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan foto polos
abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum, pecahnya usus
buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi adalah :3
a. Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line menghilang, dan
kekaburan pada cavum abdomen.
b. Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan sabit
(semilunair shadow).
c. Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling tinggi.
Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan dinding
abdomen.
Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum
abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma
atau intra peritoneal.2,5
Diagnosis Kerja
Peritonitis et causa perforasi typhoid, terjadi karena salmonella thypi yang menyerang
jaringan atau organ limfoid, seperti limpa yang membesar. Juga jaringan limfoid di ileum,
yaitu plak peyeri terserang dan hyperplasi (membesar). Jaringan rapuh dan mudah rusak oleh
gesekkan makanan padat yg melaluinya. Inilah mengapa pasien tiphoid harus diberi makan
lunak, agar tidak merusak lapisan plak peyeri. Plak peyeri yang membesar akan semakin
menipis dengan gesekkan, sehingga pembuluh darah setempat ikut rusak dan timbul
pendarahan, yang kadang-kadang cukup hebat. Bila ini berlangsung terus, ada kemungkinan
dinding usus tidak tahan dan pecah (perforasi), diikuti peritonitis yang dapat berakhir fatal.
Etiologi
Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan
penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus
abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga karena
trauma abdomen.2
a. Bakterial : Bacteroides, E.Coli, Streptococus, Pneumococus, proteus, kelompok
Enterobacter-Klebsiella, Mycobacterium Tuberculosa.
b. Kimiawi : getah lambung,dan pankreas, empedu, darah, urin, benda asing (talk,
tepung). 2,3,9
6
Universitas Kristen Krida Wacana-Fakultas Kedokteran
Epidemologi
Meskipun jarang ditemui bentuk infeksi peritoneal tanpa komplikasi, insiden terjadi
peritonitis tersier yang membutuhkan IVU akibat infeksi abdomen berat tergolong tinggi
di USA, yakni 50-74%. Lebih dari 95% pasien peritonitis didahului dengan asites, dan
lebih dari setengah pasien mengalami gejala klinis yang sangat mirip asites. Sindrom dari
peritonitis bakterial spontan umumnya terjadi pada peritonitis akut pada pasien dengan
dasar sirosis. Sirosis mempengaruhi 3,6 dari 1000 orang dewasa di Amerika Serikat dan
bertanggungjawab terhadap 26000 kematian per tahun. Perdarahan variseal akut dan
peritonitis bakterial spontan merupakan beberapa komplikasi dari sirosis yang
mengancam jiwa. Kondisi yang berkaitan yang menyebabkan abnormalitas yang
signifikan mencakup ascites dan enselofati hepatik. Sekitar 50% pasien dengan sirosis
yang menimbulkan ascites meninggal dalam 2 tahun setelah diagnosis.4
Patofisiologi
Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik yang bersifat akut yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Perforasi pada saluran pencernaan menunjukkan adanya lubang yang
terjadi pada dinding saluran pencernaan. Perforasi usus halus dilaporkan terjadi pada 0,5-3%
kasus. Keluarnya isi saluran pencernaan ke dalam rongga perut menyebabkan iritasi dan
peradangan pada rongga abdomen yang disebut peritonitis. Peritonitis ini sering menjadi
fatal. Komplikasi didahului dengan penurunan suhu, tekanan darah, dan peningkatan
frekuensi nadi. Perforasi usus ditandai oleh nyeri abdomen lokal pada kuadran kanan bawah
akan tetapi dilaporkan juga nyeri yang menyelubung. Kemudian akan diikuti muntah, nyeri
pada perabaan abdomen, defans muscular, hilangnya keredupan hepar dan tanda-tanda
peritonitis yang lain.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pitapita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.1 Peradangan menimbulkan
akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak
dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan
berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius,
7
Universitas Kristen Krida Wacana-Fakultas Kedokteran
8
Universitas Kristen Krida Wacana-Fakultas Kedokteran
9
Universitas Kristen Krida Wacana-Fakultas Kedokteran
Diagnosis Banding
Peritonitis primer
Peritonitis sekunder
Peritonitis tersier
Merupakan peritonitis akibat Peritonitis yang mengikuti Peritonitis tersier
terjadi
kontaminasi
respon
bakterial suatu
infeksi
akut
atau akibat
dan
kegagalan
atau superinfeksi.
monomikrobial, biasanya
Coli,
Sreptococus
Pneumococus.
E. spesies
sekunder
aerob
dalam Di
menimbulkan infeksi.
lakukan
pembedahan
interfensi
ataupun
medikamentosa.
Penatalaksanaan
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang
dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna
dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau
penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan
menghilangkan nyeri.1,8
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat.
Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah
hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai
menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah.
Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang
selama operasi.5,10
Pembuangan penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi yang
dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh
abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas
tempat inflamasi. Teknik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi
tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya,
kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi,
atau mereseksi viskus yang perforasi.
10
Universitas Kristen Krida Wacana-Fakultas Kedokteran
Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan
larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak
terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal
povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak
dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria
menyebar ketempat lain. 2,3
Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu
dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat
masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi
yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak
dapat direseksi. 2,3
Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi
tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu : 9
a. Komplikasi dini ; Septikemia dan syok septic, syok hipovolemik, sepsis intra
abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi system, abses
residual intraperitoneal, portal pyemia (misal abses hepar).
b. Komplikasi lanjut: Adhesi, Obstruksi intestinal rekuren
Prognosis
Mortalitas tetap tinggi antara 10 % 40 %,prognosa lebih buruk pada usia lanjut dan bila
peritonitis sudah berlangsung lebih dari 48 jam.
Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera
dalam rongga perut. Gejala Klinis nyeri ini tiba-tiba, hebat menyebar keseluruh bagian
abdomen. Tanda lain yaitu nausea, vomitus, syok (hipovolemik, septik, dan neurogenik),
demam, distensi abdominal, nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus atau umum,
dan secara klasik bising usus melemah atau menghilang. Prognosis Buruk bila tidak ditangani
dengan baik,.
Daftar Pustaka
11
Universitas Kristen Krida Wacana-Fakultas Kedokteran
12
Universitas Kristen Krida Wacana-Fakultas Kedokteran