Hipertiroid merupakan penyakit yang relatif jarang terjadi pada masa anak,
namun kejadiannya semakin meningkat pada usia remaja dan dewasa. Pada
anak-anak, lebih dari 95% disebabkan penyakit Graves. (1-3) Penggunaan istilah
hipertiroid
sendiri
seringkali dikacaukan
dengan tirotoksikosis,
keduanya
merupakan keadaan yang hampir sama namun pada dasarnya berbeda. (1)
Tirotoksikosis
merupakan
istilah
umum
yang
menunjukkan terjadinya
peningkatan kadar T3 (triiodothyronine) dan atau T4 (thyroxine) dengan
penyebab apapun, sedangkan hipertiroid menunjukkan penyebab dari keadaan
tirotoksikosis khusus akibat peningkatan produksi hormon tiroid. (1,4)
Rendahnya angka kejadian serta tidak khasnya gejala awal hipertiroid pada
anak seringkali tidak diperhatikan para praktisi kesehatan dalam menentukan
diagnosis dan penatalaksananya. (2,5) Seringkali anak dengan hipertiroid harus
mengalami
penderitaan beberapa bulan lebih lama sampai diagnosis
hipertiroidnya tertegakkan.(5-7)
Pemilihan topik pada makalah ini bertujuan untuk memberikan penyegaran
tentang aspek
diagnosis
dan
penatalaksanaan
hipertiroid
pada
anak.
Mengingat lebih dari 95% penyebab hipertiroid pada anak adalah penyakit
Graves, maka pembahasan makalah ini dibatasi pada penyakit Graves yang
terjadi pada bayi dan anak.
EPIDEMIOLOGI
Sampai saat ini belum didapatkan angka yang pasti insiden dan prevalensi
hipertiroid pada anak-anak di Indonesia. Beberapa pustaka di luar negeri
menyebutkan insidennya pada masa anak secara keseluruhan diperkirakan
1/100.000 anak per tahun. (5) Mulai 0,1/100.000 anak per tahun untuk anak 0-4
tahun, meningkat sampai dengan 3/100.000 anak pertahun pada usia remaja.
(5,8.9)
Secara keseluruhan insiden hipertiroid pada anak jumlahnya kecil sekali atau
diperkirakan hanya 5-6 % dari keseluruhan jumlah penderita penyakit Graves
segala umur.(1,9,10)
Prevalensinya pada remaja wanita lebih besar 6-8 kali dibanding pada remaja pria.
(2,11)
Kebanyakan dari anak-anak yang menderita penyakit Graves mempunyai
riwayat keluarga dengan penyakit tiroid atau penyakit autoimun yang lain,
misalnya: diabetes mellitus tipe 1, penyakit Addison, lupus sistemik, ITP,
myasthenia gravis, artritis rematoid, dan vitiligo. (2,3,8,11)
Penyakit Graves juga lebih sering terjadi pada pasien dengan trisomi 21. (2)
Sedangkan penyakit Graves pada neonatus (Neonatal Graves) hanya terjadi pada
bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu berpenyakit Graves dengan prevalensi 1 dibanding
70 kelahiran.(12)
NEONATAL GRAVES
Patofisiologi
Terdapat perbedaan yang mendasar patofisiologi penyakit Graves yang terjadi
pada bayi dengan yang terjadi pada anak dan dewasa. Penyakit Graves pada
bayi atau neonates selalu transient atau bersifat sementara, sedangkan pada
anak dan dewasa biasanya bersifat menahun. 2,3,12
Neonatal Graves hanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang
menderita penyakit Graves dengan aktifitas antibodi stimulasi terhadap
reseptor TSH (TSH receptor-stimulating antibodies, di sini kita gunakan
sebagai TRAb-stimulasi) yang kuat. Hal ini dikarenakan adanya TRAb-stimulasi
dari ibu yang mencapai bayi melalui plasenta. TRAb-stimulasi bisa terdapat
dalam sirkulasi ibu hamil yang tidak dalam keadaan hipertiroid, oleh karena
itu adanya riwayat penyakit Graves pada ibu harus menjadi pertimbangan
risiko terjadinya penyakit Graves pada bayinya. 2,12,13
Ibu dengan penyakit Graves dapat mempunyai campuran antibodi stimulasi
dan inhibisi/blocking terhadap reseptor TSH (TRAb-stimulasi dan TSH receptorblocking antibodies atau kita sebut TRAb-inhibisi) sekaligus. Jenis antibodi yang
sampai kepada bayi melalui plasenta akan mempengaruhi kelenjar tiroid bayi,
bayi yang dilahirkan dapat hipertiroid, eutiroid, atau hipotiroid, tergantung
antibodi yang lebih dominan. 3,12,13 Potensi masing-masing dari kedua jenis
antibodi, beratnya penyakit ibu, lama paparan terhadap kondisi hipertiroid di
dalam kandungan, serta obat-obatan anti-tiroid dari ibu merupakan faktorfaktor yang dapat berpengaruh pada status tiroid bayi. 2,12
Gejala Klinis
Walaupun paparan terhadap TRAb terjadi sejak di dalam kandungan, tidak semua
bayi yang lahir segera menunjukkan gejala klinis sebagai hipertiroid. Apabila
terdapat TRAb-inhibisi di dalam sirkulasi bayi, bayi dapat mengalami hipotiroid yang
bersifat transient atau eutiroid. Gejala klinis akan muncul dalam minggu
pertama setelah kerja TRAb-inhibisi menurun. Demikian juga bila ibu
mengkonsumsi obat-obatan anti-tiroid.2,3,12 Gejala klinis neonatal Graves adalah
seperti pada tabel 1.
Takikardia
Hepatosplenomegali
Ikterus
Craniosynostosis
Gagaj jantung
Trombositopenia
Kematian
Dikutip dari Rossi WC, Caplin N, Alter CA. Thyroid Disorders in Children. In: Moshang T, ed.
Pediatric Endocrinology The Requisites in Pediatrics. St Louis, Missouri: Elsevier Mosby, 2005: 171-90.
Half life dari TRAb adalah sekitar 1-2 minggu. Lama gejala klinis neonatal Graves
tergantung dari potensi dan kecepatan klirens antibodi, biasanya berlangsung
2-3 bulan, dan bahkan bisa lebih. 2,12 Komplikasi yang dapat terjadi adalah
gagal jantung, gagal tumbuh, penutupan sutura tulang tengkorak yang terlalu
dini dengan konsekwensi adanya gangguan perkembangan motorik maupun
mental.2,3,13
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis hipertiroid pada neonatal Graves ditunjukkan dengan adanya
peningkatan kadar T4, FT4, T3, dan FT3 yang disertai supresi kadar TSH.
Adanya titer TRAb yang tinggi pada ibu atau bayi (biasanya diukur sebagai TSH
receptor-binding inhibiting immunoglobulin = TBII, mengukur kedua antibodi
stimulasi atau inhbisi) merupakan konfirmasi penyebabnya. 3,12
Mengingat pentingnya diagnosis dan terapi yang segera, beberapa keadaan
seperti pada tabel 1 patut dipertimbangkan sebagai neonatal Graves untuk
dilakukan pemeriksaan uji fungsi tiroid yang diperlukan.
Beberapa kondisi yang harus dipertimbangkan sebagai neonatal Graves
1. Takikardia yang tidak jelas sebabnya, adanya goiter atau stare.
2. Petechie
yang
tidak
jelas
sebabnya,
hiperbilirubinema,
atau
hepatosplenomegali.
3. Riwayat atau adanya titer TRAb yang tinggi selama kehamilan ibu.
4. Riwayat atau adanya kebutuhan obat anti tiroid yang meningkat selama
kehamilan ibu.
5. Riwayat terapi ablasi tiroid dari ibu.
6. Riwayat penyakit Graves pada keluarga.
(Dikutip dari Brown RS, Huang S. The Thyroid and Its Disorders. In: Brook CGD, Clayton PE, Brown RS,
eds. Brooks Clinical Pediatric Endocrinology. Massachusetts: Blackwell Publishing Ltd, 2005: 218-51)
Terapi
Pada awal pengobatan perlu diingat bahwa neonatal Graves merupakan self
limiting disease sehingga bersifat sementara, dan pengobatan dilakukan
dengan prinsip titrasi untuk menjadikan bayi dalam keadaan eutiroid. 12 Dapat
menggunakan
propylthiouracil
(PTU) dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari atau
methimazole (MMI) dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 3. Jika
gejalanya sangat hebat bisa ditambahkan larutan Lugol dengan dosis 1 tetes
setiap 8 jam untuk menghambat pelepasan hormon tiroid. Respon terapi harus
dilakukan dengan ketat selama 24-36 jam pertama.2,12,13
Bila respon terapi kurang baik, dosis anti-tiroid bisa dinaikkan sampai 50%, dan
perlu ditambahkan propanolol untuk mengurangi gejala overstimulasi simpatik,
dengan dosis 2 mg/kgBB/hari. Prednison dengan dosis 2 mg/kgBB/hari juga
ditambahkan untuk mengurangi sekresi hormon tiroid dan mengurangi konversi T4
menjadi T3 di perifer. 2,12 Konsultasikan juga dengan bagian kardiologi anak.
ASI pada ibu yang mengkonsumsi antitiroid dapat tetap diberikan bila tidak
melebihi 400 mg/hari untuk PTU, dan 40 mg/hari untuk MMI. 2,12
GRAVES PADA ANAK DAN REMAJA
Patofisiologi
Penyakit Graves merupakan penyakit autoimun dengan adanya defek pada
toleransi imun dengan penyebab yang belum jelas. 1,8,14,15 Adanya autoantibodi
yang bekerja pada reseptor TSH pada kelenjar tiroid (TSH receptorstimulating
antibodies atau di sini disebut TRAb-stimulasi) menyebabkan peningkatan
sintesis dan sekresi hormon tiroid secara otonom di luar jaras hipotalamushipofisis- tiroid (gambar 1).2,11,15 Antibodi tersebut merupakan IgG subklas IgG1,
(15)
dengan target utama auto-antigen dari reseptor TSH, selain dari auto-antigen
yang mirip di jaringan subkutan dan otot-otot ekstraokuler. 2,11,14-16
lebih tinggi dan kurus dari teman sebaya terutama terjadi pada anak-anak
prepubertas.7sedangkan pada anak-anak remaja, hal ini tidak terjadi. 2,7
Pada anak-anak remaja sering terjadi gangguan pubertas (pubertas terlambat).
Pada remaja wanita yang telah menarche, seringkali terjadi amenorrhea sekunder.
Gangguan tidur yang menyertai seringkali menyebabkan anak cepat lelah. 2,6,7
Di samping sering terjadi pada orang dewasa, opthalmopathy merupakan
salah satu tanda klinis yang khas yang bisa terjadi pada anak-anak, namun terjadi
lebih ringan dan lebih mudah terjadi remisi spontan. 5,16,18 Secara keseluruhan
gejala dan tanda klinis penyakit Graves dapat dilihat pada tabel 2.
Jumlah (%)
98-99
82-95
20-84
10-84
80-82
77-80
41-78,6
51-78,2
34-76,8
27-76,8
47-73,2
71
58,9-71
7,1-71
50-54
13-48,2
44
33,3
22-30,4
5,4-16
15
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah kadar T4, FT4, T3, FT3, dan TSH.
Pemeriksaan T3 merupakan hal yang penting, sekitar 5% anak-anak dengan
penyakit Graves mempunyai kadar T3 yang meningkat nyata, namun dengan kadar
T4 yang normal atau sedikit di atas normal. Keadaan ini dikenal sebagai T3
Antibodi terhadap tiroid (anti-TG dan anti-TPO) kadang juga positif pada anak
dengan penyakit Graves, yang sulit dibedakan dengan fase tirotoksik pada tiroiditis
Hashimoto. Pada keadaan demikian, untuk membedakannya perlu pemeriksaan
TRAb-stimulasi.(2,10,11) Namun demikian, pada keadaan yang sudah jelas terdapat
tanda klinis penyakit Graves, semisal hipertiroid, goiter, proptosis, maka
pemeriksaan
TRAb-stimulasi
tidak
diperlukan
lagi mengingat mahalnya
pemeriksaan ini.(2)
Berbeda pada orang dewasa, pemeriksaan uptake radioaktif jarang sekali
diperlukan pada kasus-kasus penyakit Graves yang sudah jelas. Pemeriksaan
ini hanya diperlukan pada kasus-kasus yang meragukan, misalnya pada kasus
dengan TRAb yang negative, tiroiditis Hashimoto fase tirotoksik, dan atau tiroid
nodul fungsional.(2)
TERAPI
Terdapat 3 pilihan metode terapi pada anak dengan penyakit Graves, yakni obatobat antitiroid, abalasi dengan radioaktif iodium, dan pembedahan. (2,3,16) Tidak
ada satupun yang memuaskan secara keseluruhan. (16) Pemilihan metode terapi
harus disesuaikan dengan keadaan individu dan pertimbangan keluarga
tentang keuntungan dan kerugiannya. (2,16) Dengan pertimbangan kemungkinan
terjadinya remisi yang signifikan pada anak, maka penggunaan obat-obat anti
tiroid merupakan pilihan pertama.(2,3,5)
Obat anti-tiroid: Prophylthyouracil (PTU) dan methimazole (MMI) atau carbimazole
(diubah menjadi MMI) merupakan obat-obatan yang paling banyak dipakai.
(5,8,19) Obat-obat ini menghambat sintesis hormone tiroid dengan cara
menghalangi
coupling
iodotirosin melalui
penghambatan
kerja
enzim
(2,11,19)
tiroperoksidase.
Khusus PTU, obat ini juga menghambat konversi T4
menjadi T3 di perifer, hal ini merupakan keuntungan tersendiri pada keadaan yang
memerlukan penurunan segera kadar hormon tiroid aktif seperti yang terjadi
pada keadaan krisis tiroid.(8,13,19)
PTU dan MMI diabsorpsi secara cepat di saluran cerna, kadar puncak di dalam
serum terjadi 1-2 jam setelah obat diminum. (19) Kadar obat di dalam serum akan
menurun habis dalam 12-24 jam untuk PTU, dan lebih lama lagi untuk MMI. (2,19) Hal
ini mempengaruhi lama kerja masing-masing obat. Dengan demikian MMI dapat
diberikan 1 kali sehari, sedangkan PTU diberikan 2-3 kali sehari. MMI di dalam
serum dalam bentuk bebas, sedangkan PTU 80-90% terikat pada albumin. (1,2,8,19)
Pada awal terapi PTU dapat diberikan dengan dosis 5-7 mg/kgBB/hari dalam
dosis terbagi 3, and MMI dapat diberikan 5-10% dari dosis PTU dalam dalam dosis
terbagi 2 atau sekali sehari. (2,11,13) Pada kasus-kasus yang berat, beta blocker
(Propanolol 0,5-2,0 mg/kgBB/hari dalam dosisi terbagi 3) dapat diberikan untuk
mengendalikan aktifitas kardiovaskuler yang berlebihan sampai dicapai keadaan
eutiroid.(11,13) Follow-up uji fungsi tiroid harus dilakukan setiap 4-6 minggu sampai
kadar T4 (dan T3 total) dalam batas normal. Kadar TSH serum biasanya akan
kembali normal dalam waktu beberapa bulan agak lama, sehingga pengukuran
TSH akan lebih berarti sebagai indikator terapi bila dilakukan setelah dalam
keadaan eutiroid, bukan pada awal terapi.(2,11,13)
Setelah kadar T4 dan T3 kembali normal, dosis obat anti tiroid dapat diturunkan
secara bertahap 30-50% dari total harian. (2,8,13) Alternatif yang lain adalah
dengan
tidak
merubah dosis anti tiroid, melainkan menunggu kadar TSH
meningkat sambil menambahkankan dosis kecil l-thyroxine (1 g/ kgBB/hari) atau
yang disebut regimen block-replacement; namun demikian menurut penelitian
yang telah dilakukan, kombinasi terapi ini (anti tiroid dan l-T4) tidak memperbaiki
angka remisinya.(2,5,16) Keadaan eutiroid biasanya tercapai dalam waktu 6-12
minggu.(7) Selama masa rumatan PTU dapat diberikan 2 kali sehari, dan MMI cukup
1 kali sehari. Biasanya penderita dapat difollow-up setiap 4-6 bulan. (2,13)
Lama terapi sangat individual, sampai saat ini tidak ada pedoman mengenai
lama terapi yang optimal.(2) Rata-rata dapat mencapai 2-3 tahun.(6,7) Sekitar
50% dari anak-anak yang diterapi akan terjadi remisi dalam 4 tahun pertama
terapi, dengan peningkatan angka remisi sebesar 25% setiap 2 tahunnya
sampai tahun ke-6 terapi.(2) Dikatakan remisi, bila 1 tahun setelah pengobatan
dihentikan penderita masih dalam keadaan eutiroid. (7)
Kecilnya dosis anti-tiroid yang diperlukan, goiter yang ringan merupakan
indikator yang baik bahwa penggunaan anti-tiroid dapat dikurangi secara
bertahap dan dihentikan. Rendahnya derajat hipertroksinemia [T4<20
g/dL
(257.4 nmol/L); rasio T3:T4 <20], indeks masa tubuh yang rendah, dan anak
yang lebih tua mempunyai kecenderungan terjadi remisi yang permanent. (2,16)
Sedangkan kadar TRAb yang tinggi mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya
relaps.(2,11)
Efek samping anti-tiroid dilaporkan sebesar 5-20%, berupa rash eritema,
atralgia, urtikaria, granulositopenia bersifat transient (<1500 /mm 3). Jarang
terjadi dan lebih berat: hepatitis, lupus like syndrome, trombositopenia, dan
agranulositosis, (<250 /mm 3). Kebanyakan reaksi yang terjadi ringan, dan
bukan merupakan indikasi kontra untuk diteruskan.(2,3,11,13,19) Pada kasus yang
cara
Ablasi dengan radioaktif: Merupakan terapi pilihan pada kasus-kasus dewasa. (2,8)
Walaupun belum cukup bukti adanya peningkatan risiko keganasan atau
mutasi genetik, namun dengan pertimbangan teori, penggunaan metode ini jarang
digunakan untuk penderita anak. (1,8) Digunakan I 131 dengan perhitungan dosis:(2,16)
Diberikan per-oral dalam 1-2 dosis. Ablasi akan memakan waktu beberapa
minggu sampai beberapa bulan, dan gejala hipertiroid masih akan tetap
terjadi pada waktu tersebut. Propanolol dapat digunakan untuk mengurangi gejala
tersebut.(13,16)
Efek yang diharapkan dari metode ini adalah hipotiroid. Apabila keadaan hipotiroid
tercapai maka perlu substitusi hormon tiroid seumur hidup. (13,16,20)
Pembedahan tiroidektomi: Tiroidektomi Near-total merupakan pilihan dalam metode
ini. Penderita yang mengalami kegagalan dengan anti-tiroid, goiter yang
sangat besar, dan menolak dilakukan terapi radioaktif, atau terdapat indikasi
kontra terapi radioaktif, merupakan indikasi untuk dilakukan pembedahan. (13)
Komplikasi pembedahan yang mungkin terjadi adalah: keloid, hipokalsemia
transient, paralysis nervus laryngius rekurens, hipoparatiroid, dan kematian. Oleh
karena itu sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh ahli bedah anak yang
berpengalaman.(2,13,16)
Sebelum pembedahan anak harus dalam keadaan eutiroid untuk mencegah
keadaan krisis tiroid. Dapat diberikan larutan Lugol 5-10 tetes 3 kali sehari selama
7-14 hari sebelum pembedahan untuk menurunkan vaskularisasi kelenjar tiroid.
(13)
Seperti halnya setelah terapi ablasi dengan radioaktif, penderita akan
menjadi hipotiroid permanent sehingga memerlukan terapi pengganti tiroksin
seumur hidupnya.(13) Namun bila terapi tidak adekuat, hipertiroid akan dapat
kembali. Oleh karena itu perlu follow-up jangka panjang. (2,13)
KRISIS TIROID.
Krisis tiroid merupakan komplikasi yang berat, namun jarang terjadi pada
anak-anak hipertiroid. Biasanya didahului faktor pencetus yakni: pembedahan,
infeksi, dan KAD (ketoasidosis diabetes). Hal ini juga dapat terjadi pada saat
pembedahan tiroidektomi maupun terapi ablasi menggunakan radioaktif. (1,5,8,13,16)
Gejala klinisnya berupa hipertermi akut, berkeringat banyak, takikardia, dan
penurunan kesadaran sampai dengan koma. (1,13,16)
(1,13,16)
DAFTAR PUSTAKA
1. Jonathan G Gold, Sadeghi-Nejad Ab. Hyperthyroidism. Available at
http://www.emedicine.com/PED/topic1099.htm. Accessed June 5, 2006.
2. Brown RS, Huang S. The Thyroid and Its Disorders. In: Brook CGD, Clayton PE,
Brown RS, eds. Brooks Clinical Pediatric Endocrinology. Massachusetts:
Blackwell Publishing Ltd, 2005: 218-51.
3. Rossi WC, Caplin N, Alter CA. Thyroid Disorders in Children. In: Moshang T, ed.
Pediatric Endocrinology The Requisites in Pediatrics. St Louis, Missouri:
Elsevier Mosby, 2005: 171-90.
4. Wingo ST, Bruch HB. Hyperthyroidism. In: McDermott MT, ed. Endocrine
Secrets. Philadelphia: Hanley & Belfus, INC, 2002: 273-8.
5. Birrel G, Cheetam T. Juvenile Thyrotoxicosis; Can We Do Better?. Arch Dis
Child 2004; 89: 745-50.
6. Bhadada S, Bhansali A, Velayutham P, Masoodi SR. Juvenile
Hyperthyroidism: An Experience. Indian Pediatrics 2006; 43: 301-7.
7. Lazar I, et al. Thyrotoxicosis in Prepubertal Children Compared with
Pubertal and Postpubertal Patients. J Clin Endocrinol Metab 2000; 85: 367882.
8. Levitsky LL. Graves Disease. Available at
http://www.emedicine.com/PED/topic899.htm. Accessed June 5, 2006.
9. Lavard L, et.al. Incidence of Juvenile Thyrotoxicosis in Denmark, 19821988. A Nationwide Study. Eur J Endocrinol 1994; 130(6): 565-8. (Abstract)
10.Dallas JS, Foley TP. Hyperthyroidism. In: Lifshitz F, ed. Pediatric Endocrinology.
New York: Marcel Dekker, 1996: 401-14.
11.Fisher DA. Thyroid Disorders in Childhood and Adolescence. In: Sperling MA,
ed. Pediatric Endocrinology. Philadelphia: Saunders, 2002: 187-207.
12.Fisher DA. Disorders of the Thyroid in the Newborn and Infant. In:
Sperling MA, ed. Pediatric Endocrinology. Philadelphia: Saunders, 2002: 16182.
13.Styne DM. Disorders of the Thyroid Gland. In: Core Handbooks in
Pediatrics Pediatric Endocrinology. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, 2004: 83-108.
14.Weetman AP. Graves Disease. N Engl J Med 2000; 343(17): 1236-48.
15.Prabhakar BS, Bahn RS, Smith TJ. Current Perspective on Pathogenesis
of Graves Disease and Opthalmopathy. Endocrine Review 2003; 24(6): 80235.
16.Krassas GE. Treatment of Juvenile Graves Disease and its Opthalmic
Complication: The European Way. European Journal of Endocrinology 2004;
150: 407-414.
17.Breedlove M. Graves Disease. Available at
http://www.bio.davidson.edu/Courses/Immunology/Students/Spring2003/Bree
dlove/GravesDisease.html. Accessed June 6, 2006.
18.Chan W. Ophthalmopaty in Childhood Graves Disease. Br J Ophthalmol 2002:
86: 740-2.
19.Cooper DS. Drug Therapy: Anti Thyroid Drugs. N Engl J Med 2005; 352: 90517.
20.Rahman MAS, Birrell G, Lucraft H, Cheetam TD. Successful Radioiodine
Treatment in A 3 Years Old Child with Graves Disease Following antithjyroid
Medication Induced Netropenia.Arch Dis Child 2003; 88: 158-9.
21.