Anda di halaman 1dari 16

Penanganan Kehamilan pada Pasien

Talasemia Alfa Minor


Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas PBL (Problem Based Learning)
2014 / 2015

Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No.6. Jakarta 11510
2014

PENDAHULUAN
Manusia merupakan kesatuan dari sistem organ yang saling bekerja sama dalam
mendukung kehidupan organismenya. Lebih dalam dari sistem organ maka ada organ-organ
seperti organ jantung, liver, ginjal dan yang lainnya. Organ tersusun dari jaringan-jaringan
yang saling bersatu padu dan jaringan tersusun dari banyak sel-sel yang saling berkaitan satu
sama lain. Di dalam sel terdapat inti sel yang didalamnya tersusun dari kromosom-kromosom
yang memegang peranan penting dalam membentuk karakter genotip dan fenotip dari
seorang manusia atau makhluk hidup. Lebih dalam lagi kromosom merupakan kumpulan dari
gen-gen dan DNA yang berikutnya juga memegang peranan penting dalam penyampaian
informasi genetik pada sel penerus berikutnya atau mungkin ada penambahan sesuai dengan
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Makalah kali ini akan membahas mengenai penyebab
keguguran dan bayi mati lahir hidup secara genetika, dan bagaimana menangani agar
pasangan suami istri tersebut dapat mempunyai keturuan yang normal tanpa terulang kejadian
keguguran berikutnya. Dan diharapkan dengan pembahasan menyeluruh pada makalah ini
dapat membantu dalam proses belajar mahasiswa pada kasus-kasus tersebut. Pada kasus di
dapat sepasang suami istri yang sudah lama ingin punya anak datang untuk konseling.
Mereka menginformasikan bahwa mereka berdua bersama-sama mempunyai talasemia alfa
minor. Selama ini istri sudah pernah 2 kali hamil tetapi kehamilan pertama mengalami
keguguran pada usia kehamilan 12 minggu, sedangkan kehamilan kedua melahirkan bayi
dengan hydrops foetalis pada gestasi 27 minggu dan meninggal beberapa menit setelah
dilahirkan. Pada pemeriksaan darah kedua suami istri tersebut tidak dilakukan pemeriksaan
faktor rhesus maupun TORCH. Rumusan masalah yang disusun adalah sepasang suami istri
dengan talasemia alfa G2P1A1 kehamilan 1 aborsi G12 minggu, kehamilan 2 G27 minggu
dengan hydrops foetalis. Tujuannya adalah untuk mengetahui penyebab kematian janin dan
keguguran yang terjadi dan penanganan pada pasutri untuk mempunyai anak. Jenis makalah
yang disusun kali ini berdasarkan tinjauan pustaka yang diambil dari beberapa sumber buku
dan sumber internet yang sekiranya dapat membantu proses penyusunan informasi dalam
mengetahui penyebab dari keguguran dan kematian janin dan penanganan pada pasien
tersebut dalam kehamilan berikutnya. Lalu setelah itu dibandingkan antara kepustakaan yang
telah dikumpulkan dengan permasalahan yang ada didalam skenario.

ISI
Mind Mapping

Pemeriksaan Penunjang:
- skrining talasemia

Pemeriksaan Fisik

- Hb elektroforesa
-Feritin, Serum besi,
TIBC

Patofisilog

Pasangan Suami Istri dengan


talasemia alfa

Riwayat
Keluarga
Faktor
resiko
Konseling Genetik

Penatalaksanaan

Anamnesis
Anamnesis secara umum pada pemeriksaan akan dijelaskan sebagai berikut. Pertama
akan ditanyakan dan diminta keterangan yang sejelasnya dan ada keluhan apa yang terjadi.
Pada proses anamnesis ada dua yaitu anamnesis langsung, atau dokter langsung menanyakan
pada pasien yang bersangkutan, atau biasa disebut autoanamnesis, dan ada juga aloanamnesis yaitu bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai misalnya
dalam keadaan gawat darurat, keadaan afasia akibat strok atau bisa juga karena umur pasien
3

yang belum cukup dewasa, sehingga anamnesis dilakukan pada orang terdekat seperti
keluarga ataupun pengantarnya.1 Pada anamnesis, terdapat suatu urutan yang harus
ditanyakan pada orang tua atau pengantar atau pasien seperti identitas, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga dan
data pribadi.1
Pada identitas dalam anamnesis, dapat ditanyakan mengenai nama lengkap, umur,
tempat tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang tua atau penanggung jawab, alamat,
pendidikan, suku bangsa, dan agama. Identitas diperlukan untuk memastikan bahwa pasien
yang dihadapi adalah pasien yang dimaksud, dan juga identitas ini perlu untuk data penelitian
dan lain sebagainya.1 Selanjutnya ditanyakan mengenai keluhan utama pada pasien, keluhan
utama sendiri adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter
untuk mencari pertolongan. Setelah itu dilanjutkan pada riwayat penyakit sekarang. Riwayat
perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan
kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Riwayat
penyakit sekarang dalam anamnesis dapat membantu menegakan diagnosis yang disusun saat
awal.1 Lalu tanyakan apakah pasien pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya atau ada
kemungkinan ada hubungan dengan penyakit sebelumnya, dari situ didapat riwayat penyakit
dahulu.1 Dapat juga ditanyakan riwayat penyakit pada keluarga, apakah dikeluarga ada yang
menderita penyakit tertentu. 1
Karena pasien sudah mengetahui bahwa mereka menderita talasemia alfa dan sedang
ingin mempunyai anak lagi, yang harus ditanyakan adalah riwayat kehamilan pasien tersebut
bagaimana, mulai dari konsumsi makanan, obat-obatan, aktivitas yang dilakukan dan juga
riwayat penyakit keturunan tertentu dari keluarga maupun dari pasien itu sendiri. Tanyakan
juga tentang aktivitas seksual pasangan tersebut dan apakah pernah mengalami infeksi
tertentu baik saat hamil maupun sebelumnya. Dan tanyakan mengenai penyakit yang sedang
di derita pasien.2

Pemeriksaan Fisik
Sebelum dilakukan pemeriksaan fisik abdomen, pada pasien dilakukan pemeriksaan
tanda-tanda vital terlebih dahulu, yaitu seperti suhu tubuh, pernapasan, denyut nadi dan juga
tekanan darah. Pemeriksaan kesadaran dan keadaan umum juga perlu dilihat. Pada
pemeriksaan fisik harus lengkap mulai dari konjungtiva mata, thoraks, abdomen dan
ekstremitas.2
Pemeriksaan fisik thoraks dan abdomen khususnya secara umum dibagi menjadi empat
yaitu inspeksi, palpasi, perkusi dan juga asukultasi. Pada inspeksi diperhatikan bentuk
abdomen, lesi yang terdapat di daerah tersebut, benjolan atau masa pada daerah abdomen dan
juga melaporkan adanya pulsasi atau peristaltik pada dinding abdomen.1,2
Lalu setelah inspeksi, dilakukan pemeriksaan fisik palpasi yaitu untuk mengetahui
adanya nyeri, kekakuan, dan masa atau benjolan pada daerah abdomen. Lalu palpasi dapat
juga dilakukan untuk mengidentifikasi pada pembesaran seperti hati dan limpa. Dapat juga
dilakukan palpasi khusus misalnya pada kolesistitis, adanya asites dan juga pada appendicitis.
Setelah dilakukan palpasi dapat dilakukan perkusi yang biasanya untuk menentukan apakah
adanya cairan pada rongga abdomen. Dan yang terakhir dilakukan dengan stetoskop yaitu
asukultasi. Pada pemeriksaan fisik auskultasi ini yang diperhatikan adalah bising usus yang
didengar pada daerah abdomen dan juga bunyi-bunyi patologis yang muncul pada saat
dilakukan pemeriksaan fisik auskultasi.1,2

Pemeriksaan Penunjang
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien, maka kita dapat
memastikan diagnosis pada pasien ini, sehingga kita bisa mengetahui penyebab pasangan ini
selalu mengalami kesusahan dalam mempunyai keturunan. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan pada pasien ada beberapa hal yaitu skrining talasemia dengan pemeriksaan
hemoglobin elektroforesa dan pemeriksaan DNA kalau perlu pada pasangan suami istri ini.
Dan bisa juga skrining dini pada anak dalam kandungan untuk mengetahui dan menindak
lanjuti apabila ada kelainan pada anak dalam kandungan. Dan juga harus diperiksa kadar
feritin, serum besi dan TIBC untuk deteksi kemungkinan penyakit lain yang menyertai pasien
selama kehamilan yang memperburuk diagnosa penyakit sebelumnya. Berikut akan dibahas
masing-masing pemeriksaan.3
5

Yang pertama adalah dilakukannya skrining pada pasangan suami istri ini untuk
memastikan diagnosa talasemia alfanya tersebut. Yang sering dilakukan pada skrining
talasemia adalah dengan hemoglobin elektorforesa yang merupakan pemeriksaan pada
hemoglobin pasien untuk mengidentifikasi lebih dari 150 jenis hemoglobin normal dan
abnormal. Banyak jenis hemoglobin yang abnormal tidak menyebabkan penyakit yang
berbahaya dan hemoglobin yang abnormal ini dapat dideteksi melalui elektroforesis.
Prosedur pemeriksaan adalah dengan mengambil darah vena 7 sampai 10 ml dan masukan ke
dalam tabung dan di periksa di laboratorium, dan pada pasien tidak perlu adanya pembatasan
makan dan cairan. Pada pasien dewasa dengan talasemia alfa ataupun beta maka pada
elektroforesa hemoglobin kita dapat mengetahui rantai globin mana yang mengalami
abnormalitas dan menjadi dasar diagnosa. Sedangkan pada pemeriksaan DNA merupakan
pemeriksaan yang lebih pasti dalam skrining ataupun menegakkan diagnosa suatu penyakit.
Pemeriksaan DNA dilakukan apabila pada pemeriksaan hemoglobin elektroforesa kita masih
meragukan atau curiga mengarah pada diagnosa yang lainnya.3
Selanjutnya akan dibahas mengenai pemeriksaan serum besi, TIBC ( Kapasitas Ikatan
Besi Total dan serum feritin yang saling berkaitan. Dimana pemeriksaan serum besi
berhubungan dengan transferin plasma yang bertanggung jawab terhadap transportasi zat besi
ke sumsum tulang untuk sintesa hemoglobin. Nilai besi serum meningkat bila ada destruksi
sel-sel darah merah yang berlebihan dan nilai menurun pada anemia akibat kekurangan besi.
Biasanya serum besi dan TIBC ditentukan bersamaan karena saling berkaitan satu sama lain.
Kadar normal besi serum pada dewasa 50-150 ug/dL, neonatus 100-200ug/dL dan bayi 6
bulan 2 tahun 40-100 ug/dL. Dan kadar TIBC pada dewasa 250-450 ug/dL, neonatus 60175 ug/dL, bayi 100-400 ug/dL, 6 bulan-2tahun 100-200 ug/dL dan anak lebih dari 2 tahun
mempunyai kadar yang sama dengan dewasa. Sedangkan serum feritin seperti yang telah
diketahui secara luas, jumlah kecil feritin serum dalam serum manusia menggambarkan
simpanan besi tubuh, dimana tes ini sering digunakan sebagai tes untuk mengetahui defisiensi
atau kelebihan besi di dalam tubuh manusia. Pemeriksaan serum besi, kadar feritin dan TIBC
untuk mengkonfirmasi anemia disebabkan oleh defisiensi besi atau karena sebab lain, karena
pada talasemia mempunyai nilai indeks eritrosit (MCV dan MCH) yang rendah, serupa pada
anemia defisiensi besi sehingga dibutuhkan pemeriksaan konfirmasi lebih lanjut.3
Lalu pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan talasemia alfa yang ingin
mempunyai anak atau sedang hamil, maka dapat dilakukan skrining talasemia lebih lanjut

untuk mengetahui dan menentukan tindakan berikutnya yang dipilih oleh pasien. Berikut
algoritma yang dipakai pada skrining talasemia.4

Gambar 1. Algoritma Skrining Talasemia4


Gambar 2. Algoritma Skrining Talasemia4

Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan heme dan globin. Heme terdiri dari zat
besi sedangkan globin suatu protein yang terdiri dari polipeptida. Hemoglobin manusia
normal pada orang dewasa terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta yaitu HbA (97%)
sebagian lagi HbA2 (2,5%) dan sisanya HbF (0,5%). Sintesa globin ini telah dimulai pada
awal kehidupan masa embrio dalam kandungan sampai dengan 8 minggu kehamilan dan
hingga akhir kehamilan. Organ yang bertanggung jawab pada periode ini adalah hati, limpa
7

dan sumsum tulang. Karena rantai globin merupakan suatu protein maka sintesisnya
dikendalikan oleh gen tertentu. Ada 2 kelompok gen yang bertanggung jawab dalam proses
pengaturannya yaitu kluster gen globin alfa yang terletak pada lengan pendek autosom 16 dan
kluster globin beta yang terletak pada lengan pendek autosom 11.5

Talasemia diartikan sebagai sekumpulan gangguan genetic yang mengakibatkan


berkurang atau tidak ada sama sekali sintesis satu atau lebih rantai globin. Abnormalitas dapat
terjadi pada setiap gen yang menyandi sintesis rantai polipeptid globin, tetapi yang
mempunyai arti klinis hanya gen beta dan gen alfa. Karena ada 2 pasang gen alfa maka dalam
pewarisannya akan terjadi kombinasi gen yang sangat bervariasi. Bila terdapat kelainan pada
keempat gen alfa maka akan timbul manifestasi klinis dan masalah. Adanya kelainan gen alfa
lebih kompleks dibandingkan dengan kelainan gen beta yang hanya terdapat satu pasang.
Gangguan pada sintesis rantai alfa dikenal dengan penyakit talasemia alfa sedangkan
gangguan pada sintesis rantai beta disebut juga sebagai talasemia beta. Kelainan klinis pada
sintesis rantai globin alfa dan beta dapat terjadi sebagai berikut:5
1. Silent carrier yang hanya mengalami kerusakan 1 gen, sehingga pada kasus ini tidak
terjadi kelainan hematologis. Identifikasi hanya dapat dilakukan dengan analisis
molekular menggunakan RFLP atau sekuensing.
2. Bila terjadi kerusakan pada 2 gen alfa atau talasemia alfa minor atau carrier talasemia
alfa menyebabkan kelainan hematologis.
3. Bila terjadi kerusakan 3 gen alfa yaitu pada penyakit HbH secara klinis termasuk dalam
talasemia intermedia.
4. Pada Hb-Barts hydrop fetalis disebabkan oleh kerusakan keempat gen globin alfa dan
bayi terlahir sebagai Hb-Barts hydrop fetalis akan mengalami oedema dan asites
karena penumpukan cairan dalam jaringan fetus akibat anemia berat.
5. Pada talasemia beta mayor bentuk homozigot dan talasemia beta minor bentuk
heterozigot yang tidak menunjukan gejala klinis yang berat.
Gangguan yang terjadi pada sintesis rantai globin alfa ataupun beta jika terjadi pada
satu atau dua gen saja tidak menimbulkan masalah yang serius dan hanya sebatas pengemban
sifat atau carrier atau trait. Talasemia trait disebut juga talasemia minor tidak menunjukan
gejala klinis yang berarti sama halnya seperti orang normal dan kalaupun ada hanya berupa

anemia ringan. Tetapi bisa terjadi nilai indeks hematologi (MCV, MCH, MCHC) dibawah
rentang normal. Pemeriksaan sedimen darah tepi dijumpai bentuk eritrosit tidak sama besar
(anisitosis) dan bervariasi (poikilositosis). Permasalahan yang berikutnya harus dihadapi dan
diatasi adalah jika talasemia trait atau carrier kawin dengan sesamanya sehingga 25% dari
keturunannya menurunkan talasemia mayor, 50% kemungkinan anak mereka menderita
talasemia trait dan hanya 25% anak mempunyai darah normal. Eritropoesis yang tidak efektif
menyebabkan peningkatan pengeluaran energy dan perluasan rongga sumsum tulang di
semua tulang dan menyebabkan osteopenia, fraktur patologis, eritropoesis ekstramedular, dan
peningkatan kecepatan absorpsi besi. Pasien biasanya bergantung pada transfusi dari akhir
kehidupan tahun pertama.5

Patofisiologi
Pada talasemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi rantai globin
satu atau lebih rantai globin. Penurunan secara bermakna kecepatan sintesis salah satu jenis
rantai globin menyebabkan sintesis rantai globin yang tidak seimbang. Bila pada keadaan
normal rantai globin yang disintesis seimbang antara rantai alfa dan rantai beta, maka pada
talasemia beta dimana tidak disintesis sama sekali rantai globin beta maka rantai globin alfa
yang berlebihan, begitu juga sebaliknya pada talasemia alfa dimana rantai globin alfa tidak
diproduksi sama sekali maka rantai globin beta yang diproduksi secara berlebihan.6
Pada talasemia alfa umumnya patofisiologinya sama dengan yang dijumpai pada
talasemia beta kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi atau mutasi rantai globin alfa.
Hilangnya gen globin tunggal tidak berdampak pada fenotip. Sedangkan talasemia 2 a alfa
homozigot (-a/-a) atau talasemia 1a heterozigot (aa/--) memberi fenotip seperti talasemia beta
carrier. Kehilangan 3 dari 4 gen globin alfa memberikan fenotip tingkat penyakit berat
menengah (moderat), yang dikatakan sebagai HbH disease. Sedangkan talasemia alfa 0
homozigot (--/--) tidak dapat bertahan hidup, disebut sebagai Hb-Barts hydrops syndrome.
Kelainan dasar talasemia alfa sama dengan talasemia beta, yakni ketidak seimbangan sintesis
rantai globin. Namun perbedaan besar dalam hal patofisiologi kedua jenis ini adalah:6

Pertama karena rantai alfa dimiliki bersama oleh hemoglobin fetus ataupun dewasa,
maka talasemia alfa bermanifestasi pada masa fetus.

Kedua sifat-sifat yang ditimbulkan akibat produksi secara berlebihan rantai globin alfa
dan beta yang disebabkan oleh defek produksi rantai globin alfa sangat berbeda
dibandingkan dengan akibat produksi berlebihan rantai alfa pada talasemia beta. Bila
kelebihan rantai alfa tersebut menyebabkan presipitasi pada prekursel eritrosit, maka
talasemia alfa menimbulkan tetramer yang larut.

Diagram Silsilah Keluarga


Di dalam mendiagnosa suatu penyakit yang diduga diturunkan secara turun temurun di
dalam keluarga, perlu dikonfirmasi kembali diagnosa yang telah disusun dengan membuat
diagram silsilah keluarga untuk memastikan bahwa penyakit yang diderita pasien memang
sudah ada atau diturunkan dari generasi sebelum pasien sehingga gejala klinis dapat muncul
pada pasien karena penyakit tersebut memang diturunkan dari generasi sebelumnya.
Mempelajari pola pewarisan sifat pada manusia terutama tentang penyakit menurun
mempunyai kendala tersendiri. Kendala-kendala tersebut misalnya: tidak mungkin
melakukan uji coba perkawinan pada manusia, kemungkinan kecil orang mau dikawinkan
secara asal sesuai kehendak peneliti, adanya kemauan untuk menghindari kelainan atau
penyakit menurun, adanya pembatasan jumlah anak karena pertimbangan-pertimbangan
tertentu, dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk mempelajari pola pewarisan sifat terutama
kelainan dan penyakit bawaan sering kali dilakukan dengan cara analisis peta silsilah
(pedigree). Peta silsilah ini diharapkan mampu memberikan gambaran dan jawaban yang
memuaskan terhadap sejumlah persoalan yang diakibatkan oleh kelainan atau penyakit
menurun.5
Pedigree selalu menggunakan simbol silsilah keluarga, seperti:5
1.

= (kotak tanpa arsiran), simbol untuk laki-laki normal

2.

= (kotak dengan arsiran penuh),simbol untuk laki-laki yang menderita kelainan atau
penyakit tertentu.

3.

= (kotak dengan arsiran tidak penuh),simbol untuk laki-laki normal carier untuk
penyakit tertentu.

3.

= (lingkaran tanpa arsiran) , simbol untuk perempuan normal


10

4.

= (lingkaran dengan arsiran tidak penuh), simbol untuk perempuan normal carier
untuk penyakit atau kelainan tertentu

5.

= (lingkaran dengan arsiran penuh) , simbol untuk perempuan dengan kelainan atau
penyakit tertentu.

Berikut contoh dari pewarisan gen autosomal resesif yang disusun secara diagram
pedigree. Perhatikan peta silsilah berikut ini:5

Gambar 3. Diagram Pedigree Autosomal Resesif (diunduh dari: www.quizlet.com)


Berikut akan dijabarkan mengenai kemungkinan yang terjadi pada pasangan suami istri
penderita talasemia minor yang ingin mempunyai keturunan melalui pewarisan menurut
hukum Mendell yaitu:5
P

Thth

Th

L/P

><

Thth
Th

Th

th

Th

ThTh

Thth

th

Thth

Thth

th
F1

th

:
11

Rasio genotip:
Thalasemia Mayor (ThTh) : 25%
Thalasemia Minor (Thth) : 50%
Normal (thth) : 25%
Dari pewarisan penyakit thalassemia yang merupakan autosomal resesif melalui
pewarisan Mendell, maka diperoleh anak dengan kelainan fenotip talasemia mayor atau yang
letal adalah 25% atau seperempat dari seluruh keturunan pasien. Setengah atau 50% anaknya
akan diturunkan sifatnya menjadi carrier atau talasemia trait dan hanya 25% atau seperempat
anaknya yang akan normal tanpa kelainan turunan autosomal resesif.5

Penatalaksanaan (medikamentosa dan non-medikamentosa)


Dalam menangani pasien pasangan suami istri yang ingin mempunyai anak dengan
riwayat mereka menderita talasemia alfa minor membutuhkan penanganan dengan genetika
konseling. Dimana genetika konseling adalah proses dimana pasien atau keluarga yang
berisiko kelainan tertentu yang mungkin herediter menerima saran dan konsekuensi dari
kelainan tersebut, probabilitas perkembangan penyakit dan bagaimana kelainan tersebut
diteruskan dalam keluarga dan bagaimana prevensinya. Istilah konseling genetic pertama kali
diperkenalkan oleh Dr. Sheldon Redd 1947 dari Dight Institute fo Human Genetics,
University of Minnesota. Konseling genetic diartikan sebagai memberi informasi atau
pengertian kepada masyarakat tentang masalah genetika yang ada dalam keluarganya. Kerja
dalam konseling genetic ini dalam tim yang terdiri dari spesialis ataupun konselor genetic
yang handal, sehingga tim dapat menyampaikan informasi sebanyak dan selengkap mungkin
tentang penyakit yang diderita. Ada 3 hal pokok yang penting ada dalam informasi tersebut,
yaitu:5
1. Tentang penyakit talasemia itu sendiri, bagaimana cara penurunannya, dan masalahmasalah yang akan dihadapi oleh seorang penderita talasemia mayor. Informasi dan
12

riwayat keluarga dari pasien juga harus dikumpulkan dengan baik agar informasinya
disampaikan tepat dan bersifat khusus untuk pasangan tersebut.
2. Memberi jalan keluar cara mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh sang klien
dan membiarkan mereka yang membuat keputusan sendiri sehubungan dengan tindakan
yang dilakukan.
3. Membantu mereka agar keputusan yang telah diambil dapat terlaksana dengan baik dan
lancar.

Konseling genetic sasaran umumnya adalah pasangan pranikah yang berasal dari
populasi atau etnik dengan potensi tinggi menderita talasemia atau anggota keluarga yang
menderita talasemia. Pada pasangan yang salah satunya carrier atau ke duanya adalah carrier
dari talasemia minor. Konseling genetika sebagian besar dilakukan dengan anamnesis pada
pasangan tersebut. Indikasi dilakukannya konseling genetika adalah:7

Kelainan genetic atau cacat bawaan dan keturunan keluarga


Wanita hamil lebih dari 35 tahun
Gangguan perkembangan pada anak
Pernikahan di atau dengan suku atau ras tertentu
Melahirkan janin mati
Keguguran berulang tanpa diketahui penyebabnya
Mental retardasi pada anak sebelumnya tanpa penyebab yang jelas
Penggunaan obat-obatan atau bahan yang bersifat teratogen
Dan biasanya pasien bila ingin mempunyai anak, dapat dilakukan konseling

prakonsepsi dan apabila dalam sudah dalam proses kehamilan, dapat dipastikan diagnosa
anak dalam kandungan apakah membawa kelainan herediter atau tidak dengan prenatal
diagnosis. Prenatal diagnosis sendiri dapat dilakukan mulai dari USG, CVS, amniocentesis,
dan cordocentesis. Apabila diagnosa anak sudah diketahui, keputusan tindakan selanjutnya
diserah kepada pasien dan dokter jangan memberikan intervensi dalam pengambilan
keputusan tersebut.8
Dapat juga dilakukan terapi gen, dimana definisinya adalah pemindahan DNA
rekombinan, baik secara sementara maupun permanen ke dalam sel manusia untuk
mengkoreksi penyakit pada pasien. Prinsip kerja dari terapi gen adalah dengan adanya
penambahan gen pada pasien dengan penyakit yang disebabkan karena kehilangan atau
kurangnya suatu gen. Atau menghambat gen dan memperbaiki gen pada penyakit yang
13

muncul akibat dari proses mutasi atau faktor-faktor lainnya. Dalam terapinya dapat
menggunakan virus atau tidak menggunakan virus. Pada terapi gen yang menggunakan virus
biasanya dipakai adenovirus, retrovirus dan biasanya herpes simplex virus dan buat terapi gen
yang non viral seperti menggunakan liposom, dan suntikan langsung. Terapi gen ini dapat
ditujukan pada pasangan suami istri penderita talasemia minor atau pada calon bayinya
sehingga resiko kehamilan atau resiko anak dengan kelainan herediter dapat dikurangi
dengan lebih optimal.9

Lalu pada pasien suami istri ini dengan adanya gejala talasemia minor, maka gejala
tersebut harus dikurangi sehingga pasien dapat menjalankan kehidupannya dengan normal
seperti yang lainnya. Terutama pada sang istri saat masa kehamilan, karena anemia yang
terjadi pada pasien dapat berpengaruh dalam perkembangan dan pertumbuhan bayi dan dalam
kehamilan itu sendiri. Penatalaksaan talasemia ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
yaitu:6
a) Transfusi darah teratur yang perlu dilakukan untuk mempertahankan Hb diatas 10 gr/dL
tiap saat. Hal ini biasanya membutuhkan 2-3 unit tiap 4-6 minggu. Darah segar yang
telah disaring untuk memisahkan leukosit, menghasilkan eritrosit dengan ketahanan
yang terbaik dan reaksi paling sedikit. Pasien harus diperiksa genotipnya pada
permulaan program transfuse untuk mengantisipasi bila timbul antibody eritrosit
terhadap eritrosit yang ditransfusikan
b) Asam folat diberikan secara teratur (5 mg/hari) jika asupan diet buruk
c) Terapi kelasi besi digunakan untuk mengatasi kelebihan besi. Desferioksamin dapat
diberikan melalui kantung infuse terpisah sebanyak 1-2 gr untuk tiap unit darah yang
ditransfusikan dan melalui infuse subkutan 20-40 mg/kg dalam 8-12 jam, 5-7 hari
seminggu.
d) Vitamin C 200 mg perhari meningkatkan ekskresi besi yang disebabkan oleh
desferioksamin
e) Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel
darah merah.
Resiko apabila gagal dalam diagnosis, maka selain munculnya komplikasi yang lebih
serius pada pasien tersebut, apabila pasien sedang merencanakan kehamilannya maka dapat
terjadi keguguran dalam kandungan atau janin lahir mati karena hydrops fetalis yang berat.6

14

Prognosis
Pada pasien pasangan suami istri dengan penyakit talasemia alfa minor, apabila mereka
ingin merencanakan kehamilan berikutnya, dengan riwayat kehamilan sebelumnya yaitu
keguguran pada masa gestasi 12 minggu, dan janin lahir mati dengan usia gestasi 27 minggu
mempunyai resiko 25% persen akan muncul talasemia alfa mayor yang merupakan kelainan
yang letal dan dapat menyebabkan kematian janin. 50% talasemia alfa minor dengan segala
gejala pada talasemia dan hanya 25% anak mereka yang mungkin lahir tanpa kelainan
herediter. Untuk mencapai hasil dengan kemungkinan 50% talasemia alfa minor atau bahkan
tanpa kelainan herediter maka diperlukan suatu intervensi sebelum direncanakan kehamilan
pada pasien tersebut.5,6

PENUTUP
Pada kasus diatas dimana sepasang suami istri yang sudah lama ingin punya anak
datang untuk konseling tersebut, harus dijelaskan dengan baik dan benar mengenai penyakit
yang dideritanya dan pewarisan penyakitnya di dalam keluarga. Setelah memahami benar
maka dapat dilakukan beberapa intervensi dalam mempersiapkan masa kehamilan, seperti
prekonsepsi konseling dan terapi gen pada pasien sehingga resiko kelainan yang diturunkan
semakin kecil. Perbaikan gejala dari talasemia sehingga kehamilan dapat berlangsung secara
optimal dan tanpa hambatan. Dan apabila sudah masuk kehamilan, dapat dilakukan prenatal
diagnosis sehingga kelainan herediter yang diderita anak dapat diketahui lebih dini. Dan
dengan penanganan diatas diharapkan hasilnya adalah anak normal tanpa kelainan herediter
(25%) atau paling buruk dengan talasemia minor (50%) dan menghindari jangan sampai
terjadi talasemia mayor yang bersifat letal pada saat kehamilan.

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiati S, Alwi I, et all. Buku ajar ilmu penyakit dalam ed 5 jilid 1. Jakarta:
Interna Publishing; 2009. 25-9, 474-6, 718-9.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.
84-5.
3. Kee JL. Buku saku pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;1997.116-7, 153-5.
4. Wheeler L. Buku saku perawatan prenatal dan pascapartum. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2004. 90-1.
5. Ratna Akbari Ganie. Thalassemia: permasalahan dan penanganannya. 2005. Diunduh dari
www.repository.usu.ic.id, 28 September 2014
6. Sudoyo AW, Setiati S, Alwi I, et all. Buku ajar ilmu penyakit dalam ed 5 jilid 2. Jakarta:
Interna Publishing; 2009. 1379-90.
7. Manuaba IBG, Manuaba C, Manuaba IBGF. Pengantar kuliah obstetric. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2007. 86-9.
8. Cunningham GF. Obstetri Williams ed 23 vol 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2013. 182-6.
9. Behrman, Kliegman, Arvin N. Ilmu kesehatan anak nelson ed 15 vol 1. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2000. 400-5.

16

Anda mungkin juga menyukai