TUGAS AKHIR
ABSTRAK
Iman Taufik Darajat. Perhitungan Kebutuhan Material Slurry
Pada
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
Pada Penyemenan
NIM
: 2011 41 004
Jurusan
: Teknik
Disetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Mengetahui,
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Manokwari, pada tanggal 6 Oktober 1993 sebagai
anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Wawan Darmawan dan
Ibu Nani Yuliani.
Penulis mengawali pendidikan formalnya di SD Negeri 1 Rancaloa Kota
Bandung pada tahun 1999 dan tamat pada tahun 2005, kemudian pada tahun yang
sama penulis melanjutkan pendidikan pada di SMP Negeri 34 Kota Bandung dan
lulus pada tahun 2008. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMK
Negeri 6 Kota Bandung pada tahun 2008 dan pindah ke SMK Negeri 2
Manokwari pada tahun kedua hingga lulus pada tahun 2011.
Selanjutnya pada tahun 2011 penulis diterima sebagai Mahasiswa D3
Perminyakan dan Gas Bumi, Jurusan Teknik, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Papua.
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir dengan judul Perhitungan Kebutuhan Material Slurry
Pada
bagaimana arti hidup ini, serta keluarga besar Panghegar yang telah memberikan
dukungan baik moril maupun materil.
Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari nilai
kesempurnaan, karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan oleh penulis.
Akhir kata, penulis berharap Tugas Akhir ini dapat bermanfaat baik bagi
penulis pribadi, bagi Mahasiswa D3 Teknik Perminyakan dan Gas Bumi maupun
Mahasiswa Universitas Negeri Papua, dan bagi siapapun yang membacanya.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
ABSTRAK ................................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................
vi
vii
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Tapal Batas Kegiatan PT Pertamina EP Sangatta Field .............
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Semen Berdasarkan API ........................................... 13
Tabel 3.1 Data Penyemenan Casing 9 58 " Sumur #H-03 ...................... 36
Tabel 3.2 Densitas dan Yield Cement Slurry Sumur #H-03.................... 37
Tabel 3.3 Material Penyemenan Sumur #H-03 ....................................... 37
Tabel 3.4 Volume Slurry Penyemenan Sumur #H-03 ............................. 48
Tabel 3.5 Total Additive Penyemenan Sumur #H-03.............................. 50
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran Cementing Proposal For 9 58 " Casing ..................................... 55
xi
Keterangan
Pertama Kali
Digunakan
Pada Halaman
Additive
12
Annulus
API
11
Blow out
21
Bumping pressure
29
BWOC
By Weight On Cement
35
Caliper log
Metode untuk
lubang bor
mengukur
diameter
Casing
Pipa selubung
lubang bor
sebagai
pelindung
Cutting
28
Deepening
48
Excess
32
Exist Casing
32
Filtrat
17
Istilah/Singkatan
32
xii
Flash-set
17
Formasi abnormal
10
HSR
11
Lead slurry
37
MSR
11
Mud cake
27
Open hole
32
Komplesi
sumur
dengan
cara
Perforated Completion perforasi/membuat lubang pada casing
di zona produktif
10
Previous casing
32
Safety factor
15
SG
Specific Gravity
37
Slurry
Spacer
Strength
Kekuatan
tekanan
Tail slurry
semen
untuk
membatasi
menahan
29
16
37
xiii
Top of cement
36
Top of tail
36
Valve
25
Viskositas
14
Yield Semen
34
Zona produktif
10
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyemenan merupakan salah satu faktor terpenting dalam suatu proses
pemboran. Penyemenan pada sumur pemboran adalah suatu proses pencampuran
(mixing) dan pendesakan (displacement) bubur semen (slurry) melalui casing
sehingga mengalir ke atas melewati annulus di belakang casing sehingga casing
terikat ke formasi. Pada umumnya penyemenan bertujuan untuk melekatkan
casing pada dinding lubang bor, melindungi casing dari masalah-masalah mekanis
sewaktu pemboran berlangsung, melindungi casing dari fluida formasi yang
bersifat korosif dan untuk memisahkan zona yang lain di belakang casing.
Penyemenan merupakan faktor yang paling penting dalam operasi pemboran
sehingga dapat mereduksi kemungkinan-kemungkinan permasalahan secara
mekanis sewaktu melakukan pemboran pada trayek selanjutnya.
Menurut alasan dan tujuannya, penyemenan dapat dibagi menjadi dua
yaitu: Primary cementing (penyemenan utama) dan secondary cementing
(penyemenan yang kedua atau perbaikan). Primary cementing adalah proses
penyemenan yang dilakukan pertama kali setelah casing diturunkan ke dalam
lubang bor. Sedangkan secondary cementing adalah penyemenan yang dilakukan
dikarenakan tidak sempurnanya penyemenan pertama (gagal). Selain itu,
secondary cementing juga dilakukan jika ingin menutup zona perforasi yang tidak
lagi digunakan, menutup kebocoran casing dan menutup sumur yang sudah akan
ditinggalkan.
Pada proses penyemenan, harus dilakukan perhitungan terlebih dahulu
terhadap volume dan materialnya sebelum memompakan slurry ke dalam sumur,
dimana perhitungan tersebut harus dilakukan secara tepat guna mendapatkan hasil
penyemenan yang baik. Maka dari itu penulis bermaksud untuk membahas
bagaimana proses perhitungan material kebutuhan slurry pada penyemenan casing
9 58 " Sumur #H-03 Lapangan Y.
1
Bab III Hasil dan Pembahasan, dalam bab ini terdapat sub-bab hasil yang
akan menjelaskan proses perhitungan dan sub-bab pembahasan yang akan
menjelaskan hasil dari perhitungan.
Bab IV Kesimpulan, dalam bab ini akan berisi kesimpulan dari semua
pembahasan dan perhitungan yang dijelaskan sebelumnya.
Sejarah Lapangan
Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas di Sangatta, dimulai pada tahun
1902 oleh ilmuan geologi Belanda, Muller dan Ulrich yang menemukan daerah
yang berpotensi terhadap minyak bumi di daerah Sangatta Kalimantan Timur.
Tahun 1936, BPM melakukan penyelidikan gravitasi terhadap daerah Sangatta.
Pada tahun 1939, sumur ST-1 mulai dibor sebagai sumur eksplorasi (1384
m) dan berhasil menemukan cadangan minyak dan gas. Namun kegiatan
eksplorasi migas di daerah Sangatta sempat terhenti karena terjadi Perang Dunia
II. Tahun 1949, kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dilanjutkan kembali namun
dihentikan karena tidak ekonomis.
Tahun 1970, PERTAMINA kembali melakukan kaji ulang dengan
melakukan penyelidikan geologi dan seismik di area operasi Sangatta. Di tahun
1972, PERTAMINA merehabilitasi 6 sumur bekas BPM dan dilanjutkan kembali
dengan pemboran pengembangan tahun 1973.
Produksi komersil di Sangatta Field dimulai pada tahun 1976 sebesar 5304
BOPD dan mencapai puncaknya pada tahun 1979 dengan produksi 9125 BOPD.
Rata-rata produksi di Sangatta Field pada bulan Juni tahun 2007 adalah sebesar
2150 BOPD.
1.6.2
Letak Geografis
Daerah operasi PT. Pertamina EP Region KTI Sangatta Field terletak pada
lapangan minyak Sangatta dan termasuk dalam Cekungan Kutai. Secara geografis
terletak pada garis LU 025027 dan garis BT 11728-11730 atau terletak
kurang lebih 300 km sebelah timur laut Balikpapan. Dengan luas Wilayah Kerja
Pertambangan Sangatta Bungalun sekitar 6.967 km2 dan Sangatta sekitar 17
km2.
yang berkembang di bagian utara Cekungan Kutai dan terpisah dari Delta
Mahakam purba di bagian selatan.
TARAKAN
BASIN
KUTAI
BASIN
BARITO
BASIN
ASEM
BASIN
Miosen Tengah mulai membebani endapan lempung tebal berumur tersier dan
mengkibatkan masa lempung yang belum mampat (kompak) itu menjadi labil.
Akibatnya masa lempung mencuat, berdiapirik menerus sedimen regresif di
atasnya membentuk struktur antiklin yang sempit ini dipisahkan oleh sinklin
sinklin yang lebar, berlangsung setahap demi setahap beruntun bersamaan dengan
progradasi pengendapan delta.
1.6.4
mulai dari Miosen Tengah sampai Pliosen. Walaupun demikian, dalam kenyataan
sepanjang fase regresi telah pula berlangsung beberapa siklus transgresi-regresi
kecil.
Pada kala Miosen Bawah daerah ini, Mangkupa yang berada di sebelah
barat laut Sungai Bungalun diduga mengalami pengangkatan dan sekitarnya
diendapkan lempung pasir, lanau dan batu gamping dalam lingkungan laut neritik.
Ke timur pengendapan telah berlangsung dalam kondisi laut yang lebih dalam,
dibuktikan oleh pemboran sumur miang 1, dimana batuan berumur Miosen
Bawah menunjukkan lingkungan batial.
Stratigrafi daerah Sangatta, berdasarkan data log, data geologi dan data fosil
diwakili oleh tiga formasi batuan, yaitu berturut turut dari bawah ke atas:
1. Formasi Pamaluan
Litologi terdiri dari batu lempung dan lanau berwarna kelabu hingga kelabu
kehitaman selang seling dengan batu pasir mulai dari kedalaman 3000 m
sampai 3141 m. Di Sangatta litologi tersebut merupakan bagian atas dari
Formasi Pamaluan dengan umur Miosen Bawah dan diendapkan pada
lingkungan laut neritik.
2. Formasi Palubalang
Formasi ini dari kedalaman 2166 m hingga 3000 m. Litologinya berupa
perselingan antara batu pasir dengan batu lempung, kadang kadang
terdapat sisipan batu gamping yang banyak mengandung fosil. Umur dari
formasi ini adalah Miosen Tengah dan diendapkan pada lingkungan neritik
tengah neritik dalam.
3. Formasi Balikpapan
Formasi ini dari permukaan hingga kedalaman 2166 m. Susunan litologi
berupa perselingan batu pasir dan batu lempung dengan sisipan batubara.
Umur dari lapisan ini adalah Miosen Tengah bagian atas dan diendapkan
pada lingkungan neritik dalam, hingga transisi dengan model pengendapan
selang seling antara kondisi fluvial dan kondisi delta.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyemenan
Penyemenan merupakan suatu proses pendorongan sejumlah slurry ke
dalam casing, kemudian melalui bagian bawah sepatu casing mengalir naik ke
annulus antara casing dan formasi. Kemudian slurry ini akan mengeras sehingga
mengikat antara casing dan formasi atau casing dengan casing. Skema
penyemenan dapat dilihat pada gambar 2.1.
Tujuan penyemenan adalah untuk melekatkan casing pada dinding lubang
sumur untuk melindungi casing dari masalah masalah mekanis sewaktu operasi
pemboran berlangsung dan melindungi casing dari fluida formasi yang bersifat
korosi dan untuk memisahkan zona yang satu dengan zona yang lain di belakang
casing. Menurut alasan dan tujuannya, penyemenan dapat dibagi dua yaitu
primary cementing (penyemenan utama) dan secondary cementing (penyemenan
kedua).
Primary Cementing
10
2.2.2
Secondary Cementing
atau terdapat
kerusakan pada
primary
cementing.
Maka
11
12
Mixing
Water
(gal/sk)
Static
Temperatur
(0F)
A (portland)
5.2
15.6
0 to 6.000
80 to 170
B (portland)
5.2
15.6
0 to 6.000
80 to 170
C (high early)
6.3
14.8
0 to 6.000
80 to 170
D (retarded)
4.3
16.4
E (retarded)
4.3
16.4
F (retarded)
4.3
16.2
G (basic)
5.0
15.8
0 to 8.000
80 to 170
H (basic)
4.3
16.4
0 to 8.000
80 to 170
6.000 to
170 to 260
12.000
6.000 to
170 to 290
14.000
10.000 to
230 to 320
16.000
2.4.1 Densitas
Densitas suspensi semen dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara
jumlah berat bubuk semen, air pencampur, dan additive terhadap jumlah volume
bubuk semen, air pencampur, dan additive. Densitas ini dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
Dbs
Gbk Gw Ga
Vbk Vw Va
(2.1)
13
Ga
Va
14
15
bagian atas tabung. Untuk semen kelas G air bebas yang terjadi tidak boleh lebih
dari 3,5 ml (1.4%). Bila air bebas yang terjadi melebihi 3,5 ml maka akan terjadi
pori-pori pada semen. Dan ini akan mengakibatkan semen mempunyai
permeabilitas yang besar.
16
Filtration loss
yang
Untuk formasi permeabel dengan zona gas, dimana migrasi gas mudah
terjadi maka semen dianjurkan memiliki semen fluid loss antara 20 40
ml / 30 menit.
Untuk semen densitas tinggi dengan pengurangan kadar air yang dapat
menimbulkan gangguan pada operasi pemompaan semen terutama pada
pemompaan yang rendah API fluid lossnya adalah kurang dari 50 ml / 30
menit.
17
Dan untuk semen casing produksi API fluid lossnya kurang dari 100 ml /
30 menit.
Pengujian filtration loss di laboratorium menggunakan alat filter press
pada kondisi temperatur sirkulasi dengan tekanan 1000 psi. Namun filter loss
mempunyai kelemahan yaitu temperatur maksimum yang dapat digunakan hanya
sampai 900F (32,220C). Filtration loss diketahui dari volume filtrat yang
ditampung dalam sebuah tabung atau gelas ukur selama 30 menit masa pengujian.
Bila waktu pengujian tidak sampai 30 menit maka besarnya Filtration loss dapat
diketahui dengan rumus :
F30
Ft
5.477
t
....
(2.3)
dimana :
F30
Ft
18
L
A P
(2.4)
dimana :
K
: Permeabilitas, mD.
: Viskositas, cp.
19
20
21
a. Silika
Bubuk Silika atau tepung silika umumnya digunakan sebagai additive dalam
operasi penyemenan supaya strength semen tidak hilang pada temperatur
tinggi.
b. Mud Kill
Berfungsi sebagai additive yang menetralisir bubur semen terhadap zat-zat
kimia dalam lumpur pemboran. Contoh mud kill adalah paraformaldehyde.
Mud kill juga memberi keuntungan seperti memperkuat ikatan semen dan
memperbesar strength semen.
c. Radioactive Tracers
Radioactive tracers ditambahkan ke dalam suspensi semen supaya
memudahkan operasi logging dalam menentukan posisi semen dan
mengetahui kualitas ikatan semen.
d. Antifoam Agents
Adanya foam (busa) dalam suspensi semen sering menyebabkan hilangnya
tekanan pemompaan, maka untuk mencegahnya ditambahkan antifoam agent.
Polypropylene Glycol adalah contoh antifoam agent yang sering digunakan,
karena selain efektif juga harganya murah.
2.6 Peralatan Penyemenan
2.6.1 Peralatan Atas Permukaan
Peralatan di permukaan yang diperlukan dalam penyemenan, terdiri dari
cementing unit, flow line, dan cementing head.
a. Cementing Unit
Cementing Unit merupakan suatu unit pompa yang berguna untuk
memompakan bubur semen dan lumpur pendorong dalam proses penyemenan.
Pada dasarnya Cementing Unit merupakan kumpulan dari berbagai peralatan yang
diperlukan dalam proses penyemenan yaitu :
Pump Skid
Pump skid merupakan pompa yang berfungsi untuk memompakan bubur
semen dan lumpur pendorong. Di samping itu pompa ini juga digunakan
22
untuk menekan bubur semen agar masuk ke dalam formasi melalui lubang
perforasi. Tekanan yang digunakan untuk memasukkan bubur semen
tersebut disebut tekanan squeeze.
Jet Mixer
Jet mixer berfungsi untuk mencampur semen kering dengan air sehingga
mengahasilkan bubur semen yang homogen.
Mixing Tub
Mixing tub adalah suatu alat yang berfungsi untuk menampung bubur semen
yang telah dihasilkan oleh jet mixer, bubur semen yang tertampung
selanjutnya dihisap oleh pump skid untuk diteruskan ke dalam sumur.
Bulk Cement
Bulk cement adalah suatu alat yang berfungsi untuk menyimpan atau
menampung semen kering.
23
Casing
Casing menurut fungsi dibagi menjadi : conductor casing, surface casing,
intermediate casing dan production casing / liner casing. Apabila casing hanya
24
dipasang pada zona produktif disebut open hole completion tetapi bila dipasang
dari atas hingga lapisan produktif disebut perforated casing completion.
Top Plug
Top Plug adalah plug yang berfungsi untuk mendorong bubur semen
melalui casing atau drill pipe yang telah ditempatkan pada plug dropping head.
c.
Bottom Plug
Bottom Plug adalah plug yang berfungsi untuk meminimalkan kontaminasi
Float Shoe
Float Shoe adalah peralatan yang terletak paling ujung dari rangkaian
casing. Float shoe dilengkapi dengan valve yang berfungsi mencegah aliran balik
suspensi semen dari annulus ke dalam casing.
25
Float Collar
Float Collar adalah collar yang mempunyai valve dan mempunyai fungsi
untuk mencegah aliran balik bubur semen dari annulus ke dalam casing.
Landing Collar
Landing Collar adalah tempat mendaratnya setting ball untuk keperluan
Centralizer
Centralizer dipergunakan untuk menempatkan casing supaya berada
ditengah-tengah lubang bor sehingga didapatkan cincin semen yang merata. Alat
ini penting karena ikut menentukan tingkat keberhasilan penyemenan casing.
Jarang sekali casing kedapatan pada posisi lurus, pada beberapa tempat akan
kontak dengan dinding lubang bor, kemungkinan ini semakin besar pada sumur
directional.
26
bertahap atau bertingkat, sebagai tempat keluarnya semen dari casing ke annulus
setelah tahap pertama dan sebelumnya selesai.
27
28
29
30
bubur semen
31
32
Volume casing-casing
[(ID1)2 (OD2)2] x 0,000971 x L ; bbl .................................. (2.5)
[(ID1)2 (OD2)2] x 0,005454 x L; cuft .................................. (2.6)
Volume casing-OH
[(OH)2 (OD2)2] x 0,000971 x L x (%excess+1) ; bbl ......... (2.7)
[(OH)2 (OD2)2] x 0,005454 x L x (%excess+1); cuft ........ (2.8)
Volume Pocket
(OH)2 x 0,000971 x L x (%excess+1) ; bbl ........................... (2.11)
(OH)2 x 0,005454 x L x (%excess+1); cuft .......................... (2.12)
Dimana : ID1
ID2
OD2
OH
1
.............................. (2.14)
8,34
: Specific Gravity
8,34
: ketentuan, lb/gal
33
(++)
.................................................................... (2.15)
(++)
7,48
.................................................................................... (2.16)
Dimana : Yield
: Yield, cuft/sack
7,48
: Ketentuan, gal/sack
Vs
.................................. (2.17)
34
42
......... (2.18)
Konsentrasi
Sacks Of Cement
42
: ketentuan, gal/bbl
%BWOC
berat semen
Sacks Of Cement
ID2
35
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Data Sumur
Tabel 3.1 Data Penyemenan Casing " Sumur #H-03
Data
Total Depth
Satuan
307
OD
13,375
inch
Previous Casing,
ID
12,615
inch
13 38
Nominal Weight
54,5
lb/ft
75
OD
9,625
inch
Exist Casing,
ID
8,755
inch
9 58
Nominal Weight
43,5
lb/ft
Length
304,9
Open Hole, 12 14
12,25
inch
Float Shoe
304,9
Float Collar
294,5
204,9
75
Length
Top Of Cement
Top Of Tail
Excess
36
1,60
SG
13,36
lb/gal
1,75
cuft/sack
1,90
SG
15,8
lb/gal
1,16
cuft/sack
Tail
Konsentrasi
SG
94
lb/sack
3,14
BAA-11 (Lead)
1,50
%BWOC
1,96
BAE-15L (Lead)
0,30
gal/sack
1,45
BAF-26L (Lead)
0,03
gal/sack
0,90
Water
9,11
gal/sack
Tail
Material
Cement Neat
Konsentrasi
SG
94
lb/sack
3,14
BAA-11 (Tail)
1,00
%BWOC
1,96
BAD-14L (Tail)
0,15
gal/sack
1,04
BAL-22L (Tail)
0,40
gal/sack
1,02
BAF-26L (Tail)
0,03
gal/sack
0,90
Water
4,45
gal/sack
37
MTR.
VOLUME
CASING - CASING
(LEAD)
13-3/8" SHOE
75 MTR.
VOLUME
CASING - OPENHOLE
(LEAD)
12-1/4" O.H
TOP OF TAIL
204,9 MTR.
VOLUME
CASING -OPENHOLE
(TAIL)
VOLUME
SHOE TRACK
VOLUME
POCKET
38
40
Cement Neat
Menggunakan persamaan 2.14
Volume absolute
1
8,34
1
= 8,34 / 3,14
= 0,038 gal/lb
BAA-11
Menggunakan persamaan 2.14
Volume absolute
1
8,34
1
= 8,34 / 1,96
= 0,061 gal/lb
BAE-15L
Menggunakan persamaan 2.14
Volume absolute
1
8,34
41
= 8,34 / 1,45
= 0,083 gal/lb
BAF-26L
Menggunakan persamaan 2.14
Volume absolute
1
8,34
1
8,34 / 0,90
= 0,133 gal/lb
Water
Menggunakan persamaan 2.14
Volume absolute
1
8,34
1
= 8,34 / 1
= 0,120 gal/lb
b. Volume Absolute Material Tail
Cement Neat
Menggunakan persamaan 2.14
Volume absolute
1
8,34
1
= 8,34 / 3,14
= 0,038 gal/lb
BAA-11
Menggunakan persamaan 2.14
Volume absolute
1
8,34
1
= 8,34 / 1,96
42
= 0,061 gal/lb
BAD-14L
Menggunakan persamaan 2.14
Volume absolute
1
8,34
1
= 8,34 / 1,04
= 0,116 gal/lb
BAL-22L
Menggunakan persamaan 2.14
Volume absolute
1
8,34
1
= 8,34 / 1,02
= 0,118 gal/lb
BAF-26L
Menggunakan persamaan 2.14
Volume absolute
1
8,34
1
= 8,34 / 0,90
= 0,133 gal/lb
Water
Menggunakan persamaan 2.14
Volume absolute
1
8,34
1
= 8,34 / 1
= 0,120 gal/lb
43
= 1,60
= 1,75 cuft/sack
b. Tail Slurry
= 1,90
= 1,16 cuft/sack
322,78
1,75 /
= 184 sack
b. Sack Of Cement Tail Slurry
Menggunakan persamaan 2.17
Sacks Of Cement =
=
204,05
1,16 /
= 176 sack
44
42
9,11 / 184
42 /
= 39,9 bbl
b. Mix Water Required Tail Slurry
Menggunakan persamaan 2.18
Mix Water Required
42
4,45 / 176
42 /
= 18,6 bbl
3.1.11 Perhitungan Material Required (Additive)
a. Material Lead Slurry
BAA-11
Menggunakan persamaan 2.19
Total Material = %BWOC x berat semen/sack x sacks of cement
= 1,5% x 94 lb/sack x 184 sack
= 259,4 lb
BAE-15L
Menggunakan persamaan 2.20
Total Material = konsentrasi additive x sacks of cement
= 0,30 gal/sack x 184 sack
= 55,2 gal
BAF-26 L
Menggunakan persamaan 2.20
Total Material = konsentrasi additive x sacks of cement
45
BAA-11
Menggunakan persamaan 2.19
Total Material = %BWOC x berat semen/sack x sacks of cement
= 1,00% x 94 lb/sack x 176 sack
= 165,4 lb
BAD-14L
Menggunakan persamaan 2.20
Total Material = konsentrasi additive x sacks of cement
= 0,15 gal/sack x 176 sack
= 26,4 gal
BAL-22 L
Menggunakan persamaan 2.20
Total Material = konsentrasi additive x sacks of cement
= 0,40 gal/sack x 176 sack
= 70,4 gal
BAF-26 L
Menggunakan persamaan 2.20
Total Material = konsentrasi additive x sacks of cement
= 0,03 gal/sack x 176 sack
= 5,3 gal
3.2 Pembahasan
Kebutuhan material slurry pada penyemenan casing 9 58 " Sumur #H03 Lapangan Y terdiri dari semen, air, dan addtitive. Dimana slurry
penyemenan pada casing 9 58 " ini dibagi menjadi dua bagian yaitu lead dan juga
tail.
Pada perhitungan material slurry casing 9 58 " Sumur #H-03 Lapangan
Y, lead dan tail sudah ditentukan oleh hasil uji laboratorium di perusahaan.
Pada data penyemenan casing 9 58 " Sumur #H-03 Lapangan Y yang ada,
lead slurry memiliki panjang interval dari top of cement = 0 meter (permukaan)
hingga top of tail = 204,9 meter. Dan lead slurry memiliki panjang interval dari
top of tail = 204,9 meter hingga total depth = 307 meter (dasar sumur).
Pada perhitungan penyemenan casing 9 58 " Sumur #H-03 Lapangan
Y, excesss yang digunakan 75%. Dimana excess sudah ditentukan oleh engineer
perusahaan terkait.
Pada perhitungan penyemenan casing 9 58 " Sumur #H-03 Lapangan
Y, hal yang pertama dihitung adalah menghitung volume yang akan disemen.
Dimana pada perhitungannya dibagi menjadi lima volume. Yang pertama adalah
volume antara casing casing (lead). Yaitu volume yang berada di antara
previous casing (13 38 ") dan exist casing (9 58 ") yang akan disemen dengan
lead slurry. Yang kedua adalah volume casing open hole (lead). Yaitu volume
yang berada di antara open hole dan exist casing (9 58 ") yang akan disemen
dengan lead slurry. Yang ketiga adalah volume casing open hole (tail). Yaitu
volume yang berada di antara open hole dan exist casing (9 58 ") yang akan
disemen dengan tail slurry. Yang keempat adalah volume shoe track (tail). Yaitu
volume yang berada di antara float shoe dan float collar yang akan disemen
dengan tail slurry. Sebenarnya volume ini tidaklah begitu penting pada tujuannya,
karena setelah proses penyemenan selesai volume tersebut akan dibor untuk
melanjutkan ke trayek selanjutnya, tetapi volume ini sangat berpengaruh untuk
47
menahan bubur semen selama proses pengerasan agar tidak terjadi sirkulasi balik
dari annulus. Dan yang kelima adalah volume pocket (tail). Yaitu volume yang
berada di antara float shoe dan total depth yang akan disemen dengan tail slurry.
Volume ini cukup penting karena berfungsi untuk mensirkulasikan semen slurry
dari dalam casing ke annulus. Karena jika tidak menggunakan pocket harus
dilakukan deepening atau dengan pengangkatan casing untuk mensirkulasikan
semen slurry dari dalam casing ke annulus. Pada perhitungan volume casing
9 58 " Sumur #H-03 Lapangan Y, sesuai perhitungan yang sudah diuraikan
di atas didapatkan volume sebagai berikut.
Tabel 3.4 Volume Slurry Penyemenan Sumur #H-03
Keterangan
Volume
(cuft)
Volume
(bbl)
89,24
15,89
233,54
41,60
179,85
32,03
14,24
2,54
9,96
1,77
322,78
57,49
204,05
36,34
526,83
93,84
Pada perhitungan material slurry penyemenan casing 9 58 " Sumur #H03 Lapangan Y, densitas dan yield semen slurry sudah ditentukan oleh hasil uji
laboratorium. Hal ini karena dalam perhitungan densitas dan yield semen harus
langsung dilakukan pengetesan di laboratorium selama perhitungannya. Selain itu,
tidak adanya data massa berat dari beberapa additive yang ditambahkan membuat
penulis tidak dapat memuat perhitungan densitas dan yield semen slurry.
48
49
Konsentrasi
Total
BAA-11 (accelerator)
1,50
%BWOC
259,4
lb
BAE-15L (extender)
0,30
gal/sack
55,2
gal
BAF-26L (antifoam)
0,03
gal/sack
5,5
gal
Tail Slurry
Additive and aplication
Konsentrasi
Total
BAA-11 (accelerator)
1,00
%BWOC
165,4
lb
BAD-14L (dispersant)
0,15
gal/sack
26,4
gal
0,40
gal/sack
70,4
gal
0,03
gal/sack
5,3
gal
50
menggunakan accelerator karena melihat jarak target yang tidak terlalu panjang.
Selain itu, accelerator disini diharapkan dapat mengimbangi pengaruh dari
additive lain seperti additive dispersant dan fluid loss control agent yang
digunakan pada tail slurry yang dapat mempengaruhi proses waktu pengerasan
tail slurry. sehingga diharapkan tidak terjadi penundaan pengerasan pada semen
tail slurry. Lalu, penggunaan BAD-14L pada tail slurry berfungsi sebagai
dispersant atau untuk menurunkan viskositas dari tail slurry. Viskositas pada tail
slurry dikurangi karena mengingat densitas tail slurry yang lebih besar dari pada
lead slurry. Sehingga diharapkan pompa tidak keberatan dan tetap efisien dalam
memompakan semen slurry secara keseluruhan. Selain itu, pada tail slurry juga
ditambahkan additive BAL-22L yang berfungsi sebagai fluid loss control agent
atau untuk mencegah hilangnya fasa liquid ke dalam formasi. Additive ini
digunakan dengan dua alasan yaitu karena tail slurry berada di dasar sumur
sehingga suhu dan tekanan yang lebih besar dari pada lead slurry, lalu additive ini
berfungsi untuk mengimbangi dispersant yang dapat memperbesar fluid loss. Dan
additive terakhir yang digunakan pada tail slurry adalah BAF-26L. BAF-26L
berfungsi sebagai antifoam agent yaitu untuk menghilangkan busa atau foam yang
pada proses pemompaan. Selain itu, pada tail slurry menggunakan additive fluid
loss control (BAL-22L) yang dapat menimbulkan busa pada waktu proses proses
mixing. Sehingga additive anti foam agent sangat penting untuk ditambahkan
pada tail slurry ini.
Pada perhitungan material slurry penyemenan casing 9 58 " Sumur #H03 Lapangan Y, banyaknya displacement fluid yang dibutuhkan untuk
mendorong semen slurry adalah 403,9 cuft atau 71,9 bbl. Displacement volume
didapatkan dari harga kapasitas dalam exist casing dikalikan dengan panjang dari
permukaan ke float collar.
51
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari seluruh hasil perhitungan dan pembahasan mengenai kebutuhan
material slurry penyemenan casing 9 58 " Sumur #03 Lapangan Y, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut.
a. Total volume slurry yang dibutuhkan adalah 526,83 cuft atau 93,84 bbl.
Dimana slurry dibagi menjadi dua bagian yaitu 322,78 cuft atau 57,49 bbl
untuk lead slurry, dan 204,05 cuft atau 36,34 bbl untuk tail slurry.
b. Material penyemenan yang dibutuhkan untuk lead slurry adalah semen
sebanyak 184 sack. Sedangkan air yang dibutuhkan sebanyak 39,9 bbl. Dan
additive yang dibutuhkan adalah 259,4 lb BAA-11 (accelerator); 55,2 gal
BAE-15L (extender); dan 5,5 gal BAF-26L (anti foam).
c. Material penyemenan yang dibutuhkan untuk tail slurry adalah semen
sebanyak 176 sack. Sedangkan air yang dibutuhkan sebanyak 18,6 bbl. Dan
additive yang dibutuhkan adalah 165,4 lb BAA-11 (accelerator); 26,4 gal
BAD-14L (dispersant); 70,4 gal BAL-22L (fluid loss control); dan 5,3 gal
BAF-26L (anti foam).
d. Total displacement volume yang dibutuhkan untuk mendorong semen slurry
adalah sebanyak 403,9 cuft atau 71,9 bbl lumpur.
4.2 Saran
Saran yang ingin penulis sampaikan untuk penulisan perhitungan
penyemenan ke depannya, data yang dipersiapkan agar lebih lengkap. Baik data
laboratorium, data formasi, dan data pelengkap lainnya. Hal ini agar perhitungan
dapat lebih baik dan dapat dipahami dari berbagai parameter.
52
DAFTAR PUSTAKA
Badu, Ir. Kaswir. 2008. Advanced Drilling. Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Minyak dan Gas Bumi. Cepu.
Baker Huges, INTEQ. 1995. Drilling Engineering Workbook. Baker Huges
INTEQ. Houston United State of America.
Gusmao, Vania. 2009. Penyemenan trayek casing 13 38 dan 9 8 dan 7 Pada
Sumur SLL-30. Laporan Kerja Praktek.
Mudofir, Achmad. 2002. Pengenalan Casing dan Penyemenan. Slide Presentasi.
Kent, Clark. 2006. Cementing System. Powerpoint Presentation.
nn. 2006. Data PT. Pertamina EP Region KTI Sangatta Field.
nn. 2008. Panduan Penyusunan Karya Ilmiah. Fakultas Metematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Papua. Manokwari.
nn. 2012. Teori Dasar Penyemenan.
Rubba, Ichwan. 2013. Perencanaan Kebutuhan Material Penyemenan Casing
13 38 Pada Sumur X Lapangan Y Kasim Marine Terminal (KMT)
Sorong Papua Barat. Tugas Akhir Universitas Negeri Papua. Manokwari.
Schlumberger. 2003. Casing Operation Overview. Powerpoint Presentation.
Cirebon.
Setiawan, Ridwan. 2009. Proses Penyemenan Pada Trayek Casing 13 38 Di
Sumur X Lapangan Y. Prosposal Kerja Praktek. Akademi Minyak dan Gas
Bumi Balongan. Indramayu.
Suman, George and Ellis, Richard. 1977. World Oils Cementing Handbook.
Gulf Publishing Company. Houston, United States of America.
53
Petra.
2013.
Evaluasi
Perencanaan
Rangkaian
Casing
54
LAMPIRAN
Page 1 of 2
I. WELL DATA :
TOTAL DEPTH
PREV. CASING
EXIST. CASING
D.P/TUBING
OPEN HOLE
FLOAT SHOE
FLOAT COLLAR
307
13 3/8
9 5/8
12 1/4
304,9
294,5
METER
INCH
INCH
INCH
INCH
METER
METER
TOP OF CMT
54,5 LB/FT
12,615 INCH I.D
75 METER
43,5 LB/FT
8,755 INCH I.D
304,9 METER
- LB/FT
- INCH I.D
- METER
LINER HANGER
METER
TOP OF CEMENT
0 METER
TOP OF TAIL
204,9 METER
CASING - OH (T)
SHOE TRACK (T)
POCKET (T)
ABOVE LINER
TOTAL VOLUME
0,3627
0,3132
0,3132
0,4180
0,8184
CUFT/FT
CUFT/FT
CUFT/FT
CUFT/FT
CUFT/FT
CUFT/FT
x
x
x
x
x
x
DISPLACEMENT VOLUME
89,25
233,55
179,82
14,24
9,96
0,00
526,81
CUFT
CUFT
CUFT
CUFT
CUFT
CUFT
CUFT
MTR.
13-3/8" SHOE
75 MTR.
71,9 BBL
13,36
YIELD
WATER
TOTAL MIX. FLUID
1,75
9,11
39,9
9,44
41,4
TAIL SLURRY
EXCESS
75
204
SLURRY VOLUME
36,3
SACK OF CEMENT
176
1,90
DENSITY
%
CUFT
BBL
SACKS
SG
PPG
CUFT/SX YIELD
GPS
WATER
BBL
GPS
TOTAL MIX. FLUID
BBL
%
CUFT
BBL
SACKS
SG
15,8 PPG
1,16
4,45
18,6
5,03
21,1
12-1/4" O.H
CUFT/SX
GPS
BBL
GPS
BBL
TOP OF TAIL
204,9 MTR.
LEAD SLURRY
CONCENTRATION
TOTAL
184 SACKS
1,50 %BWOC
259,4 LBS
0,30 GPS
55,2 GALS
GPS
GALS
GPS
GALS
0,03 GPS
5,5 GALS
TAIL SLURRY
CONCENTRATION
TOTAL
176 SACKS
1,00 %BWOC
165,4 LBS
GPS
GALS
0,15 GPS
26,4 GALS
0,40 GPS
70,4 GALS
0,03 GPS
5,3 GALS
294,5 MTR.
304,9 MTR.
LEAD SLURRY
184 SACKS
259,4 LBS
55,2 GALS
GALS
GALS
5,5 GALS
TAIL SLURRY
176 SACKS
165,4 LBS
GALS
26,4 GALS
70,4 GALS
5,3 GALS
TOTAL
360 SACKS
424,88 LBS
55,20 GALS
26,40 GALS
70,40 GALS
10,80 GALS
DEPTH
307,0 MTR.
Page 2 of 2