Pendahuluan
Luka bakar adalah sebuah masalah yang dapat ditemukan di seluruh dunia, dapat
diperkirakan 265.000 ribu kematian setiap tahunnya. Paling banyak luka bakar terjadi pada
golongan ekonomi negara menengah ke bawah dan hampir setengahnya terdapat di bagian
Asia Tenggara. 1
Pada negara - negara yang memiliki pendapatan tinggi, kematian akan luka bakar
telah dilaporkan menurun sedangkan pada negara dengan pendapatan menengah ke bawah
dilaporkan angka kematian pada anak dikarenakan luka bakar lebih tinggi 7 kali di banding
negara dengan pendapatan tinggi. 1
Luka bakar yang tidak luas pun dapat menyebabkan morbiditas seperti perawatan di
rumah sakit yang lama, kecacatan serta stigma penolakan dalam masyarakat. Dalam tahun
2004, hampir 11 juta orang di seluruh dunia dilaporkan perlu dirawat di rumah sakit
dikarenakan luka bakar ini. 1
Dari data di beberapa negara diketahui bahwa di negara seperti India terdapat lebih
dari 1.000.000 orang terkena luka bakar derajat moderate dan luas setiap tahunnya. Di
Bangladesh sendiri diketahui sekitar 173.000 anak menderita luka bakar moderate ataupun
luas setiap tahunnya. 1
Dari hasil ini diketahui di negara seperti Bangladesh, Colombia, Egypt dan Pakista
diketahui 17% dari anak yang terkena luka bakar menderita temporary disability sedangkan
18% menderita permanent disability. Pada tahun 2008 dilaporkan bahwa lebih dari 410.000
trauma luka bakar terjadi di Amerika Serikat dan diketahui lebih dari 40.000 pasien itu
membutuhkan perawatan medis. 1
Laki - laki dan perempuan memiliki data insiden luka bakar yang sama banyak sesuai
dengan data terakhir. Tetapi dilihat dari tingkat trauma yang diderita diketahui bahwa
mekanisme trauma yang terjadi pada laki-laki lebih tinggi dibanding yang terdapat pada
perempuan. Perempuan dengan resiko terbesar adalah mereka yang bekerja di dapur dan
yang terpapar dengan api tanpa pengaman tertentu. 1
Lewat referat ini saya ingin membahas mengenai luka bakar dilihat dari etiologi
maupun epidemiologi yang terdapat dari data-data yang sudah ada dan bagaimana
tatalaksana dari luka bakar sendiri dikarenakan kasus luka bakar yang dapat kita temui di
instalasi gawat darurat. Semoga melalui referat ini saya dapat membantu dalam menambah
pengetahuain mengenai luka bakar.
Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1 Etiologi
Tidak ada trauma yang lebih hebat dibandingkan trauma luka bakar yang mayor,
dimana bisa diklasifikasikan berdasarkan perbedaan penyebab luka bakar dan perbedaan
kedalaman. Dari semua kasus diketahui hampir 4000 pasien meninggal dikarenakan
komplikasi karena trauma panas. Trauma luka bakar berhubungan dengan kematian dan
kematian umumnya terjadi segera setelah terjadi trauma atau beberapa minggu kemudian
sebagai hasil dari kegagalan sistem organ. 2
Dari semua trauma luka bakar 66% terjadi di rumah atau gedung dimana yang paling
sering terkena adalah anak kecil atau pasien yang telan lanjut usia. Yang paling sering
penyebabnya adalah api. Pada anak dibawah 5 tahun penyebab tersering adalah kontak
dengan cairan panas. Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat dihubungkan dengan
trauma luka bakar seperti usia tertentu, lokasi, demografi, dan status ekonomi yang rendah.
3,4
dingin dapat menyebabkan kerusakan sel terutama dengan transfer energi yang menyebabkan
nekrosis koagulatif sedangkan bahan kimia dan listrik menyebabkan kerusakan langsung
pada membran sel ketika terjadi perpindahan panas.5
Berat ringannya luka bakar dipengaruhi oleh penyebab dan lama terjadinya kontak
dengan sumber panas. Kerusakan jaringan yang disebabkan api lebih berat dibandingkan
dengan air panas. Kerusakan jaringan akibat bahan yang bersifat koloid lebih berat
dibandingkan air panas. Bahan kimia, terutama asam dapat menyebabkan kerusakan jaringan
hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan
gangguan penyembuhan.5
2.2 Epidemiologi
Luka bakar adalah sebuah masalah yang dapat ditemukan di seluruh dunia, dapat
diperkirakan 265.000 ribu kematian setiap tahunnya. Paling banyak luka bakar terjadi pada
golongan ekonomi negara menengah ke bawah dan hampir setengahnya terdapat di bagian
Asia Tenggara. 1
Pada tahun 2008 dilaporkan bahwa lebih dari 410.000 trauma luka bakar terjadi di
Amerika Serikat dan diketahui lebih dari 40.000 pasien itu membutuhkan perawatan medis.
Trauma luka bakar yang paling sering ditemukan dilihat dari presentasi data dapat diketahui
trauma karena api sebanyak 46%, karena cairan panas 32%, kontak dengan benda panas atau
dingin 8%, bahan kimia 3% dan listrik 4%. Diketahui 38% pasien yang datang dengan luka
bakar yang melebihi10% dari total area tubuh sedangkan luka bakar yang lebih dari 30% dari
total area tubuh mencapai 10%. Diketahui angka keselamatan akibat luka bakar sejak tahun
1995 - 2005 mencapai 94.4%.
1,6
Bagian tubuh yang paling sering terpapar luka bakar adalah ekstremitas atas dengan
presentase 41%, ekstremitas bawah 26%, dan kepala serta leher mencapai 17%. 6
2.3 Anatomi Kulit
Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu : epidermis, sebagai lapisan yang paling
luar, dermis, dan subkutis. Epidermis merupakan bagian kulit paling luar yang paling
menarik untuk diperhatikan dalam perawatan kulit, karena kosmetik dipakai pada bagian
epidermis. Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal
berukuran 1 milimeter misalnya pada telapak tangan dan telapak kaki, dan yang paling tipis
berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi dan perut. Sel-sel epidermis
disebut keratinosit. Epidermis melekat erat pada dermis karena secara fungsional epidermis
memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma yang merembes melalui
dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis. 7,8
Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu : 7,8
Stratum corneum, merupakan lapisan epidermis yang paling atas, dan menutupi
semua lapisan epiderma lebih ke dalam. Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis
sel pipih, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak
berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Pada telapak tangan dan telapak
kaki jumlah baris keratinosit jauh lebih banyak, karena di bagian ini lapisan
tanduk jauh lebih tebal. Lapisan tanduk ini sebagian besar terdiri atas keratin yaitu
sejenis protein yang tidak larut dalam air dan sangat resisten terhadap bahanbahan kimia. Lapisan ini dikenal dengan lapisan horny, terdiri dari milyaran sel
pipih yang mudah terlepas dan digantikan oleh sel yang baru setiap 4 minggu,
karena usia setiap sel biasanya hanya 28 hari. Pada saat terlepas, kondisi kulit
akan terasa sedikit kasar sampai muncul lapisan baru. Proses pembaruan lapisan
tanduk, terus berlangsung sepanjang hidup, menjadikan kulit ari memiliki self
repairing capacity atau kemampuan memperbaiki diri. Bertambahnya usia dapat
menyebabkan proses keratinisasi berjalan lebih lambat. Ketika usia mencapai
sekitar 60 tahunan, proses keratinisasi, membutuhkan waktu sekitar 45 - 50 hari.
Daya elastisitas kulit pada lapisan ini sangat kecil, dan lapisan ini sangat efektif
untuk mencegah terjadinya penguapan air dari lapis - lapis kulit lebih dalam
sehingga mampu memelihara tonus dan turgor kulit, tetapi lapisan tanduk
kaki.1,2
Stratum spinosum disebut juga lapisan malphigi terdiri atas sel-sel yang saling
berhubungan dengan perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk
kubus. Jika sel-sel lapisan saling berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju.
Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-sel
pada lapisan taju normal, tersusun menjadi beberapa baris. Bentuk sel berkisar
antara bulat ke bersudut banyak (polygonal), dan makin ke arah permukaan kulit
makin besar ukurannya. Di antara sel-sel taju terdapat celah antar sel halus yang
berguna untuk peredaran cairan jaringan ekstraseluler dan pengantaran butir-butir
melanin. Sel-sel di bagian lapis taju yang lebih dalam, banyak yang berada dalam
salah satu tahap mitosis. Kesatuankesatuan lapisan taju mempunyai susunan
kimiawi yang khas; intiinti sel dalam bagian basal lapis taju mengandung
jauh lebih tebal daripada epidermis. 95 % lapisan dermis membentuk ketebalan kulit.
Ketebalan rata-rata dermis diperkirakan antara 1 - 2 mm dan yang paling tipis terdapat di
kelopak mata serta yang paling tebal terdapat di telapak tangan dan telapak kaki.
Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular
dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu
bagian yang menonnjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah,
dan pars retikulare yaitu bagian bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian ini
terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin.
Dasar lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hilauronat dan kondrotin sulfat, di
bagian ini terdapat pula fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung hidroksiprolin
dan hidrosisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang
larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya
bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis. 7,8
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar
berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti
terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok
yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula. Lapisan sel-sel lemak disebut
penikulus adipose yang berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat
ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak
tidak sama, bergantung pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di
daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan
bantalan. 7,8
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian
atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda).
Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus
yang disubkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini
pembuluh darah berukuran lebih besar. 7,8
Kulit merupakan penghalang yang kuat untuk perpindahan energi ke jaringan yang
lebih dalam sehingga cedera dapat tertahan pada lapisan ini. Area cedera kutis atau trauma
pada bagian superfisial dibagi menjadi tiga zona, yaitu : 9
1. Zona koagulasi.
Area nekrotik pada luka bakar dimana sel sel terganggu disebut zona koagulasi.
Jaringan ini rusak secara ireversibel segera setelah pajanan.
2. Zona stasis.
Area di sekitar zona nekrosis memiliki kerusakan derajat sedang karena penurunan
perfusi jaringan, area ini disebut zona stasis. Zona stasis dapat sembuh kembali atau
berlanjut ke nekrosis koagulatif. Zona stasis berhubungan dengan kerusakan dan
kebocoran pembuluh darah.
3. Zona hiperemis.
Area terakhir adalah zona hiperemis yang memiliki karakteristik vasodilatasi dari
inflamasi disekitar luka bakar. Area ini mengandung jaringan yang masih sehat
dimana proses penyembuhan akan berawal dari area ini.
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi luka bakar dapat dibedakan berdasarkan kedalaman luka. Berdasarkan
kedalaman luka dapat dibagi menjadi 4 derajat luka baik itu di epidermis, dermis, subkutis,
dan struktur di bawahnya. Keempat derajat itu adalah sebagai berikut : 9
1. Luka bakar derajat pertama.
Luka bakar derajat pertama didefinisikan sebagai luka yang terbatas pada epidermis.
Luka bakar ini nyeri, eritem, dan memucat terhadap sentuhan dengan barier
epidermis yang intak. Contohnya terbakar matahari dan terciprat air panas. Luka
bakar ini tidak menimbulkan jaringan parut. Terapi pada luka bakar derajat satu
bertujuan untuk menyamankan dengan menggunakan larutan yang mendinginkan.
2. Luka bakar derajat dua.
Luka bakar derajat dua dibagi menjadi dua, superfisial dan dalam. Terjadi kerusakan
dermis pada seluruh luka derajat dua, perbedaannya terletak pada dalamnya
kerusakan pada dermis.
Luka bakar dermis superfisial terlihat eritem, memucat saat disentuh, dan sering
timbul bula. Contohnya adalah luka bakar akibat air panas dan percikan api. Luka
ini dapat sembuh spontan dengan reepitelisasi dari epidermis yang tersisa pada
folikel rambut dan kelenjar keringat dalam 7 sampai 14 hari. Setelah sembuh,
luka bakar ini dapat meninggalkan sedikit perbedaan warna kulit pada daerah
yang terbakar.
Luka bakar dermis dalam terlihat pucat, tidak memucat dengan sentuhan, tetapi
tetap sakit pada tusukan jarum. Luka bakar ini dapat sembuh 14 sampai 35 hari
dengan reepitelisasi dari folikel rambut dan keratinosit kelenjar keringat. Setelah
sembuh luka bakar ini sering meninggalkan jaringan parut akibat hilangnya
dermis.
Pada anak - anak terdapat perbedaan dari total area seluruh tubuh jika dibandingkan
dengan orang dewasa. Pada Anak - anak bagian kepala, dada, dan perut mendapatkan nilai
18% dari total area tubuh. Ekstremitas atas mendapatkan nilai 9% sedangkan ekstremitas
bawah mendapatkan 14 % dari total area tubuh. 9
Dari rule of nines ini maka kita dapat mengklasifikasi berat atau ringannya luka bakar.
Berdasarkan American Burn Association maka dibagi menjadi : 5
1. Luka bakar ringan
a. Luka bakar dengan luas <15% pada dewasa
b. Luka bakar dengan luas <10% pada anak dan usia lanjut
c. Luka bakar dengan luas <2% pada segala usia ; tidak mengenai muka, tangan,
kaki, dan perineum
2. Luka bakar sedang (moderate burn)
a. Luka bakar dengan luas 15-25% pada dewasa, dengan luka bakar derajat tiga
kurang dari 10%
b. Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia <10 tahun
c. Luka bakar dengan derajat tiga <10% pada anak maupun muka yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum
3. Luka bakar berat/ kritis (major burn)
a. Derajat II-III >20% pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas 50
tahun
b. Derajat II III >25% pada kelompok usia antara 10 tahun - 50 tahun
c. Luka bakar di muka telinga, tangan, kaki dan perineum
d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas
luka bakar
e. Luka bakar listrik bertegangan tinggi
f. Disertai trauma lainnya
g. Pasien-pasien dengan risiko tinggi
2.4 Manifestasi Klinis
Dalam perjalanan penyakitnya luka bakar dibedakan menjadi tiga fase: 5
1. Fase awal/ fase akut/ fase syok.
Pada fase ini permasalahan utama adalah gangguan pada saluran nafas, gangguan
mekanisme bernafas atau trauma multipel di rongga toraks dan gangguan sirkulasi .
Gangguan yang terjadi pada fase ini menimbulkan dampak sistemik.
2. Fase setelah syok berakhir atau fase sub akut.
Permasalahan utama pada fase ini adalah systemic inflammatory response syndrome
(SIRS) dan Multi-Organ dysfunction syndrome (MODS) dan sepsis. Ketiganya
merupakan perkembangan dari fase akut.
3. Fase lanjut.
Fase ini berlangsung sejak terjadinya penutupan luka sampai maturasi jaringan.
Permasalahan utama penyulit yang terjadi pada luka bakar seperti parut hipertrofik,
kontraktur dan deformitas lain yang terjadi karena kerapuhan jaringan atau struktur
tertentu akibat proses inflamasi hebat yang berlangsung lama, contohnya seperti
gluconeogenik pathways. Glukosa dan insulin level akan tetap naik dan resisten insulin ini
dapat terjadi sampai 3 tahun setelah terjadi luka bakar luas. 9
Jantung sebagai alat pemompa melakukan kompensasi dengan meningkatkan
aktivitasnya untuk memenuhi kebutuhan oksigen otak. Mekanisme pertama adalah
meningkatkan frekuensi jantung akibat penurunan pre-load dan after load. Mekanisme
kompensasi ini akan terus berlangsung hingga kebutuhan sirkulasi terpenuhi. Tetapi setelah
hari ke 3-4 setelah terpapar luka bakar, cardiac output akan naik 1,5 kali lebih banyak
dibandingkan orang normal. 9
Penurunan volume darah dan curah jantung menyebabkan penurunan aliran darah ke
ginjal lan laju filtrasi glomerulus yang menyebabkan iskemi ginjal dengan manifestasi oliguri
sampai anuria. Hipoksia parenkim ginjal apabila dibiarkan akan mengakibatkan tubular
nekrosis akut dan gagal ginjal. 9
dari permeabilitas kapiler dan edema lokal. Edema anasarka dapat terjadi dimana adanya
penurunan dari tekanan hidrostatik di bagian luka sedangkan adanya kenaikan tekanan
hidrostatik di jaringan normal. Karena penurunan tekanan oncotic plasma sehingga terjadi
kenaikan permeabilitas kapiler yang menyebabkan terjadinya protein loss sehingga edema
dapat terjadi pada bagian luka bakar dan jaringan normal lainnya. 9
Luka bakar luas sendiri juga menurunkan fungsi imun tubuh yang membuat pasien
memiliki resiko besar terjadinya infeksi pada daerah luka, pneumonia, infeksi jamur dan
infeksi virus. 9
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu dalam penanganan
pasien dengan luka bakar seperti darah lengkap, karboksihemoglobin, glukosa, dan
elektorolit serta rontgen thorax perlu dilakukan. Analisa gas darah juga harus dilakukan
untuk mengukur jumlah HbCO. 11
2.7 Tatalaksana
2.7.1 Prehospital
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api misalnya dengan menyelimuti
dan menutup bagian yang terbakar untuk menutup pasokan oksigen bagi api yang menyala.
Seluruh pakaian yang terbakar oleh bahan kimia harus diangkat pelan- pelan. Bubuk kimia
kering harus disikat dari luka. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terbajan suhu
tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini
dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu
dingin ini selama satu jam pertama. Oleh karena itu pertolongan pertama pada luka bakar
setelah memadamkan api adalah merendam atau mengalirkan daerah yang luka dengan air
selama lima belas menit. Air yang digunakan tidak harus steril, kemudian pasien ditutupi
dengan linen kering, bersih, dan hangat untuk mencegah hipotermia.11
2.7.2 Primary Survey
Seperti pada pasien-pasien trauma, pemeriksaan awal pada pasien luka bakar dibagi
menjadi survey primer dan sekunder . 11
Airway
Riwayat terkurung di dalam ruangan yang terbakar atau tanda-tanda awal cedera jalan
nafas membutuhkan evaluasi jalan nafas dan tata laksana definitif. Manifestasi klinis cedera
inhalasi dapat tersembunyi dan seringkali tidak muncul pada 24 jam pertama. 11
Tanda dari cedera jalan nafas adalah :
Sputum berkarbon.
Suara parau.
Breathing
Waktu adalah faktor yang menentukan, siapapun yang terjebak dalam api lebih dari 2
menit harus di observasi tanda - tanda trauma inhalasi. Selalu curiga terjadi keracunan CO
pada pasien yang mengalami luka bakar pada ruangan tertutup. 11
Kadar
0-10%
10-20%
20-30%
30-40%
40-50%
> 50%
Gejala
Gejala minimal
Nausea, sakit kepala
Letargi
Agitasi
Koma, depresi nafas
Kematian
Tabel 2. Gejala keracunan CO
Yang harus diperhatikan dari breathing pada pasien luka bakar dengan trauma pada
dada adalah jika terdapat eskar. Apabila terdapat eskar segera lakukan eskarotomi.
Circulation
Untuk mengetahui volume peredaran darah pada pasien dengan luka bakar dapat
dilakukan melalui pemeriksaan urin yang keluar setiap jam sehingga pemasangan kateter
perlu dilakukan.
Pada anak anak dengan berat badan kurang dari atau sama dengan 30 kg maka
jumlah urin yang diharapkan adalah 1.0 ml per kilogram berat badan per jam. Pada orang
dewasa jumlah urin yang diharapkan 0.5 sampai 1.0 ml per kilogram berat badan per jam.
Ada 3 tipe cairan yang dapat digunakan yaitu Ringer lactate, fresh-frozen plasma dan
hipertonik salin. Yang paling sering digunakan adalah ringer lactate. Cara termudah dan
paling sering digunakan untuk mengukur jumlah cairan yang perlu diresusitasi dalam 24 jam
adalah menggunakan formula Parkland. Formula ini menghitung jumlah cairan selama 24
jam yang dibutuhkan melalui total presentasi luka bakar pada tubuh dikalikan dengan berat
badan kemudian dikalikan dengan 4 dan hasil dari rumus ini adalah jumlah cairan yang
dibutuhkan dalam 24 jam dimana cara pemberiannya dalah setengah dari jumlah cairan
diberikan dalam waktu 8 jam, kemudian sisanya yaitu setengah dari jumlah cairan diberikan
16 jam setelahnya. Formula lainnya yang masih digunakan adalah Brooke dan Galveston
yang tertera pada tabel berikut : 9
12
untuk membantu dalam tatalaksana selanjutnya yang akan diberikan kepada pasien dengan
luka bakar. 9
2.7.4 Wound care
Setelah airway, breathing dan telah dilakukan resusitasi, yang perlu kita perhatikan
adalah perawatan dari luka bakar itu sendiri. Tatalaksananya tergantung dari ukuran dan
karakteristik dari luka itu sendiri. Tatalaksana tertuju pada penyembuhan yang cepat dan
tidak menimbulkan rasa nyeri. Ada 3 kriteria yang perlu dipenuhi yaitu : 9
Luka harus ditutupi oleh penutup yang melindungi epitel yang rusak dan
meminimalisir kolonisasi dari bakteri dan jamur.
Luka harus ditutupi dengan penutup yang dapat mengurangi evaporasi dari hilangnya
panas dan meminimalisir stres karena dingin.
Penutup dari luka harus nyaman digunakan pada bagian luka yang nyeri.
Luka bakar derajat satu tidak perlu diberikan penutup dan diberikan salep topikal
untuk menghilangkan rasa sakit dan menjaga kelembapan kulit. Pemberian NSAID
secara oral perlu diberikan untuk mengontrol nyeri.
Luka bakar derajat dua dapat ditutup dengan penutup luka harian dimana dioleskan
antibiotik topikal, diberikan cotton gauze dan verban elastic.
Luka bakar derajat dua yang dalam dan derajat tiga membutuhkan eksisi dan skin
grafting berdasarkan ukuran dari luka bakar itu sendiri.
Luka bakar yang tidak diobati dapat dengan cepat menjadi tempat kolonisasi bakteri
dan jamur karena hilangnya mekanisme pertahanan kulit. Organisme dapat menginvasi
pembuluh darah sehingga menyebabkan infeksi sistemik yang dapat menyebapkan kematian.
Kejadian ini sudah jarang terjadi karena penggunaan antibiotik dan perawatan luka yang
baik. 9
Tabel 4. Penutup Luka yang dapat digunakan pada trauma luka bakar. 9
Antibiotik topikal yang tersedia dibagi menjadi 2 kelas yaitu salves dan soaks. Salves
digunakan dengan cara langsung dioleskan pada luka kemudian ditutup dengan kasa
sedangkan soaks digunakan dengan cara dituangkan pada kasa kemudian langsung
diaplikasikan pada luka bakar. Kedua tipe antibiotik topikal ini memiliki kelebihan dan
kekurangan, kelebihan dari salves adalah dapat digantikan 1 atau 2 kali dalam sehari tetapi
kekurangannya adalah dapat kehilangan efektifitas nya selama proses pergantian penutup
luka berlangsung. Soaks dapat tetap efektis karena dapat ditambahkan tanpa melepas
penutup luka tetapi dilain pihak kulit dibawah yang ditutupi terendam. 9
2.8 Prognosis
Prognosis luka bakar umumnya jelek pada usia yang sangat muda dan usia lanjut.
Pada usia yang sangat muda system regulasi tubuh belum berkembang sempurna, komposisi
cairan intravascular dibandingkan cairan ekstravaskular, intersisiel dan intraselular berbeda
dengan komposisi manusia dewasa dan sangat rentan terhadap trauma. Sedangkan pada usia
lanjut proses degenerative pada system, organ, dan sel merupakan salah satu faktor yang
mengurangi toleransi, daya tahan, dan daya kompensasi tubuh terhadap trauma.13
2.9 Komplikasi
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya yang timbul adalah akibat jaringan
parut yang dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu
fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi. Kekakuan sendi ini memerlukan program
fisioterapi intensif dan kontraktur memerlukan tindakan bedah. Bila luka bakar merusak
jalan nafas akibat inhalasi. Dapat terjadi ateletaksis, penumonia, atau insufisiensi fungsi paru
pasca trauma.13
BAB III
Daftar Pustaka
1. World Health Organization. Burn Trauma. [online]. April 2015. [cited April
25th
2015].
Available
from
URL
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs365/en/
2. Flynn JD: Children playing with fire, National Fire Protection Association,
2009
[cited
April
25th
2015].
Avalaible
from
URL
http://www.nfpa.org/assets/files/PDF/Analysis ChildrenPlaying.pdf
3. American Burn Association: National Burn Repository: Report of data from
19992008, 2009. [cited April 25th 2015]. Avalaible from URL :
http://www.ameriburn.org/2009NBRAnnualReport.pdf?
PHPSESSID=12571a86a2cf10346 7eced2e6e290504.
4. Centers for Disease Control and Prevention: Fire deaths and inju- ries: Fact
sheet,
2009.
[cited
April
25th
2015].
http://www.cdc.gov/HomeandRecreational
Avalaible
from
URL
Safety/Fire-Prevention/fires-
factsheet.html
5. Moenadjat Y. Pendahuluan. Dalam : Moenadjat Y editor. Luka Bakar. Edisi ke2. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010: p. 1-10
6.Singer AJ, Breena R. Rosen's Emergency Medicine. 7edition. Philadelphia, 2010
: p. 759-77.
7.Kanitakis, J. Anatomy, histology and immunohistochemistry of normal human
skin. Volume 12. European Journal of Dermatology, 2002. p. 390-01
8. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH,Rudiman R. Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2010.p 103-20
9. Wolf SE, Herndon DN. Burns. In : Townsend CM, Beauchamp RD, Evers
BM, Mattox KL, editors. Sabiston Textbook of Surgery. 19th ed. Philadelphia :
Elsevier Saunders, 2012 :p.521-47
10. Herndon DN, Tompkins RG: Support of the metabolic response to burn injury.
Lancet 363:18951902, 2004.
11. Amy BW, McManus WF, Goodwin CW Jr, et al. Thermal injuries. In :
American Colleges of Surgeons on Trauma. Advanced Trauma Life Support.
8th ed. Chicago : American College of Surgeon, 2008 : p. 211-23.
12. Saffle JR: The phenomenon of "fluid creep" in acute burn resuscitation. J Burn
Care Res 2007; 28:38292
13. Bisono, Pusponegoro AD. Luka, Trauma, Syok, Bencana. Dalam :
Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.
Jakarta : EGC, 1997: p. 81-91