PENDAHULUAN
dalam Bawono, 2009). Begitu juga yang terjadi pada gempa Padang tanggal 30
September 2009, bahwa bangunan yang rusak akibat gempa bukan hanya bangunan
nonengineered saja melainkan bangunan bangunan engineered seperti gedung
perkantoran, gedung pendidikan, bahkan gedung rumah sakit atau gedung fasilitas
kesehatan lainnya. Berikut adalah contoh bangunan bangunan runtuh dibeberapa
kota akibat gempa :
Bangunan -
bergantung pada tingkatan penting atau tidaknya suatu bangunan. Pada saat itu telah
berkembang suatu konsep perencanaan berbasis kinerja (performance based
design) yang merupakan kombinasi dari aspek tahanan dan aspek layan. Ditinjau
dari fungsinya, suatu bangunan akan mempunyai tingkat kerentanan yang berbeda
untuk fungsi yang berbeda dengan parameter tingkat kinerja atau level of
3
Untuk klas situs SC (tanah keras) nilai-nilai SDS untuk 15 kota besar
ditunjukkan pada Gambar 1.1. Tampak bahwa ada kota-kota yang, dengan
berlakunya SNI Gempa 2012, nilai spectra respons percepatan pada perioda
pendek SDS bertambah besar ada pula yang menjadi kecil. Nilai SDS SNI Gempa
2012 untuk 10 kota yang lain lebih besar dari nilai SDS SNI Gempa 2002.
Pertambahan nilai yang terbesar terjadi untuk kota Semarang dan Palu yang
bertambah
menjadi 2,18 kali nilai pada SNI Gempa 2002. Setelah itu kota
Yogyakarta, Surabaya dan Bandung naik berturut-turut menjadi 1,79; 1,68 dan 1,64
kali. Kota lainnya yaitu Banda Aceh, Jayapura, Padang, Surakarta dan Jakarta naik
berturut-turut menjadi 1,5; 1,43; 1,28; 1,22 dan 1,14 kali SDS SNI Gempa 2002
(Arfiadi dan Satyarno, 2013).
Berikut adalah peta gempa maksimum menurut SNI 2012 yang
dipertimbangkan risiko tertarget (MCER) parameter-parameter gerak tanah Ss, dan
S1, kelas situs SB. Peta Gempa SNI 2012 ini lebih rinci dan detail untuk setiap
lokasi.
Gambar 1.2 Parameter nilai percepatan respon spektral gempa MCER risikotertarget pada periode pendek teredam 5 persen.
adalah sebagai
berikut :
Gedung ini didesain menggunakan peraturan SNI 2002 yang menetapkan bahwa
gedung pendidikan masuk dalam kelompok kegunaan II atau kategori resiko
immediate occupancy, yaitu tingkat kinerja bangunan-bangunan kelompok
kegunaan II ini setelah terjadi gempa harus bisa tetap beroperasi walaupun tidak
secara penuh. Pada tingkat kinerja ini ada kerusakan sebagian yang terjadi pada
bagian-bagian mekanikal, elektrikal, serta arsitektural dengan kerusakan struktur
bangunan ringan sehingga aman untuk langsung dihuni kembali Tingkat kinerja
bangunan-bangunan kelompok kegunaan II ini setelah terjadi gempa harus bisa
tetap beroperasi walaupun tidak secara penuh. Pada tingkat kinerja ini ada
kerusakan sebagian yang terjadi pada bagian-bagian mekanikal, elektrikal, serta
arsitektural dengan kerusakan struktur bangunan ringan sehingga aman untuk
langsung dihuni kembali. Secara struktural bangunan-bangunan kelompok
kegunaan
II
seharusnya
mempunyai
respon
plastis
yang
kecil.
Tabel 1.1 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa
10
12
13
Kinerja Struktur,
Kinerja Struktur didapat dari kombinasi antara level kinerja struktur dan
nonstruktur. Sasaran kinerja bangunan terdiri dari kejadian gempa rencana
(hazard), dan taraf kerusakan yang diijinkan atau level kinerja (performance
level) dari banfunan terhadap kejadian gempa tersebut. Menurut FEMA 273
(1997) kategori level kinerja struktur antara lain adalah sebagai berikut :
a) Operasional Level
b) Immediate Occupancy Level
c) Life Safety Performance Level
d) Collapse Prevention Level
Pada peneleitian ini, jenis bangunan yang digunakan dalam evaluasi
dikategorikan sebagai Operational Level (OL).
2.
Kekuatan Struktur,
Kekuatan Struktur adalah kemampuan atau kapasitas struktur bangunan
dalam menerima beban, baik beban struktur itu sendiri maupun beban
gempa. Pada penelitian ini, dilakukan cek kekuatan struktur antara lain kuat
lentur balok dan kolom (momen nominal dan momen kapasitas), gaya geser
kolom dan balok, dan memperhitungkan Demand Capacity Ratio (DCR)
dari kekuatan struktur yang tersedia bangunan tersebut.
3.
Immediate Occupancy,
Immediate Occupancy adalah kondisi level bangunan dimana pada saat
terjadi gempa terdapat kerusakan pada struktur tetapi kerusakan tersebut
tidak terlalu berarti, maksudnya kekuatan dan kekakuan masih hampir sama
dengan kondisi sebelum gempa. Kondisi komponen nonstruktur masih
berfungsi dan berada atau tersedia ditempatnya. Paad level ini, bangunan
masih bisa digunakan tanpa terganggu pada masalah perbaikan kerusakan
14
bangunan tersebut. Risiko dari korban yang terjadi pada level kinerja ini
sangat kecil.
4.
Kerusakan struktur,
Kerusakan Struktur dapat dideteksi sedini mungkin karena suatu kerusakan
dapat merembet, memicu, dan memperparah kerusakan lainnya. Pada
umumnya bangunan gedung direncanakan dapat berfungsi selama masa
layan tertentu. Namun selama masa layannya, bangunan rentan terhadap
kerusakan akibat berbagai hal. Beberapa penyebab kerusakan antara lain
adalah karena :
a) masalah durability akibat material yang kurang baik,
b) kesalahan perencanaan dan pelaksanaan,
c) lingkungan agresif yang belum diantisipasi saat perencanaan,
d) overloading akibat kenaikan beban karena perubahan fungsi/pemakaian
bangunan,
e) kenaikan life-span,
f) penyebab khusus dan beban berlebih seperti gempa, banjir, kebakaran,
dan
g) Life-span yang berbeda-beda antara bahan-bahan struktur dan non
struktur.
Pada penelitian Tesis ini akan dievaluasi kemungkinan kerusakan yang
dapat terjadi pada suatu struktur akibat beban gempa.
5.
Faktor Daktilitas
Daktilitas adalah kemampuan bangunan untuk merubah kekakuannya dan
menyerap energi gempa untuk tetap menjaga integrasi struktur. Fungsi
daktilitas untuk menjaga integrasi bangunan agar penghuni dapat
menyelamatkan diri.
Nilai faktor daktilitas suatu bangunan gedung () di dalam perencanaan
struktur bangunan gedung dapat dipilih menurut kebutuhan, tetapi tidak
boleh diambil lebih besar dari nilai faktor daktilitas maksimum m yang
15
6.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
17
Permodelan struktur infill walls pada analisis dinamik linier memberikan kontribusi
kekuatan cukup besar dibandingkan dengan permodelan struktur open frame.
Analisis statik nonlinier (pushover) berdasarkan metode spektrum kapasitas ATC
40 (1996) menghasilkan target simpangan sebesar 0.279 m dan 0.263 m akibat
beban lateral arah X dan Y. Berdasarkan metode koefisien perpindahan FEMA 356
(2000) menghasilkan target simpangan sebesar 0.064 dan 0.080 m akibat beban
lateral arah X dan Y. Level kinerja bangunan yang dihasilkan dari analisis statik
nonlinier (pushover) untuk struktur immediate occupancy level yang berarti struktur
masih dapat digunakan setelah gempa terjadi, sedangkan komponen nonstruktur
yang berupa dinding pasangan bata mengalami kerusakan.
Pranata (2006) Dalam penelitian Evaluasi Kinerja Gedung Beton
Bertulang Tahan Gempa dengan Pushover Analysis, dilakukan evaluasi kinerja
terhadap tiga gedung beton bertulang menggunakan pushover analysis dan analisis
inelastik dinamik riwayat waktu (inelastic dynamic time history analysis). Evaluasi
kinerja dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan target peralihan. Parameter
ini yang akan digunakan dalam menentukan kriteria kinerja struktur. Beberapa
metode yang digunakan adalah : SNI 03-1726-2002 sebagai syarat peralihan, ATC40 sebagai metoda capacity spectrum, kemudian FEMA 356 dan FEAM 440
sebagai metode displacement coefficient. Dalam penelitian ini analisis beban
dorong menggunakan program ETABS dan analisis riwayat waktu menggunakan
DRAIN-2D. Pada analisis riwayat waktu, beban gempa yang digunakan adalah El
Centro 1940, Bucharest 1977, Florest 1992, dan Pacoima Dam 1971.
Dari hasil analisis, dibandingkan hasil target peralihan dari empat metoda
yang digunakan yaitu ATC-40, FEMA 356, FEMA 440, dan SNI 1726-2002 yang
menunjukan bahwa kinerja batas yltimit menurut SNI 1726-2002 lebih besar
daripada target peralihan yang dihitung menurut ATC-40, FEMA 356, dan FEMA
440. Kemudian dari hasil pushover analysis menurut riwayat waktu, peralihan yang
diakibatkan oleh gempa EL Centro, Pacoima dan Flores belum melampaui target
peralihan (pushover analysis). Sedangkan gempa bucharest telah melampaui target
peralihan. Dari hasil analisis Gaya Geser Dasar vs Peralihan yang dinyatakan dalam
kurva, menunjukkan bahwa gempa El Centro, Flores, dan Pacoima nilai
maksmimum envelope peralihan belum melampaui target peralihan sesuatu hasil
20
dari analisis beban dorong, sedangkan untuk gempa Bucharest sudah melampaui.
Kesimpulan dari hasil analisis didapatkan bahwa Gempa El Centro, Pacoima dan
Flores apabila dibandingkan dengan analisis beban dorong, hasil peralihan, drift
dan rotasi sendi plastis yang terjadi jauh lebih kecil, maka analisis beban dorong
cukup rasional dan dapat diandalkan untuk evalusi perliku seismik.
Afandi (2010) dalam skripsi berjudul Evaluasi Kinerja Seismik Struktur
Beton Dengan Analisis Pushover Menggunakan SAP2000 (Studi Kasus : Gedung
Rumah Sakit di Surakarta), dalam penelitian ini dilakukan evaluasi bangunan pada
bangunan rumah sakit yang terdiri dari 5 lantai dan 2 lantai basement dengan
dinding geser untuk mengetahui pola keruntuhan gedung setelah dianalisis dengan
pushover dan perilaku gedung apakah linier atau menjadi nonlinier. Kriteria kinerja
seismik struktur bangunan ditentukan menggunakan code ATC-40 dan kemudian
untuk mengetahui pola keruntuhan bangunan sehingga diketahui joint-joint yang
mengalami kerusakan dan mengalami kehancuran. Setelah dilakukan analisis
mengunakan program SAP2000, gedung yang termasuk dalam level kinerja
immediate Occupancy terdapat kerusakan pada struktur dimana kekuatan dan
kekakuannya hampir sama dengan kondisi sebelum gempa dan gedung dapat
digunakan kembali. Dari kurva arah Y memberikan gambaran perilaku struktur dari
tahap kondisi elastis, in-elastis kemudian mengalami keruntuhan yang ditunjukkan
kurva dengan penurunan tajam, kemudia konsep desai\n strong column weak beam
telah dipenuhi yang ditunjukkan terbentuknya sendi plastis diawali dari elemen
balok yang kemudian pada saat mencapai performance point mayoritas elemen
balok terbentuk sendi plastis kemudian pada bagian elemen balok mencapai kondisi
batas in-elastis.
21
22
BAB III
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang digunakan sebagai
pedoman dasar pada penulisan tesis ini. Landasan teori pada penelitian ini antara
lain adalah Teori Evaluasi dan Mitigasi Bangunan Gedung Terhadap Bencana
Gempa, Filosofi Bangunan Tahan Gempa, Theory Capacity Design, Desain Kinerja
Struktur Tahan Gempa (Performance Based Design), Jenis Respon Struktur,
Prosedur Evaluasi Kekuatan Struktur Bangunan Existing Mengacu pada FEMA
310, Rapid Visual Screening (RVS), Evaluasi Tahap 2, Evaluasi Analisis Statik
Non Linier, dan Sendi Plastis.
Configuration check
Configuration check adalah tahapan lanjutan dari penyelidikan secara visual
kolom pendek, soft story, bangunan bersebelahan, dan set back pada bentuk
bangunan tersebut. Misalnya, bangunan perlu di evaluasi apabila memiliki denah
yang irreguler (tidak beraturan) karena diduga akan terdapatnya momen puntir.
Strength check
Cek kekuatan bangunan dilakukan dengan melakukan analisis struktur
bangunan baik dengan analisis linier statik elastik maupun analisis linier statik
dinamik elastik. Dari hasil analisis tersebut, maka akan dilakukan cek demand
capacity ratio dari hasil kapasitas momen, gaya geser, serta gaya aksial dari elemenelemen pada bangunan tersebut.
4. Performance based design
Saat ini perencanaan struktur untuk bangunan tahan gempa sudah mulai
populer digunakan perencanaan yang berbasis kinerja (Performance Based Seismic
Design) dimana kinerja struktur dijadikan sebagai sasaran perencanaan. Pada
26
perencanaan ini disyratkan suatu level kinerja yang diinginkan. Lever kinerja
tersebut menurut FEMA 356 (2000), adalah sebagai berikut:
a) Operational Performance Level
b) Immediate Occupancy Level
c) Life Savety Level
d) Collpse Prevention Level
Dengan membandingkan antara kapasitas struktur dan tuntutan kinerja,
analisis kinerja dapat dilakukan. Demand atau tuntutan kinerja merupakan
representasi dari pergerakan tanah akibat gempa sehingga parameter yang
digunakan adalah perpindahan struktur, sedangkan kapasitas struktur merupakan
representasi dari kemampuan struktur untuk memikul seismic demand. Kinerja
struktur akan diperoleh jika kapasistas struktur lebih besar dari pada seismic
demand.
Matrik Desain Tujuan Batas Kinerja seperti yang ditunjukan pada Gambar
3.2 dibawah, yang telah diusulkan untuk bangunan oleh Vision 2000 Committee
dan sekarang ini telah digunakan secara luas oleh para komunitas pakar kegempaan
(Bertero dan Bertero, 2002).
Gambar 3.2. Matrix hubungan Level desain gempa dengan Level Kinerja
Bangunan.
(sumber : Bertero, R.D dan Bertero, V.V, 2002)
27
28
30
m : massa bangunan
Dalam hal ini struktur memberikan respon percepatan yang sama besar
dengan percepatan getaran gempa pada tanah di dasar bangunan. Namun umumnya
struktur-struktur bangunan mempunyai nilai kekakuan lateral yang beraneka ragam
dan dengan demikian memiliki waktu getar alami, T yang berbeda-beda pula. Oleh
karenanya respon percepatan maksimum struktur tidak selalu sama besar dengan
percepatan getaran gempa. Gambar 3.3 memperlihatkan respon percepatan
maksimum berbagai struktur berderajat kebebasan tunggal yang terletak di atas
suatu lapisan tanah dan mengalami getaran gempa tertentu. Kurva- kurva diatas
lazim disebut sebagai spektrum respon percepatan yang merupakan hasil idealisasi
atau smothing dari respon sesungguhnya yang biasa berbentuk tidak teratur.
Tampak dalam Gambar 3.3 suatu struktur dapat mengalami gaya inersia gempa
yang beberapa kali lebih besar dari berat bangunannya (sebesar
1.0 mg dengan m : massa bangunan dan g : percepatan gravitasi). Mengingat
kemungkinan besarnya gaya inersia gempa yang bekerja pada titik pusat massa
bangunan, maka telah diterima sebagai suatu kenyataan, bahwa tidaklah ekonomis
untuk merencanakan struktur-struktur umum sedemikian kuatnya, sehingga tetap
berperilaku elastis saat dilanda gempa kuat.
31
Gambar 3.4. Respon Struktur Berperilaku Elastis dan Elastoplastis saat Terjadi
Gempa Kuat (a).
Serangkaian hasil analisis dinamis menunjukkan bahwa struktur daktail dengan
waktu getar alami T yang relatif panjang cenderung untuk memiliki respon
elastoplastis dengan defleksi maksimum yang sama besar
dengan defleksi
33
(2 1).
34
(b). Sendi Plastis pada Kolom Tidak Menyebabkan Keruntuhan Lokal pada Satu
Tingkat (Mekanisme Keruntuhan yang Tidak Diinginkan)
Gambar 3.5. Mekanisme Khas yang Dapat Terjadi pada Portal Rangka Terbuka
column-weak beam). Keruntuhan geser pada balok yang bersifat getas juga
diusahakan agar tidak terjadi lebih dahulu dari kegagalan akibat beban lentur pada
sendi-sendi plastis balok setelah mengalami rotasi-rotasi plastis yang cukup besar.
Pada prinsipnya, dengan konsep desain kapasitas, elemen-elemen utama
penahan beban gempa dapat dipilih, direncanakan dan didetail sedemikian rupa,
sehingga mampu memencarkan energi gempa dengan deformasi inelastis yang
cukup besar tanpa runtuh, sedangkan elemen-elemen lainnya diberi kekuatan yang
cukup, sehingga mekanisme yang telah dipilih dapat dipertahankan pada saat terjadi
gempa kuat. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar mekanisme ni dapat
dijamin tercapai adalah :
1.
Faktor peningkatan kuat lentur balok sebagai elemen utama pemencar energi
gempa. Mengetahui secara tepat kuat lentur daerah sendi plastis balok, yang
sengaja direncanakan sebagai bagian yang lemah, merupakan hal yang sangat
penting untuk memastikan kolom-kolom lebih kuat dan kegagalan getas akibat
beban geser tidak terjadi lebih awal dari terbentuknya sendi-sendi plastis
dengan deformasi lentur yang cukup besar.
36
Gambar 3.7. Hubungan Tegangan Regangan Tekan Beton Dengan dan Tanpa
Pengaruh Pengekangan.
2.
sebagian besar sendi plastis terjadi pada ujung-ujung akhir bentang balok. Bila
daerah sendi plastis ini sudah direncanakan penulangannya, maka momen kapasitas
balok dapat diperhitungkan sebagai momen rencana yang bekerja pada kolom.
Masalahnya, penentuan besarnya bagian momen rencana yang harus diterima oleh
kolom sebelah atas dan kolom sebelah bawah balok tidak mudah dilakukan. Pola
pembagian momen dari hasil analisis elastis akibat beban statik ekuivalen hanya
benar bila yang dominan ialah ragam pertama vibrasi struktur. Namun, akibat
terjadinya plastifikasi pada sebagian besar pada sebagian besar elemen-elemen
struktur, maka ragam-ragam vibrasi yang lebih tinggi menjadi cukup dominan,
sehingga pola distribusi momen yang diperoleh dari hasil analisis elastis akan
mengalami perubahan yang cukup besar. Adapun nilai kuat lentur kolom harus
memenuhi persamaan sebagai berikut :
6
M e 5 M g
Dimana :
M e : Jumlah momen pada pusat hubungan balok kolom, sehubungan dengan
kuat lentur nominal kolom yang merangka pada hubungan balok kolom
tersebut.
M g : Jumlah momen pada pusat hubungan balok kolom, sehubungan dengan
kuat lentur nominal balok-balok yang merangka pada hubungan balok
kolom tersebut.
Perlu pula diketahui, bahwa meskipun penampang kolom mungkin menjadi lebih
besar kebutuhan tulangan memanjang bertambah sebagai konsekuensi penerapan
persamaan diatas., namun dengan adanya jaminan tidak akan terbentuknya sendi
plastis pada ujung0ujung kolom di atas lantai dasar, beberapa keuntungan dapat
diperoleh antara lain :
a. Kolom yang lebih sulit diperbaiki daripada balok, kini dilindungi dengan
tingkat keamanan yang lebih tinggi terhadap bahaya kerusakan.
38
lebih
besarnya
penampang
kolom
justru
memperbaiki
3.
Redistribusi Momen
Dari hasil superposisi momen akibat beban gravitasi dan momen akibat
beban lateral akan diperoleh momen tumpuan (negatif) yang bertambah besar dan
momen lapangan (positif) yang relatif jauh lebih kecil. Di samping itu, dapat pula
terjadi perbedaan momen pada muka tumpuan balok di samping kanan dan kiri
kolom interior. Tidak berimbangnya momen lentur di daerah tumpuan dan lapangan
seringkali dapat menyebabkan tinggi balok tidak dimanfaatkan secara optimal
untuk memperoleh kuat lentur yang diperlukan. Momen tumpuan yang terlalu besar
dan adanya perbedaan momen tumpuan balok di samping kiri dan kanan kolom
interior dapat mengakibatkan diperlukannya tulangan lentur pada balok secara
berlebihan dari yang benar-benar dibutuhkan. Hal ini mengingat bahwa balok
sebenarnya mampu meredistribusi momen melalui aksi inelastis. Tulangan lentur
balok yang berlebihan membawa konsekuensi pada pembesaran momen rencana
kolom dan pondasi. Guna mengatasi masalah-masalah tersebut dapat digunakan
teknik redistribusi momen dalam proses perencnaan dengan tujuan :
39
(1
20% . (3.2)
0.85 1
600
600+
4. Kualitas Pendetailan
Konsep desain Kapasitas hanya akan berhasil menjamin struktur untuk
berperilaku memaskan saat terjadi gempa kuat apabila disertai dengan pendetailan
40
yang baik pada elemen-elemen struktur dan join-joinnya. Daerah- daerah sendi
plastis perlu didetail secara khusus agar mampu derdeformasi secara inelastis cukup
besar sesuai dengan daktilitas yang dituntut. Namun daerah-daerah di luar sendi
plastis harus diusahakan agar sedapat-dapatnya tetap elastis, tergantung dari
intensitas gempa yang terjadi. Pada daerah- daerah di luar sendi plastis ini tidak
perlu dilakukan pendetailan khusus.
Sumber utama pemencaran energi suatu portal beton bertulang rangka
terbuka adalah sendi-sendi plastis pada balok-balok di seluruh lantai dan pada
penampang kolom terbawah yang berhubungan dengan pondasi. Ragam
keruntuhan portal dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8. Mekanisme Plastis yang Diharapkan Terjadi Dari Suatu Portal
Rangka Terbuka Bertingkat Tinggi dan Daerah-daerah Elastis yang Memerlukan
Perhatian Khusus
Sedangkan respon dari penampang-penampang lainnya seperti penampang
tengah bentang, kolom-kolom di atas kolom-kolom dasar dan join balok kolom
harus masih dalam keadaan elastis. Perencanaan dengan ragam keruntuhan yang
telah ditentukan dan tempat-tempat sumber pemencaran energi yang telah dipilih,
sedangkan penampang-penampang lainnya direncanakan lebih kuat dari sendisendi plastis yang dapat terjadi, disebut Perencanaan Kapasitas atau Capacity
Design.
41
non
linier
dimana
struktur
dibebani
oleh
gaya
lateral
(untuk
43
Immediate
Occupancy
(elastis)
Damage
Control
Life
Safety
0.01
0.01-0.02
0.02
0.005
0.005-0.015
No limit
Structural
Stability (Collapse
Prevention Stage)
V
0.33 i
Pi
No limit
Kinerja bangunan didapat dari kombinasi antara level kinerja struktur dan
nonstruktur. Sasaran kinerja bangunan terdiri dari kejadian gempa rencana
(hazard), dan taraf kerusakan yang diijinkan atau level kinerja (performance level)
dari banfunan terhadap kejadian gempa tersebut. Menurut FEMA 273 (1997)
kategori level kinerja struktur dijelaskan dalam Tabel 3.2 sebagai berikut.
44
Keterangan
S-1
S-2
S-3
S-4
S-5
Keterangan
N-A
N-B
N-C
N-D
45
level kinerja bangunan akibat beban gempa dan simpangan struktur dapat
diilustrasikan pada Gambar 3.11.
(b) Immediate Occupancy
(a) Operasional
(d) Collapse
Prevention
Gambar 3.11 Performance Level (FEMA 451, 1997 dalam PBE Design)
Hubungan antara level kinerja struktur dengan simpangan (drift) pada
elemen vertikal dari sistem pemikul beban lateral berupa struktur rangka beton
bertulang (concrete frames) dapat dilihat pada Tabel 3.4. Nilai simpangan pada
tabel tersebut merupakan nilai-nilai tipikal yang diberikan untuk menjelaskan
respon struktur keseluruhan yang sesuai dengan berbagai level kinerja struktur.
Tabel 3.4 Batasan simpangan untuk level kinerja struktur (FEMA 356,2000)
Level Kinerja Struktur
Drift (%)
Keterangan
Immidiate Occupancy
1,0
Transient
2,0
Transient
1,0
Permanent
4,0
Live Safety
Collapse Prevention
47
Gambar 3.12 Simpangan pada atap dan rasio simpangan pada atap (ATC40,1996)
Sementara itu, ATC-40 (1996) memberikan batasan deformasi untuk
berbagai level kinerja struktur gedung seperti ditunjukkan pada Tabel 3.5.
Simpangan total maksimum didefenisikan sebagai simpangan antar tingkat pada
perpindahan titik kinerja. Simpangan inelastis maksimum didefenisikan sebagai
bagian dari simpangan total maksimum dibawah titik leleh.
Tabel 3.5 Batasan drift untuk berbagai level kinerja struktur (ATC-40, 1996)
Level kinerja struktur
Batasan simpangan
antar tingkat
Simpangan total
Maksimum
Simpangan inelastis
maksimum
Immediate
Damage
Occupancy
Control
0,01
0,01-0,02
0,005
0,005-0,015
Live Savety
Structural
stability
0,02
0,33Vi/Pi
Tidak
Tidak
dibatasi
dibatasi
Level kinerja struktur secara kualitatif dapat dijelaskan pada Gambar 3.11.
Dalam gambar terlihat bahwa level kinerja struktur diwakili oleh suatu kurva
hubungan antara gaya geser dasar dengan perpindahan pada titik kontrol (titik berat
distribusi gaya lateral). Selain itu, ditunjukkan juga bagaimana prilaku keruntuhan
struktur secara menyeluruh terhadap pembebanan lateral. Kurva tersebut diperoleh
dari hasil analisa statik non linier atau analisis pushover.
Konsep perencanaan berbasis kinerja (performance based design)
merupakan kombinasi dari aspek tahanan dan aspek layan. Konsep tersebut dapat
48
k + p + a, c, l, b, f, j atau n
= enhanced objective
o atau m atau n
= enhanced objective
k atau p
= limited objective
c, g, d, h, l
= limited objective
49
3.4.1
Hazard Level
Tingkat resiko berbahaya (hazard level) merupakan ancaman dari luar yang
Po = 1 {1 T }
R
...................................................................(3.3)
Keterangan ;
Po
= resiko gempa
TR
layan bangunan tertentu menurut Persamaan 3.3, dapat dilihat pada Tabel 3.6.
50
Life time
(Year)
(Year)
10
20
50
100
200
500
10
89
65
40
18
10
0.4
30
100
96
79
45
26
14
50
100
99
92
64
39
22
10
100
100
100
99
87
63
39
18
10
1000 2500
Dari Tabel 3.6 terlihat bahwa dengan peridode ulang gempa yang sama dan
penggunaan masa layan bangunan semakin lama maka probabilitas resiko
kerusakan yang terjadi semakin besar dan begitu juga sebaliknya.
Pebedaan fungsi bangunan berpengaruh pada penentuan sasaran rehabilitasi
suatu bangunan sehingga akan berpengaruh terhadap periode ulang gempa rencana
yang digunakan. Pada saat ini peraturan internasional untunk bangunan tahan
gempa menggunakan peta hazard kegempaan dengan resiko terlampaui
(Probability of exceedence) sebesar 10% dan 2% selama masa layan bangunan 50
tahun atau periode ulang gempa 475 tahun dan 2475 tahun. Peta hazard kegempaan
merupakan peta kontur/zonasi percepatan tanah maksimum pada suatu wilayah.
Peta hazard kegempaan pada SNI 1726-03-2002 menggunakan periode ulang
gempa 500 tahun.
51
Beberapa jenis respon struktur antara lain seperti terlihat pada Gambar 3.14
sebagai berikut.
3.6.
existing meliputi 3 tahapan yaitu screening phase (Tier 1), evaluation phase (Tier
2), dan detailed phase (Tier 3). Berikut adalah penjelasan dari tahapan evaluasi
kekuatan struktur bangunan menurut FEMA 310 (1998).
Screening phase ini dapat mengacu pada pedoman FEMA 154 (2002) yakni
evaluasi struktur dengan rapid visual screening (RVS) serta dapat dilakukan
screening lebih detail dengan melakukan eheklis evaluasi tier 1 sesuai FEMA 310
(1998). Formulir harus diisi dengan lengkap untuk mengetahui kelemahan
(deficiencies) dan untuk melakukan evaluasi lanjutan yang perlu dilakukan. Proses
pada tahap satu dapat dilihat pada Gambar 3.15 dan Gambar 3.16.
53
54
55
3.7.
3.7.1
relatif cepat dan murah untuk mengetahui potensi kelemahan dari suatu bangunan
apabila terkena gempa bumi. Dari nilai akhir (final score) yang diperoleh dari
pengisiam formulir RVS dapat diketahui apakah bangunan tersebut perlu evaluasi
lebih lanjut atau tidak. Terdapat tiga jenis formulir dalam FEMA 154 (2002) yang
didasarkan pada daerah kegempaan (region of seismicity). Pengklasifikasian
tersebut dibedakan menjadi daerah kegempaan rendah (Low Seismicity), daerah
kegempaan sedang (Moderate Seismicity) dan daerah kegempaan tinggi (High
Seismicity). Salah satu contoh formulir RVS untuk daerah kegempaan sedang dapat
dilihat pada Gambar 3.15.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Identifikasi sistem yang dapat menahan gaya lateral akibat gempa pada
bangunan,
8.
9.
57
58
Gambar 3.18 Contoh Formulir Pengumpulan data RVS (kondisi gempa sedang),
FEMA 154 (2002)
59
B.
Hasil akhir (Final score, S) dari RVS menurut Fema 154 (2002)
Hasil akhir (Final score, S) dari pengisian formulir FEMA 154 (2002)
ditentukan dari penjumlahan nilai pada masing masing kolom yang telah
ditentukan sesuai tipe bangunan yang dievaluasi. Batas skor (cutting off score)
menurut FEMA 154 (2002) untuk menentukan evaluasi lebih rinci adalah 2.
Apabila hasil evaluasi menghasilkan nilai final score (S) lebih dari 2 yaitu di atas
cut-off score yang ditetapkan, maka bangunan tersebut dianggap memiliki
kemampuan yang memadai dalam menahan beban gempa. Sebaliknya apabila
bangunan memiliki nilai final score (S) kurang dari 2, maka bangunan perlu di
evaluasi lebih lanjut.
3.7.2
Tabel 3.7 Formulir yang harus digunakan pada evaluasi tahapan 1 (FEMA 310,
1998)
... (3.4)
61
.... (3.5)
.... (3.6)
SDS = 3 .
T =
.... (3.7)
Keterangan ;
T = periode fundamenteal
Ct = 0.030 untuk bangunan tipe C1 rangka pemikul momen dengan beton
bertulang) menurut FEMA 310 (1998)
hn = tinggi bangunan (m)
atau
T = 0.10 N
dimana,
N = jumlah tingkat
.. (3.8)
62
Tabel 3.8 Nilai Fv sebagai fungsi site class dan mapped spectral acceleration pada
periode 1 detik (S1) (FEMA 310, 1998)
Site Class
S1 = 0,2
S1 = 0,3
S1 = 0,4
S1 0,5
0,8
0,8
0,8
0,8
0,8
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,7
1,6
1,5
1,4
1,3
2,4
2,0
1,8
1,6
1,5
3,5
3,4
2,8
2,4
2,2
S1 = 0,2
S1 = 0,3
S1 = 0,4
S1 0,5
0,8
0,8
0,8
0,8
0,8
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,2
1,2
1,1
1,0
1,0
1,6
1,4
1,2
1,1
1,0
2,5
1,7
1,2
0,9
0,9
Region of Seismicity
Low (rendah)
Moderate (Sedang)
High (Tinggi)
Spectral Acceleration
Spectral Acceleration
Response, Sa (Periode
dt pertama, SDI)
< 0,167 g
< 0,067 g
< 0,500 g
< 0,200 g
0,167 g
0,067 g
0,500 g
0,200 g
63
Description
N-sPT
Su (kPa)
SA
Hard Rock
> 1500
SB
Rock
> 50
> 100
SC
SD
Stiff Rock
15 < Vs 50
50 100
SE
Soft Rock
180
*PI > 20
< 24
SF
64
Vs (m/detik)
SA (batuan keras)
SB (batuan)
SC (Tanah keras, sangat
padat dan batuan lunak)
SD (Tanah sedang)
N atau Nch
Su (kPa)
> 1500
N/A
N/A
N/A
N/A
> 50
100
15 sampai 50
50 sampai 100
=1
+1
, ,
...........................................................................(3.9)
Nilai Vs, biasanya dikorelasikan dengan kuat geser tanah yang diperoleh
dari tes laboratorium atau tes lapangan atau tes lapangan seperti nilai N-SPT dan qc
sondir. Beberapa penelitian telah mengajukan korelasi Vs, dengan parameter
tersebut. Pada evaluasi gedung kuliah umum ini, data penyelidikan tanah yag
diperoleh berupa nilai qc dari data sondir.
D. Evaluasi sistem bangunan dan sistem penahan gaya lateral
Menurut FEMA 310 (1998), evaluasi yang dilakukan pada system bangunan
dan system penahan gaya lateral antara lain :
1. Alur beban (load path)
Struktur harus mempunyai sebuah alur beban untuk pengaruh gaya gempa
dari segala arah horizontal yang berfungsi untuk menyalurkan gaya inersia dari
massa bangunan ke pondasi (FEMA 310, 1998).
Menurut Purwono dan Tavio (2010), alur beban yang umum adalah sebagai
berikut :
a) Gaya gempa yang menyeluruh pada bangunan diteruskan melalui
sambungan-sambungans struktur ke diafragma horizontal.
65
2. Bangunan bersebalahan
Bangunan bersebelahan tidak boleh berada di dekat bangunan yang
dievaluasi dengan jarak kurang dari 4% dari tinggi bangunan (FEMA 310, 1998).
Ketentuan ini juga tercantum di SNI 1726 Pasal 8.2.3. Bangunan yang
dibangun dengan tidak memperhatikan jarak minimum antar bangunan, dapat
berakibat terjadinya tabrakan/berbenturan antar bangunan yang berdekatan
(pounding) saat terjadi gempa. Benturan bangunan dapat merubah respon dinamis
kedua bangunan tersebut, dan memberikan beban tambahan inersia pada kedua
struktur. Bila bangunan mempunyai tinggi yang berbeda (Gambar 3.20), bangunan
yang lebih rendah dapat bertindak sebagai penyangga bagi bangunan yang lebih
tinggi. Bangunan yang lebih tinggi menderita dari ketidak sinambungan kekakuan
yang besar yang merubah respons dinamisnya. Karena kedua bangunan dirancang
untuk kondisi ini, maka ada potensi terjadinya kerusakan yang parah, atau bahkan
keruntuhan (Purwono dan Tavio, 2010)
66
3. Mesanin
Tingkat mesanin interior harus diperkaku (braced) dan bebas dari stuktur
utama, atau harus diangkur dengan komponen struktur utama penahan gaya lateral
(FEMA 310, 1998). Mesanin pada umumnya mempunyai kelemahan tidak sebagai
suatu system penahan gaya lateral. Mesanin seringkali di abaikan oleh pemilik
bangunan. Mesanin bergoyang (unbraced) berpotensi terhadap bahaya keruntuhan
dan harus diperiksa terhadap stabilitasnya (Purwono dan Tavio, 2010).
67
penthouse satu
68
69
Gambar 3.23 Perbedaan massa pada salah satu lantai (FEMA 310, 1998)
9. Puntir
Jarak antar pusat massa tingkat dan pusat kekakuan tingkat harus lebih kecil
dari 20% lebar bangunan dalam kedua arah dimensi bangunan (FEMA 31, 1998).
Bilamana terdapat puntir yang signifikan dalam bangunan, dikhawatirkan terjadi
tambahan deformasi dan simpangan lateral yang dikenakan pada elemen-elemen
vertikal oleh rotasi diafragma . Bangunan dapat dirancang untuk memenuhi gaya
gempa nominal termasuk puntirnya, tetapi bangunan dengan puntir yang besar bias
berperilaku kurang baik bila menghadapi gempa (Purwono dan Tavio, 2010).
10. Kolom pendek terkekang.
Menurut FEMA 310 (1998), rasio tinggi/dalam kolom di suatu tingkat harus
tidak kurang dari 75% dari rasio tinggi atau dalam nominal kolom tipikal di tingkat
tersebut.
E.
potensi kelemahan pada bangunan. Hasil dari quick check kemudian dibandingkan
dengan ketentuan yang terdapat dalam FEMA 310 (1998). Beberapa parameter
yang dicek antara lain :
1. Kekakuan dan gaya geser tingkat
Menurut FEMA 310 (1998), perhitungan kekakuan tingkat secara cepat
dapat dilakukan dengan menghitung nilai drift terlebih dahulu dengan
menggunakan Persamaan 3.11.
+
DR = ( ) (12)
.... (3.11)
Keterangan ;
DR
= drift ;
kb
kc
Vc
Menurut FEMA 310 (1998), gaya geser pada kolom (Vj) dihitung
menggunakan rumus pada persamaan 3.12 berikut.
+
Vj = (+1) ( )
...... (3.12)
Keterangan ;
Vj
= Jumlah tingkat ;
Wj
V = C.Sa .W
. (3.13)
V = 0,75.W
. (3.14)
Keterangan ;
V
= Gaya lateral
71
Building Type
Wood (W1, W1A, W2) Moment
Frame (S1, S3, C1, PC2A)
1.3
1.1
1.0
1.0
1.4
1.2
1.1
1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
Vavg = (
) ( )
.... ...................(3.15)
Keterangan ;
Vavg = Tegangan geser rata-rata;
nc
= Jumlah kolom ;
nf
Ac
Vj
FEMA 310 (1998) menentukan batasan agar struktur aman, tegangan geser
rata-rata (Vorg) dalam kolom yang tidak boleh melebih 100 psi atau 2.
72
3.
aksial pada kolom akibat gaya guling dihitung menggunakan Persamaan 3.16.
1
............... (3.16)
= Gaya lateral ;
nf
3.8.
EVALUASI TAHAP 2
Tahapan 2 pada FEMA 310 (1998) adalah evaluasi bangunan menggunakan
analisis linier. Analisis ini meliputi prosedur analisis statik linier elastik (Linier
Elastic Static Procedur, LESP) dan prosedur analisis dinamik linier elastik (Linier
Elastic Dinamic Procedur, LEDP) menggunakan respons spektrum . Spesial
prosedur ini dilakukan pada bangunan reinforced masonry.
3.8.1
kondisi linier elastic pada saat dibebani beban gempa. Kekakuan struktur bangunan
hampir mendekati kondisi titik leleh. Gaya inersia yang bekerja pada suatu massa
akibat gempa disederhanakan menjadi ekivalen beban statik. Desain gaya gempa
pada analisis linier elastic dipresentasikan oleh gaya lateral pada setiap tingkat
struktur bangunan Gambar 3.24.
73
W5
F5
W4
F4
W3
F3
W2
F2
W1
F1
.............. (3.17)
) 1
Keterangan,
Sds
W1
=1 .
.............................................................................. (3.18)
74
Keterangan ;
Wi = berat lantai tingkat ke-1, termasuk beban hidup yang sesuai
Zi
gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental T1 dari
struktur gedung harus dibatasi, bergantung pada kefisien untuk Wilayah
Gempa tempat struktur gedung berada dan jumlah tingkatnya n menurut
Persamaan 3.19.
T1 < . n ...................................................................................................(3.19)
Koefisien ditetapkan menurut Tabel 8. SNI-1726-2012
2.
75
3.
terjadinya keruntuhan struktur gedung selama umur gedung dan umur gedung
tersebut yang diharapkan, pengaruh Gempa Rencana terhadapnya harus
dikalikan dengan suatu Faktor Keutamaan I menurut persamaan :
I = I1 . I2 ...............................................................................................(3.20)
Keterangan :
I1 = Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan
berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama
umur gedung.
I2 = Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan
dengan penyesuaian umur gedung tersebut.
Faktor-faktor Keutamaan I1, I2 dan I ditetapkan menurut Tabel 1. SNI-17262012.
4.
pengaruh gaya Gempa Rencana pada struktur gedung elastik panuh dan beban
gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana pada struktur gedung daktail,
bergantung pada faktor daktilitas struktur gedung tersebut ().
76
5.
Arah Pembebanan
Menurut SNI 03-1726-2012, arah pembebanan gempa harus dilakukan
77
6.
puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan periode 500
tahun, yang nilai rata-ratanya untuk setiap wilayah gempa.Penentuan wilayah
gempa di Indonesia menurut SNI 03-1726-2012 ditentukan dalam situs online
puskim.pu.go.id dengan memasukan data koordinat daerah yang akan ditinjau.
resonansi pada saat periode alami mendekati periode dari fungsi gaya.
3. Site specific response spectra. Pada struktur khusus dimana kondisi tanah
tidak memungkinkan untuk menggunakan respons gempa dengan
klasifikasi umum, maka dilakukan studi khusus untuk mengetahui
karakteristik daerah tersebut terhadap gempa.
Dalam pemodelan ini, digunakan tipe response Smoothed design response
spectra dengan data yang digunakan adalah data response gempa rencana
sesuai dengan koordinat lokasi bangunan pada aplikasi desain spektra Indonesia
dari situs www.puskim.go.id.
79
3.8.3 Batas Penerimaan untuk Prosedur Linier Statik dan Prosedur Linier
Dinamik
Apabila dimensi komponen struktur dan kualitas bahan sudah diketahui,
maka kekuatan struktur dalam mendukung daya aksial, momen dan geser dapat
dianalisis FEMA 356 menyebutkan nilai dan distribusi dari kebutuhan inelastik
pada komponen utama dari hasil analisis linier statik elastik dan analisis linier
dinamik elastik ditentukan melalui nilai DCR (Demand-capacity ratios), menurut
pada Persamaan 3.21.
DCR =
Dimana,
QUD
QCE
................................................................................................(3.21)
Kuat yang diharapkan (QCE) adalah sama dengan kapasitas (kuat nominal) dikalikan
1,25.
Kuat perlu akibat beban grafitasi dan beban gempa (QUD) dihitung
berdasarkan kombinasi beban dengan faktor beban , sesuai dengan ketentuan SNI
03-2847-2013 kuat perlu yang diperhitungkan pada Persamaan 3.22 dan Persamaan
3.23
QUD = 1,2D + 1,0L + 1,0E
......................................................................(3.22)
......................................................................(3.23)
Dimana,
D = beban mati
L = beban hidup yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1987
E = beban gempa ditetapkan berdasarkan SNI-1726-2012
DCR harus dihitung pada setiap komponen primer dalam mendukung gaya
aksial momen dan geser. FEMA 356 menyatakan bahwa prosedur analisis linier
dapat digunakan apabila :
1.
Jika nilai DCR pada setiap komponen 2,0 , prosedur analisis dapat digunakan
80
2.
Jika pada satu atau lebih komponen, nilai DCR > 2,0 dan tidak terdapat adanya
ketidak-beraturan (irregularities) pada struktur, maka prodsedur analisis linier
dapat digunakan.
3.
Jika pada satu atau lebih komponen, nilai DCR > 2,0 dan terdapat adanya
ketidak-beraturan (irregularities) pada struktur, maka prosedur analisis linier
tidak dapat digunakan.
.....................................................................................(3.24)
......................................................................................(3.25)
......................................................................................(3.26)
Gambar 3.26 Penampang balok bertulang rangkap pada saat tegangan lentur
tercapai
Persamaan kesetimbangan
C = C c + Cs = T
..............................................................(3.27)
81
0,85 c . a . b + As . y = As . y
..............................................................(3.28)
Diperoleh :
(As - As). y
DCR =
.............................................................(3.29)
0,85 c . a . b
c d
= 0,003
c
d-c
= 0,003
a 1 d
a
1 d - a
a
.................................................(3.30)
.................................................(3.31)
Diperoleh,
fs = fy =0,003
fs = fy =0,003
a 1 d
a
1 d - a
fy
Es
fy
Es
.......................................................(3.32)
.......................................................(3.33)
Apabila kondisi tersebut terpenuhi, berarti anggapan bahwa semua tulangan telang
leleh sudah sesuai.
Dengan menggunakan momen terhadap tulangan tarik, maka kapasitas momen
nominal balok adalah :
Mn = 0,85 . fc . a . b ( 2) + As . fy (d d) .................................................(3.34)
a=
As s - As. s
0,85 c . b
..................................................................................(3.35)
a - 1 d
a
1 d - a
a
Es atau fy
.........................................(3.36)
Es atau fy
.........................................(3.37)
82
Mn = 0,85 . fc . a . b ( 2) + As . fs (d d) ..............................................(3.38)
B. Analisis geser balok
Kekuatan geser nominal balok ditentukan dengan memperhitungkan
kontribusi beton dan konstribusi tulangan geser (sengkang), diperoleh :
Vn = Vc + Vs
..........................................................................(3.39)
dimana :
Vc
Vs
Menurut SNI 03-2874-2012, kuat geser yang disumbangkan oleh beton yang hanya
dibebani oleh geser dan lentur adalah.
Vc =
bw d
.............................................................................(3.40)
6
Kuat geser yang disumbangkan oleh tulangan geser yang tegak lurus terhadap
sumbu aksial komponen struktur adalah :
Vs =
Av fy d
s
.............................................................................................(3.41)
..............................................................(3.42)
Dimana :
Ast
Ag
83
c d
s =0,003
c
d-c
c
.......................................................................................(3.43)
.......................................................................................(3.44)
......................................................................................(3.45)
fs = s Es fy
......................................................................................(3.46)
......................................................................................(3.47)
Cs = As . fs
......................................................................................(3.48)
Ts = As . fs
......................................................................................(3.49)
......................................................................................(3.50)
Mn = Pn . e = Cc ( 2) +Cs ( ) Ts (d ).......................................(3.51)
Atau
Pn = 0,85. fc . a . b + As . fs As . fs
..................................................(3.52)
Mn = Pn . e = 0,85. fc . a . b ( 2) + As . fs ( ) As . fs (d ) .....(3.53)
Jenis keruntuhan yang terjadi pada kolom pendek adalah timbulnya leleh pada
tulangan tarik dan keruntuhan tekan. Kondisi seimbang (balance) terpenuhi apabila
keruntuhan terjadi secara bersamaan pada tulangan tarik dan beton tekan. Apabila
Pn adalah beban aksial dan Pnb adalah beban aksial yang berkaitan dengan
keruntuhan balance, maka :
Pn < Pnb
: keruntuhan tarik
Pn = Pnb
: keruntuhan balance
Pn > Pnb
: keruntuhan tekan
........................................................................(3.54)
Mn = Pn . e = 0,85. fc . a . b (2 + 2) + As . fy ( ) ................................(3.55)
Vs
Kuat geser yang disumbangkan oleh beton yang hanya dibebani oleh tekan aksial
adalah
Vc = (1 + 14) (
)bwd...............................................................................(3.58)
Kuat geser yang disumbangkan oleh tulangan geser yang tegak lurus sumbu aksial
komponen struktur adalah :
Vs =
Av fy d
s
.............................................................................................(3.59)
3.9.
dan analisis dinamik non linier riwayat waktu (time history non linier analysis).
3.9.1
analysis) merupakan cara analisis statik 2-dimensi atau 3-dimensi linier dan
nonlinier, dimana pengaruh gempa rencana dianggap sebagai beban-beban statik
yang menangkap pada pusat massa masing-masing lantai, yang nilainya
ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai melampaui pembebanan yang
86
Gambar 3.28. Batas deformasi elemen atau komponen (FEMA 356, 2000)
87
88
B. Target perpindahan
Evaluasi level kinerja struktur didasarkan pada gaya dan deformasi yang
terjadi pada saat perpindahan pada titik kontrol sama dengan target perpindahan t.
Titik kontrol (control node) ini diletakkan pada pusat massa atap dari model
struktur. Titik kontrol ini kemudian dievaluasi terhadap beban lateral yang
ditetapkan. Target perpindahan (displacement target) dapat dihitung dengan
beberapa metode, antara lain Metode Spektrum Kapasitas (ATC-40, 1996) dan
Metode Koefisien Perpindahan (FEMA 356, 2000). Pada saat dilakukan analisis,
target perpindahan ini diperbesar sampai minimal 150% untuk mendapatkan
perilaku bangunan pada saat melebihi kondisi rencananya.
3.9.2
riwayat waktu adalah suatu cara analisis untuk menentukan riwayat waktu respon
dinamik struktur bangunan gedung yang berperilaku nonlinier terhadap gerakan
89
tanah akibat gempa rencana sebagai data masukan, di mana respon dinamik dalam
setiap interval waktu dihitung dengan metode integrasi bertahap (step by step
integration).
Beban gempa adalah fungsi waktu, sehingga respon pada struktur juga
tergantung dari waktu pembebanan. Akibat Gempa Rencana struktur berperilaku
inelastis. Untuk mendapatkan respon struktur tiap waktu dengan memperhitungkan
perilaku nonlinier, maka dilakukan analisis riwayat waktu nonlinier inelastis
(Pranata, 2006).
Untuk analisis dinamik non-linear riwayat waktu digunakan beban gempa
sintetis dua arah yang didapatkan dari modifikasi gempa El Centro 18 Mei 1940
dengan komponen North-South dan East-West yang disesuaikan dengan respon
spektrum gempa rencana. Contoh rekaman gempa El Centro seperti pada gambar
berikut.
3.9.3
secara grafis dua buah grafik yang disebut spektrum, yaitu spektrum kapasitas
(capacity spectrum) yang menggambarkan kapasitas struktur berupa hubungan
gaya dorong total (base shear) dan perpindahan lateral struktur (biasanya
ditetapkan di puncak bangunan), dan spektrum demand yang menggambarkan
besarnya demand (tuntutan kinerja) akibat gempa dengan periode ulang tertentu.
Dalam Metoda Spektrum Kapasitas proses dimulai dengan menghasilkan kurva
hubungan gaya perpindahan yang memperhitungkan kondisi inelastis struktur.
Proses tersebut sama dengan Metode Koefisien Perpindahan, kecuali bahwa
90
=[
1 1
=1
1 12 2
[
]
=1
.............................................................(3.60)
1 1
[
]
=1
=[
1
1 12
[
=1 ][=1
..............................................................(3.61)
/
1
..............................................................(3.62)
..............................................................(3.63)
Keterangan ;
PFi
wi/g
= Massa lantai i.
i1
= Jumlah lantai.
roof
Sa
= Spektrum percepatan.
Sd
= Spektrum perpindahan.
Sdi = 42
........................................................................(3.64)
92
Penentuan
level
kinerja
struktur
(structural
performance
levels)
didasarkan melalui kriteria structural drift ratio yang diperoleh pada saat titik
kinerja tercapai. Structural drift ratio tersebut kemudian dibandingkan dengan
persyaratan drift ratio yang ditetapkan oleh FEMA 356 (2000) pada Tabel 3.3
dan ATC-40 (1996) pada Tabel 3.4. Berikut adalah kurva kapasitas tipikal
penentuan performance level dari hasil kurva pushover pada Gambar 3.33.
93
94
..........................................................................(3.65)
dimana :
0 = redaman histeretik yang direpresentasikan debagai redaman viskous ekuivalen.
0,005 = 5% redaman viskous yang terdapat dalam struktur.
Selanjutnya 0 dapat dihitung sebagai :
0 =
63,7 (
..........................................................................(3.66)
Sehingga diperoleh :
eq = 0 + 5 =
63,7 (
+5
..............................................................(3.67)
63,7 (
+5
..................................................(3.68)
Nilai-nilai tersebut akan dipengaruhi oleh global hysteretic energy eff yang nilainilai selengkapnya adalah sebagai berikut. (Widodo, 2012)
SRV
SRA
3,210,68.Ln(eff)
..............................................................(3.69)
2.12
2,510,41.Ln(eff)
..............................................................(3.70)
1,65
Immediate
Occupancy
Damage Control
Live Savety
Yroof / H
0,01
0,01-0,02
0,02
Inelastic drift
0,005
0,005-0,015
No limit
B. Daktilitas Struktur
Nilai daktilitas struktur dapat diperoleh dari kurva kapasitas yang dihasilkan
dari analisis statik nonlinier (pushover) dengan terlebih dahulu menentukan
simpangan pada saat kondisi ultimit (u) dengan simpangan pada kondisi leleh
pertama (y). Nilai daktilitas struktur didefinisikan sebagaimana Persamaan 3.71
dan Gambar 3.35 berikut.
......................................................................................(3.71)
dimana :
u = Perpindahan (displacement) lateral ultimit
y = Perpindahan lateral pada saat leleh
96
97
= . = .
= . .
= . .
............................................................. (3.72)
............................................................. (3.73)
Dimana:
Qe = gaya geser elastik struktur
Qy = gaya geser pada titik leleh
QS = gaya geser pada saat terjadi pelelhan pertama
R = daktilitas struktur
= faktor reduksi karena overstrength
= faktor reduksi dari pelelehan pertama ke code
Secara teoritis nilai minimum faktor reduksi karena overstrength adalah
perkalian faktor beban dan faktor bahan yang dipakai dalam perencanaan beban dan
kuat terfaktor, yaitu 1,05 x 1,15 = 1,2. Namun dalam kenyataanya selalu terjadi
kekuatan unsur-unsur struktur yang berlebihan, karena jumlah tulangan atau profil
terpasang yang lebih besar daripada yang diperlukan, sehingga pada umumnya
faktor reduksi karena overstrength > 1,2.
98
1 = 0 . 1 . 2 . 3 . . (2.
) .
..............................................................(3.74)
Keterangan,
Te
C0
C1
[1+(1) ]
, untuk Te < Ts
Bangunan Geser
Bangunan
Tingkat
Lainnya
Triangular Load
Any Load
Pattern (1.2,1.2,1.3)
(2.1)
Pattern
1.0
1.0
1.0
1.2
1.15
1.2
1.2
1.2
1.3
1.2
1.2
1.4
10+
1.3
1.2
1.5
TS
= waktu getar karakteristik yang diperoleh dari kurva respons spektrum pada
titik dimana terdapat transisi bagian akselerasi konstan ke bagian
kecepatan konstan.
Sa
............................................................... (3.75)
Vy
= gaya gser pada saat leleh, dari idealisasi kurva pushover menjadi bilinier
Cm
= faktor massa efektif yang diambil dari Tabel 3-1 dari FEMA 456, seperti
yang ditunjukkan dalam Tabel 3.15
C2
1
Tabel 3.17 Nilai untuk Faktor Massa Efektif
(FEMA 356, 2000)
Moment
Shear
Pier-
Frame
Wall
Sprandel
Steel
Steel
Steel
Other
Braced
Braced
Frame
Frame
1-2
1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
3 or
0.9
0.8
0.8
0.9
0.9
0.9
1.0
more
Cm harus diambil sebesar 1.0 jika waktu getar alami (T) lebih besar dari 1.0 detik
Level Kinerja
T Ts detik3
Tipe
Tipe
Tipe
Tipe
Rangka 11
Rangka 22
Rangka 11
Rangka 22
Immediate Occupancy
1.0
1.0
1.0
1.0
Life Safety
1.3
1.0
1.1
1.0
Collapse Prevention
1.5
1.0
1.2
1.0
Struktur
1. Struktur dengan lebih dari 30% pada geser tingkat disetiap level ditahan oleh
beberapa kombinasi antara komponen, elemen atau rangka.
2. Semua rangka yang tidak termasuk Tipe Rangka 1.
3. Interpolasi linier harus digunakan untuk nilai Tengah T.
C3
||(1)3/2
................................................. (3.76)
101
Gambar 3.39 Perilaku Pasca Leleh Sistem Struktur (FEMA 356, 2000)
E. Kriteria Penerimaan Komponen pada Prosedur Analisis Nonlinier
Kriteria penerimaan komponen yang digunakan oleh FEMA 356 (2000)
untuk prosedur non linier dan deformation controlled adalah deformasi pada titiktitik yang terdapat dalam alternatif kurva hubungan gaya (Q) dan deformasi ().
Kurva tersebut diperoleh dari backbone curve dari data pengujian.
Kriteria penerimaan untuk komponen primer adalah sebagai berikut.
a.
b.
c.
Collapse Prevention : deformasi pada titik C dalam kurva, tetapi tidak lebih
besar dari 0,75 kali deformasi pada titik E.
Kriteria penerimaan untuk komponen sekunder adalah sebagai berikut.
a.
b.
c.
102
......................................................................................(3.77)
Keterangan ;
103
Gambar 3.41 Parameter Waktu Getar Fundamental Efektif dari Kurva Pushover
(FEMA 356)
3.10
SENDI PLASTIS
Apabila suatu elemen struktur sederhana dikenai sebuah gaya atau banyak
gaya, maka pada suatu tampang yang ditinjau akan terjadi tegangan-tegangan. Jika
gaya-gaya yang dikenai ditingkatkan, maka tegangan-tegangan yang terjadi pada
tampang juga akan meningkat. Pada suatu saat, gaya-gaya yang didukung sudah
tidak dapat ditingkatkan lagi jika pada seluruh tampang telah tercapai tegangan
lelehnya. Pada keadaan demikian, tampang akan terdefleksi atau berotasi terus
(plastic flow) pada gaya yang konstan. Daerah dimana tampang sudah tidak mampu
lagi menahan kenaikan gaya yang lebih besar disebut sendi plastis (plastic hinges)
(Satyarno, 2012)
Sendi plastis dapat terjadi pada suatu struktur portal berderajat kebebasan
banyak MDOF (Multi Degree of Freedom). Ketika suatu gedung dilanda gempa
yang cukup besar, akan timbul momen-momen pada balok atau kolomnya. Apabila
besar dari momen-momen tersebut melampaui besar momen kapasitas balok atau
kolom portal, maka terjadi sendi plastis pada balok atau kolom ditandai dengan
melelehnya tulangan baja. Sendi plastis terjadi secara bertahap sampai bangunan
gedung tersebut runtuh. (Ulfah ,2011).
104
Sendi-plastis terjadi pada balok. Pola ini tidak begitu bahaya karena tidak ada
efek P- (sangat kecil), sehingga diperlukan banyak sendi-plastis untuk
mencapai taraf keruntuhan bangunan.
b.
Sendi-plastis terjadi pada kolom. Bila pola ini terjadi maka keadaan menjadi
bahaya karena ada efek P- .
Pada penelitian tesis ini, analisis momen plastis tampang sebagai input
105
106