Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Kelemahan otot menjadi paralisis yang disebabkan oleh hipokalemia merupakan kejadian
potensial yang dapat mengancam jiwa namun merupakan keadaan darurat medis yang reversibel.
Paralisis otot hipokalemia dapat terjadi karena hilangnya K
dari ginjal atau gastrointestinal yang disebabkan oleh gangguan asam-basa atau distimulasi oleh
obat-obatan atau hormon endogen.
Paralisis Periodik merupakan kelainan pada membran sel otot yang kini dikenal sebagai
salah satu kelompok kelainan penyakit chanellopathy pada otot skeletal. Paralisis Periodik
Hipokalemi (HypoPP) adalah gangguan kelompok heterogen yang menggambarkan kelemahan
otot episodik terkait dengan hipokalemi dari pergeseran K + yang akut ke dalam sel yang tidak
terkait dengan gangguan asam-basa atau substansi eksogen.
familial, yang lebih umum di kalangan kaukasian non-Hispanik, dan sebagian besar disebabkan
oleh mutasi pada otot rangka Cav1.1 volted-gated Ca2
channel.
Nonfamilial HypoPP termasuk Paralisis Periodik Tirotoksikosis (PPT) dan Paralisis Periodik
Sporadik (SPP), yang lebih umum di antara orang Asia dan Hispanik. Meskipun insiden PPT di
negara-negara Asia (2%) adalah sekitar 10-20 kali lebih tinggi dari kejadian pada populasi etnis
non-Asia (0,1% -0,2%). 1
PARALISIS PERIODIK
Paralisis Periodik adalah gangguan otot rangka yang mana pasien mengalami serangan
kelemahan otot dengan durasi dan tingkat keparahan yang bervariasi. Serangan bisa berlangsung
dari beberapa menit sampai beberapa hari. Kelemahan saat serangan dapat general atau fokal.
Variabilitas gejala sering menyebabkan keterlambatan diagnosis dan pengobatan yang akurat.
Meskipun fenotip klinis Paralisis Periodik telah disadari selama bertahun-tahun, hanya
baru-baru ini patofisiologi yang mendasari telah disimpulkan pada tingkat genetika molekuler.
Dalam
semua
bentuk
gangguan
ini,
pemeriksaan
elektrofisiologi
selama
serangan
mengungkapkan bahwa serat membran otot rangka dalam keadaan sebagian terdepolarisasi dan
inexcitable. Eksitabilitas membran otot tergantung pada koordinasi interaksi kunci saluran ion
voltaged-gate. Sekarang diketahui bahwa baik disfungsi Paralisis Periodik dalam bentuk genetik
atau diperoleh patofisiologi yang mendasari adanya ikatan membran dengan kanal ion dan
menjelaskan eksitabilitas otot yang berubah. Paralisis Periodik merupakan salah satu
channelopathies neurologis pertama ditandai pada tingkat genetik dan seluler.2
Dibedakan menjadi Paralisis Periodik primer dan sekunder. Paralisis periodik primer
memiliki karakteristik : bersifat herediter, sebagian besar berhubungan dengan perubahan kadar
kalium dalam darah, kadang disertai miotonia, adanya gangguan pada ion channels. Paralisis
Periodik primer meliputi Paralisis Periodik hipokalemia, hiperkalemia dan paramiotonia.
Paralisis Periodik Tirotoksikosis adalah Paralisis Periodik sekunder. Atas dasar kadar kalium
darah pada saat serangan , dibedakan 3 jenis paralisis periodik yaitu: 1
1.
2.
3.
serangan pertama bervariasi dari 1-20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun
dan kemudian menurun dengan peningkatan usia.1,3
Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh dan
menghantarkan aliran saraf di otot. Kalium mempunyai peranan yang dominan dalam hal
eksitabilitas sel, terutama sel otot jantung, saraf, dan otot lurik. 3 Kalium mempunyai peran vital
terutama intrasel. Ion ini akan masuk ke dalam sel dengan cara transport aktif. Fungsi kalium
akan nampak jelas terutama pada aktivitas otot jantung, otot lurik, dan ginjal. Eksitabilitas sel
sebanding dengan rasio kadar kalium di dalam dan di luar sel. Berarti bahwa setiap perubahan
dari rasio ini akan mempengaruhi fungsi dari sel sel yaitu tidak berfungsinya membrane sel
yang tidak eksitabel. Kadar kalium normal intrasel adalah 135 150 mEq/L dan ekstrasel adalah
3,5 5,5 mEq/L. Dengan demikian situasi di dalam sel adalah elektronegatif dan terdapat
membrane potensial istirahat kurang lebih sebesar -90 mvolt.3,4
ETIOLOGI
Hipokalemia dapat terjadi karena adanya, misalnya: 1,5
a. Setelah olah raga, jaringan melepaskan kalium yang meningkatkan konsentrasi lokal
kalium. Hal ini menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, yang akan mencegah treshold
sistemik dari kalium itu sendiri akibat vasodilatasi pembuluh darah. ini menyebabkan
rhabdomiolisis.
b. Hiperinsulinemia, yang akan meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada saat serangan
akan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstraselular masuk ke dalam sel, sehingga pada
pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia.5
c. Obat, Kalium bisa hilang lewat urin karena beberapa alasan. Misalnya penggunaan obat
diuretik tertentu ,obat-obatan asma (albuterol, terbutalin dan teofilin), meningkatkan
perpindahan kalium ke dalam sel dan mengakibatkan hipokalemia.
Kebanyakan kasus pada periodik paralisis hipokalemi terjadi karena mutasi dari gen
reseptor dihidropiridin pada kromosom 1q. Reseptor ini merupakan calcium channel yang
bersama dengan reseptor ryanodin berperan dalam proses coupling pada eksitasi-kontraksi
otot.4,5 Fontaine et.al telah berhasil memetakan mengenai lokus gen dari kelainan HypoPP
ini terletak tepatnya di kromosom 1q2131. Dimana gen ini mengkode subunit dari L-type
calcium channel dari otot skeletal secara singkat di kode sebagai CACNL1A3. Mutasi dari
CACNL1A3 ini dapat disubsitusi oleh 3 jenis protein arginin (Arg) yang berbeda,
diantaranya Arg-528-His, Arg-1239-His, dan Arg-1239-Gly. Pada Arg-528-His terjadi
sekitar 50 % kasus pada periodik paralisis hipokalemi familial dan kelainan ini kejadiannya
lebih rendah pada wanita dibanding pria.
1,3
pelepasan ion kalsium oleh retikulum sarkoplasma, yang kemudian terjadi aksi potensial
pada motor end-plate yang dicetuskan oleh depolarisasi dari transverse tubule (T tubule).
Ketepatan dan kecepatan dari jalur sinyal ini tergantung aksi koordinasi beberapa kelas
voltage-sensitive kanal ion. Mutasi dari gen dari kanal ion tersebut akan menyebabkan
kelainan yang diturunkan disebut chanelopathies yang cenderung menimbulkan gejala
yang paroksismal : miotonia atau periodik paralisis dari otot-oto skeletal. Defek pada kanal
ion tersebut dapat menyebabkan hipokalemia namun mekanismenya belum diketahui,
meningkatkan eksitasi elektrik suatu sel, menurunkan kemampuan eksitasi, bahkan dapat
menyebabkan kehilangan kemampuan eksitasi. Kehilangan dari eksitasi listrik pada otot
skeletal merupakan kelainan dasar dari periodik paralisis.3
PATOFISIOLOGI
Dasar fisiologis kelemahan otot flaksid adalah tidak adanya eksitabilitas membran otot
(yakni, sarkolema). Perubahan kadar kalium serum bukan defek utama pada PP primer;
perubahan metabolisme kalium adalah akibat PP. Pada primer dan tirotoksikosis PP, paralisis
flaksid terjadi dengan relatif sedikit perubahan dalam kadar kalium serum, sementara pada PP
sekunder, ditandai kadar kalium serum tidak normal.2,4
Tidak ada mekanisme tunggal yang bertanggung jawab untuk kelainan pada kelompok
penyakit ini. Kelemahan biasanya secara umum tetapi bisa lokal. Otot-otot kranial dan
pernapasan biasanya tidak terkena. Reflek regang tidak ada atau berkurang selama serangan.
Serat otot secara elektrik tidak ada hantaran selama serangan. Kekuatan otot normal diantara
serangan, tetapi setelah beberapa tahun, tingkat kelemahan yang menetap semakin berkembang
pada beberapa tipe PP (khususnya PP primer). Semua bentuk PP primer kecuali Becker myotonia
kongenital (MC) juga terkait autosomal dominan atau sporadik (paling sering muncul dari paint
mutation).
Ion channel yang sensitif tegangan secara tertutup meregulasi pergantian potensialaksi
(perubahan singkat dan reversibel tegangan mebran sel). Disana terdapat permeabelitas ion
channel yang selektif dan bervariasi. Energi tergantung voltase ion channel terutama gradien
konsentrasi. Selama berlangsungnya potensial aksi ion natrium bergerak melintasi membran
melalui voltage-gated ion channel.
Masa istirahat membran serat otot depolarisasi terutama oleh pergerakan klorida melalui
channel klorida dan depolarisasi kembali oleh gerakan kalium, natrium, klorida dan kalsium
channelopati sebagai sebuah grup , dihubungkan dengan miotonia dan PP. Subunit fungsional
channel natrium, kalsium dan kalium adalah homolog. Natrium channelopati lebih dipahami
daripada kalsium atau klorida channelopati.
GEJALA KLINIS
Gejala biasanya muncul pada kadar kalium <2,5 mEq/L. Sebagai gejala klinis dari periodik
paralisis hipokalemi ini ditandai dengan: adanya mual dan muntah, diare, poliuria , fatigue ,
dapat menjadi gejala awal yang timbul sebelum serangan namun hal ini tidak selalu diikuti
dengan terjadinya serangan kelemahan. Dapat disertai nyeri otot/kram, didapati kelemahan otototot skeletal, distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada tungkai biasanya
terjadi lebih dulu daripada lengan, dapat juga terjadi sebaliknya dimana kelemahan lebih dulu
terjadi pada lengan yang kemudian diikuti kelemahan pada kedua tungkai. Otot-otot lain yang
jarang sekali lumpuh diantaranya otot-otot dari mata, wajah, lidah, pharing, laring, diafragma.
Tidak pernah ada gangguan dari sensoris ataupun kognitif yang berhubungan dengan kadar
kalium yang rendah di dalam darah.3-5
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik ditemukan: kelemahan anggota gerak, biasanya simetris, sisi
proksimal lebih berat. Refleks tendon menurun, sensoris masih baik, dapat disertai aritmia
kordis.1,6
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium 4,6,7
1. Kadar elektrolit serum dan urin
- Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu keadaan
-
sel.
- Asidosis menyebabkan kehilangan K+ langsung dalam urin.
5. Hormon tiroid: T3,T4 dan TSH
normal
Mild
hipokalemia
severe
hipokalemia
c. EMG (Elektromiografi)9
Pada saat serangan terdapat amplitudo yang menurun dan duration muscle action potensial
yang menurun.
ditoleransi pasien karena iritasi lambung. Makanan yang mengandung kalium cukup
banyak dan menyediakan 60 mmol kalium.
b. Kecepatan Pemberian Kalium Intravena
Kecepatan pemberian tidak boleh dikacaukan dengan dosis. Jika kadar serum > 2 mEq/L,
maka kecepatan lazim pemberian kalium adalah 10 mEq/jam dan maksimal 20 mEq/jam
untuk mencegah terjadinya hiperkalemia. Pada anak, 0,51 mEq/kg/dosis dalam 1 jam.
Dosis tidak boleh melebihi dosis maksimum dewasa. Pada kadar < 2 mEq/L, bisa diberikan
kecepatan 40 mEq/jam melalui vena sentral dan monitoring ketat di ICU. Untuk koreksi
cepat ini, KCl tidak boleh dilarutkan dalam larutan dekstrosa karena justru mencetuskan
hipokalemia lebih berat.
c. Kalium IV
KCl sebaiknya diberikan iv jika pasien tidak bisa makan dan mengalami hipokalemia
berat. Pada koreksi hipokalemia berat (< 2 mmol/L), sebaiknya gunakan NaCl, bukan
dekstrosa. Pemberian dekstrosa bisa menyebabkan penurunan sementara K + serum
sebesar 0,21,4 mmol/L karena stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa.
Infus yang mengandung KCl 0,3% dan NaCl 0,9% mengandung 40 mmol K+ /L.
Volume besar dari normal saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan. Jika ada
aritmia jantung, dibutuhkan larutan K+ yang lebih pekat diberikan melalui vena sentral
dengan pemantauan EKG. Pemantauan teratur sangat penting. Pikirkan masak-masak
sebelum memberikan > 20 mmol K+/jam. Konsentrasi K+ > 60 mmol/L sebaiknya
dihindari melalui vena perifer, karena cenderung menyebabkan nyeri dan sklerosis vena.
d. Diet Kalium
Diet yang mengandung cukup kalium pada orang dewasa rata-rata 50-100 mEq/hari
(contoh makanan yang tinggi kalium termasuk kismis, pisang, aprikot, jeruk, advokat,
kacang-kacangan, dan kentang).
B. Koreksi Magnesium
Hipokalemia tidak dapat dikoreksi apabila konsentrasi magnesium rendah, sehingga perlu
juga diperiksa kadar magnesium. Peran magnesium dalam fungsi seluler adalah berperan
dalam pertukaran ion kalsium, natrium dan kalium transmembran pada fase depolarisasi
dan repolarisasi, melalui aktivasi enzim Ca-ATPase dan Na-ATPase. Defisiensi Mg akan
menurunkan konsentrasi kalium dalam sel dan meningkatkan konsentrasi Na dan Ca dalam
sel yang pada akhirnya mengurangi ATP intraseluler, sehingga Mg dianggap sebagai
stabilisator membrane sel. Magnesium juga merupakan regulator dari berbagai kanal ion.
Konsentrasi Mg yang rendah intraseluler membuat kalium keluar sel sehingga
mengganggu konduksi dan metabolisme sel. Pada pasien dengan hipomagnesium,
monitoring untuk serum magnesium yang ingin dicapai adalah antara 2 4 mmol/liter.5