Pendahuluan
Karsinoma kolon (Ca. Colon) merupakan jenis kanker yang banyak dijumpai di klinik
dengan tingkat mortalitas yang cukup tinggi. Penderita yang mengalami Ca.Colon
membutuhkan perawatan profesional
yang baik antara sesama manusia. Seorang dokter harus menghayati dan mengamalkan Kode Etik
Kedokteran dalammenjalankan profesinya. Dengan berpedoman pada kode etik tersebut
diharapkan seorangdokter dapat menjalankan profesinya dengan baik sehingga martabat
profesi kedokteran dapatl lebih terjaga.
Kasus 5:
Seorang pasien berumur 62 tahun datang ke rumah sakit dengan karsinoma kolon
yang telah terminal. Pasien masih cukup sadar, berpendidikan cukup tinggi. Ia memahami
benar posisi kesehatannya dan keterbatasan kemampuan ilmu kedokteran saat ini. Ia juga
memiliki pengalaman pahit sewaktu kakaknya menjelang ajalnya dirawat di ICU dengan
peralatan bermacam-macam tampak sangat menderita, dan alat-alat tersebut tampaknya
hanya memperpanjang penderitaannya saja. Oleh karena itu, ia meminta kepada dokter
apabila dia mendekati ajalnya agar menerima terapi yang minimal saja (tanpa
antibiotika,tanpa peralatan ICU, dan lain-lain), dan ia ingin mati dengan tenang dan
wajar.Namun, ia tetap setuju apabila ia menerima obat-obatan penghilang rasa sakit bila
memang dibutuhkan.
Carcinoma Colon
Carsinoma colon atau kanker usus besar adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi
pada kolon, rektum, dan appendix (usus buntu). Di negara maju, kanker ini menduduki
peringkat ke tiga yang paling sering terjadi, dan menjadi penyebab kematian yang utama di
dunia barat.1
Mula-mula gejalanya tidak jelas, seperti berat badan menurun (sebagai gejala umum
keganasan) dan kelelahan yang tidak jelas sebabnya. Setelah berlangsung beberapa waktu
barulah muncul gejala-gejala lain yang berhubungan dengan keberadaan tumor dalam ukuran
yang bermakna di usus besar. Makin dekat lokasi tumor dengan anus biasanya gejalanya
makin banyak. Bila kita berbicara tentang gejala tumor usus besar, gejala tersebut terbagi
tiga, yaitu gejala lokal, gejala umum, dan gejala penyebaran (metastasis). 1
perubahan diameter serta ukuran kotoran (feses). Keduanya adalah ciri khas dari
kanker kolorektal
Perubahan wujud fisik kotoran/feses
Feses bercampur darah atau keluar darah dari lubang pembuangan saat buang air
Pasal 1:
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2:
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan
standar profesi yang tertinggi.
Pasal 3:
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi
oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4:
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5:
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun
fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh
persetujuan pasien.
Pasal 6:
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan
setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-
sendiri kebenarannya.
Pasal 7a:
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis
yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih
insani.
Pasal 8:
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta
Pasal 10:
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan
suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk
masalah lainnya.
Pasal 12:
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
sebagai
suatu
tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya. 2
Kewajiban Dokter Terhadap Teman sejawat
Pasal 14:
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal 15:
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis. 2
Pasal 16:
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 17:
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran/kesehatan. 2
Bioetika adalah salah satu cabang dari etik normatif. Bioetik atau biomedical ethics
adalah etik yang berhubungan dengan praktek kedokteran dan atau penelitian dibidang
biomedis. Didalam menentukan tindakan dibidang kesehatan atau kedokteran, selain
mempertimbangkan keempat kebutuhan dasar manusia, keputusan hendaknya juga
mempertimbangkan hak-hak asasi pasien. Pelanggaran atas hak pasien akan mengakibatkan
juga pelanggaran atas kebutuhan dasar manusia, terutama kebutuhan kreatif dan spiritual
pasien. 2
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu
sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian
baik buruk dan benar salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang
cukup banyak jumlahnya. Beauchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk
mencapai ke suatukeputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) dan
beberapa rulesdibawahnya. Ke-4 kaidah dasar moral tersebut adalah :2
1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian
melahirkan doktrin informed consent.
2. Princip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang
ditujukanke kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk
kebaikansaja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar
daripada sisiburuknya (mudharat).
3. Prinsip non-maleficence, yaitu
prinsip
moral
yang
melarang
tindakan
yangmemperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai "primum non nocere"
atau "above all do no harm".
4. Prinsip justice , yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan
dalambersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice).
Sedangkan rules derivatnya adalah veracity, (berbicara benar, jujur dan terbuka),
privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien) dan
fidelity (loyalitas dan promise keeping). 2
Selain prinsip atau kaidah dasar moral di atas yang harus dijadikan pedoman dalam
mengambil keputusan klinis, profesional kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai
panduan dalam bersikap dan berperilaku (code of ethical conduct ). Nilai-nilai dalam etika
profesi tercermin di dalam sumpah dokter dan kode etik kedokteran. Sumpah dokter berisikan
suatu "kontrak moral" antara dokter dengan Tuhan sang penciptanya, sedangkan kode etik
kedokteran berisikan "kontrak kewajiban moral"antara dokter dengan peer-group-nya, yaitu
masyarakat profesinya. 2
Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah kewajiban
moral yang melekat kepada para dokter. Meskipun kewajiban tersebit bukanlah kewajiban
hukum sehingga tidak dapat dipaksakan secara hukum, namun kewajiban moral tersebut
haruslah menjadi pemimpin dari kewajiban dalam hukum kedokteran. Hukum kedokteran
yang baik haruslah merupakan hukum yang etis. 2
Aspek dan Dampak Hukum
1.
UU No. 29 tahun 2004: praktik kedokteran baik dokter ataupun dokter gigi memiliki
hak untuk memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur profesional, hak untuk memberikan
layanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur profesional, hak
memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien maupun keluarganya dan
hak menerima imbalan jasa. Disisi lain dokter dan dokter gigi berkewajiban
memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
profesional serta kebutuhan medis pasien, merujuk pasien bila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia,
melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada
orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya, dan menambah ilmu
2.
lagi. 3
Tindakan upaya dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang
menurut penelitian medis masih mungkin bisa sembuh. Umumnya alasannya
adalah
ketidakmampuan
pasien
dari
segi
ekonomi
padahal
biaya
Pasal 344 KUHP. Yang menyatakan : Barang siapa merampas nyawa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam
dengan pidana penjara palinglama dua belas tahun. Maka disimpulkan, bahwa
pembunuhan atas permintaan korban sekalipun tetap diancam pidana bagi pelakunya.
Dengan demikian, dalam konteks hukum positif di Indonesia euthanasia tetap
dianggap sebagai perbuatan yang dilarang dan tidak dimungkinkan dilakukan
pengakhiran hidup seseorang sekalipun atas permintaan orang itu sendiri. Perbuatan
tersebut tetap dikualifikasi sebagai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan yang
diancam dengan pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Dalam
ketentuan Pasal 338 KUHP secara tegas dinyatakan, Barang siapa sengaja merampas
nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun. 3
Prosedur Medikolegal2
Persetujuan Tindakan Medik
tindakan
medis
yang
akan
dilakukan
terhadap
pasien
harus
mendapatpersetujuan.
2. Persetujuan dapat diberi secara bertulis atau lisan.
3. Persetujuan sebagaiman dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan
sertarisiko yang dapat ditimbulkannya.
4. Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan
serta kondisi dan situasi pasien.
Pasal 3. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/19892
1. Setiap tindakan medis yang berisiko tinggi harus dengan persetujuan bertulis yang
ditanda tangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
Pasal 4. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/19892
1) Informasi tentang tindakan medik harus diberi kepada pasien, baik diminta maupun
tidak diminta.
2) Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya, kecuali bila dokter
menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau
pasien menolak diberikan informasi.
Pasal 5. Pemenkes No 585/MenKes/Per/IX/19892
1)
Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik
2)
3)
4)
Informed Consent
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukan komunikasi yang efektif antara
dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak
akan dilakakukan terhadap pasien. Informed consent memiliki tiga elemen : 3
1. Threshold Element
Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya
lebih kearah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten.
Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan (medis). 3
2. Information elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian, yaitu disclosure (pengungkapan) dan
understanding (pemahaman), yang berisikan informasi sedemikian rupa agar pasien
dapat mencapai pemahaman yang adekuat. Dalam hal ini, seberapa baik informasi
harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu: 3
standar praktek profesi
standar subjektif
standar pada reasonable person
3. Consent elements
Elemen ini juga terdiri dari 2 bagian, yaitu voluntariness (kesukarelaan, kebebasan)
dan authorization (persetujuan). Consent dapat diberikan dengan dinyatakan
(expressed) dan tidak dinyatakan (implied). 3
Rekam Medis
Dalam pelayanan kedokteran atau kesehatan, terutama yang dilakukan para dokter
baik dirumah sakit maupun praktik pribadi, peran pencatatan rekam medis (RM) sangat
penting dan sangat melekat dengan kegiatan pelayanan tersebut. Dengan demikian, ada
ungkapan bahwa rekam medis adalah orang ketiga pada saat dokter menerima pasien. Hal
tersebut dapat dipahami karena catatan demikian akan berguna untuk merekam keadaan
pasien, hasil pemeriksaan serta tindakan pengobatan yang diberikan pada waktu itu. Catatan
atau rekaman itu menjadi sangat berguna untuk mengingatkan kembali dokter tentang
keadaan, hasil pemeriksaan, dan pengobatan yang telah diberikan bila pasien datang kembali
untuk berobat ulang setelah beberapa hari, beberapa bulan, bahkan setelah beberapa tahun
kemudian. Dengan adanya rekam medis, ia bisa mengingat atau mengenali keadaan pasien
saat diperiksa sehingga lebih mudah melanjutkan strategi pengobatan dan perawatannya.
Namun, kini makin dipahami bahwa peran rekam medis tidak terbatas pada asumsi yang
dikemukakan diatas, tetapi jauh lebih luas. Oleh karena itu, para tenaga kesehatan masa kini
harus memahami dengan baik hal-hal yang berkaitan dengan rekam medis.4
Dalam Undang-undang Kesehatan, walaupun tidak ada bab yang mengatur tentang
rekam medis secara khusus, secara implisit Undang-undang ini jelas membutuhkan adanya
rekam medis yang bermutu sebagai bukti pelaksanaan pelayanan kedokteran/ kesehatan yang
berkualitas.
Kewajiban dokter untruk membuat rekam medis dalam pelayanan kesehatan
dipertegas dalam UUPK seperti terdapat pada pasal 46: (1). Setiap dokter atau dokter gigi
dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. (2) Rekam medis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima
pelayanan kesehatan. Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan
tandatangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan. Selanjutnya dalam pasal 79
diingatkan tentang sanksi hukum yang cukup berat, yaitu denda paling banyak
Rp.50.000.000,- bila dokter terbukti sengaja tidak membuat rekam medis.Dalam Permenkes
No. 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang RM, disebut pengertian RM adalah berkas yang
berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan
pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan. 4
Di rumah sakit didapat dua jenis rekam medis, yaitu: 4
Untuk pasien rawat jalan, termasuk pasien gawat darurat, RM memiliki informasi pasien,
antara lain: 4
a. Identitas dan formulir perizinan (lembar hak kuasa)
b. Riwayat penyakit (anamnesis) tentang :
Keluhan utama
Riwayat sekarang
Riwayat penyakit yang pernah diderita
Riwayat keluarga tentang penyakit yang mungkin diturunkan
c. Laporan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan laboratorium, foto rontgen,
scanning, MRI, dan lain lain.
d. Diagnosis dan/atau diagnosis banding
e. Instruksi diagnostik dan terapeutik dengan tanda tangan pejabat kesehatan yang
berwenang. Untuk rawat inap, memuat informasi yang sama dengan yang terdapat
dalam rawat jalan, dengan tambahan :
Persetujuan tindakan medik
Catatan konsultasi
Catatan perawat dan tenaga kesehatan lainnya
Catatan observasi klinik dan hasil pengobatan
Resume akhir dan evaluasi pengobatan ,(tanggal masuk-keluar)
Secara umum kegunaan RM adalah: 4
1.
Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang ikut ambil
bagian dalam memberi pelayanan, pengobatan dan perawatan pasien. Dengan
membaca RM, dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang terlibat dalam merawat
pasien (misalnya pada pasien rawat bersama atau dalam konsultasi) dapat mengetahui
penyakit, perkembangan penyakit, terapi yang diberikan, dan lain-lain tanpa harus
2.
berjumpa satu sama lain. Ini tentu merupakan sarana komunikasi yang efisien. 4
Sebagai dasar untuk perencanaan pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada
pasien. Segala instruksi kepada perawat atau komunikasi sesama dokter ditulis agar
3.
4.
penyakit selama dirawat, tentu data dari RM dapat mengungkapkan dengan jelas. 4
Sebagai dasar analisis, studi, evaluasi terhadap mutu pelayanan yang diberikan kepada
pasien. Baik buruknya pelayanan yang diberikan tercermin dari catatan yang ditulis
atau data yang didapati dalam RM. Hal ini tentu dapat dipakai sebagai bahan studi
5.
dan data terisi lengkap, RM akan menolong semua yang terlibat. Sebaliknya, bila
catatan yang ada hanya sekedarnya saja, apalagi kosong pasti akan merugikan dokter
dan rumah sakit. Penjelasan yang bagaimanapun baiknya tanpa bukti tertulis, pasti
6.
sulit dipercaya. 4
Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan
pendidikan. Setiap penelitian yang melibatkan data klinik pasien hanya dapat
dipergunakan bila telah direncanakan terlebih dahulu. Oleh karena itu, RM di rumah
sakit pendidikan biasanya tersusun lebih rinci karena sering digunakan untuk bahan
7.
penelitian. 4
Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien. Bila
pasien mau dipulangkan, bagian administrasi keuangan cukup melihat RM, dan segala
8.
merupakan upaya yang ditujukan untuk mencapai kesembuhan penyakit kanker. Sementara
pengobatan paliatif ditujukan pada penderita kanker yang sudah tidak memungkinkan
kembali dicapainya kesembuhan. Di antara pilihan terapi untuk penderitanya, pilihan operasi
masih menduduki peringkat pertama, dengan ditunjang oleh kemoterapi dan/atau radioterapi
(mungkin diperlukan). 5
Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan abdomen dan rektal
Pemeriksaan Penunjang meliputi : 5
abdomen.
CT scan
Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA)
Penatalaksanaan Medis
Pengobatan pada pasien tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang
berhubungan. Endoskopi, ultrasonografi dan laparoskopi telah terbukti berhasil dalam
pentahapan kanker kolorektal. Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam
bentuk pendukung atau terapi adjuvan. Terapi adjuvan biasanya diberikan selain pengobatan
bedah. Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi atau imunoterapi. 5
Medika Mentosa5
1. Kemoterapi
5-flurouracil merupakan obat pilihan untuk kemoterapi karsinoma kolon.
Lemavisole serta leucovorin digunakan untuk pasien stadium 3 pasca operasi.
2. Agen biologic
Contoh obat yang digunakan adalah bevacizumab (Avastin) dan Panitumumab
(Vectibix). 5
3. Radioterapi
Peran radioterapi dalam pengobatan kanker kolon masih terbatas tetapi radioterapi
tetap menjadi modalitas terapi standar. Untuk memperkecil tumor, mencapai hasil
yang lebih baik dari pembedahan, dan untuk mengurangi resiko kekambuhan. Untuk
tumor yang tidak dioperasi atau tidak dapat disekresi, radiasi digunakan untuk
menghilangkan gejala secara bermakna. 5
4. Terapi simptomatik
Termasuk antibiotic, analgesik dan lain-lain. Antara analgesik yang dugunakan adalah
golongan non steroid seperti aspirin dan ibuprofen dan golongan opiod seperti morfin,
fentanil, oxycodone,codein dan tramadol. Pemberian dimulai dengan analgesik lemah
dosis rendah dan ditingkatkan sesuai kebutuhan pasien. 5
Non Medika Mentosa5
1. Pembedahan
Pembedahan masih merupakan terapi pilihan untuk memperpanjang kehidupan
pasien. Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut (Doughty & Jackson,
1993) : 5
Reseksi segmental dengan anostomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada
Kesimpulan
Seorang dokter itu haruslah melakukan tugasnya secara profesional dan memastikan
dirinya berada dalam keadaan yang optimal dan senatiasa menerapkan etika profesi
kedokteran yang berlandaskan konsep moral, yaitu prinsip otonomi, prinsip beneficence,
prinsip non-maleficence, dan prinsip justice. Setiap tindakan haruslah memiliki persetujuan
dari pasien, suatu tindakan medis terhadap pasien tanpa memperoleh persetujuan terlebih
dahulu dari pasien tersebut dapat dianggap sebagai penyerangan atas hak orang lain atau
melanggar hukum. Namun, euthanasia dari segi hukum yang antaranya dibahas pada Pasal
338, 340, 344, 345, dan 359, tetap dianggap sebagai perbuatan yang dilarang dan tidak
dimungkinkan dilakukan pengakhiran hidup seseorang sekalipun atas permintaan orang itu
sendiri. Perbuatan tersebut tetap dikualifikasi sebagai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan
yang diancam dengan pidana bagi siapa yang melanggar larangan beberapa pasal KUHP yang
berkaitan dengan eutanasia.
Daftar pustaka
1. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid I. Edisi IV. Jakarta: Departemen penyakit dalam UI;2008.h.150-3.
2. Bagian kedokteran forensik FKUI. Permenkes RI No 585/ Menkes/ PER/ IX/
1989.Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Jakarta:Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran UI; 1994. h. 2-44.
3. Sampurna. Budi., Syamsu. Zulhasmar., Siswaja. Tjetjep Dwidja.Bioetik dan Hukum
Kedokteran.Jakarta:Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran UI.2007.h.418.
4. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja T. Informed consent. Rahasia kedokteran. Bioetik
dan Hukum Kedokteran. Jakarta : Pustaka Dwipar ; 2007. h. 72-81.
5. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid I. Edisi IV. Jakarta: Departemen penyakit dalam UI;2008.h.150-3