Anda di halaman 1dari 16

Aspek Etika dan Hukum Kedokteran Euthanasia pada Pasien Carsinoma Colon Terminal

Nama: Gita Puspitasari


NIM: 102011327
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email: gita_puspitasari64@yahoo.com

Pendahuluan
Karsinoma kolon (Ca. Colon) merupakan jenis kanker yang banyak dijumpai di klinik
dengan tingkat mortalitas yang cukup tinggi. Penderita yang mengalami Ca.Colon
membutuhkan perawatan profesional

dan dukungan keluarga yang adekuat. Penderita

memerlukan tindakan pembedahan berupa laparotomi (pembukaan dinding abdomen ) dan


kolostomi (pembuatan lubang melalui dinding abdomen ke dalam kolon iliaka untuk
mengeluarkan feces ) dilakukan untuk mengatasi masalah eliminasi.
Di Indonesia, didapatkan angka yang agak berbeda seperti yang dikeluarkan oleh
Direktorat Pelayanan Medik Departemen Kesehatan bekerjasama dengan Perhimpunan
Patologik Anatomi Indonesia bahwa kanker kolorektal cenderung terjadi pada usia yang lebih
muda dibandingkan dari laporan negara Barat. Semakin tingginya angka mortalitas,
masyarakat pun semakin kritis dalam memandang masalah yang ada, termasuk pelayanan
yang diberikan dalam bidang kesehatan.
Masyarakat kini menuntut agar seorang dokter atau suatu instansi kesehatan memberikan
pelayanan kesehatan yang lebih baik. Tidak jarang masyarakat merasa tidak puas atas
pelayanan kesehatan yang ada dan tidak tertutup kemungkinan seorang dokter akan dituntut
di muka pengadilan.Untuk menghindari hal-hal di atas, jelaslah bahwa profesi kedokteran
membutuhkan pedoman sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh seorang dokter. Pedoman
yang demikian dikenal dengan nama Kode Etik Kedokteran. Untuk menjalankan dan
mengamalkan kode etik tersebut seorang dokter juga harus sudah dibekali dengan wawasan
keagamaan yang kuat karena dalam ilmu agama sudah tercakup pengetahuan mengenai moral dan akhlak

yang baik antara sesama manusia. Seorang dokter harus menghayati dan mengamalkan Kode Etik
Kedokteran dalammenjalankan profesinya. Dengan berpedoman pada kode etik tersebut
diharapkan seorangdokter dapat menjalankan profesinya dengan baik sehingga martabat
profesi kedokteran dapatl lebih terjaga.
Kasus 5:
Seorang pasien berumur 62 tahun datang ke rumah sakit dengan karsinoma kolon
yang telah terminal. Pasien masih cukup sadar, berpendidikan cukup tinggi. Ia memahami
benar posisi kesehatannya dan keterbatasan kemampuan ilmu kedokteran saat ini. Ia juga
memiliki pengalaman pahit sewaktu kakaknya menjelang ajalnya dirawat di ICU dengan
peralatan bermacam-macam tampak sangat menderita, dan alat-alat tersebut tampaknya
hanya memperpanjang penderitaannya saja. Oleh karena itu, ia meminta kepada dokter
apabila dia mendekati ajalnya agar menerima terapi yang minimal saja (tanpa
antibiotika,tanpa peralatan ICU, dan lain-lain), dan ia ingin mati dengan tenang dan
wajar.Namun, ia tetap setuju apabila ia menerima obat-obatan penghilang rasa sakit bila
memang dibutuhkan.

Carcinoma Colon
Carsinoma colon atau kanker usus besar adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi
pada kolon, rektum, dan appendix (usus buntu). Di negara maju, kanker ini menduduki
peringkat ke tiga yang paling sering terjadi, dan menjadi penyebab kematian yang utama di
dunia barat.1
Mula-mula gejalanya tidak jelas, seperti berat badan menurun (sebagai gejala umum
keganasan) dan kelelahan yang tidak jelas sebabnya. Setelah berlangsung beberapa waktu
barulah muncul gejala-gejala lain yang berhubungan dengan keberadaan tumor dalam ukuran
yang bermakna di usus besar. Makin dekat lokasi tumor dengan anus biasanya gejalanya
makin banyak. Bila kita berbicara tentang gejala tumor usus besar, gejala tersebut terbagi
tiga, yaitu gejala lokal, gejala umum, dan gejala penyebaran (metastasis). 1

Gejala lokalnya adalah, antara lain :1


Perubahan kebiasaan buang air.
Perubahan frekuensi buang air, berkurang (konstipasi) atau bertambah(diare)
Sensasi seperti belum selesai buang air, (masih ingin tapi sudah tidak bisa keluar) dan

perubahan diameter serta ukuran kotoran (feses). Keduanya adalah ciri khas dari

kanker kolorektal
Perubahan wujud fisik kotoran/feses
Feses bercampur darah atau keluar darah dari lubang pembuangan saat buang air

besar, feses bercampur lender.


Feses berwarna kehitaman, biasanya berhubungan dengan terjadinya perdarahan di

saluran pencernaan bagian atas.


Timbul rasa nyeri disertai mual dan muntah saat buang air besar, terjadi akibat

sumbatan saluran pembuangan kotoran oleh massa tumor.


Adanya benjolan pada perut yang mungkin dirasakan oleh penderita.
Timbul gejala-gejala lainnya di sekitar lokasi tumor, karena kanker dapat tumbuh
mengenai organ dan jaringan sekitar tumor tersebut, seperti kandung kemih (timbul
darah pada air seni, timbul gelembung udara, dan lain-lain), vagina (keputihan yang
berbau, muncul lendir berlebihan, dan lain-lain). Gejala-gejala ini terjadi belakangan,
menunjukkan semakin besar tumor dan semakin luas penyebarannya.

Aspek Etika Profesi Kedokteran


Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa: seorang dokter harus senantiasa berupaya
melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi. Jelasnya bahwa seorang
dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya sebagai seorang profesi dokter harus sesuai
dengan ilmu kedokteran mutakhir, hukum dan agama.2
KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa setiap dokter harus senantiasa mengingat
akan kewajiban melindungi hidup insani. Artinya dalam setiap tindakan dokter harus
bertujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagiaaan manusia. Jadi dalam menjalankan
profesinya seorang dokter tidak boleh melakukan: 2
1. Menggugurkan kandungan (Abortus Provocatus),
2. Mengakhiri kehidupan seorang pasien yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak
mungkin akan sembuh lagi (euthanasia).
Sumpah dokter yang paling banyak dikenal adalah sumpah Hippocrates yang
berisikan kewajipan-kewajipan dokter dalam berprilaku dan bersikap atau seperti code of
conduct bagi dokter. 2
Kode etik kedokteran Indonesia (KODEKI) dibuat dengan mengacu kepada Kode
Etik Kedokteran Internasional yang berunsurkan tentang kewajiban umum, kewajiban
terhadap pasien, kewajipan terhadap sesame dan kewajipan terhadap diri sendiri. KODEKI
berisikan hal sebagai berikut : 2
Kewajiban Umum

Pasal 1:
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2:
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan
standar profesi yang tertinggi.
Pasal 3:
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi
oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4:
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5:
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun
fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh

persetujuan pasien.
Pasal 6:
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan
setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-

hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.


Pasal 7:
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa

sendiri kebenarannya.
Pasal 7a:
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis
yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih

sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.


Pasal 7b:
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki
kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau

penggelapan, dalam menangani pasien


Pasal 7c:
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak

tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien


Pasal 7d:
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk

insani.
Pasal 8:
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh

(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta

berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.


Pasal 9:
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang
lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.2

Kewajiban Dokter Terhadap Pasien

Pasal 10:
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan
suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk

pasien kepada dokten yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.


Pasal 11:
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam

masalah lainnya.
Pasal 12:
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang

pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.


Pasal 13:
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat

sebagai

suatu

tugas

perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya. 2
Kewajiban Dokter Terhadap Teman sejawat

Pasal 14:
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal 15:
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis. 2

Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri

Pasal 16:
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 17:
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran/kesehatan. 2

Bioetika adalah salah satu cabang dari etik normatif. Bioetik atau biomedical ethics
adalah etik yang berhubungan dengan praktek kedokteran dan atau penelitian dibidang
biomedis. Didalam menentukan tindakan dibidang kesehatan atau kedokteran, selain
mempertimbangkan keempat kebutuhan dasar manusia, keputusan hendaknya juga
mempertimbangkan hak-hak asasi pasien. Pelanggaran atas hak pasien akan mengakibatkan
juga pelanggaran atas kebutuhan dasar manusia, terutama kebutuhan kreatif dan spiritual
pasien. 2
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu
sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian
baik buruk dan benar salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang
cukup banyak jumlahnya. Beauchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk
mencapai ke suatukeputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) dan
beberapa rulesdibawahnya. Ke-4 kaidah dasar moral tersebut adalah :2
1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian
melahirkan doktrin informed consent.
2. Princip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang
ditujukanke kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk
kebaikansaja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar
daripada sisiburuknya (mudharat).
3. Prinsip non-maleficence, yaitu

prinsip

moral

yang

melarang

tindakan

yangmemperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai "primum non nocere"
atau "above all do no harm".
4. Prinsip justice , yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan
dalambersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice).
Sedangkan rules derivatnya adalah veracity, (berbicara benar, jujur dan terbuka),
privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien) dan
fidelity (loyalitas dan promise keeping). 2
Selain prinsip atau kaidah dasar moral di atas yang harus dijadikan pedoman dalam
mengambil keputusan klinis, profesional kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai
panduan dalam bersikap dan berperilaku (code of ethical conduct ). Nilai-nilai dalam etika
profesi tercermin di dalam sumpah dokter dan kode etik kedokteran. Sumpah dokter berisikan

suatu "kontrak moral" antara dokter dengan Tuhan sang penciptanya, sedangkan kode etik
kedokteran berisikan "kontrak kewajiban moral"antara dokter dengan peer-group-nya, yaitu
masyarakat profesinya. 2
Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah kewajiban
moral yang melekat kepada para dokter. Meskipun kewajiban tersebit bukanlah kewajiban
hukum sehingga tidak dapat dipaksakan secara hukum, namun kewajiban moral tersebut
haruslah menjadi pemimpin dari kewajiban dalam hukum kedokteran. Hukum kedokteran
yang baik haruslah merupakan hukum yang etis. 2
Aspek dan Dampak Hukum
1.

UU No. 29 tahun 2004: praktik kedokteran baik dokter ataupun dokter gigi memiliki
hak untuk memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur profesional, hak untuk memberikan
layanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur profesional, hak
memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien maupun keluarganya dan
hak menerima imbalan jasa. Disisi lain dokter dan dokter gigi berkewajiban
memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
profesional serta kebutuhan medis pasien, merujuk pasien bila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia,
melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada
orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya, dan menambah ilmu

2.

pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.3


UU Praktik Kedokteran Pasal 45 Ayat 3: hak pasien meminta pendapat dokter lain,
mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis, menolak tindakan medis, dan
mendapatkan isi rekam medis. Penjelasan tersebut sekurang-kurangnya meliputi
diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan,
alternatif tindakan lain dan risikonya, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan
prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan.3

Dalam praktek kedokteran dikenal dua macam euthanasia yaitu:3


a.

Euthanasia aktif: Ialah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan


memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Alasan yang lazim

dikemukakan dokter ialah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan


memperpanjang penderitaan pasien, tidak mengurangi keadaan sakitnya yang
b.

memang sudah parah. 3


Euthanasia pasif:

Tindakan dokter berupa penghentian pengobatan pasien yang menderita sakit


keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan.
Penghentian pemberian obat ini berakibat mempercepat kematian pasien.
Alasan yang lazim dikemukakan ialah karena keadaan ekonomi pasien yang
terbatas, sementara dan yang dibutuhkan untuk biaya pengobatan cukup tinggi,
sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif

lagi. 3
Tindakan upaya dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang
menurut penelitian medis masih mungkin bisa sembuh. Umumnya alasannya
adalah

ketidakmampuan

pasien

dari

segi

ekonomi

padahal

biaya

pengobatannya yangdibutuhkan sangat tinggi. 3


Secara yuridis formal dalam hukum pidana positif di Indonesia hanya dikenal satu bentuk
euthanasia, yaitu euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien atau korban itu sendiri
(voluntary euthanasia). 3
3.

Pasal 344 KUHP. Yang menyatakan : Barang siapa merampas nyawa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam
dengan pidana penjara palinglama dua belas tahun. Maka disimpulkan, bahwa
pembunuhan atas permintaan korban sekalipun tetap diancam pidana bagi pelakunya.
Dengan demikian, dalam konteks hukum positif di Indonesia euthanasia tetap
dianggap sebagai perbuatan yang dilarang dan tidak dimungkinkan dilakukan
pengakhiran hidup seseorang sekalipun atas permintaan orang itu sendiri. Perbuatan
tersebut tetap dikualifikasi sebagai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan yang
diancam dengan pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Dalam
ketentuan Pasal 338 KUHP secara tegas dinyatakan, Barang siapa sengaja merampas
nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun. 3

Prosedur Medikolegal2
Persetujuan Tindakan Medik

Peraturan menteri kesehatan No 585/MenKes/Per/IX/1989 tentang persetujuan tindakan


medis
Pasal 1. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/19892
a. Persetujuan tindakan medik/informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh
pasien atau keluarganya atas adsar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.
b. Tindakan medik adalah suatu tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien berupa
diagnostik atau terapeutik.
c. Tindakan invasif adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh.
d. Dokter adalah dokter umum/spesialis dan dokter gigi/dokter gigi spesialis yang
bekerja di rumah sakit, puskesmas, klinik, atau praktek perorangan atau bersama.
Pasal 2. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/19892
1. Semua

tindakan

medis

yang

akan

dilakukan

terhadap

pasien

harus

mendapatpersetujuan.
2. Persetujuan dapat diberi secara bertulis atau lisan.
3. Persetujuan sebagaiman dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan
sertarisiko yang dapat ditimbulkannya.
4. Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan
serta kondisi dan situasi pasien.
Pasal 3. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/19892
1. Setiap tindakan medis yang berisiko tinggi harus dengan persetujuan bertulis yang
ditanda tangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
Pasal 4. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/19892
1) Informasi tentang tindakan medik harus diberi kepada pasien, baik diminta maupun
tidak diminta.
2) Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya, kecuali bila dokter
menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau
pasien menolak diberikan informasi.
Pasal 5. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/19892

1)

Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik

2)

yang akan dilakukan, baik diagnostik maupun terapeutik.


Informasi diberikan secara lisan.
Informasi harus diberiakn jujur dan benar kecuali bila dokter menilai bahwa hal itu

3)

4)

dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien.


Dalam hal dimaksud dalam ayat (3) dokter dengan persetujuan pasien dapat
memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien.2

Informed Consent
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukan komunikasi yang efektif antara
dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak
akan dilakakukan terhadap pasien. Informed consent memiliki tiga elemen : 3
1. Threshold Element
Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya
lebih kearah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten.
Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan (medis). 3
2. Information elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian, yaitu disclosure (pengungkapan) dan
understanding (pemahaman), yang berisikan informasi sedemikian rupa agar pasien
dapat mencapai pemahaman yang adekuat. Dalam hal ini, seberapa baik informasi
harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu: 3
standar praktek profesi
standar subjektif
standar pada reasonable person
3. Consent elements
Elemen ini juga terdiri dari 2 bagian, yaitu voluntariness (kesukarelaan, kebebasan)
dan authorization (persetujuan). Consent dapat diberikan dengan dinyatakan
(expressed) dan tidak dinyatakan (implied). 3
Rekam Medis
Dalam pelayanan kedokteran atau kesehatan, terutama yang dilakukan para dokter
baik dirumah sakit maupun praktik pribadi, peran pencatatan rekam medis (RM) sangat
penting dan sangat melekat dengan kegiatan pelayanan tersebut. Dengan demikian, ada
ungkapan bahwa rekam medis adalah orang ketiga pada saat dokter menerima pasien. Hal
tersebut dapat dipahami karena catatan demikian akan berguna untuk merekam keadaan
pasien, hasil pemeriksaan serta tindakan pengobatan yang diberikan pada waktu itu. Catatan

atau rekaman itu menjadi sangat berguna untuk mengingatkan kembali dokter tentang
keadaan, hasil pemeriksaan, dan pengobatan yang telah diberikan bila pasien datang kembali
untuk berobat ulang setelah beberapa hari, beberapa bulan, bahkan setelah beberapa tahun
kemudian. Dengan adanya rekam medis, ia bisa mengingat atau mengenali keadaan pasien
saat diperiksa sehingga lebih mudah melanjutkan strategi pengobatan dan perawatannya.
Namun, kini makin dipahami bahwa peran rekam medis tidak terbatas pada asumsi yang
dikemukakan diatas, tetapi jauh lebih luas. Oleh karena itu, para tenaga kesehatan masa kini
harus memahami dengan baik hal-hal yang berkaitan dengan rekam medis.4
Dalam Undang-undang Kesehatan, walaupun tidak ada bab yang mengatur tentang
rekam medis secara khusus, secara implisit Undang-undang ini jelas membutuhkan adanya
rekam medis yang bermutu sebagai bukti pelaksanaan pelayanan kedokteran/ kesehatan yang
berkualitas.
Kewajiban dokter untruk membuat rekam medis dalam pelayanan kesehatan
dipertegas dalam UUPK seperti terdapat pada pasal 46: (1). Setiap dokter atau dokter gigi
dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. (2) Rekam medis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima
pelayanan kesehatan. Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan
tandatangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan. Selanjutnya dalam pasal 79
diingatkan tentang sanksi hukum yang cukup berat, yaitu denda paling banyak
Rp.50.000.000,- bila dokter terbukti sengaja tidak membuat rekam medis.Dalam Permenkes
No. 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang RM, disebut pengertian RM adalah berkas yang
berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan
pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan. 4
Di rumah sakit didapat dua jenis rekam medis, yaitu: 4

RM untuk pasien rawat jalan


RM untuk pasien rawat inap

Untuk pasien rawat jalan, termasuk pasien gawat darurat, RM memiliki informasi pasien,
antara lain: 4
a. Identitas dan formulir perizinan (lembar hak kuasa)
b. Riwayat penyakit (anamnesis) tentang :
Keluhan utama

Riwayat sekarang
Riwayat penyakit yang pernah diderita
Riwayat keluarga tentang penyakit yang mungkin diturunkan
c. Laporan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan laboratorium, foto rontgen,
scanning, MRI, dan lain lain.
d. Diagnosis dan/atau diagnosis banding
e. Instruksi diagnostik dan terapeutik dengan tanda tangan pejabat kesehatan yang
berwenang. Untuk rawat inap, memuat informasi yang sama dengan yang terdapat
dalam rawat jalan, dengan tambahan :
Persetujuan tindakan medik
Catatan konsultasi
Catatan perawat dan tenaga kesehatan lainnya
Catatan observasi klinik dan hasil pengobatan
Resume akhir dan evaluasi pengobatan ,(tanggal masuk-keluar)
Secara umum kegunaan RM adalah: 4
1.

Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang ikut ambil
bagian dalam memberi pelayanan, pengobatan dan perawatan pasien. Dengan
membaca RM, dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang terlibat dalam merawat
pasien (misalnya pada pasien rawat bersama atau dalam konsultasi) dapat mengetahui
penyakit, perkembangan penyakit, terapi yang diberikan, dan lain-lain tanpa harus

2.

berjumpa satu sama lain. Ini tentu merupakan sarana komunikasi yang efisien. 4
Sebagai dasar untuk perencanaan pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada
pasien. Segala instruksi kepada perawat atau komunikasi sesama dokter ditulis agar

3.

rencana pengobatan dan perawatan dapat dilaksanakan. 4


Sebagai bukti tertulis atas segala pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan
selama pasien berkunjung/dirawat di rumah sakit. Bila suatu waktu diperlukan bukti
bahwa pasien pernah dirawat atau jenis pelayanan yang diberikan serta perkembangan

4.

penyakit selama dirawat, tentu data dari RM dapat mengungkapkan dengan jelas. 4
Sebagai dasar analisis, studi, evaluasi terhadap mutu pelayanan yang diberikan kepada
pasien. Baik buruknya pelayanan yang diberikan tercermin dari catatan yang ditulis
atau data yang didapati dalam RM. Hal ini tentu dapat dipakai sebagai bahan studi

5.

ataupun evaluasi dari pelayanan yang diberikan. 4


Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga
kesehatan lainnya. Bila timbul permasalahan (tuntutan) dari pasien kepada dokter
maupun rumah sakit, data dan keterangan yang diambil dari RM tentu dapat diterima
semua pihak. Di sinilah akan terungkap aspek hukum dari RM tersebut. Bila catatan

dan data terisi lengkap, RM akan menolong semua yang terlibat. Sebaliknya, bila
catatan yang ada hanya sekedarnya saja, apalagi kosong pasti akan merugikan dokter
dan rumah sakit. Penjelasan yang bagaimanapun baiknya tanpa bukti tertulis, pasti
6.

sulit dipercaya. 4
Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan
pendidikan. Setiap penelitian yang melibatkan data klinik pasien hanya dapat
dipergunakan bila telah direncanakan terlebih dahulu. Oleh karena itu, RM di rumah
sakit pendidikan biasanya tersusun lebih rinci karena sering digunakan untuk bahan

7.

penelitian. 4
Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien. Bila
pasien mau dipulangkan, bagian administrasi keuangan cukup melihat RM, dan segala

8.

biaya yang harus dibayar pasien/keluarga dapat ditentukan. 4


Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai bahan
pertanggungjawaban dan laporan. Data dan infomasi yang didapat dari RM sebagai
bahan dokumentasi, bila diperlukan dapat digunakan sebagai dasar untuk
pertanggungjawaban atau laporan kepada pihak yang memerlukan masa mendatang. 4

Prosedur Tindakan Medis


Perawatan penderita tergantung pada tingkat staging kanker itu sendiri. Terapi akan
jauh lebih mudah bila kanker ditemukan pada stadium dini. Tingkat kesembuhan kanker
stadium 1 dan 2 masih sangat baik. Namun bila kanker ditemukan pada stadium yang lanjut,
atau ditemukan pada stadium dini dan tidak diobati, maka kemungkinan sembuhnya pun akan
jauh lebih sulit.5
Klasifikasi menurut kanker usus besar menurut Dukes : 5

Stadium 1 : Kanker terjadi di dalam dinding kolon

Stadium 2 : Kanker telah menyebar hingga ke lapisan otot kolon

Stadium 3 : Kanker telah menyebar ke kelenjar-kelenjar limfa

Stadium 4 : Kanker telah menyebar ke organ-organ lain.6


Tujuan pengobatan kanker ada dua, yaitu kuratif dan paliatif. Pengobatan kuratif

merupakan upaya yang ditujukan untuk mencapai kesembuhan penyakit kanker. Sementara
pengobatan paliatif ditujukan pada penderita kanker yang sudah tidak memungkinkan
kembali dicapainya kesembuhan. Di antara pilihan terapi untuk penderitanya, pilihan operasi

masih menduduki peringkat pertama, dengan ditunjang oleh kemoterapi dan/atau radioterapi
(mungkin diperlukan). 5
Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan abdomen dan rektal
Pemeriksaan Penunjang meliputi : 5

Pengujian darah samar


Enema barium: tumor dan kelainan lain pada kolon memberikan gambaran bayangan

gelap pada gambaran rontgen.


Kolonoskopi.
Biopsi: ditemukan adenokarsinoma.
Ultrasonografi: melihat metastasis kanker ke kelenjar getah bening di hati dan

abdomen.
CT scan
Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA)

Penatalaksanaan Medis
Pengobatan pada pasien tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang
berhubungan. Endoskopi, ultrasonografi dan laparoskopi telah terbukti berhasil dalam
pentahapan kanker kolorektal. Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam
bentuk pendukung atau terapi adjuvan. Terapi adjuvan biasanya diberikan selain pengobatan
bedah. Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi atau imunoterapi. 5
Medika Mentosa5
1. Kemoterapi
5-flurouracil merupakan obat pilihan untuk kemoterapi karsinoma kolon.
Lemavisole serta leucovorin digunakan untuk pasien stadium 3 pasca operasi.
2. Agen biologic
Contoh obat yang digunakan adalah bevacizumab (Avastin) dan Panitumumab
(Vectibix). 5
3. Radioterapi
Peran radioterapi dalam pengobatan kanker kolon masih terbatas tetapi radioterapi
tetap menjadi modalitas terapi standar. Untuk memperkecil tumor, mencapai hasil
yang lebih baik dari pembedahan, dan untuk mengurangi resiko kekambuhan. Untuk
tumor yang tidak dioperasi atau tidak dapat disekresi, radiasi digunakan untuk
menghilangkan gejala secara bermakna. 5

4. Terapi simptomatik
Termasuk antibiotic, analgesik dan lain-lain. Antara analgesik yang dugunakan adalah
golongan non steroid seperti aspirin dan ibuprofen dan golongan opiod seperti morfin,
fentanil, oxycodone,codein dan tramadol. Pemberian dimulai dengan analgesik lemah
dosis rendah dan ditingkatkan sesuai kebutuhan pasien. 5
Non Medika Mentosa5
1. Pembedahan
Pembedahan masih merupakan terapi pilihan untuk memperpanjang kehidupan
pasien. Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut (Doughty & Jackson,
1993) : 5

Reseksi segmental dengan anostomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada

sisi pertumbuhan, pembuluh darah dan nodus limfatik)


Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid 15isbandin (pengangkatan
tumor dan porsi sigmoid dan semua 15isban serta sfingter anal )
Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anostomosis serta
reanastomosis lanjut dari kolostomi (memungkinkan dekompresi usus awal dan

persiapan usus sebelum reseksi)


Kolostomi 15isbandin atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang

tidak dapat direseksi).


2. Diet
Berdasarkan kajian, pasien yang mengamalkan pemakanan daging merah, biji-bijian,
lemak dan makanan bergula tinggi lebih rentan untuk kambuh 15isbanding pasien
yang mengamalkan diet tinggi serat dan protein. 5

Kesimpulan
Seorang dokter itu haruslah melakukan tugasnya secara profesional dan memastikan
dirinya berada dalam keadaan yang optimal dan senatiasa menerapkan etika profesi
kedokteran yang berlandaskan konsep moral, yaitu prinsip otonomi, prinsip beneficence,
prinsip non-maleficence, dan prinsip justice. Setiap tindakan haruslah memiliki persetujuan
dari pasien, suatu tindakan medis terhadap pasien tanpa memperoleh persetujuan terlebih
dahulu dari pasien tersebut dapat dianggap sebagai penyerangan atas hak orang lain atau
melanggar hukum. Namun, euthanasia dari segi hukum yang antaranya dibahas pada Pasal
338, 340, 344, 345, dan 359, tetap dianggap sebagai perbuatan yang dilarang dan tidak

dimungkinkan dilakukan pengakhiran hidup seseorang sekalipun atas permintaan orang itu
sendiri. Perbuatan tersebut tetap dikualifikasi sebagai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan
yang diancam dengan pidana bagi siapa yang melanggar larangan beberapa pasal KUHP yang
berkaitan dengan eutanasia.
Daftar pustaka
1. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid I. Edisi IV. Jakarta: Departemen penyakit dalam UI;2008.h.150-3.
2. Bagian kedokteran forensik FKUI. Permenkes RI No 585/ Menkes/ PER/ IX/
1989.Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Jakarta:Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran UI; 1994. h. 2-44.
3. Sampurna. Budi., Syamsu. Zulhasmar., Siswaja. Tjetjep Dwidja.Bioetik dan Hukum
Kedokteran.Jakarta:Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran UI.2007.h.418.
4. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja T. Informed consent. Rahasia kedokteran. Bioetik
dan Hukum Kedokteran. Jakarta : Pustaka Dwipar ; 2007. h. 72-81.
5. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid I. Edisi IV. Jakarta: Departemen penyakit dalam UI;2008.h.150-3

Anda mungkin juga menyukai