Anda di halaman 1dari 17

Model-model Pembelajaran Penjas

Model-Model Pembelajaran
Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk
meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket
pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari
empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang
lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan
masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada
guru.
Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi
kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif,
setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan
mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk
menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus
dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat
diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses
kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran
pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager),
atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.
Metode Role Playing
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan
dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini
pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang
diperankan. Kelebihan metode Role Playing:
Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan
kemampuannya dalam bekerjasama.
Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu
yang berbeda.
Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan
permainan.
Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.
Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan
pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah
pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara
bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah
pemecahan masalah.
Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:

Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.


Berpikir dan bertindak kreatif.
Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi dengan tepat.
Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:
Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alatalat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat
menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran
yang lain.
Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna
bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi
penyelidikan dan dialog.
Langkah-langkah:
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi
siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data,
hipotesis, pemecahan masalah.
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka
dan proses-proses yang mereka gunakan.
Kelebihan:
Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya
dengan baik.
Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
Kekurangan:
Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
Membutuhkan banyak waktu dan dana.
Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini
Cooperative Script
Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan
mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah:

Guru membagi siswa untuk berpasangan.


Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang
berperan sebagai pendengar.
Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide
pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan
ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok
dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta
lakukan seperti di atas.
Kesimpulan guru.
Penutup.
Kelebihan:
Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.
Setiap siswa mendapat peran.
Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Kekurangan:
Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu
Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas
pada dua orang tersebut).
Picture and Picture
Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan
dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambargambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai
dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan / rangkuman.
Kebaikan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
Kekurangan:Memakan banyak waktu. Banyak siswa yang pasif.
Numbered Heads Together
Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor
kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
Langkah-langkah:
Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat
mengerjakannya.
Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil
kerjasama mereka.
Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
Kesimpulan.
Kelebihan:
Setiap siswa menjadi siap semua.
Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru
Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan
paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa
sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui
investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru
yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi
beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang
heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau
kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari,
mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian
menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Adapun
deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok dapat dikemukakan
sebagai berikut:
a. Seleksi topik
Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya
digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi
kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan
2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun
kemampuan akademik.
b. Merencanakan kerjasama
Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan
umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a)
di atas.
c. Implementasi
Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran
harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong
para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar
sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan
bantuan jika diperlukan.
d. Analisis dan sintesis

Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c)
dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan
kelas.
e. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah
dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang
luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap
pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara
individu atau kelompok, atau keduanya.
Metode Jigsaw
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi
komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok
belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota
bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru
dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab
terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari
dua atau tiga orang.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan
menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik
bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke
kelompok masing-masing sebagai ahli dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi
penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga
bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan
penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap
siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.
Metode Team Games Tournament (TGT)
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran
kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada
perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur
permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model
TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung
jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya
dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru.
Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi
yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja
kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team)

Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat
dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih
mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan
anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang
didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari
pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba
menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan
itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen
mingguan.
4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru
melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen
pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi
prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5. Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan
mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan.
Team mendapat julukan Super Team jika rata-rata skor 45 atau lebih, Great Team apabila
rata-rata mencapai 40-45 dan Good Team apabila rata-ratanya 30-40
Model Student Teams Achievement Divisions (STAD)
Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota
lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:
Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut
prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).
Guru menyajikan pelajaran.
Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota
yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu
mengerti.
Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh
saling membantu.
Memberi evaluasi.
Penutup.
Kelebihan:
1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
2. Melatih kerjasama dengan baik.
Kekurangan:
1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2. Membedakan siswa.
Model Examples Non Examples
Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-

contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.


Langkah-langkah:
Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan /
menganalisa gambar.
Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat
pada kertas.
Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang
ingin dicapai.
KKesimpulan.
Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.
Model Lesson Study
Lesson Study adalah suatu metode yang dikembankan di Jepang yang dalam bahasa
Jepangnyadisebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto
Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di
Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih
efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:
a. Perencanaan.
b. Praktek mengajar.
c. Observasi.
d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.
2. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat
rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang.
3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas
sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.
4. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil
mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.

5. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama
mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini
merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan
untuk pembelajaran berikutnya.
6. Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan
seterusnya kembali ke (2).
Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut:
- Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan
pada setiap tingkatan kelas.
- Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.
http://gurupkn.wordpress.com/category/pembelajaran/model-model/page/3/
Model Pembelajaran ARIAS
Abstrak. Model pembelajaran ARIAS dikembangkan sebagai salah satu alternatif yang dapat
digunakan oleh guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Model
pembelajaran ARIAS berisi lima komponen yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan
dalam kegiatan pembelajaran yaitu assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction
yang dikembangkan berdasarkan teori-teori belajar.
Model ini sudah dicobakan di dua sekolah yang berbeda yaitu salah satu SD negeri di Kota
Palembang (percobaan pertama) dan satu SD negeri di Sekayu, Kabupaten Musi Banyu Asin
(percobaan kedua). Hasil percobaan di lapangan menunjukkan bahwa model pembelajaran
ARIAS memberi pengaruh yang positif terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil percobaan tersebut model pembelajaran ARIAS dapat digunakan oleh para
guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam usaha meningkatkan motivasi
berprestasi dan hasil belajar siswa.
Kata kunci: motivasi berprestasi, hasil belajar siswa, ARIAS, kegiatan pembelajaran
1. Pendahuluan
Salah satu masalah dalam pembelajaran di sekolah adalah rendahnya hasil belajar siswa.
Suatu tes terhadap sejumlah siswa SD dari berbagai kabupaten dan propinsi menunjukkan
hasil belajar siswa sangat rendah (Lastri 1993:12). Nilai Ebtanas siswa SD dalam kurun
waktu lima tahun terakhir (1993/1994 sampai dengan 1997/1998) menunjukkan hasil belajar
yang kurang menggembirakan (Depdikbud, 1998).
Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor dari dalam (internal) maupun
faktor dari luar (eksternal). Menurut Suryabrata (1982: 27) yang termasuk faktor internal
adalah faktor fisiologis dan psikologis (misalnya kecerdasan motivasi berprestasi dan
kemampuan kognitif), sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah faktor lingkungan
dan instrumental (misalnya guru, kurikulum, dan model pembelajaran). Bloom (1982: 11)
mengemukakan tiga faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu kemampuan
kognitif, motivasi berprestasi dan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran adalah
kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan ini menyangkut model pembelajaran yang

digunakan.
Sering ditemukan di lapangan bahwa guru menguasai materi suatu subjek dengan baik tetapi
tidak dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Hal itu terjadi karena kegiatan
tersebut tidak didasarkan pada model pembelajaran tertentu sehingga hasil belajar yang
diperoleh siswa rendah. Timbul pertanyaan apakah mungkin dikembangkan suatu model
pembelajaran yang sederhana, sistematik, bermakna dan dapat digunakan oleh para guru
sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik sehingga dapat
membantu meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar. Berkenaan dengan hal itu,
maka dengan memperhatikan berbagai konsep dan teori belajar dikembangkanlah suatu
model pembelajaran yang disebut dengan model pembelajaran ARIAS. Untuk mengetahui
bagaimana pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap motivasi berprestasi dan hasil
belajar siswa, telah dicobakan pada sejumlah siswa di dua sekolah yang berbeda. Hasil
percobaan di lapangan menunjukkan bahwa model pembelajaran ARIAS memberi pengaruh
yang positif terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, model
pembelajaran ARIAS ini dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar melaksanakan
kegiatan pembelajaran dengan baik, dan sebagai suatu alternatif dalam usaha meningkatkan
motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. Tujuan percobaan lapangan ini untuk mengetahui
apakah ada pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap motivasi berprestasi dan hasil
belajar.
2. Kajian Teori dan Pembahasan
2.1 Model Pembelajaran ARIAS
Model pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model ARCS. Model ARCS
(Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction), dikembangkan oleh Keller dan Kopp (1987:
2-9) sebagai jawaban pertanyaan bagaimana merancang pembelajaran yang dapat
mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar. Model pembelajaran ini dikembangkan
berdasarkan teori nilai harapan (expectancy value theory) yang mengandung dua komponen
yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan harapan (expectancy) agar berhasil
mencapai tujuan itu. Dari dua komponen tersebut oleh Keller dikembangkan menjadi empat
komponen. Keempat komponen model pembelajaran itu adalah attention, relevance,
confidence dan satisfaction dengan akronim ARCS (Keller dan Kopp, 1987: 289-319).
Model pembelajaran ini menarik karena dikembangkan atas dasar teori-teori belajar dan
pengalaman nyata para instruktur (Bohlin, 1987: 11-14). Namun demikian, pada model
pembelajaran ini tidak ada evaluasi (assessment), padahal evaluasi merupakan komponen
yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pembelajaran. Evaluasi yang dilaksanakan tidak
hanya pada akhir kegiatan pembelajaran tetapi perlu dilaksanakan selama proses kegiatan
berlangsung. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang
dicapai atau hasil belajar yang diperoleh siswa (DeCecco, 1968: 610). Evaluasi yang
dilaksanakan selama proses pembelajaran menurut Saunders et al. seperti yang dikutip Beard
dan Senior (1980: 72) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Mengingat pentingnya
evaluasi, maka model pembelajaran ini dimodifikasi dengan menambahkan komponen
evaluasi pada model pembelajaran tersebut.
Dengan modifikasi tersebut, model pembelajaran yang digunakan mengandung lima
komponen yaitu: attention (minat/perhatian); relevance (relevansi); confidence
(percaya/yakin); satisfaction (kepuasan/bangga), dan assessment (evaluasi). Modifikasi juga

dilakukan dengan penggantian nama confidence menjadi assurance, dan attention menjadi
interest. Penggantian nama confidence (percaya diri) menjadi assurance, karena kata
assurance sinonim dengan kata self-confidence (Morris, 1981: 80). Dalam kegiatan
pembelajaran guru tidak hanya percaya bahwa siswa akan mampu dan berhasil, melainkan
juga sangat penting menanamkan rasa percaya diri siswa bahwa mereka merasa mampu dan
dapat berhasil. Demikian juga penggantian kata attention menjadi interest, karena pada kata
interest (minat) sudah terkandung pengertian attention (perhatian). Dengan kata interest tidak
hanya sekedar menarik minat/perhatian siswa pada awal kegiatan melainkan tetap
memelihara minat/perhatian tersebut selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Untuk
memperoleh akronim yang lebih baik dan lebih bermakna maka urutannya pun dimodifikasi
menjadi assurance, relevance, interest, assessment dan satisfaction. Makna dari modifikasi ini
adalah usaha pertama dalam kegiatan pembelajaran untuk menanamkan rasa yakin/percaya
pada siswa. Kegiatan pembelajaran ada relevansinya dengan kehidupan siswa, berusaha
menarik dan memelihara minat/perhatian siswa. Kemudian diadakan evaluasi dan
menumbuhkan rasa bangga pada siswa dengan memberikan penguatan (reinforcement).
Dengan mengambil huruf awal dari masing-masing komponen menghasilkan kata ARIAS
sebagai akronim. Oleh karena itu, model pembelajaran yang sudah dimodifikasi ini disebut
model pembelajaran ARIAS.
2.2 Komponen Model Pembelajaran ARIAS
Seperti yang telah dikemukakan model pembelajaran ARIAS terdiri dari lima komponen
(assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction) yang disusun berdasarkan teori
belajar. Kelima komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan
pembelajaran. Deskripsi singkat masing-masing komponen dan beberapa contoh yang dapat
dilakukan untuk membangkitkan dan meningkatkannya kegiatan pembelajaran adalah sebagai
berikut.
Komponen pertama model pembelajaran ARIAS adalah assurance (percaya diri), yaitu
berhubungan dengan sikap percaya, yakin akan berhasil atau yang berhubungan dengan
harapan untuk berhasil (Keller, 1987: 2-9). Menurut Bandura seperti dikutip oleh Gagne dan
Driscoll (1988: 70) seseorang yang memiliki sikap percaya diri tinggi cenderung akan
berhasil bagaimana pun kemampuan yang ia miliki. Sikap di mana seseorang merasa yakin,
percaya dapat berhasil mencapai sesuatu akan mempengaruhi mereka bertingkah laku untuk
mencapai keberhasilan tersebut. Sikap ini mempengaruhi kinerja aktual seseorang, sehingga
perbedaan dalam sikap ini menimbulkan perbedaan dalam kinerja. Sikap percaya, yakin atau
harapan akan berhasil mendorong individu bertingkah laku untuk mencapai suatu
keberhasilan (Petri, 1986: 218). Siswa yang memiliki sikap percaya diri memiliki penilaian
positif tentang dirinya cenderung menampilkan prestasi yang baik secara terus menerus
(Prayitno, 1989: 42). Sikap percaya diri, yakin akan berhasil ini perlu ditanamkan kepada
siswa untuk mendorong mereka agar berusaha dengan maksimal guna mencapai keberhasilan
yang optimal. Dengan sikap yakin, penuh percaya diri dan merasa mampu dapat melakukan
sesuatu dengan berhasil, siswa terdorong untuk melakukan sesuatu kegiatan dengan sebaikbaiknya sehingga dapat mencapai hasil yang lebih baik dari sebelumnya atau dapat melebihi
orang lain. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sikap percaya diri
adalah:
- Membantu siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta menanamkan pada siswa
gambaran diri positif terhadap diri sendiri. Menghadirkan seseorang yang terkenal dalam
suatu bidang sebagai pembicara, memperlihatkan video tapes atau potret seseorang yang telah

berhasil (sebagai model), misalnya merupakan salah satu cara menanamkan gambaran positif
terhadap diri sendiri dan kepada siswa. Menurut Martin dan Briggs (1986: 427-433)
penggunaan model seseorang yang berhasil dapat mengubah sikap dan tingkah laku individu
mendapat dukungan luas dari para ahli. Menggunakan seseorang sebagai model untuk
menanamkan sikap percaya diri menurut Bandura seperti dikutip Gagne dan Briggs (1979:
88) sudah dilakukan secara luas di sekolah-sekolah.
- Menggunakan suatu patokan, standar yang memungkinkan siswa dapat mencapai
keberhasilan (misalnya dengan mengatakan bahwa kamu tentu dapat menjawab pertanyaan di
bawah ini tanpa melihat buku).
- Memberi tugas yang sukar tetapi cukup realistis untuk diselesaikan/sesuai dengan
kemampuan siswa (misalnya memberi tugas kepada siswa dimulai dari yang mudah
berangsur sampai ke tugas yang sukar). Menyajikan materi secara bertahap sesuai dengan
urutan dan tingkat kesukarannya menurut Keller dan Dodge seperti dikutip Reigeluth dan
Curtis dalam Gagne (1987: 175-202) merupakan salah satu usaha menanamkan rasa percaya
diri pada siswa.
- Memberi kesempatan kepada siswa secara bertahap mandiri dalam belajar dan melatih suatu
keterampilan.
Komponen kedua model pembelajaran ARIAS, relevance, yaitu berhubungan dengan
kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang telah dimiliki maupun yang
berhubungan dengan kebutuhan karir sekarang atau yang akan datang (Keller, 1987: 2-9).
Siswa merasa kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki nilai, bermanfaat dan
berguna bagi kehidupan mereka. Siswa akan terdorong mempelajari sesuatu kalau apa yang
akan dipelajari ada relevansinya dengan kehidupan mereka, dan memiliki tujuan yang jelas.
Sesuatu yang memiliki arah tujuan, dan sasaran yang jelas serta ada manfaat dan relevan
dengan kehidupan akan mendorong individu untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan tujuan
yang jelas mereka akan mengetahui kemampuan apa yang akan dimiliki dan pengalaman apa
yang akan didapat. Mereka juga akan mengetahui kesenjangan antara kemampuan yang telah
dimiliki dengan kemampuan baru itu sehingga kesenjangan tadi dapat dikurangi atau bahkan
dihilangkan sama sekali (Gagne dan Driscoll, 1988: 140).
Dalam kegiatan pembelajaran, para guru perlu memperhatikan unsur relevansi ini. Beberapa
cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan relevansi dalam pembelajaran adalah:
- Mengemukakan tujuan sasaran yang akan dicapai. Tujuan yang jelas akan memberikan
harapan yang jelas (konkrit) pada siswa dan mendorong mereka untuk mencapai tujuan
tersebut (DeCecco,1968: 162). Hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka.
- Mengemukakan manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa baik untuk masa sekarang dan/atau
untuk berbagai aktivitas di masa mendatang.
- Menggunakan bahasa yang jelas atau contoh-contoh yang ada hubungannya dengan
pengalaman nyata atau nilai- nilai yang dimiliki siswa. Bahasa yang jelas yaitu bahasa yang
dimengerti oleh siswa. Pengalaman nyata atau pengalaman yang langsung dialami siswa
dapat menjembataninya ke hal-hal baru. Pengalaman selain memberi keasyikan bagi siswa,
juga diperlukan secara esensial sebagai jembatan mengarah kepada titik tolak yang sama
dalam melibatkan siswa secara mental, emosional, sosial dan fisik, sekaligus merupakan

usaha melihat lingkup permasalahan yang sedang dibicarakan (Semiawan, 1991). (4)
Menggunakan berbagai alternatif strategi dan media pembelajaran yang cocok untuk
pencapaian tujuan. Dengan demikian dimungkinkan menggunakan bermacam-macam strategi
dan/atau media pembelajaran pada setiap kegiatan pembelajaran.
Komponen ketiga model pembelajaran ARIAS, interest, adalah yang berhubungan dengan
minat/perhatian siswa. Menurut Woodruff seperti dikutip oleh Callahan (1966: 23) bahwa
sesungguhnya belajar tidak terjadi tanpa ada minat/perhatian. Keller seperti dikutip Reigeluth
(1987: 383-430) menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran minat/perhatian tidak
hanya harus dibangkitkan melainkan juga harus dipelihara selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan berbagai bentuk dan memfokuskan
pada minat/perhatian dalam kegiatan pembelajaran. Herndon (1987:11-14) menunjukkan
bahwa adanya minat/perhatian siswa terhadap tugas yang diberikan dapat mendorong siswa
melanjutkan tugasnya. Siswa akan kembali mengerjakan sesuatu yang menarik sesuai dengan
minat/perhatian mereka. Membangkitkan dan memelihara minat/perhatian merupakan usaha
menumbuhkan keingintahuan siswa yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.
Minat/perhatian merupakan alat yang sangat berguna dalam usaha mempengaruhi hasil
belajar siswa. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk membangkitkan dan menjaga
minat/perhatian siswa antara lain adalah:
- Menggunakan cerita, analogi, sesuatu yang baru, menampilkan sesuatu yang lain/aneh yang
berbeda dari biasa dalam pembelajaran.
- Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran,
misalnya para siswa diajak diskusi untuk memilih topik yang akan dibicarakan, mengajukan
pertanyaan atau mengemukakan masalah yang perlu dipecahkan.
- Mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran misalnya menurut Lesser seperti dikutip
Gagne dan Driscoll (1988: 69) variasi dari serius ke humor, dari cepat ke lambat, dari suara
keras ke suara yang sedang, dan mengubah gaya mengajar.
- Mengadakan komunikasi nonverbal dalam kegiatan pembelajaran seperti demonstrasi dan
simulasi yang menurut Gagne dan Briggs (1979: 157) dapat dilakukan untuk menarik
minat/perhatian siswa.
Komponen keempat model pembelajaran ARIAS adalah assessment, yaitu yang berhubungan
dengan evaluasi terhadap siswa. Evaluasi merupakan suatu bagian pokok dalam pembelajaran
yang memberikan keuntungan bagi guru dan murid (Lefrancois, 1982: 336). Bagi guru
menurut Deale seperti dikutip Lefrancois (1982: 336) evaluasi merupakan alat untuk
mengetahui apakah yang telah diajarkan sudah dipahami oleh siswa; untuk memonitor
kemajuan siswa sebagai individu maupun sebagai kelompok; untuk merekam apa yang telah
siswa capai, dan untuk membantu siswa dalam belajar. Bagi siswa, evaluasi merupakan
umpan balik tentang kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih
baik dan meningkatkan motivasi berprestasi (Hopkins dan Antes, 1990:31). Evaluasi terhadap
siswa dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang telah mereka capai.
Apakah siswa telah memiliki kemampuan seperti yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran
(Gagne dan Briggs, 1979:157). Evaluasi tidak hanya dilakukan oleh guru tetapi juga oleh
siswa untuk mengevaluasi diri mereka sendiri (self assessment) atau evaluasi diri. Evaluasi
diri dilakukan oleh siswa terhadap diri mereka sendiri, maupun terhadap teman mereka. Hal

ini akan mendorong siswa untuk berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya agar mencapai
hasil yang maksimal. Mereka akan merasa malu kalau kelemahan dan kekurangan yang
dimiliki diketahui oleh teman mereka sendiri. Evaluasi terhadap diri sendiri merupakan
evaluasi yang mendukung proses belajar mengajar serta membantu siswa meningkatkan
keberhasilannya (Soekamto, 1994). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Martin dan
Briggs seperti dikutip Bohlin (1987: 11-14) bahwa evaluasi diri secara luas sangat membantu
dalam pengembangan belajar atas inisiatif sendiri. Dengan demikian, evaluasi diri dapat
mendorong siswa untuk meningkatkan apa yang ingin mereka capai. Ini juga sesuai dengan
apa yang dikemukakan Morton dan Macbeth seperti dikutip Beard dan Senior (1980: 76)
bahwa evaluasi diri dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh karena itu, untuk
mempengaruhi hasil belajar siswa evaluasi perlu dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan evaluasi antara lain adalah:
Mengadakan evaluasi dan memberi umpan balik terhadap kinerja siswa.
Memberikan evaluasi yang obyektif dan adil serta segera menginformasikan hasil evaluasi
kepada siswa.
Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap diri sendiri.
Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap teman.
Komponen kelima model pembelajaran ARIAS adalah satisfaction yaitu yang berhubungan
dengan rasa bangga, puas atas hasil yang dicapai. Dalam teori belajar satisfaction adalah
reinforcement (penguatan). Siswa yang telah berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu
merasa bangga/puas atas keberhasilan tersebut. Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi
penguat bagi siswa tersebut untuk mencapai keberhasilan berikutnya (Gagne dan Driscoll,
1988: 70). Reinforcement atau penguatan yang dapat memberikan rasa bangga dan puas pada
siswa adalah penting dan perlu dalam kegiatan pembelajaran (Hilgard dan Bower, 1975:561).
Menurut Keller berdasarkan teori kebanggaan, rasa puas dapat timbul dari dalam diri individu
sendiri yang disebut kebanggaan intrinsik di mana individu merasa puas dan bangga telah
berhasil mengerjakan, mencapai atau mendapat sesuatu. Kebanggaan dan rasa puas ini juga
dapat timbul karena pengaruh dari luar individu, yaitu dari orang lain atau lingkungan yang
disebut kebanggaan ekstrinsik (Keller dan Kopp, 1987: 2-9). Seseorang merasa bangga dan
puas karena apa yang dikerjakan dan dihasilkan mendapat penghargaan baik bersifat verbal
maupun nonverbal dari orang lain atau lingkungan. Memberikan penghargaan (reward)
menurut Thorndike seperti dikutip oleh Gagne dan Briggs (1979: merupakan suatu penguatan
(reinforcement) dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, memberikan penghargaan
merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi hasil belajar siswa
(Hilgard dan Bower, 1975: 561). Untuk itu, rasa bangga dan puas perlu ditanamkan dan
dijaga dalam diri siswa. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain :
- Memberi penguatan (reinforcement), penghargaan yang pantas baik secara verbal maupun
non-verbal kepada siswa yang telah menampilkan keberhasilannya. Ucapan guru : Bagus,
kamu telah mengerjakannya dengan baik sekali!. Menganggukkan kepala sambil tersenyum
sebagai tanda setuju atas jawaban siswa terhadap suatu pertanyaan, merupakan suatu bentuk
penguatan bagi siswa yang telah berhasil melakukan suatu kegiatan. Ucapan yang tulus
dan/atau senyuman guru yang simpatik menimbulkan rasa bangga pada siswa dan ini akan
mendorongnya untuk melakukan kegiatan lebih baik lagi, dan memperoleh hasil yang lebih
baik dari sebelumnya.
- Memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan/keterampilan yang baru
diperoleh dalam situasi nyata atau simulasi.

- Memperlihatkan perhatian yang besar kepada siswa, sehingga mereka merasa dikenal dan
dihargai oleh para guru.
- Memberi kesempatan kepada siswa untuk membantu teman mereka yang mengalami
kesulitan/memerlukan bantuan.
2.3 Penggunaan Model Pembelajaran ARIAS
Penggunaan model pembelajaran ARIAS perlu dilakukan sejak awal, sebelum guru
melakukan kegiatan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran ini digunakan sejak guru
atau perancang merancang kegiatan pembelajaran dalam bentuk satuan pelajaran misalnya.
Satuan pelajaran sebagai pegangan (pedoman) guru kelas dan satuan pelajaran sebagai
bahan/materi bagi siswa. Satuan pelajaran sebagai pegangan bagi guru disusun sedemikian
rupa, sehingga satuan pelajaran tersebut sudah mengandung komponen-komponen ARIAS.
Artinya, dalam satuan pelajaran itu sudah tergambarkan usaha/kegiatan yang akan dilakukan
untuk menanamkan rasa percaya diri pada siswa, mengadakan kegiatan yang relevan,
membangkitkan minat/perhatian siswa, melakukan evaluasi dan menumbuhkan rasa
dihargai/bangga pada siswa. Guru atau pengembang sudah merancang urutan semua kegiatan
yang akan dilakukan, strategi atau metode pembelajaran yang akan digunakan, media
pembelajaran apa yang akan dipakai, perlengkapan apa yang dibutuhkan, dan bagaimana cara
penilaian akan dilaksanakan. Meskipun demikian pelaksanaan kegiatan pembelajaran
disesuaikan dengan situasi, kondisi dan lingkungan siswa. Demikian juga halnya dengan
satuan pelajaran sebagai bahan/materi untuk siswa. Bahan/materi tersebut harus disusun
berdasarkan model pembelajaran ARIAS. Bahasa, kosa kata, kalimat, gambar atau ilustrasi,
pada bahan/materi dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa, bahwa mereka mampu,
dan apa yang dipelajari ada relevansi dengan kehidupan mereka. Bentuk, susunan dan isi
bahan/materi dapat membangkitkan minat/perhatian siswa, memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengadakan evaluasi diri dan siswa merasa dihargai yang dapat menimbulkan
rasa bangga pada mereka. Guru dan/atau pengembang agar menggunakan bahasa yang mudah
dipahami dan dimengerti, kata-kata yang jelas dan kalimat yang sederhana tidak berbelit-belit
sehingga maksudnya dapat dengan mudah ditangkap dan dicerna siswa. Bahan/materi agar
dilengkapi dengan gambar yang jelas dan menarik dalam jumlah yang cukup. Gambar dapat
menimbulkan berbagai macam khayalan/fantasi dan dapat membantu siswa lebih mudah
memahami bahan/materi yang sedang dipelajari.
Siswa dapat membayangkan/mengkhayalkan apa saja, bahkan dapat membayangkan dirinya
sebagai apa saja (McClelland, 1987: 29). Bahan/materi disusun sesuai urutan dan tahap
kesukarannya perlu dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan keingintahuan dan
memungkinkan siswa dapat mengadakan evaluasi sendiri.
3. Hasil Percobaan di Lapangan
Model pembelajaran ARIAS telah dicobakan pada sejumlah siswa di dua sekolah yang
berbeda. Pertama model ini dicobakan kepada sejumlah siswa kelas V dari sebuah sekolah
dasar (SD) Negeri di Kota Palembang selama satu caturwulan yaitu catur wulan III tahun
ajaran 1995/1996. Sekolah ini diambil sebagai sampel secara acak sederhana dari sejumlah
SD negeri setara di Kota Palembang yang memiliki kelas V paralel. Dari keseluruhan siswa
SD ini diambil 60 orang siswa kelas V sebagai sampel yang dikelompokkan ke dalam empat
kelompok, di mana masing-masing kelompok berjumlah 15 orang siswa. Sampel siswa ini
juga diambil secara acak sederhana. Percobaan menggunakan metode eksperimen dengan

rancangan faktorial 2 x 2. Untuk memperoleh data yang diperlukan digunakan instrumen tes
hasil belajar dan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Data yang diperoleh
dianalisis dengan ANAVA2 jalur dengan uji F pada taraf signifikansi a = 0,05.
Percobaan kedua juga menggunakan metode eksperimen dengan rancangan 2 x 2
dilaksanakan di SD yang berbeda, yaitu sebuah SD negeri di Sekayu, Kabupaten Musi Banyu
Asin. Lama percobaan selama satu caturwulan yaitu catur wulan II tahun ajaran 1996/1997.
Jumlah sampel sebanyak 80 orang siswa yang dikelompokkan ke dalam empat kelompok di
mana masing-masing kelompok berjumlah 20 orang siswa. Baik sampel SD maupun sampel
siswa diambil secara acak sederhana. Untuk memperoleh data yang diperlukan digunakan tes
motivasi berprestasi. Data yang diperoleh juga dianalisis dengan ANAVA2 jalur pada taraf
signifikansi a = 0,05. Seperti halnya pada percobaan pertama, pada percobaan kedua ini juga
dilakukan uji persyaratan analisis yaitu uji Lilliefors untuk normalitas dan uji Bartlett untuk
homogenitas data.
Apakah motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran
ARIAS lebih tinggi daripada mereka yang mengikuti model pembelajaran non-ARIAS.
Untuk itu baik pada percobaan pertama maupun pada percobaan kedua, siswa dikelompokkan
ke dalam kelompok kontrol dan eksperimen. Kegiatan pembelajaran pada kelompok
eksperimen dilaksanakan berdasarkan model pembelajaran ARIAS. Satuan pelajaran yang
disusun berdasarkan model pembelajaran ARIAS disusun/dikembangkan oleh penulis. Pada
kelompok kontrol kegiatan pembelajaran dilaksanakan berdasarkan model pembelajaran nonARIAS, dengan satuan pelajaran disusun oleh guru kelas bersangkutan. Pada kedua
percobaan ini dilakukan pengontrolan validitas internal dan eksternal. Pengontrolan validitas
internal adalah:
(1) Menyetarakan setiap kelompok pada awal percobaan dengan menganalisis skor tes awal
setiap kelompok untuk menghindari efek pemilihan subjek yang berbeda;
(2) Menggunakan instrumen yang sama untuk tes akhir dan tes awal guna menghindari efek
perbedaan instrumen pengukur;
(3) Mengusahakan agar tidak ada subjek yang mengundurkan diri selama penelitian
berlangsung untuk menghindari efek kehilangan subjek dalam percobaan;
(4) Memberikan perlakuan yang relatif singkat, untuk menghindari efek pematangan dan efek
tes awal. Pengontrolan validitas eksternal adalah:
1. Penentuan kelompok kontrol, kelompok eksperimen dan pemilihan guru yang memiliki
kualifikasi setara ditetapkan secara acak;
2. Suasana belajar, situasi kelas, dan kondisi setiap kelompok semua sama seperti hari-hari
belajar biasa, kecuali penggunaan model pembelajaran ARIAS pada kelompok eksperimen,
untuk menghindari efek lingkungan yang dapat menyebabkan reaksi yang berlebihan dari
siswa;
3. Selama percobaan siswa tidak diberitahu bahwa sedang ada penelitian untuk menghindari
efek Howthorne dan John Henry.
Hasil ANAVA menunjukkan bahwa pada percobaan pertama Fo=10,74 jauh lebih besar dari

Ft=4,02 pada taraf signifikansi a = 0,05, dan perbedaan rerata skor antara kedua kelompok
XA=78,80 > Xn-A=75,93 (Sopah, 1999: 120 - 121). Hasil ini menunjukkan bahwa hasil
belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran ARIAS lebih tinggi daripada mereka yang
mengikuti model pembelajaran non-ARIAS. Pada percobaan kedua Fo=8,44 lebih besar dari
Ft=3,96 pada taraf signifikansi a = 0,05, dan perbedaan rerata skor antara kedua kelompok
adalah XA=18,55 > Xn-A=15,98 (Sopah,1998: 99-100). Hasil ini menunjukkan bahwa
motivasi berprestasi siswa yang mengikuti model pembelajaran ARIAS lebih tinggi daripada
mereka yang mengikuti model pembelajaran non-ARIAS.
Hasil kedua percobaan menunjukkan bahwa ada pengaruh model pembelajaran ARIAS
terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar. Motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa
yang mengikuti model pembelajaran ARIAS lebih tinggi daripada mereka yang mengikuti
model pembelajaran non-ARIAS.
4. Penutup
Dari hasil kedua percobaan lapangan tersebut dapat dikatakan bahwa model pembelajaran
ARIAS dapat digunakan oleh guru sebagai suatu alternatif dalam usaha meningkatkan
motivasi berprestasi dan hasil belajar. Meskipun percobaan lapangan ini menunjukkan hasil
positif namun kedua percobaan ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
Dari hasil kedua percobaan lapangan tersebut dapat dikatakan bahwa model pembelajaran
dapat digunakan oleh guru sebagai suatu alternatif dalam usaha meningkatkan motivasi
berprestasi dan hasil belajar. Meskipun percobaan lapangan ini menunjukkan hasil positif
namun kedua percobaan ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
- Percobaan ini dilakukan dengan mengambil sampel salah satu SD negeri di Kota Palembang
(percobaan pertama) dan satu SD negeri di Sekayu, Kabupaten Musi Banyu Asin (percobaan
kedua). Walaupun sampel ini diambil secara acak, namun jumlahnya sangat terbatas,
sehingga hasilnya belum tentu dapat digeneralisasikan ke wilayah yang lebih luas. Untuk itu,
perlu penelitian sejenis lainnya dengan sebaran dan wilayah sampel yang lebih luas. Dengan
dukungan hasil penelitian sejenis ini maka diharapkan dapat merupakan bahan pertimbangan
penggunaan model pembelajaran ARIAS di Sekolah Dasar.
- Waktu yang digunakan untuk percobaan ini juga terbatas. Percobaan hanya berlangsung
selama satu catur wulan. Karena waktunya terbatas, maka bahan atau materi yang diberikan
juga terbatas, belum begitu banyak. Meskipun dalam percobaan ini telah dilakukan
pengendalian secara cermat, namun karena terbatasnya waktu dan bahan yang diberikan
kemungkinan adanya pengaruh variabel lain yang tidak terkendali dapat terjadi. Untuk itu,
perlu adanya penelitian lanjutan yang waktunya lebih lama, bahan/materi yang diberikan
lebih banyak, sehingga dapat lebih mencerminkan bahwa model pembelajaran ARIAS dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa atau tidak.
- Bidang studi yang digunakan terbatas pada satu bidang studi bahkan satu subbidang studi.
Hasil baik yang diperoleh dalam subbidang studi ini belum tentu memberikan hasil yang
sama pada bidang studi lain. Karena itu juga perlu adanya penelitian sejenis lainnya pada
berbagai bidang studi, sehingga dapat mencerminkan besarnya pengaruh model pembelajaran
ARIAS terhadap hasil belajar siswa.
- Dalam percobaan ini satuan pelajaran yang disusun menurut model pembelajaran ARIAS,

baik untuk pegangan guru maupun sebagai bahan/materi bagi murid disusun oleh penulis.
Satuan pelajaran menurut model pembelajaran ARIAS ini dicobakan dan ternyata hasilnya
baik. Hasil baik ini mungkin perlu didukung oleh penelitian sejenis lainnya di mana satuan
pelajaran menurut model pembelajaran ARIAS disusun oleh guru bersangkutan. Dengan
demikian akan terlihat apakah memang satuan pelajaran menurut model pembelajaran ARIAS
yang disusun oleh guru dengan berbagai macam keterbatasannya juga akan mencapai hasil
yang lebih baik.
Diposkan oleh D.F. Mirdianto, S.Pd di 20.17
http://dfmirdianto.blogspot.com/2012/02/model-model-pembelajaran-penjas.html

Anda mungkin juga menyukai