PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyebab TB
Penyebab dari penyakit tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, yang
mempunyai karakteristik mikrobiologi yaitu bersifat anaerobic, non-spore-forming, nonmotile
bacillus, merupakan salah satu dari lima anggota Mycobacterium tuberculosis complex, di mana
yang lain adalah: M. bovis, M. ulcerans, M. africanum, dan M. microti, akan tetapi M.
tuberculosis adalah yang bersifat pathogen pada manusia. Golongan mikobakteri lain yang juga
dapat menginfeksi manusia adalah Mycobacterium leprae, M. avium, M. Intracellulare, and M.
scrofulaceum.3,5
2.2 Jenis TB
2.2.1 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis yaitu pada TB Paru:
1. TB paru BTA positif
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran TB.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2. TB paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB
paru BTA negatif harus meliputi:
a.
b.
c.
d.
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulangan. TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga
mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat
jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan
pertimbangan medis spesialistik.4,5
Gejala respiratorik
o batuk > 3 minggu
o batuk darah
o sesak napas
o nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical check
up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada
gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar
getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada
pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang
rongga pleuranya terdapat cairan.
2. Gejala sistemik
o
Demam
gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun.7
5
paru. Wanita dengan tuberkulosis paru dianjurkan untuk tidak hamil atau, jika setelah terjadi
konsepsi maka dilakukan aborsi. Sejak saat itu, banyak dokumentasi yang menyatakan bahwa
riwayat tuberkulosis tidak berubah dengan adanya kehamilan pada penderita yang yang diobati.
Sekarang, aborsi therapeutik jarang dilakukan, kalaupun itu dilakukan atas indikasi komplikasi
kehamilan karena tuberkulosis paru. TB akan meningkat secara progresif antara 15-30 % pada
penderita yang tidak mengobati penyakitnya selama 2,5 tahun pertama, apakah mereka hamil
atau tidak hamil. Demikian halnya dengan reaktifasi tuberkulosis paru yang inaktif juga tidak
mengalami peningkatan selama kehamilan. Angka reaktifasi tuberkulosis paru kira-kira 5-10%
tidak ada perbedaan antara mereka yang hamil maupun tidak hamil. 7
persentase berat lahir rendah dan bayi yang lebih kecil daripada usia gestasi yang tinggi, namun
tidak ada perbedaan mengenai kelahiran prematur pada dua kelompok tersebut. Meskipun
demikian, diagnosis dan terapi TB yang cepat merupakan suatu hal yang penting.TB masih
menjadi penyebab morbiditas dan mortilitas maternal yang signifikan, terutama dalam konteks
ko-infeksi HIV.
Komplikasi obstetrik lainnya yang dilaporkan adalah abortus spontan, uterus yang kecil,
peningkatan berat badan hamil yang tidak optimal.Lainnya adalah lahir prematur, berat badan
lahir rendah, dan meningkatnya mortalitas neonates, seperti yang sudah disebutkan
diatas.Diagnosis dan terapi TB yang cepat merupakan suatu hal yang penting.TB masih menjadi
penyebab morbiditas dan mortalitas maternal yang signifikan, terutama dalam konteks ko-infeksi
HIV.Diagnosis yang telat merupakan faktor independen dimana akan meningkatkan morbiditas
sebanyak empat kali lipat, dan kelahiran prematur meningkat sebanyak sembilan kali lipat.
Pengaruh tuberkulosis aktif pada kehamilan tidak jelas (vallejo and Starke, 1992) kecuali
pada negara berkembang, sesuai dengan luasnya pengalaman yang jarang. Tentunya dengan
adanya obat anti tuberkulosis mengurangi pengaruh buruk dari beratnya penyakit. Jika infeksi
tuberkulosis diobati dengan baik seharusnya tidak berpengaruh terhadap kehamilan begitu juga
sebaiknya kehamilan tidak akan berpengaruh terhadap penyakit tersebut. Pada awal tahun 1957
sampai 1972, Schaefer dkk (1975) melaporkan dari ibu yang menderita tuberkulosis aktif diobati
lahir bayi yang sehat. Jana dkk (1994) melaporkan tubekulosis paru aktif menyebabkan
komplikasi dari 79 kehamilan di India. Bayi dari wanita yang menderita tuberkulosis mempunyai
berat badan lahir rendah, dua kali lipat meningkatkan persalinan prematur, kecil masa kehamilan,
dan meningkatkan kematian perinatal enam kali lipat. Mungkin ini dianggap berhubungan
dengan terlambatnya diagnosis pengobatan yang tidak lengkap dan teratur, dan luasnya kelainan
pada paru. Tidak ada bukti bahwa tuberkulosis paru meningkatkan angka abortus spontan,
kelainan kongenintal, persalinan dan kelahiran prematur pada penderita yang mendapatkan
pengobatan obat anti tuberkulosis yang adekuat. Bjerkedai dkk mencatat terjadinya kenaikan
toksikemia dan pendarahan pervaginam pada wanita hamil yang menderita tuberkulosis, mereka
juga melaporkan perbandingan angka kejadian abortus pada wanita hamil yang menderita
tuberkulosis dan yang sehat adalah
20,1
2,3
tuberkulosis pada kehamilan adalah mencegah terjadinya konsepsi, maka banyak diantara
penderita tuberkulosis yang mengalami infertilitas. Sistem genitalia dapat terjadi fokus primer
dari tuberkulosis paru, biasanya sistem genital yang sering terkena dalah tuba fallopi, dengan
bagian distal yang terkena lebih dahulu. Infeksi dapat menyebar ke bagian proksimal dari tuba
fallopi dan akhirnya uterus juga terkena. Infeksi jarang turun sampai ke serviks atau bagian
bawah dari sistem genitalia. Tidak seperti tuberkulosis paru, infeksi tuberkulosis pada sistem
genital dan gejala tidak tampak, setelah bertahun-tahun baru terlihat kelainan dari tuba fallopi
yang mencolok dan terjadi perlengketan dengan alat dalam rongga panggul. Walaupun beberapa
wanita yang menderita tuberkulosis subur dan terjadi konsepsi tetapi implantasi sering terjadi
pada tuba fallopi daripada di uterus. Diagonis tuberkulosis pelvis dibuat dengan dilatasi dan
kuretase rongga endometrium yang dilakukan segera pada periode premenstruasi. Jaringan
tersebut dikirim dan dilakukan pemeriksaan histologi.7
2.4.3 Tuberkulosis pada Neonatus
9
Transmisi TB ibu ke anak dapat terjadi di dalam uterus dengan penyebaran hematogen
melalui vena umbilikus dan aspirasi atau menelan cairan amnion yang terinfeksi dan juga selama
proses kelahiran melalui kontak dengan cairan amnion yang terinfeksi atau sekresi genital.
Setengah dari jumlah kasus yang dilaporkan selama proses persalinan terjadi infeksi pada bayi
yang disebabkan karena teraspirasi sekret vagina yang terinfeksi kuman tuberkulosis. Infeksi
post-partum dapat terjadi melalui penyebaran di udara atau melalui cairan susu yang terinfeksi
dari lesi tuberkulosis aktif di payudara. Walaupun transmisi melalui ASI dapat diabaikan, bayi
dari ibu dengan TB aktif masih dapat terinfeksi melalui penyebaran lewat udara. Jika ibu baru
saja didiagnosa, belum di terapi, dan TB aktif, maka ibu harus dipisahkan dari anaknya untuk
mencegah penularan. Diagnosis TB pada neonatus bukan hal yang mudah, kecurigaan klinis
terhadap gejala non spesifik dan sulit dibedakan dengan gejalan kongenital lainnya merupakan
hal penting. Pada TB kongenital, gejala terlihat pada umur 2 dan 3 minggu. Diagnosis definitif
yaitu dengan kultur M.tuberkulosis dari jaringan atau cairan. Gambaran radiologi dada yang
abnormal sering ditemukan, setengahnya memberikan gambaran pola miliar.Jika terdiagnosa TB
aktif, harus diberikan terapi penuh. Jika tidak terdiagnosis TB aktif, maka diberikan profilkasis
isoniazid.
Tuberkulosis kongenital merupakan komplikasi di dalam uterus yang jarang terjadi
sementara itu risiko transmisi setelah kelahiran tinggi. Tuberkulosis kongenital merupakan hasil
penyebaran hematogen melalui vena umbilkal ke hati janin atau melalui penelanan atau aspirasi
cairan amnion yang terinfeksi. Fokus primer terbentuk di hati dengan adanya keterlibatan nodus
limfe periportal. Basil tuberkel menginfeksi paru secara sekunder, berbeda pada dewasa yang
80% infeksi primer terjadi di paru.
Tuberkulosis kongenital mungkin sulit dibedakan dengan infeksi neonates atau infeksi
kongenital dengan gejalan yang mirip pada umur dua sampai tiga minggu. Gejala-gejalanya
adalah hepatosplenomegaly, repiratory distress, demam, dan limfadenopati.Abnormalitas
radiografi dapat terlihat namun secara umum terlihat belakangan. Diagnosis tuberkulosis
neonates ditegakkan dengan adanya kompleks primer hepar/ granuloma kaseseosa pada biopsi
hepar perkutaneus saat kelahiran, plasenta yang terinfeksi, atau tuberkulosis traktus genital
maternal, dan lesi saat minggu pertama kehidupan. Kemungkinan transmisi setelah kelahiran
harus disingkirkan dengan menelaah semua riawayat kontak termasuk kontak dengan tenaga
medis dan penjenguk.
10
2.5 Patofisiologi TB
Tuberkulosis Primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel in dapat menetap diudara selama 1-2 jam tergantung
ada atau tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik, dan kelembaban. Dalam suasana lembab
dan gelap kuman dapat bertahan berhati-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini
terhisap oleh orang sehat, maka ini akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Kebanyakan
partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang trakeo-bronkial beserta
gerakan silia dengan sekretnya. Kuman dapat juga masuk melalui luka pada kulit atau mukosa
tapi itu sangat jarang. Bila kuman menetap di jaringan paru, ia akan tumbuh dalam sitoplasma
makrofag. Disini ia akan terbawa keorgan tubuh lainnya, kuman yang bersarang di jaringan paru
akan membentuk sarang primer atau afek primer. Kemudian akan timbul peradangan saluran
getah bening menjadi kompleks primer, yang selanjutnya dapat menjadi : sembuh tanpa cacat,
sembuh dengan sedikit cacat/bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi hilus, berkomplikasi
dan menyebar secara perkominutatum, bronkogen, limfogen, hematogen.7
Tuberkulosis Post Primer
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul setelah beberapa tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (post primer). Tuberkulosis post
primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru-paru (bagian apikal
posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru dan tidak ke
nodus hiler paru. Sarang ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil, tergantung
jumlah kuman, virulensi kuman, imunitas penderita dapat menjadi : diresorbsi kembali dan
sembuh tanpa cacat, meluas tapi segera menyembuh dengan sebukan fibrosis, sarang dini yang
meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan sekitarnya dan bagian
tengahnya nekrosis membentuk jaringan keju, bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadi
kavitas, kavitas dapat meluas dan menimbulkan sarang baru, atau memadai dan membungkus
11
diri sendiri sehingga terjadi tuberkuloma yang dapat menyembuh atau aktif kembali, atau bisa
juga bersih dan menyembuh yang disebut sebagai open healed cavity.7
2.6 Diagnosis TB pada Kehamilan
Untuk mendiagnosis kondisi tersebut, riwayat paparan terhadap individu dengan batuk
kronis atau berkunjung ke daerah endemik tuberkulosis harus diperoleh. Riwayat gejala, mirip
dengan gejala yang dialami oleh wanita tidak hamil. Perhatian harus ditingkatkan mengingat
gejala pada ibu hamil tidak spesifik, yaitu keringat di malam hari, demam di malam hari, batuk
darah, penurunan berat badan yang progresif, dan batuk kronis selama lebih dari tiga minggu.
Tahap penting dalam membuat diagnosis pada kehamilan yaitu untuk mengidentifikasi faktor
risiko untuk infeksi TB dan gejala-gejala infeksi.
Pemeriksaan rutin terhadap TB selama masa kehamilan bukan merupakan suatu standar
yang dilakukan diberbagai tempat pelayanan, dan hal ini menjadi salah satu faktor keterlambatan
diagnosis dan meningkatkan angka mortalitas maternal. Pada suatu penelitian di Soweto, Afrika
Selatan, pemeriksaan penyaring TB dengan menanyakan beberapa pertanyaan saat melakukan
kunjungan antenatal dirasakan mudah untuk dilakukan. Oleh karena itu, direkomedasikan cara
tersebut dilakukan di daerah dengan prevalensi HIV tinggi, dimana angka infeksi TB pada
wanita hamil juga tinggi dalam keadaan tersebut.
Alat diagnositik yang biasa digunakan adalah pemeriksaan sputum bakteri tahan asam,
kultur sputum, dan spesimen lainnya, dan radiografi dada. Tes tuberkulin mempunyai nilai
diagnosis pada infeksi laten TB, kecuali di daerah dengan prevalensi dan insiden TB yang tinggi.
Pada wanita hamil dengan gejala dan tanda TB, harus dilakukan tes tuberkulin. Tes
tersebut sudah dinyatakan aman untuk dilakukan pada ibu hamil. Namun, masih diperdebatkan
mengenai sensitivitas tuberkulin saat kehamilan.Penelitian awal mengatakan bahwa adanya
penurunan sensitivitas tuberkulin saat kehamilan, sementara itu penelitian terakhir mengatakan
tidak adanya perbedaan antara populasi hamil dan tidak hamil.
Walaupun pada rekomendasi yang lalu tes tuberkulin dilakukan pada semua wanita
hamil, sekarang ini tidak dibutuhkan. Alasan alternatif dilakukan tes tuberkulin adalah untuk
wanita hamil dengan resiko tinggi, dan lebih baik digunakan PPD (Purifled Protein Derivative)
berkekuatan 5 TU (intermediate stength) yakni dengan menyuntikan 0,1 cc tuberkulin 5 T.U
intrakutan.
12
Setelah 48-72 jam tuberkulindisuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan
yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular dan antigen
tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkulin amat
dipengaruhi oleh antibodi humoral, pada ibu hamil makin besar pengaruh antibodi humoral,
makin kecil indurasi yang ditimbulkan.
Biasanya hampir seluruh penderita tuberkulosis memberikan hasil mantoux yang positif
(99,8%). Sisa dari tes ini dapat positif seumur hidup pada 96-97% pasien.
Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi
Myobacterium lain. Walaupun pemeriksaan ini jarang memberikan hasil positif palsu dan
insidens terjadinya false negatif tidak lebih dari 2 %.7
- Tes Tine
Tes ini menggunakan beberapa jarum yang sudah dicelupkan pada bakteri TB yang sudah
dimurnikan, disebut dengan old tuberculin (OT). Kulit ditusuk dengan jarum tersebut dan reaksi
dianalisa 48-72 jam kemudian. Namun tes ini tidak lagi popular kecuali untuk uji penyaring pada
populasi yang besar.
- Tes Mantoux
Injeksi intradermal derivat protein yang sudah dimurnikan sebanyak 0.1 mL (5 tuberculin
units), dan reaksi kulit dianalisis 48-72 jam kemudian berdasarkan diameter indurasi terbesar
yang terbentuk. Tes ini lebih akurat daripada tes tine. Positif palsu dapat terjadi pada pasien yang
sudah mendapatkan vaksin BCG, yang sudah mendapatkan pengobatan untuk tuberkulosis,
ataupun pasien yang sudah terinfeksi dengan spesies mycobacterium lainnya. Negatif palsu dapat
terjadi karena sistem imun yang menurun dan kesalahan teknis.
Pemeriksaan radiologi dada dengan penutup di bagian perut dapat dilakukan setelah tes
kulit tuberkulin, walaupun pemeriksaan radiografi dada tertunda karena kekhawatiran akan efek
radiasi terhadap janin. Pemeriksaan ini tidak dilakukan secara rutin, hanya pada tes tuberculin
positif atau mengarah ke TBC dengan tes tuberkulin negatif.
13
Pemeriksaan mikroskopik sputum atau specimen lain untuk bakteri tahan asam masih
menjadi dasar diagnosis untuk TB dalam kehamilan. Tiga contoh sputum harus diperiksa untuk
smear, kultur, dan uji kerentanan obat. Pewarnaan bakteri tahan asam menggunakan ZiehlNeelsen, flouresen, Auramine-Rhodamine, dan teknik Kinyoun. Pemeriksaan dengan mikroskop
floresen light emitting diode (LED) baru-baru ini diperkenalkan untuk meningkatkan kepastian
diagnosis.Menurut laporan WHO mengenai pengendalian TB secara global, pemeriksaan TB
terdeteksi positif sebanyak 68%.Pemeriksaan dengan pewarnaan mungkin tidak kuat untuk
diagnosis, karena hasil yang negatif mungkin dapat luput.Individu dengan basil yang sedikit,
pemeriksaan mikroskopis tidak cukup untuk menegakkan diagnosis. Radiografi dada dan
penilaian suara napas merupakan alat bantu penting untuk membuat diagnosis dari pemeriksaan
mikroskop TB yang negatif. Namun, gambaran radiografi dada dapat normal pada 14% pasien
dengan kultur TB positif. TB ekstrapulmonar juga jarang terjadi pada kehamilan, dan klinisi
harus segera mencurigai apabila terdapat gejala atipikal.
Kultur tradisional dengan menggunakan media Lowenstein-Jensen memakan waktu
sekitar 4-6 minggu. Namun, mungkin dapat berguna untuk kasus yag meragukan dan dalam
terapi tuberkulosis yang diduga resisten. Saat ini terdapat alat diagnostik baru yang didukung
oleh WHO, yaitu kultur dengan media cairan bactec. Media kultur lainnya yang juga digunakan
adalah media Lowenstein, media Petragnani, dan media Trudeau committee. M.tuberkulosis
memproduksi niasin dan katalase sensitive panas dan kurang nya pigmen. Hal ini dapat
membedakannya dari spesies Mycobacterium lainnya. Molecular Line Probe Assay (LPA) dan
polymerase chain reaction (PCR) digunakan untuk mengidentifikasi tuberkel basil.
Konfirmasi terhadap infeksi M.tuberkulosis masih sulit dilakukan, dengan teknologi yang
tidak akurat dan ketinggalan jaman.Pengembangan teknologi masih menjadi prioritas utama.
Interferon-c release assays dan the Ouanti-FERON-TB Gold In-Tube assay telah digunakan
untuk diagnosis infeksi laten TB. Pemeriksaan tersebut telah ditingkatkan spesifisitasnya dan
keakuratan diagnosis nya, selain itu juga tidak terpengaruh oleh vaksinasi BCG atau infeksi oleh
mycobacteria non-tuberkulosis. Ouanti-FERON-TB Gold In-Tube assay aman digunakan pada
ibu hamil namun belum divalidasi untuk diginakan pada ibu hamil
Kontrol terhadap infeksi merupakan hal penting dalam kontrol penyebaran TB, dimana
infeksius hanya ketika di paru atau laring, dan tidak menyebar dengan kontak singkat.Anggota
14
keluarga dari ibu hamil yang terinfeksi harus diberikan informasi mengenai cara penyebaran dan
perlu dilakukan tes penyaring.1,5
2)
3)
Petugas medis
4)
Orang asing yang berasal dari tempat yang tinggi prevalensi tuberkulosisnya.
5)
Kesehatan lingkungan yang buruk, kemiskinan, ras yang mempunyai resiko tinggi,
termasuk kulit hitam, orang spanyol dan orang Amerika.
6)
7)
dengan penderita tuberculosis. Suplementasi piridoksin 50mg/hari dianjurkan untuk setiap ibu
hamil yang mengkonsumsi isoniazid karena defisiensi sering terjadi pada ibu hamil
dibandingkan populasi umum. Rifampisin (Kategori Kehamilan C) dapat menyebabkan
pendarahan yang berhubungan dengan hipoprotrominemia pada bayi apabila dikonsumsi pada
trimester ketiga kehamilan. Penggunaan rifampisin direkomendasikan pada ibu hamil dengan
tuberkulosis dan vitamin K harus diberikan pada ibu (10mg/hari) dan bayi setelah melahirkan
apabila rifampisin digunakan pada trimester tiga kehamilan menjelang partus.
Etambutol (Kategori Kehamilan A) direkomendasikan untuk TB pada kehamilan.
Pirazinamid (Kategori kehamilan belum tersedia). Sampai saat ini belum terdapat laporan efek
samping penggunaan obat ini pada penatalaksanaan pasien TB. Apabila pirazinamid tidak
digunakan maka paduan obat 9 bulan isoniazid, rifampisin dan etambutol dianjurkan.
streptomisin (kategori kehamilan belum tersedia) berhubungan dengan ototoksisitas janin dan
tidak direkomendasikan untuk pengobatan tuberkulosis pada wanita hamil.
Fluorokuinolon (Kategori Kehamilan B3) hanya digunakan pada wanita hamil apabila
keuntungan terapi lebih besar dibandingkan risikonya dan hanya dapat digunakan oleh dokter
yang sudah berpengalaman dalam penanganan tuberkulosis. Meskipun terdapat konsentrasi OAT
yang disekresikan pada ASI namun konsentrasinya minimal dan bukan merupakan kontraindikasi
pada perempuan menyusui. Konsentrasi OAT pada ASI sangat rendah sehingga tidak bisa
diandalkan untuk terapi TB pada bayi. Apabila bayi membutuhkan terapi TB maupun profilaksis
maka harus diberikan paduan obat standar yang dosisnya sesuai dengan berat badan.
Ibu dengan TB paru sensitif obat dapat melanjutkan OAT sambil menyusui dan bayinya
mendapat profilaksis TB selama 6 bulan dengan INH 10mg/kgBB/hari apabila terbukti tidak
menderita TB dan diikuti dengan vaksinasi BCG. Bayi denganASI hanya mendapatkan 20%
dosis INH dibandingkan dengan dosis yang seharusnya didapatkan sedangkan untuk OAT
lainnya konsentrasinya lebih kecil.Pada pasien TB yang menyusui, OAT dan ASI tetap dapat
diberikan, walaupun beberapa OAT dapat masuk ke dalam ASI, akan tetapi konsentrasinya kecil
dan tidak menyebabkan toksik pada bayi. Pemberian antituberkulosis yang cepat dan tepat
merupakan cara terbaik mencegah penularan dari ibu ke bayinya. Pada perempuan usia produktif
yang mendapat pengobatan TB dengan rifampisin, dianjurkan untuk tidak menggunakan
kontrasepsi hormonal, karena dapat terjadi interaksi obat yang menyebabkan efektivitas obat
16
17
Apabila neonatus lahir dari ibu TB aktif namun pemeriksaan klinis dan penunjang dalam
batas normal, maka neonatus tetap berpotensi untuk terinfeksi M.tuberculosis. Tata laksana awal
adalah pemberian profilaksis primer INH dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari selama 1 bulan
kemudian dilakukan uji tuberkulin untuk mengetahui apakah pasien telah terinfeksi. Apabila
setelah 1 bulan uji tuberkulin positif maka diagnosis TB dapat ditegakkan dan diberikan terapi
TB selama 6 bulan disertai pemeriksaan foto toraks dan bilas lambung. Namun bila setelah 1
bulan uji tuberkulin negative maka pemberian profilaksis primer INH diteruskan sampai 3 bulan
kemudian dilakukan uji tuberculin untuk mengetahui apakah pasien telah terinfeksi. Bila setelah
3 bulan uji tuberkulin tetap negatif dan telah dibuktikan tidak ada sumber penularan lagi maka
profilaksis primer INH dapat dihentikan. Namun bila positif, harus dinilai klinis dan pemeriksaan
penunjang. Bila terdapat kelainan maka didiagnosis TB dan diberikan terapi TB selama 6 bulan.
Apabila pemeriksaan tidak mendukung TB, maka diberikan profilaksis sekunder selama 6-12
bulan. Pemberian BCG hanya dapat dilakukan apabila bayi belum terinfeksi M.tuberculosis
yaitu pada saat 3 bulan dan uji tuberkulin negatif.
Tata laksana terhadap lingkungan meliputi lingkungan keluarga. Harus dicari adanya
sumber penularan atau keluarga lain yang tertular melalui pemeriksaan klinis, laboratorium
maupun radiologis.11
langkah utama dalam pencegahan tuberkulosis kehamilan. Untuk itu diperlukan uji penapisan
untuk wanita hamil dengan risiko tinggi bahkan pada mereka yang tidak menunjukkan gejala
klinis. Bagaimanapun juga, individualisasi pasien dan keputusan klinis yang rasional diperlukan
untuk memutuskan waktu yang tepat untuk memberikan Isoniazid preventive therapy (IPT) pada
wanita hamil dengan risiko tinggi. Komitmen pemerintah sangat diperlukan sehingga WHO dan
lembaga-lembaga internasional yang terlibat memerangi tuberkulosis berhasil mengusir monster
masyarakat ini.12,13
19
BAB III
KESIMPULAN
Ada pasien TB yang menyusui, OAT dan ASI tetap dapat diberikan, walaupun
beberapa OAT dapat masuk ke dalam ASI, akan tetapi konsentrasinya kecil dan
tidak menyebabkan toksik pada bayi.
20
DAFTAR PUSTAKA
21