A. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontrak
dengan sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia, listrik dan radiasi
(Moenajar, 2002).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya
bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka
bakar dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam menyebabkan
kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan
yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan
sumber panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama
waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat,
2003).
2. Klasifikasi Combustio/ Luka Bakar
1. Berdasarkan penyebab:
Luka bakar hanya mengenai epidermis dengan ditandai eritema, nyeri, fungsi
fisiologis masih utuh, dapat terjadi pelapuhan, serupa dengan terbakar
matahari ringan. Biasanya akan sembuh tanpa jaringan parut dalam waktu 5
7 hari.
b. Luka bakar derajat II
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi
akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah atau pucat, terletak
lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujungujung saraf teriritasi.
Luka bakar derajat II ada dua:
1) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam
waktu 10-14 hari.
2) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih
lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam
c.
spontan.
3. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
a. Luka bakar ringan/ minor
b. Luka bakar sedang (moderate burn)
c. Luka bakar berat (major burn)
bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab
terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
2. Scalds (air panas)
3. Uap panas
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi
jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan
percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
4. Anatomi Fisiologi Combustio/ Luka Bakar
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai
pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai
fungsi utama reseptor yaitu untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan
dan tekanan, pada bagian stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap air
sehingga dengan demikian mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan
dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan.
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme
makanan yang memproduksi energi, panas ini akan hilang melalui kulit, selain itu kulit
yang terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk
mensintesis vitamin D. kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan
jaringan subkutan.
1. Lapisan epidermis, terdiri atas:
a.
Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya
sudah mati dan mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak larut yang
Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak
Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan,
sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
d. Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang
paling tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang
bentuknya poligonal (banyak sudut dan mempunyai tanduk).
e.
pada semua daerah kulit. Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini
terdapat aksila, anus, skrotum dan labia mayora.
mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal
ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor
inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum,
gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar
bereisiko
tinggi
untuk
mengalmai
sepsis.
Hilangnya
kulit
menyebabkan
6. Manifestasi Klinis
Derajat I ( derajat ery therma )
o Luka bakar derajat ini sangat ringan, tandanya :
o terdapat warna merah pada kulit
o hanya mengenai lapisan epidermis saja
o terdapat rasa nyeri
Derajat II ( bullosa )
Derajat II A
Kerusan jaringan mengenai lapisan dermis yang dangkal dengan tanda-tanda ada lepuh
dimana terdapat penumpukan cairan intra cellular
Derajat II B
Gambaran klinis yang sama tetapi gambaran lepuh lebih pucatdan agak kering,
resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan
nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang
tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka
bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas tersembunyi. Oleh karena itu, setelah
mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana
jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka
bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi.
Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam
evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan
radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu
mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari
luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien
adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar
yang mengkonstriksi.
1) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3) 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
b. Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
3. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan
sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka
pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan
sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak.
Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan
mencegah terjadinya atrofi vili usus.
Perawatan luka bakar
Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar (Combustio) digunakan
morfin dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan
maintenance 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg
setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis
dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk
semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan
pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai
tambahan.
a .Pengkajian
1.
Identitas klien
Meliputi : nama, alamat, umur, jenis kelamin, agama, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, tanggal MRS, diagnosa medis, no. Register.
2.
Keluhan utama
Biasanya pada luka bakar akan mengalami peningkatan panas dalam tubuh dan
disertai nyeri pada daerah yang terbakar..
b.
c.
Pola eliminasi
Terjadi gangguan eliminasi, jika luka bakar mengenai daerah genetalia.
d.
e.
g.
h.
i.
j.
6.
Pemeriksaan penunjang
-
Radiologi.
Pemeriksaan laboraturium.
(Martynn E. Doenges, 2001)
b. Diagnosa Keperawatan Combustio/ Luka Bakar
Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit / jaringan, pembentukan
edema.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma
jaringan traumatik.
Resiko gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan bakar, nyeri,
Intrvensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan .
Kriteria hasil :
1) Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
2) Menunjukkan ekspresi wajah atau postur tubuh rileks
3) Berpartisipasi dalam aktivitas dari tidur atau istirahat dengan tepat
Intervensi :
1) Tutup luka sesegera mungkin, kecuali perawatan luka bakar metode pemejanan
pada udara terbuka
Rasional : Suhu berubah dan tekanan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada
pemajanan ujung saraf.
2) Ubah pasien yang sering dan rentang gerak aktif dan pasif sesuai indikasi
Rasional : Gerakan dan latihan menurunkan kekuatan sendi dan kekuatan otot
tetapi tipe latihan tergantung indikasi dan luas cedera.
3) Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu penghangat dan penutup
tubuh
Rasional : Pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar mayor, sumber panas
eksternal perlu untuk mencegah menggigil.
4) Kaji keluhan nyeri pertahankan lokasi, karakteristik dan intensitas (skala 0-10)
Rasional : Nyeri hampir selalu ada pada derajat beratnya, keterlibatan jaringan
atau kerusakan tetapi biasanya paling berat selama penggantian balutan dan
debridement.
5) Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri
2) Awasi haluaran urine dan berat jenis, observasi warna dan hemates sesuai
indikasi
Rasional : Secara umum penggantian cairan harus difiltrasi untuk meyakinkan
rata-rata haluaran urine 30-50 ml / jam (pada orang dewasa). Urine bisa tampak
merah sampai hitam pada kerusakan otot massif sehubungan dengan adanya darah
dan keluarnya mioglobin.
2) Perkirakan deranase luka dan kehilangan yang tak tampak
Rasional : Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses
inflamasi dan kehilangan melalui evaporasi besar mempengaruhi volume sirkulasi
dan haluaran urine, khususnya selama 24-72 jam pertama setelah terbakar.
3) Timbang berat badan tiap hari
Rasional : Pergantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan
selanjutnya. Peningkatan berat badan 15-20% pada 72 jam pertama selama
pergantian cairan dapat diantisipasi untuk mengembalikan keberat sebelum
terbakar kira-kira 10 hari setelah terbakar.
4) Selidiki perubahan mental
Rasional : Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan
ketidakadekuatan volume sirkulasi atau penurunan perfusi serebral.
5)
Intervensi :
1) Implementasikan tehnik isolasi yang tepat sesuai indikasi
Rasional : Tergantung tipe atau luasnya luka untuk menurunkan resiko
kontaminasi silang atau terpajan pada flora bakteri multiple.
2) Tekankan pentingnya tehnik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang
datang kontak ke pasien
Rasional : Mencegah kontaminasi silang
3) Cukur rambut disekitar area yang terbakar meliputi 1 inci dari batas yang
terbakar
Rasional : Rambut media baik untuk pertumbuhan bakteri
4) Periksa area yang tidak terbakar (lipatan paha, lipatan leher, membran mukosa
Rasional : Infeksi oportunistik (misal : Jamur) seringkali terjadi sehubungan
dengan depresi sistem imun atau proliferasi flora normal tubuh selama terapi
antibiotik sistematik.
5) Bersihkan jaringan nekrotik yang lepas (termasuk pecahnya lepuh) dengan
gunting dan forcep.
Rasional : Meningkatkan penyembuhan
6) Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan ketahanan
Kriteria Hasil :
Menyatakan dan menunjukkan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas,
mempertahankan posisi, fungsi dibuktikan oleh tidak adanya kontraktor,
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi yang sakit dan atau
menunjukkan tehnik atau perilaku yang memampukan aktivitas.
Intervensi :
1)
Pertahankan posisi tubuh tepat dengan dukungan atau khususnya untuk luka bakar
diatas sendi.
Rasional : Meningkatkan posisi fungsional pada ekstermitas dan mencegah kontraktor
yang lebih mungkin diatas sendi.
2) Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali pasif kemudian aktif
Rasional : Mencegah secara progresif, mengencangkan jaringan parut dan kontraktor,
meningkatkan pemeliharaan fungsi otot atau sendi dan menurunkan kehilangan kalsium
dan tulang.
3) Instruksikan dan Bantu dalam mobilitas, contoh tingkat walker secara tepat.
Rasional : Meningkatkan keamanan ambulasi
6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi : kecacatan .
Kriteria Hasil :
1) Menyatakan kesadaran, perasaan dan menerimanya dengan cara sehat
2) Mengatakan ansietas atau ketakutan menurun sampai tingkat yang dapat
ditangani.
3) Menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah, penggunaan sumber yang
efektif.
Intervensi :
1) Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur perawatan
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas,
memperjelas kesahalan konsep dan meningkatkan kerjasama.
2) Libatkan pasien atau orang terdekat dalam proses pengambilan keputusan kapanpun
mungkin
Rasional : Meningkatkan rasa kontrol dan kerjasama menurunkan perasaan tak berdaya
atau putus asa
3) Dorong pasien untuk bicara tentang luka bakar bila siap
Rasional : Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus-menerus untuk membuat
beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan.
4) Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan
berikan jawaban terbuka atau jujur.
Rasional : Pertanyaan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat membantu
pasien atau orang terdekat menerima realita dan mulai menerima apa yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta: EGC
Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor.
Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Crowin,E.J.2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
Sjamsudiningrat, R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC
Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn
DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. 2007. Schwartzs principal surgery. 8th ed. USA:
The McGraw-Hill Companies