Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat
yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan
untuk menyatakan sukrosa (gula pasir), gula yang diperoleh dari bit atau tebu.
Gula sering digunakan dalam berbagai produk makanan dan minuman, tetapi
pada umumnya produk-produk tersebut tidak sepenuhnya menggunakan gula murni
tetapi juga menggunakan pemanis buatan. Namun perlu diketahui produk yang memiliki
kadar gula murni yang rendah tapi tetap terasa sangat manis berarti menggunakan
pemanis buatan yang banyak dan produk dengan pemanis buatan yang kadarnya tinggi
tidaklah baik untuk kesehatan, oleh karena itu kita harus mengetahui cara
mengidentifikasi atau menentukan kadar gula suatu produk agar kita bisa berhati-hati
dari produk yang memiliki kadar pemanis buatan yang tinggi.
1.2 Tujuan percobaan
Untuk menentukan kadar gula dalam suatu bahan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Gula merupakan karbohidrat dalam bentuk monosakarida dan disakarida :
1. Monosakarida
Monosakarida merupakan karbohidrat paling sederhana, monosakarida larut
dalam air dan tidak larut dalam alkohol juga eter. Monosakarida dibagi menjadi
dua, yaitu aldosa dan ketosa. Aldosa, yaitu monosakarida yang mengandung gugus
aldehid. Aldosa terdiri dari glukosa dan galaktosa. Glukosa adalah suatu aldosa,
aldoheksa atau dektrosa karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya
terpolarisasi ke arah kanan. Galaktosa jarang terdapat di alam bebas. Umumnya
berikatan dengan glukosa dalam bentuk laktosa, yaitu gula yang terdapat di dalam
susu ( Fessenden, 1999 ). Ketosa, yaitu monosakarida yang mengandung gugus
fungsi keton, contohnya fruktosa yang merupakan suatu karbon heksosa yang
mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kiri (Riawan, 1998).
Monosakarida adalah karbohidrat yang sederhana, dalam arti molekulnya hanya
terdiri atas beberapa atom karbon saja dan tidak dapat diuraikan dengan cara
hidrolisis dalam kondisi lemak menjadi lain (Purba, 1997)
Gula monosakarida yang umumnya terdapat dalam pangan mengandung enam
atom karbon dan mempunyai rumus umum C6H12O6. Dua senyawa gula
monosakarida yang penting antara lain:
a. Glukosa
Glukosa memiliki tingkat rasa manis hanya 0,74 kali tingkat manis
sukrosa. lukosa juga dikenal sebagai D-glukosa, Dextrosa, Glucolin, Dextropur,
Dextrosol, gula darah, gula anggur dan gula sirup jagung. Terdapat luas dalam
keadaan tak terikat dengan senyawa lain dalam buah dan bagian tanaman lain.
Dapat terikat dalam senyawa glukosida dan dalam disakarida dan oligisakarida,
dalam selulosa dan pati (polisakarida) dan dalam glikogen. Dibuat secara
komersial dari pati berbagai tanaman.

b. Fruktosa
Fruktosa juga dikenal sebagai levulosa, senyawa ini secara kimiawi
mirip glukosa kecuali susunan atom-atom dalam molekulnya sedikit berbeda.
Fruktosa banyak terdapat dalam buah-buahan, madu. Fruktosa dapat dibentuk dari
sirup hasil hidrolisa inulin (gula dari umbi tanaman bunga Dahlia) secara asam
yang kemudian ditambah alkohol absolut. Fruktosa merupakan senyawa jenis gula
yang paling manis (1,12 kali lebih manis daripada sukrosa) dan sering digunakan
untuk mencegah rasa berpasir (sandiness) es krim. Labih mudah larut dalam air
daripada glukosa. Juga larut dalam aseton, piridin, etilamin, dan metilamin.
2. Disakarida
Gula-gula disakarida mempunyai rumus umum C 12H22O11. Senyawa-senyawa ini
terbentuk jika dua molekul monosakarida bergabung dengan melepaskan satu
molekul air, seperti terlihat pada reaksi di bawah ini :
C6H12O6

monosakarida

C6H12O6

----------- --> C12H22O11 + H2O

monosakarida

disakarida

air

Macam-macam disakarida:
a. Sukrosa
Senyawa ini adalah yang dikenal sehari-hari dalam rumah tangga sebagai
gula dan dihasilkan dalam tanaman dengan jalan mengkondensasikan glukosa dan
fruktosa. Sukrosa didapatkan dalam sayuran dan buah-buahan, beberapa
diantaranya seperti tebu dan bit gula mengandung sukrosa dalam jumlah yang
relatif besar. Dari tebu dan bit gula itulah gula diekstraksi secara komersial. Madu
lebah mengandung sebagian besar sukrosa dan hasil hidrolisisnya. Sukrosa dapat
mengalami hidrolisa dalam larutan asam encer atau oleh enzim invertase menjadi
glukosa dan fruktosa. Selama hidrolisa putaran optis menurun dan yang mulamula positif berubah menjadi negatif setelah menjadi hidrolisa sempurna.
Campuran glukosa dan fruktosa disebut gula invert dan perubahannya disebut
proses inverse.
b. Laktosa
Gula ini dibentuk dengan proses kondensasi glukosa dan galaktosa.
Senyawa ini didapatkan hanya pada susu, dan menjadi satu-satunya karbohidrat
dalam susu.

c. Maltosa
Molekul maltosa dibentuk dari hasil kondensasi dua molekul glukosa.
Selama perkecambahan biji barley, pati diuraikan menjadi maltosa. Malt
merupakan bahan amat penting dalam pembuatan bir, dihasilkan pada proses ini.
Semua gula berasa manis, tetapi tingkatan rasa manisnya tidak sama.
Rasa manis berbagai macam gula dapat diperbandingkan dengan menggunakan
skala nilai dimana rasa manis sukrosa dianggap 100. Tabel 2.1.1 menunjukan
kemanisan nisbi bermacam-macam gula.
Tabel 2.1.1. Kemanisan nisbi berbagai gula
Gula
Fruktosa
Gula Invert
Sukrosa
Glukosa
Maltosa
Galaktosa
Laktosa
Penentuan Gula Total dan Gula Reduksi

Kemanisan Nisbi
173
130
100
74
32
32
16

Gula total merupakan campuran gula reduksi dan non reduksi yang merupakan
hasil hidrolisa pati. Semua monosakarida dan disakarida, kecuali sukrosa berperan
sebagi agensia pereduksi dan karenanya dikenal sebagai gula reduksi. Kemampuan
senyawa-senyawa gula mereduksi agensia pengoksidasi mendasari berbagai cara
pengujian untuk glukosa dan gula-gula reduksi lainnya.
Gula pereduksi yaitu monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dapat
ditunjukkan dengan pereaksi Fehling atau Benedict menghasilkan endapan merah bata
(Cu2O). selain pereaksi Benedict dan Fehling, gula pereduksi juga bereaksi positif
dengan pereaksi Tollens Penentuan gula pereduksi selama ini dilakukan dengan metode
pengukuran konvensional seperti metode osmometri, polarimetri, dan refraktrometri
maupun berdasarkan reaksi gugus fungsional dari senyawa sakarida tersebut (seperti
metode Luff-Schoorl, Seliwanoff, Nelson-Somogyi dan lain-lain). Hasil analisisnya
adalah kadar gula pereduksi total dan tidak dapat menentukan gula pereduksi secara
individual. Untuk menganalisis kadar masing-masing dari gula pereduksi penyusun
madu dapat dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi .
Metode ini mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat digunakan pada senyawa
dengan bobot molekul besar dan dapat dipakai untuk senyawa yang tidak tahan panas .
4

Tabel 2.1.2. Penetapan Kadar gula menurut Luff-Schoorl:


ML Na2S2O3

Glukosa

Galaktosa

Laktosa

Maltose

1
2,4
2,7
3,6
2
4,8
5,5
7,3
3
7,2
8,3
11,0
4
9,7
11,2
14,7
5
12,2
14,1
18,4
6
14,7
17,0
22,1
7
17,2
20,0
25,8
8
19,8
23,0
29,5
9
22,4
26,0
33,2
10
25,0
29,0
37,0
11
27,6
32,0
40,8
12
30.0
35,0
44,6
13
33,0
38,1
48,4
14
35,7
41,2
52,2
15
38,5
44,4
56,0
16
41,3
47,6
59,9
17
44,2
50,8
63,8
18
47,1
54,0
67,7
19
50,0
57,3
71,7
20
52,1
60,7
75,7
21
56,1
64,2
79,8
22
59,1
67,7
83,9
23
62,2
71,3
88,0
Menurut SNI 01-2892-1992, cara uji gula, ada beberapa metode cara uji pada
yaitu : a.
b.

3,9
7,8
11,7
15,6
19,6
23,5
27,5
31,5
35,5
39,5
43,5
47,5
51,6
55,7
59,8
63,9
68,0
72,2
76,5
80,9
85,4
90,0
94,6
gula

Metode Luff Schoorl


Metode Lane Eynon
Pada percobaan ini metode yang digunakan adalah metode Luff Schoorl.

Dipilih metode ini karena sangat menguntungkan dalam menganalisa gula nabati
yang termasuk sukrosa yang merupakan rasa manis dasar sakarosa adalah
disakarida , yang apabila direduksi akan menghasilkan monosakarida yang
bersifat pereduksi. Monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff
menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga
dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Pada
dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita

akan menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana
proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan.
Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat
netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat
oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan
dengan banyaknya oksidator (Winarno 1997). I2 bebas ini selanjutnya akan
dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sehinga I2 akan membentuk kompleks
iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika dalam suatu titrasi
membutuhkan indikator amilum, maka penambahan amilum sebelum titik
ekivalen.
Pada prinsipnya, iodometri merupakan reaksi reduksi oksidasi karena terjadi
perubahan bilangan oksidasi (biloks) dari zat-zat yang terlibat dalam reaksi, dalam
hal ini transfer electron dari pasangan pereduksi ke pasangan pengoksidasi.
Oksidasi adalah pelepasan satu atau lebih elektron dari suatu atom, ion atau
molekul. Sedangkan reduksi adalah penangkapan satu atau lebih elektron. Tidak
ada dalam elektron bebas dalam sistem kimia, oleh karena itu pelepasan elektron
(oksidasi) selalu diikuti penangkapan elektron (reduksi).
Reaksi
(C6H10O5)n + n H2O --------> n. C6H12O6
C6H12O6 + 2 CuO ---------> Cu2O
sisa CuO + 2 KI + H2SO4 --------> CuI2 + K2SO4 + H2O
CuI2
----------->
Cu2I2 + I2
I2 + 2 Na2S2O3 ----------> 2 NaI + Na2S4O6
Metode Luff Schoorl ini baik digunakan untuk menentukan kadar
karbohidrat yang berukuran sedang. Dalam penelitian M.Verhaart dinyatakan
bahwa metode Luff Schoorl merupakan metode tebaik untuk mengukur kadar
karbohidrat dengan tingkat kesalahan sebesar 10%. Pada metode Luff Schoorl
terdapat dua cara pengukuran yaitu dengan penentuan Cu tereduksi dengan I2 dan
menggunakan prosedur Lae-Eynon (Apriyanto 1989).
Metode Luff Schoorl mempunyai kelemahan yang terutama disebabkan oleh
komposisi yang konstan. Hal ini diketahui dari penelitian A.M Maiden yang
menjelaskan bahwa hasil pengukuran yang diperoleh dibedakan oleh pebuatan
reagen yang berbeda.

BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Skema Percobaan
Menimbang 2-3 gram cuplikan ke dalam beaker glass, lalu
tambahkan 50 ml air

Tambahkan 5 ml Pb asetat 10% dan digoyangkan

Teteskan 1 tetes asam oksalat 10 %

Tambahkan 15 ml asam oksalat 10% untuk menguji

Saring larutan kemudian encerkan filtrat hingga 100 ml dan


goyangkan larutan

Pipet 10 ml larutan hasil penyaringan ke dalam erlenmeyer

Tambahkan 15 ml air suling , 25 ml larutan luff school dan beberapa


batu didih

Panaskan selama 10 menit, kemudian angkat dan dinginkan

Setelah dingin tambahkan 10 ml larutan KI 20% dan 25 ml larutan


H2SO4 25%

Titrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N dan indikator amilum

Kerjakan penetapan blangko dengan 25 ml air dan 25 ml larutan luff


shcoorl
Ulangi langkah sebanyak 2 kali dan mencatat informasi yang
diperoleh

Gambar 3.1.1 Skema Percobaan Penetapan Kadar Gula


3.2 Alat & Bahan Percobaan
3.2.1 Alat
1. Kaca arloji
2.
3.
4.
5.

Labu ukur
Beaker glass
Batang pengaduk
Kertas saring

6. Gelas ukur
7. Pipet tetes
8. Pipet volume
9. Buret
10. Erlenmeyer

11.

3.2.2 Bahan
1. Sampel marimas cincau
2. Larutan Pb asetat 10%
3. Na3PO4 10%
4. Na2HPO4 10%
5. NaOH 20%
6. HCl 30%
7. Aquadest
8. Larutan Luff Schoorf
9. H2SO4 26,5% / 25%
10. Na2S2O3 0,1 N
11. KI 15%
12. Indikator amilum 1%
12.
13.

14. 3.3 Gambar Alat

15.

18.

Gambar 3.3.1
Buret

16.

19.
20.

23.

26.
27.

Gambar 3.3.4
Kertas Saring

Gambar 3.3.7
Labu Ukur
41.

28.
29.

Gambar 3.3.5
Gelas Ukur

33.

37.
38.

Gambar 3.3.8
Erlenmeyer

42.

44.
Gambar 3.3.10
45.
Pipet Tetes

21.
22.

24.

32.

35.
36.

Gambar 3.3.2
Kaca Arloji

17.

46.
47.

Gambar 3.3.3
Beaker Glass

25.

30.
31.

Gambar 3.3.6
Pipet Volume

34.

39.
Gambar 3.3.9
40.
Pengaduk

43.

48.

49.
50. BAB IV
51. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
52. 4.1 Data Hasil Percobaan
53. Tabel 4.1.1. Hasil percobaan titrasi blanko dan marimas dengan
Na2S2O3
54.

55.

56.

59.

1. 1

60.

57.

61.

1,
2. 0,5

64.

58.

62.
2,

65.

0,
67.

1. 1,5

68.

69.

0,
2. 1,3

72.

2,
73.

1
75. 4.2 Pembahasan dan Diskusi
76.

Pada praktikum kali ini, akan dilakukan penentuan kadar


gula pada suatu sampel

70.

dengan menggunakan metode Luff

Schoorl. Metode Luff Schrool merupakan salah satu metode yang


dapat digunakan untuk menentukan kadar karbohidrat secara
kimiawi. Pada proses ini, akan terjadi reduksi terhadap kupri
oksida menjadi kupro oksida dikarenakan adanya gula reduksi
berupa glukosa ( aldosa ) dan fruktosa ( keton). Gula pereduksi
memiliki gugus aldehid dan OH laktol dimana OH laktol adalah
OH yang terikat pada atom C pertama. Atom C tersebutlah yang
menentukan bahwa karbohidrat tersebut merupakan gula
pereduksi atau bukan.
77.

Sampel yang akan digunakan adalah minuman marimas


rasa cincau. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah
persiapan sampel. Persiapan sampel dapat dilakukan dengan cara
menimbang sampel sebanyak 2-3 gram ke dalam beaker glass
kemudian menambahkan 50 ml aquades dan Pb asetat hingga
tidak terjadi endapan saat ditetesi lagi. Penambahan Pb asetat
bertujuan untuk menjernihkan gula pereduksi dari komponenkomponen pencampur serta untuk mengendapkan asam- asam
organik.

78.

Kemudian menambahkan ke dalam labu ukur asam


oksalat 10% sebanyak 1 tetes. Penambahan ini bertujuan untuk
melepaskan kelebihan timbal ( Pb). Menambahkan 15 ml asam
oksalat 10% hingga membentuk 2 lapisan. Terbentuk endapan
berwarna putih dan larutan coklat. Menyaring larutan dari beaker
glass ke dalam labu ukur dan menambahkan akuades hingga 100
ml. Lalu menghomogenkan larutan tersebut. Mengambil 10 ml ke
dalam beaker glass dan menambahkan 15 ml air suling dan 25 ml
larutan Luff Schoorl .

79.

Setelah homogen, larutan dipanaskan hingga selama 10


menit lalu dilanjutkan dengan pendinginan. Setelah larutan
dingin, menambahkan 10 ml KI 20% dan 25 ml H2SO4 25% ke
dalam larutan. Pada saat penambahan asam sulfat terjadi
perubahan warna dari biru tua menjadi warna kuning.

80.

Setelah itu dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N.


terjadi perubahan warna dari kuning menjadi kuning pudar.
Kemudian tambahkan amilum 1% lalu dilanjutkan dengan titrasi
Na- tiosulfat 0,1 N hingga terjadi perubahan warna. Setelah
ditambahkan amilum warna menjadi cokelat dan setelah dititrasi
warna berubah menjadi putih susu. Titrasi harus dilakukan
secepat mungkin untuk mencegah menguapnya larutan KI. Titrasi
oleh Na- tiosulfat harus dilakukan langsung setelah penambahan
amilum 1%. Hal ini bertujuan untuk mencegah pembungkusan
iod oleh amilum yang menyebabkan hasil akhir titrasi menjadi
tidak tajam.

81.

Membuat blangko pengujian dengan mengganti dengan


aquadest. Dan melakukan sama seperti percobaan sebelumnya.
Menghomogenkan 25 ml aquadest dan 25 ml larutan luff
shcoorl. Mengambil 10 ml ke dalam beaker glass dan
menambahkan 15 ml air suling dan 25 ml larutan Luff Schoorl .

82.

Setelah homogen, larutan dipanaskan hingga selama 10


menit lalu dilanjutkan dengan pendinginan. Setelah larutan
dingin, menambahkan 10 ml KI 20% dan 25 ml H2SO4 25% ke
dalam larutan. Pada saat penambahan asam sulfat terjadi
perubahan warna dari biru tua menjadi warna kuning.

83.

Setelah itu dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N.


terjadi perubahan warna dari kuning menjadi kuning pudar.
Kemudian tambahkan amilum 1% lalu dilanjutkan dengan titrasi
Na- tiosulfat 0,1 N hingga terjadi perubahan warna. Setelah
ditambahkan amilum warna menjadi cokelat dan setelah dititrasi
warna berubah menjadi putih susu. Titrasi harus dilakukan
secepat mungkin untuk mencegah menguapnya larutan KI. Titrasi
oleh Na- tiosulfat harus dilakukan langsung setelah penambahan
amilum 1%. Hal ini bertujuan untuk mencegah pembungkusan
iod oleh amilum yang menyebabkan hasil akhir titrasi menjadi
tidak tajam.

84.

Dari pengujian kadar gula ini didapatkan kadar gula


sampel adalah 0.01991%

85. BAB V
86. PENUTUP
87. 5.1 Kesimpulan
88. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa kadar gula dalam sampel(marimas cincau) sangat rendah
karena pada proses titrasi menggunakan metode Luff Schrool
dengan berat sampel 3,0122gr dan volume titrasi sampel adalah
2,15ml Maka didapatkan kadar gula dalam sampel adalah
0,01991%
89.
90.

91. DAFTAR PUSTAKA


92. Apriyanto A. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
93. Fessenden, J. 1994. Dasar Kimia Organik. Erlangga, Jakarta.
94. Purba, Michael. 1997. Ilmu Kimia. Erlangga, Jakarta.
95. Riawan,S. 1990.Kimia Organik.Binarupa Aksara, Jakarta
96. Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
97.
98.
99.
100.

ii

101.

102.
103.
104.
105.
106.
Menghitung W1
107.
108.
109.
110.

Bobot Sampel (w)


= 3,0122 gr = 3012,2 mg
Volume titrasi sampel = 2,15 ml
Volume titrasi blanko = 2,3 ml
Normalitas Na2S2O3 = 0,1 N

W1

= (V2 V1) N Tio 10


= ( 2,3 2,15 ) 0,1 10
= 0,15 0,1 10
= 0,15

Menghitung nilai Fp (faktor pengenceran)


111.
112.
113.

APPENDIKS

Fp

= ml akhir pengenceran ml sebelum pengenceran


= 100 25
=4

Menghitung % gula
W 1 Fp
w

114.

% gula =

115.

116.

= 0,01991 %

0,15 4
3012,2

100 %

117.

iii

Anda mungkin juga menyukai